Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَمَّا
dan setelah
بَلَغَ
dia sampai
أَشُدَّهُۥٓ
dewasanya
ءَاتَيۡنَٰهُ
Kami berikan kepadanya
حُكۡمٗا
hikmah
وَعِلۡمٗاۚ
dan ilmu
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نَجۡزِي
Kami memberi balasan
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
وَلَمَّا
dan setelah
بَلَغَ
dia sampai
أَشُدَّهُۥٓ
dewasanya
ءَاتَيۡنَٰهُ
Kami berikan kepadanya
حُكۡمٗا
hikmah
وَعِلۡمٗاۚ
dan ilmu
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نَجۡزِي
Kami memberi balasan
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
Terjemahan
Ketika dia telah cukup dewasa, Kami berikan kepadanya kearifan dan ilmu. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Tafsir
(Dan tatkala dia cukup dewasa) yaitu mencapai umur tiga puluh tahun atau tiga puluh tiga tahun (Kami berikan kepadanya hikmah) kebijaksanaan (dan ilmu) pengetahuan agama sebelum ia diangkat menjadi nabi. (Demikianlah) sebagaimana Kami berikan imbalan kepadanya (Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) terhadap diri mereka sendiri.
Tafsir Surat Yusuf: 21-22
Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, "Berilah dia tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat untuk kita atau kita pungut dia sebagai anak. Demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Dan tatkala dia sudah cukup dewasa Kami beri dia hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat 21
Allah ﷻ menceritakan belas kasihan-Nya kepada Yusuf a.s. bahwa Dia telah menggerakkan hati seseorang yang membelinya di Mesir, lalu orang itu memeliharanya dan memuliakannya serta berpesan kepada keluarga (istri)nya agar memperlakukannya dengan baik dan selayaknya. Maka ia berkata kepada istrinya:
“Berilah dia tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat untuk kita atau kita pungut dia sebagai anak.”(Yusuf: 21)
Orang yang membelinya dari negeri Mesir itu adalah Aziz negeri Mesir, yakni perdana menterinya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa nama si pembeli itu adalah Qitfir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, nama si pembeli itu adalah Itfir ibnu Ruhaib, menteri negeri Mesir yang menjabat sebagai menteri perbendaharaan Mesir saat itu. Dan yang menjadi raja di zaman itu adalah Ar-Rayyan ibnul Walid, seorang lelaki dari keturunan bangsa 'Amaliq (raksasa). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa nama istri menteri itu adalah Ra'il binti Ra'abil. Menurut selain Muhammad ibnu Ishaq, nama istrinya adalah Zulaikha.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad ibnus Saib, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, bahwa orang yang membelinya di Mesir adalah Malik ibnu Za'r ibnu Qarib ibnu Anqa ibnu Madyan ibnu Ibrahim. Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa orang yang ahli dalam firasat ada tiga orang, yaitu: Pertama, menteri negeri Mesir saat dia mengatakan kepada istrinya dalam pesannya: “Berilah dia tempat (dan layanan) yang baik.” (Yusuf: 21) Kedua, seorang wanita yang mengatakan kepada ayahnya: “Wahai bapakku, angkatlah dia sebagai pekerja (untuk kita).” (Al-Qashash: 26), hingga akhir ayat. Ketiga adalah Abu Bakar As-Siddiq ketika mengangkat Umar ibnul Khattab sebagai khalifah penggantinya.
Allah ﷻ berfirman, Sebagaimana Kami selamatkan Yusuf dari cengkeraman saudara-saudaranya "Demikian pula Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir)." (Yusuf: 21)
Yang dimaksud ialah negeri Mesir.
“Dan agar Kami ajarkan kepadanya tabir mimpi.” (Yusuf: 21)
Mujahid dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ta'bir mimpi.
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya.” (Yusuf: 21)
Yakni apabila Dia menghendaki sesuatu, maka tidak dapat ditolak, dicegah, dan ditentang, bahkan Dia Maha Menang di atas segalanya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya.” (Yusuf: 21)
Yakni Allah Maha Melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.
Firman Allah ﷻ: “Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Yusuf: 21)
Manusia tidak mengetahui kebijakan Allah terhadap makhluk-Nya, belas kasihan-Nya kepada mereka, dan apa yang dikehendaki-Nya bagi mereka.
Ayat 22
Firman Allah ﷻ: “Dan tatkala dia sudah cukup dewasa.” (Yusuf: 22)
Yakni setelah Yusuf menginjak usia dewasa. Dengan kata lain, tubuh dan akalnya telah dewasa.
“Kami beri dia hikmah dan ilmu.” (Yusuf: 22)
Yaitu kenabian. Dengan kata lain, Allah memilihnya di antara mereka untuk menjadi nabi-Nya.
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 22)
Dengan kata lain, Yusuf selalu baik dalam amalnya serta selalu mengamalkan ketaatan kepada Allah ﷻ.
Para ulama berbeda pendapat mengenai usia kedewasaan Nabi Yusuf. Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan tiga puluh tiga tahun. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas adalah tiga puluh tahun lebih. Menurut Ad-Dahhak dua puluh tahun, dan menurut Al-Hasan empat puluh tahun. Ikrimah mengatakan dua puluh lima tahun, As-Saddi mengatakan tiga puluh tahun, sedangkan Sa'id ibnu Jubair mengatakan delapan belas tahun. Imam Malik, Rabi'ah ibnu Zaid ibnu Aslam, dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa asyuddahu artinya mencapai usia akil balig. Dan menurut pendapat yang lain dikatakan selain itu.
Dan ketika dia telah cukup dewasa, yakni memiliki kematangan dalam berpikir dan jasmani yang kuat, Kami berikan kepadanya karunia
kenabian, kekuasaan dan ilmu pengetahuan agama, takwil mimpi, dan
rahasia-rahasia segala sesuatu. Demikianlah Kami memberi karunia kepada hamba-Nya sebagai balasan kepada orang-orang yang berbuat baik karena ketaatannya kepada Allah. Setelah diuraikan tentang karunia Allah kepada Nabi Yusuf berupa
ilmu pengetahuan dan kenabian ketika dewasa, ayat berikut ini menjelaskan sisi lain yang dialami Nabi Yusuf, yaitu godaan istri al-Aziz.
Dan perempuan (istri al-Aziz) yang dia (Nabi Yusuf ) tinggal di rumahnya
menggoda dirinya. Dan serta merta dia pun masuk ke kamar Nabi Yusuf
kemudian menutup pintu-pintu kamar, lalu berkata kepada Nabi Yusuf,
Marilah mendekat kepadaku. Kemudian Nabi Yusuf berkata seraya
memohon, Aku berlindung kepada Allah dari tindakan keji, bagaimana
mungkin aku menuruti ajakanmu, sungguh, tuanku Al-Aziz telah memperlakukan aku dengan baik, memberiku tempat, kedudukan, serta
memberiku kepercayaan, maka sedikit pun aku tidak akan mengkhianati kepercayaannya. Sesungguhnya orang yang membalas kebaikan
dengan kejahatan adalah termasuk golongan orang zalim, dan orang
yang zalim itu tidak akan beruntung.
Di kala Yusuf mulai dewasa, Allah memberikan pula kepadanya kecerdasan dan kebijaksanaan sehingga ia mampu memberikan pendapat dan pikirannya dalam berbagai macam masalah yang dihadapi. Allah juga memberikan kepadanya ilmu, meskipun ia tidak belajar. Ilmu yang didapat tanpa belajar ini dinamai ilmu ladunni karena ia semata-mata ilham dan karunia dari Allah.
Demikianlah Allah memberi balasan kepada Yusuf yang tidak pernah mengotori dirinya dengan perbuatan keji dan jahat, selalu menjaga kebersihan hati nuraninya, selalu bersifat sabar dan tawakal atas musibah dan bahaya yang menimpanya. Demikianlah Allah membalas setiap insan yang berbuat baik.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YUSUF DIJUAL
Telah kita ketahui, Yusuf telah dimasukkan oleh saudara-saudaranya sendiri masuk sumur yang dalam, yang ada batu di dasarnya. Di sanalah dia duduk supaya jangan kedinginan terendam dalam air. Hatinya tenang menunggu nasib, sebab Malaikat sudah datang kepadanya menyatakan bahwa dia kelak akan bebas juga, bahkan akan menerangkan kepada saudara-saudaranya hal itu, sedangkan mereka tidak tahu siapa dia. Sedang dia termenung menunggu nasib itu, tidak lama antaranya,
Ayat 19
“Maka datanglah satu kafilah."
Di dalam ayat dituliskan sayyarah dan telah kita artikan kafilah, dan disebut orang Barat caravan, yaitu rombongan orang yang lalu lalang bersama-sama, musafir dari satu negeri ke negeri yang lain. Kafilah itu memerlukan untuk mengisi tempat-tempat airnya sebab perjalanan masih jauh. Biasanya, di mana saja sumur bertemu, mereka berhenti sejenak atau bermalam untuk mengisi tempat-tempat air. Karena airlah yang sangat diperlukan dalam perjalanan jauh itu, “Lalu mereka utus pencari air." Pencari air itu pun sampailah ke tepi sumur tempat Yusuf di-buangkan oleh saudara-saudaranya itu. “Maka diulurkannyalah timbanya." Timba yang telah diikat dengan tali panjang tentunya. Tiba-tiba setelah timba sampai ke dasar sumur, ketika ditarik kembali, Yusuf telah bergayut kepada tali timba itu supaya segera dapat naik. Tentu saja si pencari air segera tahu karena merasakan bahwa timbanya lebih berat dari air biasa, bahwa ada apa-apa, atau tegasnya ada orang yang mendapat kecelakaan bergantung pada tali timbanya itu. Rasa perikemanusiaannya mendorongnya untuk menarik orang yang bergantung itu lekas-lekas naik sehingga sampailah dia di atas! Alangkah terkejut si penarik tali timba demi melihat anak kecil (usia dua belas tahun) yang bergantung pada tali timbanya. Badan anak itu tidak kurang suatu apa, tidak ada tanda-tanda kecelakaan dan rupanya anak itu manis sehingga baru saja dilihatnya wajah anak itu, berserulah si penimba sumur, “Dia pun berkata, ‘Wahai, gembiraku! Ini ada anak laki-lakil'" Artinya, bukan orang dewasa yang susah buat diselesaikan dan bukan pula orang perempuan yang akan menjadi perkara sulit di belakang hari. Anak itu terus dibimbingnya, dibawanya kepada kepala kafilah. “Lalu mereka kurunglah dia akan jadi dagangan."
Sumur itu sepi terletak di padang pasir yang jauh dari kampung. Sebab itu, tidak jelas siapa yang empunya anak ini. Dan mereka pun, dengan takdir Allah Ta'aala, tidak pula hendak memeriksa lebih lanjut siapa ayah bundanya, sedangkan Yusuf pun berdiam diri saja. Mungkin sekali dia pun tidak ingin memberitahukan siapa orang tuanya karena enggan hendak kembali pulang mengingat nasibnya yang tergencet saudara-saudaranya. Lalu mereka kurunglah dia, mereka sembunyikan dan rahasiakan, karena ada niat hendak menjadikannya barang dagangan. Karena kalau terang siapa orang tuanya, tentu mereka wajib mengembalikan sebab tidak boleh memperniagakan orang merdeka.
Dalam beberapa tafsir dan juga dalam kitab Perjanjian Lama sendiri diterangkan bahwa ketika orang itu menimba sumur, saudara-saudara Yusuf ada di tempat itu. Dialah yang tawar-menawar dengan pemimpin rombongan musafir itu. Mereka katakan bahwa dia budak mereka yang lari. Sekarang, biar mereka jual saja asalkan musafir-musafir itu suka membeli.
Sedang kita menafsirkannya condong kepada yang pertama tadi. Menimba air sumur dilakukan, sedangkan tidak ada siapa-siapa pun di dekat sumur itu.
“Dan Allah Maha Mengetahui apa yang meteka kerjakan itu.
Meskipun dalam hati yang mengambil anak itu dari dalam sumur ada maksud tertentu, namun Allah lebih mengetahui apa pun maksud mereka. Dan di samping mereka ber-maksud buruk, Allah akan menjadikan maksud buruk mereka itu sebagai satu mata rantai yang akan menaikkan derajat martabat Yusuf.
Ayat 20
“Dan mereka juallah … dengan harga murah, beberapa dirham yang (dapat) dihitung."
Dipandang sebagai orang atau barang yang tidak berharga saja karena tidak terang siapa ibu bapaknya atau siapa penghulunya. Laksana pepatah orang Melayu “ditimpa durian runtuh", rezeki nomplok.
“Dan mereka adalah kurang suka kepadanya."
Maksud ujung ayat ini ialah menjelaskan bahwa tukang timba air dari sumur itu atau rombongannya itu kurang suka lama-lama Yusuf berada dalam rombongan mereka; takut kalau-kalau lama ditahan atau lama baru laku dijual, ketahuan oleh yang empunya anak. Mereka ingin lekas anak ini lepas dari tangan mereka sehingga kalau ada orang yang datang bertanya kelak, mereka akan mudah saja mengatakan tidak tahu-menahu. Itulah sebabnya, mereka jual murah-murah saja supaya lekas dibawa orang pergi dari mereka.
Kafilah Bani lsma'il atau orang Arab itu pun meneruskan perjalanan mereka ke Mesir. Sesampai di sana anak itu dibawa ke pasar budak, tempat orang menawar mahal dan berdapat harga. Yang membelinya itu ialah orang berpangkat tinggi dalam kerajaan Fir'aun. Ada yang menyebutnya Aziz Meshir, paduka yang mulia, pejabat tinggi, raja muda, orang yang kedua berkuasa di bawah Fir'aun.
Di dalam surah Yuusuf ini tidak disebut bahwa raja Mesir itu bergelar Fir'aun, padahal kelak di zaman Musa gelar Fir'aun itulah yang selalu disebut. Ahli sejarah mengatakan bahwa raja yang menguasai Mesir pada masa Yusuf itu bukanlah memakai gelar Fir'aun sebab mereka adalah keturunan bangsa Hyckson, yaitu Arab Purbakala yang mengembara sampai menaklukkan Mesir.
Ayat 21
“Dan berkatalah orang yang membelinya di Mesir itu kepada istrinya, ‘Hormatilah kedudukannya.'"
Artinya, janganlah anak yang pantas manis ini disamakan dengan kedudukan budak-budak dan hamba sahaya yang lain. Karena rupanya Paduka Yang Mulia telah melihat tanda-tanda pada wajah anak ini bahwa dia bukanlah bangsa yang harus diperbudak. Di wajahnya terbayang cahaya kecendekiawan dan kecerdasan. Beliau menyuruh sang istri menyediakan tempat terhormat baginya, tempat orang-orang yang terhormat, “Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita." Kata-kata inilah yang menunjukkan bahwa Paduka Yang Mulia melihat sesuatu dalam diri anak ini, yang akan berkembang kelak kemudian hari. Mungkin kelak dia akan menjadi orang besar, yang tentu saja Paduka Yang Mulia akan mendapat juga faedah dari kebesaran yang akan dicapai anak itu. Mana tahu! Ini adalah firasat.
Asy-Syihab menjelaskan dalam tafsirnya bahwa maksud memuliakannya itu ialah me-nyediakan tempat tidur yang terhormat, kamar yang pantas, beralaskan permadani dan seumpamanya, sebagaimana tetamu terhormat.
Satu tafsir menyatakan lagi bahwa setelah kafilah yang membawa Yusuf itu sampai di Mesir, dibelilah dia oleh Kepala Polisi Kerajaan lalu tinggal di rumah tuannya sebagai orang yang terhormat, bukan sebagai budak Kian sehari kian kelihatan inayah Allah me-limpahinya dan segala kejayaan mengelilinginya, sehingga si penghulu yang teramat mulia itu merasa bahwa sejak anak ini tinggal di dalam rumahnya berbagai macam saja kemenangan dan kejayaannya dalam jabatan yang dipikulnya. Itu sebabnya, dalam ucapannya kepada istrinya, Pejabat Tinggi itu meneruskan pula, “Atau kita angkat dia jadi anak." Tentu saja apabila dia telah dijadikan anak angkat, kedudukannya dalam gedung indah atau istana Paduka Yang Mulia itu bertambah dimuliakan lagi, sesuai dengan kedudukan orang yang mengangkatnya jadi anak.
Lalu tersebutlah pada lanjutan ayat, “Dan demikianlah Kami tempatkan Yusuf di negeri itu." Kalimat makkanna dalam ayat kita artikan “Kami tempatkan", yang berarti juga telah Kami kukuhkan, tidak terganggu lagi, tidak ada lagi yang membencinya sebagaimana di kala dia dibenci oleh abang-abangnya di kampung dahulu, di dalam rumah yang indah, anak angkat orang berpangkat tinggi dalam kehidupan yang sentosa, “Oleh karena hendak Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi-mimpi." Di dalam ayat ini sudah nyata bahwa selama menjadi anak angkat orang berjabatan tinggi Kepala Polisi Kerajaan atau Perdana Menteri, dan selama bertahun-tahun sejak dua belas tahun dia dalam gedung indah itu, sudah berangsur Allah mendidiknya, berangsur menumbuhkan dasar-dasar nubuwwat pada jiwanya, dengan yang pertama sekali ialah kesanggupan menakwilkan mimpi-mimpi.
Maka berfirmanlah Allah pada ayat selanjutnya, “Dan Allah-iah yang menang atas ketentuannya." Artinya, rencana busuk dari saudara-saudaranya yang sepuluh orang itu, menyingkirkan Yusuf dari orang tuanya, dengan tidak mereka sadari ialah untuk meng-antarkan Yusuf kepada orang yang ditentukan Allah untuk menjadi pengasuhnya dan jadi ayah angkatnya. Kalau dia masih di kampung, mungkin bahaya akan datang juga kepadanya. Lain rencana busuk manusia, lain pula rencana Allah. Setelah beradu di antara dua rencana, rencana insan dan rencana Allah, maka rencana Allah jualah yang menang,
“Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak tahu."
Ujung ayat ini adalah sindiran yang pedas bagi tiap-tiap manusia yang membuat rencana sendiri dengan melupakan kekuasaan Allah, melupakan bahwa kekuasaan Allah lebih daripada seluruh kekuasaan manusia di dalam dunia ini. Manusia berpayah-payah membuat rencana sendiri, namun kelak kemudian hari rencana dari Allah menertawakannya.
Ayat 22
“Dan tatkala dia telah sampai dewasa, Kami anugerahkanlah kepadanya hukum dan ilmu."
Usia dua belas tahun masuk ke dalam rumah itu, dijadikan anak angkat, diberi kepercayaan, disayangi dan dikasihi, dan Allah pun mulai sedikit demi sedikit mengajarkan tafsir mimpi. Maka dia pun bertambah besar dan bertambahlah dewasa. Datanglah usia yang penting dalam hidup manusia, yaitu masa kedewasaan. Badan bertumbuh demikian rupa dan akal pun bertambah cerdas. Di dalam ayat dijelaskan bahwa dia telah mulai pula dianugerahi Allah kesanggupan menentukan hukum.
Hukum ialah hasil penilaian terhadap sesuatu soal, di antara salahnya dan benarnya, di antara adilnya dan zalimnya, di antara indahnya dan buruknya. Sebagai anak angkat seorang yang berkuasa tinggi niscaya setiap hari dilihatnya ayah angkatnya memutuskan sesuatu perkara dan dia menyimak, mendengarkan, dan memerhatikan. Di samping dapat menentukan nilai sesuatu dan hukumnya, ilmunya secara umum pun bertambah pula.
Lalu timbul pertanyaan, “Mengapa selekas itu matang ilmunya?"
Ujung ayatlah yang menguraikan sebab lekas matangnya itu, Allah berfirman di penutup ayat,
“Dan demikianlah Kami membalas kepada orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan."
Kebajikan kita jadikan arti dari muhsinin. Orang yang muhsinin ialah orang yang selalu berbuat kebajikan dan selalu memperbaiki, selalu mempertinggi mutu usahanya, mening-kat naik. Sebab asal kata ialah dari ihsan. Ketika Jibril menanyakan kepada Rasulullah ﷺ apakah ihsan? Beliau telah menjawab, “Yaitu bahwa kamu memperhambakan diri kepada Allah, seakan-akan engkau melihat Dia. Maka jika kamu tidak dapat melihat Dia, namun Dia tetap melihat kamu." Maka kagumlah kita karena berkali-kali bertemu pujian kepada Yusuf di dalam surah ini. Dalam ayat 22 ini Allah Ta'aala sendiri yang memujinya sebagai seorang yang termasuk orang muhsinin. Kemudian pada ayat 36, dia dipuji lagi oleh kedua temannya dalam penjara dengan kata muhsinin juga. Ketiga, pada ayat 56 pujian dari Allah lagi. Keempat, ketika saudara-saudaranya yang belum kenal kepadanya kembali, memohon Bunyamin dibebaskan, karena mereka melihat bahwa dia adalah seorang penguasa yang termasuk muhsinin.
Ihsan dari kecil sampai tua inilah inti rahasia kemajuan hidup Nabi Yusuf a.s. kepada orang yang membencinya, dia pun berbuat ihsan.
Sebab itu, tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Sahabat Rasulullah, Abdullah bin Mas'ud, “Tiga orang yang sangat tepat firasatnya:
• Aziz Mesir yang menyuruh kepada istrinya supaya menyediakan kamar tidur yang layak bagi Yusuf.
• Anak perempuan yang mengusulkan kepada ayahnya di negeri Madyan supaya diupahkan menggembalakan kambing kepada pemuda yang kuat lagi setia itu (Nabi Musa).
• Ketika Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq mewasiatkan, jika dia meninggal, Umarlah yang pantas akan gantinya menjadi khalifah.
Oleh sebab itu, kemajuan Yusuf itu, di samping tuntunan Ilahi, ialah usahanya sendiri dan ikhtiarnya agar dia pun beroleh kemajuan, sehingga di dalam usia yang demikian muda— menurut riwayat Said bin Jubair dalam usia delapan belas tahun—dia telah mengerti tentang hukum dan keadilan serta telah bertambah ilmu pengetahuannya.