At-Taubah: 114

Ayat

Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
كَانَ
ada
ٱسۡتِغۡفَارُ
permintaan ampun
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
لِأَبِيهِ
untuk bapaknya
إِلَّا
meliankan
عَن
dari/karena
مَّوۡعِدَةٖ
suatu janji
وَعَدَهَآ
ia janjikannya
إِيَّاهُ
kepadanya (bapaknya)
فَلَمَّا
maka tatkala
تَبَيَّنَ
jelas
لَهُۥٓ
baginya
أَنَّهُۥ
bahwasanya dia
عَدُوّٞ
musuh
لِّلَّهِ
bagi Allah
تَبَرَّأَ
(Ibrahim) berlepas diri
مِنۡهُۚ
daripadanya
إِنَّ
sesungguhnya
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
لَأَوَّـٰهٌ
lembut hati
حَلِيمٞ
penyantun

Terjemahan

Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah dia ikrarkan kepadanya. Maka, ketika jelas baginya (Ibrahim) bahwa dia (bapaknya) adalah musuh Allah, dia (Ibrahim) berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim benar-benar seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

Tafsir

Tafsir Surat At-Taubah: 113-114 Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena sesuatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. Ayat 113 Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib sedang menjelang ajalnya, Nabi ﷺ masuk menemuinya; saat itu di sisi Abu Talib terdapat Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Hai paman, ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain Allah!" sebagai suatu kalimat yang kelak aku akan membelamu dengannya di hadapan Allah ﷻ.” Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah berkata, "Hai Abu Talib apakah engkau tidak suka dengan agama Abdul Muttalib?" Abu Talib menjawab, “Saya berada pada agama Abdul Muttalib." Maka Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh aku benar-benar akan memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang untuk mendoakanmu.” Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: “Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim.” (At-Taubah: 113) Imam Ahmad mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa ini diturunkan pula firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash: 56) Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Abul Khalil, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya itu musyrik. Maka aku (Ali) berkata, "Apakah lelaki itu memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya musyrik?" Lelaki itu menjawab, "Bukankah Ibrahim telah memohonkan ampun bagi ayahnya?" Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi ﷺ. Maka turunlah ayat ini: “Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Imam Ahmad mengatakan, "Kalimat 'ketika menjelang kematiannya' saya tidak tahu apakah Sufyan yang mengatakannya ataukah dikatakan oleh Israil, atau memang dalam hadisnya disebutkan kalimat ini." Menurut kami (penulis), hal ini telah dibuktikan melalui riwayat dari Mujahid, bahwa Mujahid mengatakan 'bahwa ketika Abu Talib menjelang kematiannya'. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Zubaid ibnul Hari Al-Yami, dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan, "Ketika kami bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan, lalu Nabi ﷺ membawa kami turun istirahat. Saat itu jumlah kami kurang lebih seribu orang, semuanya berkendaraan. Lalu Nabi ﷺ melakukan salat dua rakaat, sesudah itu Nabi ﷺ menghadapkan wajahnya ke arah kami, sedangkan air mata mengalir dari kedua matanya. Umar ibnul Khattab bangkit mendekatinya dan mengucapkan kesetiaannya, lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang telah menimpamu?' Rasulullah ﷺ menjawab: 'Sesungguhnya aku telah meminta kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkanku, maka kedua mataku mengalirkan air mataku karena kasihan kepadanya di neraka. Dan sesungguhnya aku telah melarang kalian dari tiga perkara; aku telah melarang kalian ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, semoga ziarah kubur mengingatkan kebaikan bagi kalian. Dan aku telah melarang kalian memakan daging kurban sesudah tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah sesuka kalian. Dan aku telah melarang kalian meminum minuman dengan memakai wadah, maka sekarang minumlah kalian dengan memakai wadah apa pun, tetapi janganlah kalian meminum minuman yang memabukkan'." Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Mekah, beliau mendatangi suatu kuburan, lalu duduk di dekatnya dan kelihatan seperti orang yang sedang berbicara, lalu bangkit seraya menangis. Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami melihat semua yang engkau perbuat." Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahi kuburan ibuku, maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkannya.” Maka belum pernah kelihatan Rasulullah ﷺ menangis lebih banyak daripada hari itu. Ibnu Abu Hatim telah mengatakan dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Ayyub ibnu Hani', dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Di suatu hari Rasulullah ﷺ keluar menuju pekuburan, lalu kami mengikutinya. Rasulullah ﷺ sampai di pekuburan itu dan duduk di salah satunya, lalu melakukan munajat cukup lama. Setelah itu beliau menangis, dan kami pun ikut menangis karena tangisannya. Kemudian bangkitlah Umar ibnul Khattab menuju ke arahnya, maka Rasul ﷺ memanggilnya dan memanggil kami, lalu bersabda, 'Apakah yang membuat kalian menangis?' Kami menjawab, 'Kami menangis karena tangisanmu.' Rasul ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya kuburan yang tadi aku duduk di dekatnya adalah kuburan Aminah (ibunda Nabi ﷺ). Dan sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahinya, maka Dia memberikan izin kepadaku'. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini pula melalui jalur lain bersumberkan dari riwayat Ibnu Mas'ud yang isinya hampir sama. Di dalam riwayatnya ini disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkan aku melakukannya, dan diturunkanlah kepadaku firman Allah ﷻ yang mengatakan: 'Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman.' (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Maka aku pun merasa sedih sebagaimana sedihnya seorang anak terhadap orang tuanya. Dan aku telah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat." Hadis lain yang semakna yaitu, Imam Tabrani mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Marwazi, telah menceritakan kepada kami Abud Darda Abdul Aziz ibnu Munib, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ ketika kembali dari medan Tabuk melakukan ibadah Umrah. Ketika turun dari Lereng Asfan, beliau memerintahkan para sahabatnya untuk beristirahat di Aqabah menunggunya yang akan pergi hingga beliau bergabung kembali dengan mereka. Nabi ﷺ pergi, lalu turun di kuburan ibunya dan bermunajat kepada Tuhannya cukup lama. Setelah itu beliau menangis dengan tangisan yang berat, maka mereka yang menemaninya ikut menangis pula karena tangisannya. Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali Nabi Allah menangis di tempat seperti ini melainkan Allah telah menurunkan sesuatu buat umatnya yang tidak akan mampu mereka melakukannya. Ketika mereka menangis, maka Nabi ﷺ bangkit dan kembali kepada mereka, lalu bertanya, "Apakah yang menyebabkan kalian menangis?" Mereka menjawab, "Wahai Nabi Allah, kami menangis karena tangisanmu." Mereka mengatakan kepadanya, "Barangkali Allah telah memerintahkan sesuatu kepada umatmu yang tidak mampu mereka laksanakan." Nabi ﷺ bersabda, "Tidak, memang sebagiannya. Tetapi aku turun di atas kuburan ibuku, lalu aku memohon kepada Allah agar Dia memberiku izin untuk memberikan syafaat buat ibuku di hari kiamat nanti, tetapi Allah menolak dan tidak memberiku izin, sehingga aku menangis karena dia adalah ibuku sendiri, aku kasihan kepadanya.” Ayat 114 Lalu datanglah Jibril kepadaku dan membawakan firman-Nya: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.” (At-Taubah: 114) Jibril berkata, 'Maka berlepas dirilah kamu dari ibumu sebagaimana Ibrahim berlepas diri dari ayahnya.' Maka aku merasa kasihan kepadanya karena dia adalah ibuku sendiri. Dan aku berdoa kepada Tuhanku semoga Dia melenyapkan dari umatku empat perkara. Maka Allah melenyapkan dari mereka dua perkara dan menolak, tidak mau melenyapkan yang duanya lagi. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia melenyapkan dari mereka rajam dari langit dan banjir dari bumi yang menenggelamkan, dan hendaklah Dia tidak memecah belah mereka menjadi berbagai golongan, serta hendaklah Dia tidak merasakan kepada sebagian dari mereka keganasan sebagian yang lainnya. Maka ternyata Allah melenyapkan dari mereka azab rajam dari langit dan banjir yang menenggelamkan dari tanah, tetapi Allah menolak, tidak mau melenyapkan dari mereka pembunuhan dan perpecahan." Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Nabi ﷺ turun ke bawah karena letak kuburan ibunya di bawah Lereng Kida, sedangkan Asfan berada di lereng bagian atasnya. Hadis ini dinilai garib dan konteksnya aneh, tetapi ada lagi hadis yang lebih garib dan lebih mungkar daripada hadis di atas, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi di dalam Kitab As-Sabiq wal Lahiq dengan sanad yang majhul melalui Siti Aisyah. Di dalamnya disebutkan suatu kisah bahwa Allah menghidupkan kembali ibu Aminah, lalu ibu Aminah beriman kepada Rasul ﷺ, setelah itu dikembalikan kepada keadaan semula. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Suhaili di dalam kitab Ar-Raud dengan sanad yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang berpredikat majhul. Disebutkan bahwa Allah menghidupkan kedua orang tua Nabi ﷺ berkat permintaan Nabi ﷺ, lalu keduanya beriman kepada Nabi ﷺ. Al-Hafiz ibnu Dahiyyah telah mengatakan bahwa hadis ini maudu' (palsu), bertentangan dengan Al-Qur'an dan ijmak. Allah ﷻ telah berfirman: “Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati, sedangkan mereka di dalam kekafiran.” (An-Nisa: 18) Abu Abdullah Al-Qurtubi mengatakan, sesungguhnya pengertian hadis ini yang disanggah oleh Ibnu Dahiyyah menunjukkan bahwa apa yang dimaksud oleh hadis adalah kehidupan yang baru, perihalnya sama dengan kembalinya matahari sesudah terbenamnya, lalu Nabi ﷺ melakukan salat Asar. At-Tahawi mengatakan bahwa hadis mengenai kembalinya matahari ini memang telah dikuatkan. Al-Qurtubi mengatakan, dinilai dari segi akal dan syara' masalah dihidupkan-Nya kembali kedua orang tua Nabi ﷺ tidaklah mustahil. Al-Qurtubi mengatakan pula, ia pernah mendengar bahwa Allah menghidupkan kembali paman Nabi ﷺ, Abu Talib; lalu Abu Talib beriman kepada Nabi ﷺ . Menurut kami, semuanya itu bergantung kepada kesahihan hadis. Apabila hadisnya memang berpredikat sahih, maka tidak mustahil hal itu dapat terjadi. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Nabi ﷺ bermaksud memohonkan ampun kepada Allah buat ibunya, tetapi Allah ﷻ melarangnya melakukan hal tersebut. Maka Nabi ﷺ berkata, "Sesungguhnya Ibrahim kekasih Allah telah memohonkan ampun kepada Engkau buat ayahnya." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.” (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa pada awal mulanya mereka memohonkan ampun kepada Allah buat orang tua-orang tua mereka (di masa Jahiliyah), hingga ayat ini diturunkan. Maka sejak itu mereka tidak lagi memohonkan ampun buat orang-orang mati mereka (di masa Jahiliyah). Mereka juga tidak dilarang memohonkan ampun kepada Allah buat orang-orang yang masih hidup sebelum matinya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain.” (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: Telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada sejumlah sahabat Nabi ﷺ bertanya, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya di antara bapak-bapak kita ada yang selalu berbuat baik kepada tetangganya, menghubungkan silaturahmi, menolong orang-orang yang kesusahan, dan menunaikan janji-janjinya. Maka bolehkah kami memohonkan ampun kepada Allah buat mereka?" Nabi ﷺ bersabda, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar akan memohonkan ampun kepada Allah buat ayahku, sebagaimana Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah buat bapaknya." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (At-Taubah: 113) sampai dengan firman-Nya: “adalah penghuni neraka Jahim.” (At-Taubah: 113) Kemudian Allah ﷻ membela Nabi Ibrahim a.s. melalui firman-Nya: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain.” (At-Taubah: 114), hingga akhir ayat. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi ﷺ telah bersabda: "Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang kudengar dengan baik dan menetap tinggal di hatiku, yaitu aku diperintahkan agar tidak memohonkan ampun untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik. Barang siapa yang memberikan kelebihan dari hartanya, maka hal itu lebih baik baginya; dan barang siapa yang memegangnya, maka hal itu lebih buruk baginya, tetapi tidaklah Allah mencela orang yang beroleh pas-pasan. As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi mati meninggalkan seorang anak lelaki yang muslim. Maka anaknya itu tidak keluar mengantarkan jenazah ayahnya. Ketika hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas berkata bahwa seharusnya dia ikut berjalan mengiringinya dan mengebumikannya serta mendoakan kebaikan baginya selagi ayahnya masih hidup. Tetapi apabila ayahnya telah mati, hendaklah ia menyerahkan nasib ayahnya itu kepada ayahnya sendiri. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain.” (At-Taubah: 114) sampai dengan firman-Nya: “maka Ibrahim berlepas diri darinya.” (At-Taubah: 114) Yaitu tidak mendoakannya lagi. Kesahihan riwayat ini terbuktikan melalui apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lain-lainnya melalui Ali r.a. Bahwa ketika Abu Talib meninggal dunia, aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu syekh yang sesat itu telah meninggal dunia." Maka Nabi ﷺ bersabda, “Pergilah kamu dan kebumikanlah jenazahnya, dan janganlah engkau menceritakan sesuatu pun mengenai diriku sebelum kamu datang kepadaku." Lalu Imam Abu Daud menceritakan hadis ini hingga selesai. Diriwayatkan pula bahwa ketika iringan jenazah Abu Talib paman Nabi ﷺ melewatinya, maka beliau ﷺ berkata: “Semoga rahmat mencapaimu hai paman.” Ata ibnu Abu Rabah pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan permohonan rahmat (ampunan) buat seorang pun dari kalangan ahli kiblat, sekalipun dia adalah seorang wanita Habsyah yang mengandung karena zina; karena sesungguhnya dia belum pernah mendengar Allah melarang memohonkan rahmat kecuali hanya terhadap orang-orang musyrik. Allah ﷻ telah berfirman: “Tiadalah pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Waki', dari ayahnya, dari Ismah ibnu Ramil, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata, "Semoga Allah merahmati orang lelaki yang memohonkan ampun kepada Allah untuk Abu Hurairah dan ibunya." Aku bertanya," Juga buat ayah Abu Hurairah." Abu Hurairah menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya ayahku mati dalam keadaan musyrik." Firman Allah ﷻ: “Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.” (At-Taubah: 114) Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Ibrahim masih terus memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya hingga bapaknya meninggal dunia. Setelah nyata bagi Nabi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari ayahnya. Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah ayahnya itu mati, jelaslah bagi Ibrahim a.s. bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, serta lain-lainnya. Ubaid ibnu Umair dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Nabi Ibrahim berlepas diri dari bapaknya kelak di hari kiamat, yaitu di saat ia bertemu dengan bapaknya yang wajahnya hitam legam. Lalu bapaknya berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya dahulu aku mendurhakaimu, tetapi sekarang aku tidak akan mendurhakaimu lagi." Maka Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku terhina di hari manusia dibangkitkan. Maka kehinaan apalagi yang lebih berat daripada mempunyai seorang bapak yang dijauhkan dari rahmat." Maka dikatakan, "Lihatlah ke belakangmu." Maka tiba-tiba terdapat hewan kurban yang berlumuran darah yang telah diubah wujudnya menjadi dubuk. Kemudian dubuk itu ditarik dan diseret kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka. Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (At-Taubah: 114) Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa makna al-awwah ialah banyak berdoa. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had yang mengatakan bahwa ketika Nabi ﷺ sedang duduk, seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah makna al-awwah?' Rasulullah ﷺ menjawab bahwa al-awwah artinya orang yang sangat lembut hatinya. Allah ﷻ telah berfirman: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (At Taubah 114) Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan sanad yang sama, yang lafaznya berbunyi seperti berikut: Al-awwah artinya sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa. As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari Abul Gadir, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-awwah. Maka ia menjawab bahwa al-awwah artinya penyayang. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Abu Maisarah Umar ibnu Syurahbil, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-awwah ialah penyayang terhadap hamba-hamba Allah. Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Khalid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang mempunyai keyakinan menurut bahasa Habsyah (Etiopia). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya orang yang berkeyakinan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ad-Dahhak. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan begitu pula Mujahid dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya orang yang beriman. Menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, ditambahkan bahwa al-awwah artinya orang yang beriman lagi banyak bertobat. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang yang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang mukmin. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi 'ah, dari Al-Hari ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada seorang lelaki yang dikenal dengan julukan "Zun Nijddain' (orang yang memiliki dua pedang), bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang lembut hatinya. Dikatakan demikian karena lelaki itu setiap disebutkan nama Allah di dalam Al-Qur'an, maka ia berdoa dengan suara yang keras. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir. Sa'id ibnu Jubair dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang suka bertasbih (salat). Ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah, dari Jubair ibnu Nafir, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, "Tiada yang dapat memelihara shalat dhuha kecuali hanya orang yang berhati lemah lembut." Syafi ibnu Mati', dari Ayyub, menyebutkan bahwa al-awwah artinya 'orang yang apabila teringat akan kesalahan-kesalahannya, maka ia memohon ampun kepada Allah darinya'. Dari Mujahid, disebutkan bahwa al-awwah ialah orang yang memelihara diri, yakni seseorang yang berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi, lalu ia bertobat dari dosanya itu dengan sembunyi-sembunyi pula. Semua riwayat di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Bayan, bahwa pernah ada seorang lelaki yang banyak berzikir dan bertasbih kepada Allah. Kemudian perihalnya diceritakan kepada Nabi ﷺ. Maka Rasul ﷺ bersabda: “Sesungguhnya dia orang yang berhati lemah lembut." Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hani, telah menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Hajjaj ibnu Artah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ, bahwa Nabi ﷺ pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang yang awwah.” Yakni banyak membaca Al-Qur'an. Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Yunus Al-Bahili yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang laki-laki dari Mekkah yang aslinya berasal dari Romawi, dia ahli cerita. Dia menceritakan hadis ini dari Abu Zar yang telah mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki tawaf di Baitullah seraya berdoa, dalam doanya itu ia selalu mengucapkan kata-kata, "Aduh, aduh." Ketika disebutkan hal itu kepada Nabi ﷺ, maka Nabi ﷺ bersabda bahwa dia adalah orang yang banyak mengaduh, Abu Zar melanjutkan kisahnya. Lalu ia keluar di suatu malam, tiba-tiba ia menjumpai Rasulullah ﷺ sedang mengebumikan jenazah lelaki tersebut di malam hari seraya membawa pelita. Hadis ini garib, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Telah diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa ia mengatakan bahwa ia telah mendengar firman-Nya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (At-Taubah: 114) Perawi mengatakan, tersebutlah apabila Ka'bul Ahbar teringat kepada neraka, maka ia selalu mengatakan, "Aduh, semoga dijauhkan dari neraka." Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (At-Taubah: 114) Yang dimaksud dengan awwah ialah faqih, yakni ahli fiqih. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah yang mengatakan bahwa al-awwah artinya banyak berdoa, ini sesuai dengan konteks, karena Allah ﷻ telah menyebutkan bahwa Ibrahim a.s. tidak sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena dia telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya. Nabi Ibrahim adalah orang yang banyak berdoa lagi penyantun terhadap orang yang berbuat zalim dan orang yang menimpakan hal-hal yang tidak disukai terhadap dirinya. Karena itulah maka Nabi Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya, sekalipun bapaknya itu sangat menyakitinya, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya: “Berkata bapaknya, ‘Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.’ Berkata Ibrahim, ‘Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.’ (Maryam: 46-47) Ternyata Nabi Ibrahim bersikap penyantun terhadap bapaknya, sekalipun bapaknya menyakitinya. Beliau bahkan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (At-Taubah: 114)

At-Taubah: 114

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat