Ayat
Terjemahan Per Kata
فَٱلۡمُغِيرَٰتِ
lalu yang menyerang
صُبۡحٗا
diwaktu subuh/pagi
فَٱلۡمُغِيرَٰتِ
lalu yang menyerang
صُبۡحٗا
diwaktu subuh/pagi
Terjemahan
yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi
Tafsir
(Dan demi yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi) yaitu kuda yang menyerang musuh di waktu pagi, karena pengendaranya melakukan penyerbuan di waktu tersebut.
Tafsir Surat Al-'Adiyat: 1-11
Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu di tengah-tengah kumpulan musuh, sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah diat tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah (jihad), maka ia lari dengan kencangnya dan suara dengus napasnya yang keras saat lari. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Yaitu mengadakan serangan di waktu pagi hari, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ Beliau mengadakan serangan di waktu subuh; maka apabila beliau mendengar suara azan di kabilah yang akan diperanginya, beliau mengurungkan niatnya. Dan apabila beliau ﷺ tidak mendengar suara azan di kabilah tersebut, maka dilangsungkanlah niatnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Maksudnya, debu di tempat kuda-kuda mereka sedang beraksi di kancah peperangan.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Yakni kuda-kuda tersebut berada di tengah-tengah kancah peperangan (mengobrak-abrik barisan musuh). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: l) Yaitu unta; menurut Ali disebutkan unta, dan menurut Ibnu Abbas disebutkan kuda. Dan ketika apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas itu sampai ke telinga Ali, maka ia berkata, "Dalam Perang Badar kami tidak memiliki kuda." Ibnu Abbas menjawab, bahwa sesungguhnya hal tersebut hanyalah berkenaan dengan pasukan khusus yang dikirimnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Abu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan kepadanya bahwa ketika aku sedang berada di Hijir Isma'il, tiba-tiba datanglah kepadaku seorang lelaki yang bertanya mengenai makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: 1) Maka aku menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika digunakan untuk menyerang di jalan Allah, kemudian di malam hari diistirahatkan dan mereka membuat makanan (memasak makanan)nya, dan untuk itulah maka mereka menyalakan api (dapur)nya buat masak.
Setelah itu lelaki tersebut pergi meninggalkan diriku menuju ke tempat Ali berada, yang saat itu berada di tempat minum air zamzam (dekat sumur zamzam). Lalu lelaki itu menanyakan kepada Ali makna ayat tersebut, tetapi Ali balik bertanya, "Apakah engkau pernah menanyakannya kepada seseorang sebelumku?" Lelaki itu menjawab, "Ya, aku telah menanyakannya kepada Ibnu Abbas, dan ia mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika menyerang di jalan Allah." Ali berkata, "Pergilah dan panggillah dia untuk menghadap kepadaku." Ketika Ibnu Abbas telah berada di hadapan Ali, maka Ali berkata, "Apakah engkau memberi fatwa kepada manusia dengan sesuatu yang tiada pengetahuan bagimu mengenainya.
Demi Allah, sesungguhnya ketika mula-mula perang terjadi di masa Islam (yaitu Perang Badar), tiada pada kami pasukan berkuda kecuali hanya dua ekor kuda. Yang satu milik Az-Zubair dan yang lainnya milik Al-Miqdad. Maka mana mungkin yang dimaksud dengan al-'adiyati dabhan adalah kuda. Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-'adiyati dabhan ialah bila berlari dari 'Arafah ke Muzdalifah dan dari Muzdalifah ke Mina." Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu ia mencabut ucapannya itu dan mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Ali Dan berdasarkan sanad ini dari Ibnu Abbas dapat disebutkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa menurut Ali, al-'adiyati dabhan bila jarak yang ditempuhnya dari 'Arafah ke Muzdalifah; dan apabila mereka beristirahat di Muzdalifah, maka mereka menyalakan apinya (untuk memasak makanannya).
Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud adalah kuda. Dan ada sejumlah ulama yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kumpulan unta (yang digunakan untuk kendaraan perang di jalan Allah), di antara mereka adalah Ibrahim dan Ubaid ibnu Umair. Sedangkan ulama lainnya mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, antara lain ialah Mujahid, Ikrimah, ‘Atha’, Qatadah, dan Adh-Dhahhak; dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abbas dan ‘Atha’ mengatakan bahwa tiada yang mengeluarkan suara dengusan napas saat berlari kecuali hanya kuda dan anjing. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari ‘Atha’, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas memperagakan tentang makna ad-dabhu, yaitu suara dengusan napas. Kebanyakan ulama mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (kuku kakinya). (Al-'Adiyat: 2) Yakni dengan teracaknya, dan menurut pendapatyang lain menyebutkan bila kuda-kuda itu menyalakan peperangan di antara para penunggangnya, menurut Qatadah.
Telah diriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Yaitu menyalakan api untuk tipu muslihat dalam peperangan. Menurut pendapat yang lain, menyalakan api bila kembali ke tempat tinggal mereka di malam hari. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah apinya para kabilah. Dan menurut orang yang menafsirkannya dengan kuda mengartikannya dengan pengertian menyalakan api di Muzdalifah.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar adalah yang pertama. Yaitu yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kuda ketika memercikkan bunga api dari kaki teracaknya saat berlari kencang dan beradu dengan batu-batuan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pasukan berkuda yang menyerang di pagi hari buta di jalan Allah.
Dan menurut ulama yang menafsirkannya dengan unta, makna yang dimaksud ialah berangkat di waktu subuh dari Muzdalifah ke Mina. Dan mereka semuanya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Yakni tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debu beterbangan karenanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ‘Atha’, Ikrimah, Qatadah, dan Adh-Dhahhak (yang semuanya dari Ibnu Abbas), bahwa makna yang dimaksud ialah kumpulan pasukan musuh yang kafir.
Dapat pula ditakwilkan dengan pengertian bahwa kuda-kuda itu berkumpul di tengah-tengah tempat medan pertempuran. Dengan demikian, berarti lafal jam'ah di-nasab-kan menjadi hal (kata keterangan keadaan) yang menguatkan makna wasata. Abu Bakar Al-Bazzar sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadits yang gharib sekali. Untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan pasukan berkuda, maka berlalulah masa satu bulan tanpa ada kabar beritanya.
Lalu turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: 1) Yakni menghentak-hentakkan kakinya dengan cepat dalam larinya. dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Artinya, teracaknya memercikkan bunga-bunga api karena menginjak bebatuan, seperti halnya batu pemantik api apabila diadukan. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Yaitu menyerang musuh di pagi buta dengan serangan yang mengejutkan. maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Yakni debu beterbangan karena injakan teracak-teracaknya.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Maksudnya, menyerbu ke tengah-tengah kantong musuh semuanya di waktu pagi buta. Firman Allah Swt: sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. (Al-'Adiyat: 6) Inilah subjek sumpahnya, dengan pengertian bahwa sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya. Ibnu Abbas, Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i, Abul Jauza, Abul Aliyah, Abud Duha, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Qais, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa al-kanud artinya pengingkar.
Al-Hasan mengatakan bahwa al-kanud artinya orang yang mengingat-ingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. (Al-'Adiyat: 6) Beliau bersabda, bahwa al-kanud artinya orang yang makan sendirian dan memukul budaknya serta menolak kehadirannya.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur Ja'far ibnuz Zubair, tetapi dia orangnya tidak terpakai hadisnya, dan sanad hadits ini lemah. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui hadits Hirriz ibnu USmam, dari Hamzah ibnu Hani', dari Abu Umamah secara mauquf. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. (Al-'Adiyat: 7) Qatadah dan Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa sesungguhnya Allah benar-benar menyaksikan hal tersebut.
Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada merujuk kepada manusia, ini menurut Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Dengan demikian, berarti maknanya ialah sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri (mengakui) akan keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya, yakni terlihat jelas hal itu dari ucapan dan perbuatannya, sebagaimanayangdisebutkan dalam firman-Nya: Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. (At-Taubah: 17) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. (Al-'Adiyat: 8) Yakni sesungguhnya kecintaannya kepada harta benda benar-benar sangat berat.
Sehubungan dengan makna ayat ini, ada dua pendapat; pendapat pertama mengatakan bahwa sesungguhnya manusia itu sangat mencintai harta. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta, dia menjadi seorang yang kikir. Kedua makna sama-sama benarnya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menganjurkan kepada manusia untuk berzuhud terhadap duniawi dan menganjurkan mereka untuk menyukai pahala akhirat. Yang hal ini diungkapkan-Nya melalui peringatan terhadap mereka tentang apa yang akan terjadi sesudah kehidupan dunia ini, yaitu banyak peristiwa yang menakutkan yang akan dihadapinya.
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur? (Al-'Adiyat: 9) Maksudnya, dikeluarkan orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat: 10) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam diri dan hati mereka. sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itn Maha Mengetahui keadaan mereka. (Al-'Adiyat: 11) Tuhan mereka benar-benar mengetahui semua yang diperbuat dan yang dikerjakan oleh mereka, dan Dia kelak akan membalaskannya terhadap mereka dengan balasan yang sempurna; Dia tidak akan berbuat aniaya barang seberat zarrah pun terhadap seseorang.
Demikianlah akhir tafsir surat Al-'Adiyat, segala puji bagi Allah atas semua karunia yang telah dilimpahkan-Nya."
1-6. Demi kuda perang yang berlari kencang dan bernafas terengah-engah ke arah musuh dengan penuh keberanian dan semangat guna membawa tuannya berperang di jalan Allah. Dan demi kuda yang memercikkan bunga api karena hentakan kuku kakinya beradu dengan batu batu. Hal ini menunjukkan keberaniannya menghadapi rintangan sebesar apa pun. Dan demi kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi hal ini menunjukkan kesiagaannya untuk berjihad tanpa mengenal waktu, sehingga dengan serangan kuda-kuda itu menerbangkan debu yang tebal, tanda betapa dahsyat serangan mereka ke arah musuh, lalu menyerbu bersama dengan kepulan debu itu ke tengah-tengah kumpulan musuh dengan gagah berani. Demi kuda-kuda perang yang demikian sifatnya, sungguh manusia itu enggan bersyukur dan sangat ingkar kepada nikmat Tuhannya. Manusia, kecuali yang dirahmati Allah, malas bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan tidak mau memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya. 1-6. Demi kuda perang yang berlari kencang dan bernafas terengah-engah ke arah musuh dengan penuh keberanian dan semangat guna membawa tuannya berperang di jalan Allah. Dan demi kuda yang memercikkan bunga api karena hentakan kuku kakinya beradu dengan batu batu. Hal ini menunjukkan keberaniannya menghadapi rintangan sebesar apa pun. Dan demi kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi hal ini menunjukkan kesiagaannya untuk berjihad tanpa mengenal waktu, sehingga dengan serangan kuda-kuda itu menerbangkan debu yang tebal, tanda betapa dahsyat serangan mereka ke arah musuh, lalu menyerbu bersama dengan kepulan debu itu ke tengah-tengah kumpulan musuh dengan gagah berani. Demi kuda-kuda perang yang demikian sifatnya, sungguh manusia itu enggan bersyukur dan sangat ingkar kepada nikmat Tuhannya. Manusia, kecuali yang dirahmati Allah, malas bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan tidak mau memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Allah bersumpah dengan kuda perang yang memperdengarkan suaranya yang gemuruh. Kuda-kuda yang memancarkan bunga api dari kuku kakinya karena berlari kencang. Kuda-kuda yang menyerang di waktu subuh untuk menyergap musuh di waktu mereka tidak siap siaga. Karena kencangnya lari kuda itu, debu-debu jadi beterbangan. Allah menyatakan bahwa kuda yang menyerang itu tiba-tiba berada di tengah-tengah musuh sehingga menyebabkan mereka panik.
Allah bersumpah dengan kuda dan sifat-sifatnya dalam suasana perang bertujuan untuk membangkitkan semangat perjuangan di kalangan orang-orang Mukmin. Sudah selayaknya mereka bersifat demikian dengan membiasakan diri menunggang kuda dengan tangkas untuk menyerbu musuh. Mereka juga diperintahkan agar selalu siap siaga untuk terjun ke medan pertempuran bila genderang perang memanggil mereka untuk menghancurkan musuh yang menyerang, sebagaimana Allah berfirman:
Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuhmu. (al-Anfal/8: 60).
Allah bersumpah dengan kuda perang yang dalam keadaan berlari kencang, hilir-mudik, memancarkan percikan bunga api dari kakinya karena berlari kencang, dan dengan penyergapan di waktu subuh, menunjukkan bahwa kuda-kuda yang dipelihara itu bukan untuk kebanggaan. Hendaknya kuda yang dipuji adalah yang digunakan untuk memadamkan keganasan musuh, melumpuhkan kekuatan mereka, atau menghadang serangan mereka.
Maksudnya, dalam ketangkasan berkuda terkandung faedah yang tidak terkira banyaknya. Di antaranya adalah dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, cepat bergerak untuk suatu keperluan yang mendadak, digunakan untuk menyergap musuh, dan dapat mencapai tempat yang jauh dalam waktu yang singkat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-ADIYAT
(YANG BERLARI)
SURAH KE-100,11 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
Ayat 1
“Demi yang berlari kencang terengah-engah." (ayat 1)
Dalam penyerbuan mengejar musuh yang hebat dahsyat itu kelihatanlah bagaimana pentingnya angkatan berkuda (Cavalerie). Kuda-kuda itu dipacu dengan penuh semangat oleh para prajurit, sehingga dia berlari kencang sampai mendua. Artinya sudah sama derap kaki depan dan belakang, bukan lagi menderap. Sehingga berpadulah semangat yang mengendarai dengan semangat kuda itu sendiri; kedengaran dari sangat kencang dan jauh larinya, napasnya jadi terengah, namun dia tidak menyatakan payah, bahkan masih mau dihalau lagi.
Ayat 2
“Yang memancarkan api." (ayat 2)
Dalam lari yang sangat kencang itu, terutama di waktu dinihari kelihatanlah memancar api dari ladamnya ketika terantuk jalan keras.
Ayat 3
“Yang menyerang di waktu Shubuh." (ayat 3)
Yaitu di waktu musuh sedang lengah atau lalai atau mengantuk, sehingga angkatan perang itu datang dengan tiba-tiba laksana dijatuhkan dari langit.
Ayat 4
“Yang membangkitkan padanya yaitu pada waktu Shubuh itu “debu-duli." (ayat 4)
Biasanya di waktu Shubuh, embun masih membasahi bumi. Barulah embun akan hilang setelah matahari naik. Tetapi oleh karena hebat penyerangan angkatan perang berkuda itu, karena kencang lari kuda-kudanya, yang menerbitkan cetusan api karena pergeseran ladamnya dengan batu, debu-debu duli pun naiklah ke udara. Sehingga berkabutlah tempat itu, tidak ada yang kelihatan lagi, menyebabkan orang merasa kebingungan.
Ayat 5
“Yang menyerbu ke tengah kumpulan." (ayat 5)
Maksudnya, kumpulan musuh.
Dengan lima ayat itu, dengan bahasa yang indah, bahasa Allah sendiri, digambarkanlah betapa hebatnya penyerangan dan penyerbuan dengan kuda. Dan dengan sendirinya ayat ini memberikan penghargaan yang amat tinggi kepada kuda di medan perang, yang dinamai Khail Malahan di dalam surah al-Anfaal, ayat 60, ada suruhan yang terang dan tegas kepada mujahidin Islam agar mencukupkan persediaan alat perang; di antaranya ialah kuda (khail) agar tidak ketinggalan. Dan di dalam perang yang telah modern sekarang ini pun, dengan tank-tank berlapis baja, angkatan perang berkuda masih tetap dipandang penting.