Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
هَمَّتۡ
ia bermaksud/suka
بِهِۦۖ
dengannya/kepadanya
وَهَمَّ
dan dia bermaksud/suka
بِهَا
dengannya/kepadanya
لَوۡلَآ
kalau tidak
أَن
bahwa
رَّءَا
dia melihat
بُرۡهَٰنَ
tanda-tanda
رَبِّهِۦۚ
Tuhannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
لِنَصۡرِفَ
karena kami hendak memalingkan
عَنۡهُ
daripadanya
ٱلسُّوٓءَ
keburukan
وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ
dan perbuatan keji
إِنَّهُۥ
sesungguhnya ia
مِنۡ
dari/termasuk
عِبَادِنَا
hamba/hamba Kami
ٱلۡمُخۡلَصِينَ
orang-orang yang ikhlas
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
هَمَّتۡ
ia bermaksud/suka
بِهِۦۖ
dengannya/kepadanya
وَهَمَّ
dan dia bermaksud/suka
بِهَا
dengannya/kepadanya
لَوۡلَآ
kalau tidak
أَن
bahwa
رَّءَا
dia melihat
بُرۡهَٰنَ
tanda-tanda
رَبِّهِۦۚ
Tuhannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
لِنَصۡرِفَ
karena kami hendak memalingkan
عَنۡهُ
daripadanya
ٱلسُّوٓءَ
keburukan
وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ
dan perbuatan keji
إِنَّهُۥ
sesungguhnya ia
مِنۡ
dari/termasuk
عِبَادِنَا
hamba/hamba Kami
ٱلۡمُخۡلَصِينَ
orang-orang yang ikhlas
Terjemahan

Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Tafsir

(Sesungguhnya wanita itu telah mempunyai maksud terhadap Yusuf) artinya dia telah bermaksud terhadap Nabi Yusuf supaya menyetubuhinya (dan Yusuf pun bermaksud melakukannya pula dengan wanita itu) artinya Yusuf pun mempunyai keinginan yang sama (andaikata dia tidak melihat tanda dari Rabbnya) menurut Ibnu Abbas r.a. bahwa pada saat yang kritis itu tiba-tiba Nabi Yakub atau ayahnya tampak di hadapannya, lalu memukul dadanya sehingga keluarlah nafsu syahwat yang telah membara itu dari semua ujung-ujung jarinya. Jawab dari lafal laulaa ialah lajaama`ahaa; artinya niscaya Yusuf menyetubuhinya. (Demikianlah) Kami perlihatkan tanda kekuasaan-Ku kepadanya (agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran) perbuatan khianat (dan kekejian) perbuatan zina. (Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terikhlas) dalam hal ketaatan. Menurut suatu qiraat dibaca mukhlishiin dengan dikasrahkan huruf lam-nya; artinya sama dengan lafal al-mukhtaariina atau orang-orang yang terpilih.
Tafsir Surat Yusuf: 24
Sesungguhnya wanita itu telah berkehendak (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun berkehendak pula (melakukannya) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Pendapat ulama dan ungkapan mereka (yakni penafsirannya) sehubungan dengan makna ayat ini berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini telah disebutkan banyak riwayat oleh Ibnu Jarir dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan sejumlah ulama Salaf lain.
Menurut satu pendapat, makna yang dimaksud dengan hamma dalam ayat ini adalah bisikan hati. Demikianlah menurut riwayat Al-Bagawi, dari sebagian ulama ahli tahqiq. Kemudian Al-Bagawi sehubungan dengan hal ini mengetengahkan hadits Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Allah ﷻ berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat melakukan suatu amal kebaikan, maka catatlah untuknya pahala satu amal kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah baginya sepuluh kali lipat amal kebaikannya. Dan jika dia berniat hendak melakukan suatu perbuatan buruk (dosa), lalu dia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah satu kebaikan. Karena sesungguhnya dia meninggalkannya sebab (takut kepada)-Ku, dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah satu amal keburukan.”
Hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain dengan berbagai lafaz dan apa yang disebutkan di atas merupakan salah satunya. Menurut pendapat lain, makna hamma di sini ialah berniat hendak mengerjainya. Dan menurut pendapat lain, Yusuf berniat menjadikannya sebagai istrinya. Menurut pendapat lain lagi, Yusuf tidak tergiur oleh godaannya. Tetapi bila ditinjau dari segi bahasa, pendapat ini masih perlu dipertanyakan kebenarannya, menurut riwayat Ibnu Jarir dan lain-lain.
Adapun mengenai tanda yang dilihat oleh Nabi Yusuf, pendapat para ulama berbeda-beda pula. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Sirin, Al-Hasan, Qatadah, Abu Saleh, Ad-Dahhak, Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lain disebutkan bahwa Yusuf melihat gambar ayahnya Ya'qub sedang menggigit jari telunjuknya. Menurut riwayat lain yang bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq disebutkan bahwa lalu ayah Yusuf memukul dada Yusuf. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Yusuf melihat bayangan tuannya. Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq menurut riwayat sebagian di antara mereka, bahwa sesungguhnya tanda yang dilihat oleh Yusuf adalah bayangan tuannya Qiftir saat Qitfir mendekati pintu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Amu Maudud; ia mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Yusuf mengangkat pandangan matanya ke atap rumah, tiba-tiba di atap rumah itu terdapat tulisan firman-Nya yang mengatakan: “Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Ma'syar Al-Madani, dari Muhammad ibnu Ka'b.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Abu Sakhr yang mengatakan bahwa ia mendengar Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna tanda yang dilihat oleh Yusuf. Tanda tersebut merupakan tiga ayat dari Kitabullah, yaitu firman-Nya: “Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (perbuatan kalian).” (Al-Infithar: 10) “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan.” (Yunus: 61), hingga akhir ayat. “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya.” (Ar-Ra'd: 33), hingga akhir ayat. Nafi' mengatakan bahwa ia mendengar Abu Hilal mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Al-Qurazi, tetapi ia menambahkan ayat yang keempat, yaitu firman-Nya: “Dan janganlah kalian dekati zina.” (Al-Isra: 32) Al-Auza'i mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu ayat dari Kitabullah di tembok rumah itu yang melarangnya berbuat hal itu.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar adalah yang mengatakan bahwa Yusuf melihat suatu tanda dari tanda-tanda Allah yang mencegahnya untuk melaksanakan niatnya. Mungkin saja tanda itu berupa gambar ayahnya, Nabi Ya'qub; mungkin berupa gambar tuannya, mungkin pula yang dilihatnya berupa tulisan larangan pada tembok rumah itu yang melarangnya berbuat demikian. Tetapi tidak ada bukti yang kuat yang memastikan sesuatu dari tanda-tanda tersebut. Maka yang benar adalah bila dimutlakkan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat ini.
Firman Allah ﷻ: “Demikianlah, agar Kami memalingkan kemungkaran dan kekejian darinya.” (Yusuf: 24)
Yakni sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya suatu tanda yang memalingkannya dari apa yang diniatkannya, demikian pula Kami menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar dalam semua urusannya.
“Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24)
Yakni termasuk orang yang terpilih, disucikan, dan didekatkan kepadaNya; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya, yakni Nabi
Yusuf untuk melayani nafsu birahinya. Dan Nabi Yusuf pun berkehendak
kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda dari Tuhannya, niscaya dia
akan terjatuh dalam perbuatan maksiat. Demikianlah, Kami kuatkan
keimanannya sehingga Kami palingkan darinya perilaku keburukan dan
kekejian. Sungguh, dia'Nabi Yusuf'termasuk hamba Kami yang terpilih
untuk mengemban risalah Allah dan selalu taat kepada perintah-Nya. Dan ketika itu keduanya pun berkejaran lari menuju pintu, dan perempuan itu mencoba menghalangi Nabi Yusuf keluar pintu dengan
menarik baju gamisnya dari belakang hingga koyak, dan pada saat Nabi
Yusuf berhasil membuka pintu, keduanya mendapati suami perempuan
itu di depan pintu. Ketika al-Aziz menyaksikan istrinya bersama Nabi
Yusuf keluar pintu, dia pun berkata kepada suaminya seraya meminta,
Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu
wahai paduka, selain dipenjarakan atau dihukum dengan siksa yang pedih' Istri al- Aziz berkata demikian, untuk menutupi kesalahannya dan
menjaga nama baik dirinya.
Istri al-Aziz tidak mau berhenti, karena ia menganggap Yusuf sebagai budak yang harus melaksanakan keinginan dan perintahnya. Bila Yusuf menolak, istri al-Aziz akan mencelakakannya. Tetapi dari pihak Yusuf, ia telah bertekad pula untuk menolaknya karena perbuatan itu melanggar agama, mengkhianati tuannya yang telah berjasa dan berbuat baik kepadanya dan merusak kehormatannya dan kehormatan tuannya. Yusuf dan istri al-Aziz masing-masing telah mempunyai tekad yang bertolak belakang antara satu sama lainnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 23
“Sungguh, tidaklah akan berbahagia orang yang zalim."
Maka dapatlah kita simpulkan maksud perkataan Yusuf, yaitu bahwasanya dia berlindung kepada Allah agar janganlah dia roboh karena godaan ini. Tidaklah layak dia yang disambut dan dimuliakan sebagai anak kandung, bukan sebagai budak, oleh tuan yang membelinya, akan berlaku khianat kepada istrinya, yang selama dia tinggal di dalam istana itu sudah dianggapnya sebagai ibu angkatnya pula. Dan kalau diperturutkannya rayuan perempuan itu, berlaku zalimlah dia, berlaku aniaya, menempuh jalan yang salah, yang tidak wajar, yang tidak patut. Segala perbuatan yang berada di luar garis pikiran sehat dinamai zalim, yang kadang-kadang berarti aniaya dan kadang-kadang berarti juga menempuh jalan gelap. Maka kalau sekali saya telah berbuat zalim, berzina dengan istri pengasuh, pendidikku sendiri, berarti aku telah menempuh jalan gelap buat hari depanku sama sekali. Karena yang berbusuk mesti berbau dan harga diriku tak ada lagi.
Ayat 24
“Dan sesungguhnya perempuan itu sudah sangat menginginkan dia, dan dia pun sudah sangat menginginkan perempuan itu; kalau kinanya tidaklah dia menampak pertandaan Allahnya."
Di dalam ayat ini terdapat perkataan hammatbihi dan hamma biha. Di sini, kita pilih arti harnmat dan hamma itu dengan sangat menginginkan.
Ibnu Katsir menghikayatkan dalam tafsirnya bahwa al-Baghawi berpendapat demikian,
“Yang dimaksud dengan hamma biha ialah gelora kata-kata nafsu."
Oleh sebab itu, menurut tafsir ini sudah sama-sama tumbuh keinginan di kedua belah pihak, baik pada si perempuan terhadap Yusuf maupun dari Yusuf terhadap perempuan itu. Kalau disebut secara tegas lagi bahwa keduanya sudah sama-sama bersyahwat. Tegas-nya lagi, Yusuf sendiri pun sudah timbul keinginan kepada perempuan itu.
Tetapi beberapa penafsir, di antaranya Ibnu Hazem al-Andalusi di dalam kitabnya al-Fishal di dalam membela ma'shum-nya nabi-nabi dari dosa, memberi arti hamma dan hammat dengan dendam ingin memukul. Artinya, karena kehendak syahwat perempuan itu tidak juga diperlakukan oleh Yusuf dia pun jadi marah, tersinggung kehormatan dirinya karena dia merasa berkuasa, lalu dikejarnya
Yusuf hendak dipukulnya. Dan Yusuf pun jadi marah. Sebab itu, dia pun hendak memukul pula.
Sayyid Rasyid Ridha di dalam tafsirnya al-Manar pun menguatkan pendapat Ibnu Hazem dan penafsir-penafsir yang lain itu. Mereka mengemukakan alasan karena di dalam AI-Qur'an sendiri terdapat beberapa kalimat hamma dengan arti hendak memukul atau hendak menganiaya atau bermaksud jahat (lihat surah al-Maa'idah ayat 11, surah Aali ‘Imraan ayat 122, surah an-Nisaa' ayat 113, surah at-Taubah ayat 13 dan ayat 73, pada surah Aali ‘Imraan ayat 154, ahammathum anfusuhum diartikan ‘mementingkan diri sendiri').
Maka al-Baghawi menguatkan pendapat bahwa arti hamma biha di sini ialah gelora yang berkecamuk dalam jiwa, tetapi belum dilaksanakan dalam kenyataan. Dan al-Baghawi membela pahamnya bahwa memang Yusuf sudah ada gelora perasaan terhadap istri Raja Muda yang cantik itu, yang bernama Zulaikha. Tetapi gelora yang berkecamuk dalam hati itu dapat ditahannya sebab dia melihat pertandaan Tuhannya. Atau di dalam diri sendiri terjadi peperangan hebat, di antara nafsu syahwat yang bergelora dan seruan fitrah, seruan jiwa yang bersih karena didikan yang diterima dari kecil, atau tegasnya lagi, karena dipelihara oleh Allah. Hingga Yusuf selamat.
Banyak juga ahli tafsir mengatakan bahwa sebagai seorang nabi, Yusuf ma'shum. Untuk itu, ayat ini juga mereka artikan dengan tegas, yaitu bahwa Zulaikha telah menggelora hatinya melihat Yusuf, sedangkan Yusuf pun tentu telah menggelora juga hatinya melihat Zulaikha, kalau bukanlah dia menampak pertandaan Tuhannya. Sebab itu, mereka artikan, “Tidak timbul gelora nafsu syahwat Yusuf melihat Zulaikha sebab dia lebih dahulu telah menampak pertandaan Allah."
Dipandang dari segi ilmu jiwa dan biologi, kita condong kepada penafsiran al-Baghawi.
Karena meskipun menggelora nafsu syahwat Yusuf di tempat yang sunyi itu karena rayuan Zulaikha, tidaklah hal itu mengurangi akan ke-ma's/mm-annya. Sebab dia adalah manusia dan laki-laki tulen.
Tersebut di dalam sebuah hadits, bersabda Rasulullah ﷺ,
“Allah telah mengatakan, ‘Apabila bermaksud seorang hamba-Ku akan membuat suatu kebaikan, maksudnya itu akan dituliskan satu pahala kebaikan. Dan kalau sudah sampai dilaksanakannya maksudnya itu, maka tuliskanlah untuknya sepuluh pahala yang seimbang dengan itu. Tetapi jika dia bermaksud hendak mengerjakan satu perbuatan yang salah, tetapi tidak sampai dikerjakannya, tuliskan jualah untuknya satu pahala. Karena dia meninggalkan itu adalah karena takut kepada-Ku jua. Dan jika sampai terkerjakan maksudnya itu olehnya, tuliskanlah untuknya, satu dosa.'" (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Dalam hadits ini hamma kita artikan bermaksud.
Abus Su'ud memberikan tafsir tentang hamma biha itu.
Hamma di sini berarti hatinya sudah tertarik kepada perempuan itu, menurut kewajaran tabiat manusia, dan syahwat nafsu dari seorang manusia, kecenderungan itu ada jibillah yang sudah keadaannya begitu, yang tidak dapat dicegah. Sebab itu, bukanlah atas kemauannya sendiri. Tetapi kita telah melihat sejak semula bahwa Yusuf selalu sadar akan dirinya, sehingga kecenderungan nafsu laki-laki muda terhadap kepada perempuan cantik di waktu tidak ada orang lain dan perempuan itu mengajak-ajak dan merayu terus, dapat ditahannya. Dan mula dia telah menolak, tidak layak dan tidak patut dia mengkhianati orang yang mengasuhnya sekian lama; dan dengan tegas dia mengatakan bahwa orang yang zalim tidaklah akan berbahagia dan berjaya, dan tidak akan selamat sampai ke akhir. Mengkhianati induk semang atau penghulu yang menganggapnya jadi anak dan mendidiknya adalah satu kezaliman yang luar biasa.
Ini saja sudah dapat membuktikan bahwa dia dapat mengendalikan diri. Sekian kita salin secara bebas tafsiran dari Abus Su'ud.
Kalau kita ketahui ilmu jiwa modern dan biologi, kita ketahui pula keadaan kesehatan fisik dan mental dari seorang laki-laki, tidaklah akan dapat kita menafsirkan bahwa hamma biha dari Yusuf terhadap Zulaikha itu ialah hendak membunuh Zulaikha dan tidak pulalah akan kena tafsirannya kalau kita katakan bahwa tidak menggelora syahwat Yusuf melihat, misalnya paha Zulaikha terbuka. Sebab dia laki-laki tulen, anak muda baru tumbuh. Dia bukan ‘innin (impoten) dan bukan pula seorang bodoh yang tidak mengerti perempuan. Yang perlu kita perhatikan di sini ialah kehebatannya karena dia dapat menahan syahwatnya sebab dia menampak pertandaan Allah.
Tentang menampak pertandaan Allah ini berbagai pula tafsir yang berasal dari dongeng yang membuat bosan orang yang berperasaan halus. Ada tafsir yang mengatakan bahwa Yusuf telah duduk di antara dua paha perempuan itu, tetapi kemudian tampak olehnya atau terbayang rupa ayahnya, Nabi Ya'qub, di dinding rumah lalu terpancarlah maninya ke ujung empu tangannya lalu dia lekas berdiri.
Ini adalah dongeng untuk mengotori tafsir Al-Qur'an saja sebab tidak ada sumbernya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Apakah pertandaan Allah yang dilihatnya itu?
Biasa saj'a. Bukankah dia seorang nabi?
Bukankah dari kecil ayahnya Nabi Ya'qub, anak dari Nabi Ishaq dan anak dari Nabi Ibrahim, telah menanamkan dalam jiwanya perasaan takut kepada Allah? Maka pertandaan Allah itu adalah tersedia ada dalam jiwanya sejak dia masih kecil. Dan kematian ibunya di waktu dia masih kecil, meninggalkan pula adiknya yang lebih kecil Bunyamin, ditambah lagi dengan kebencian seluruh saudaranya yang sepuluh orang kepada dirinya, dengan kasih mesra yang begitu mendalam dari ayahnya kepadanya. Kemudian itu dibenamkan masuk sumur, sampai dipungut orang dan dijual murah ke Mesir, lalu diangkat jadi anak dan disayangi, semuanya itulah yang telah membentuk jiwanya. Semuanya itu telah berkumpul untuk menjadi pertandaan adanya Allah Yang Mahakuasa yang selalu melindungi dia, sehingga dia tidak terperosok ke dalam lembah yang hina itu. Dan itu dijelaskan Allah pada lanjutan ayat, “Demikianlah adanya, supaya Kami palingkan dia dari kekejian dan kekotoran." Membalas air susu dengan tuba atau membalas kasih sayang majikannya dengan berbuat nista bersama istri beliau adalah suatu perbuatan yang jahat lagi hina. Dan berbuat zina itu sendiri adalah kotor dan nista. Keduanya terlepas karena Yusuf melihat atau menampak pertandaan kebesaran Allah bahwa Allah itu ada. Dan Yusuf, sebagaimana telah kita katakan dalam penafsiran di atas tadi (ayat 22), adalah seorang Muhsin, seorang yang selalu berbuat ihsan, yaitu selalu merasa bahwa Allah melihatnya walaupun dia sendiri tidak melihat Allah. Meskipun dia masih semuda usia delapan belas tahun (Said bin Jubair) atau dua puluh tahun (adh-Dhahhak), artinya menurut ilmu jiwa adalah di zaman pancaroba (puber), dia telah diselamatkan dari bahaya besar itu. Lalu Allah menegaskan lagi pujian-Nya kepada Yusuf,
“Sesungguhnya, dia adalah termasuk hamba Kami yang telah dipersoalkan."
Inilah pujian yang amat tinggi dari Allah terhadap Nabi-Nya bahwa Nabi-Nya telah dibentengi dengan iman dan ihsan sejak semula, sehingga dia teguh dan tabah menghadapi percobaan sehebat itu di dalam usia demikian muda, masa pancaroba. Apa yang akan menghalanginya akan dia berbuat zina di waktu itu? Dia jauh dari ayahnya yang amat dikasihinya dan amat mengharapkannya. Dia tidak diketahui oleh orang luar, pintu tertutup semua, tak ada orang yang melihat dan dia sendiri sehat!
Dia sudah mukhlash, sudah dipersucikan. Artinya, ihsannya yang murni sudah dapat mengekang hawa nafsunya. Inilah suatu kemenangan besar pada Yusuf.