Al-Mumtahanah: 9

Ayat

Terjemahan Per Kata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَنۡهَىٰكُمُ
melarang kamu
ٱللَّهُ
Allah
عَنِ
dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
قَٰتَلُوكُمۡ
(mereka) memerangi kamu
فِي
dalam
ٱلدِّينِ
agama
وَأَخۡرَجُوكُم
dan mengusir/mengeluarkan kamu
مِّن
dari
دِيَٰرِكُمۡ
kampung halamanmu
وَظَٰهَرُواْ
dan mereka membantu
عَلَىٰٓ
atas/untuk
إِخۡرَاجِكُمۡ
mengusir kamu
أَن
bahwa
تَوَلَّوۡهُمۡۚ
kamu menjadikan mereka sebagai kawan
وَمَن
dan barang siapa
يَتَوَلَّهُمۡ
menjadikan mereka sebagai kawan
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang yang zalim

Terjemahan

Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman akrab) dengan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama, mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) dalam mengusirmu. Siapa yang menjadikan mereka sebagai teman akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim.

Tafsir

Tafsir Surat Al-Mumtahanah: 7-9 Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesudah memerintahkan mereka agar memusuhi orang-orang kafir. Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. (Al-Mumtahanah: 7) Yakni rasa kasih sayang sesudah kebencian, dan rasa simpati sesudah antipati, dan kerukunan sesudah berpecah belah. Dan Allah adalah Mahakuasa. (Al-Mumtahanah: 7) Yakni atas semua yang dikehendaki-Nya seperti menyatukan di antara berbagai hal yang bertentangan, berbeda, dan bertolak belakang. Maka Dia menjadikan hati mereka menjadi rukun sesudah permusuhan dan kekerasan, sehingga jadilah mereka bersatu dan hidup dengan rukun, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya mengenai anugerah yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang Ansar: dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat. Hal yang sama dikatakan oleh Nabi ﷺ melalui sabdanya: Bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi kalian petunjuk dengan melaluiku, dan dahulu kalian dalam keadaan berpecah belah, lalu Allah merukunkan kalian dengan melaluiku? Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal: 62-63) Di dalam sebuah hadits disebutkan: Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, karena barangkali dia akan menjadi musuhmu di suatu hari. Dan bencilah musuhmu biasa-biasa saja karena barangkali di suatu hari dia akan menjadi kekasihmu. Seorang penyair telah mengatakan dalam suatu bait syairnya: Dan adakalanya Allah menyatukan di antara dua belah pihak, sesudah keduanya mengira dengan dugaan yang kuat bahwa keduanya tidak akan bertemu. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 7) Yaitu mengampuni kekufuran orang-orang yang kafir bilamana mereka bertobat dari kekafirannya, lalu kembali ke jalan Allah dan berserah diri kepada-Nya, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua orang yang bertobat kepada-Nya dari dosa apa pun. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Sufyan alias Sakhr ibnu Harb, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengawini putrinya, maka hal inilah yang menjadi penyebab terjalinnya kasih sayang antara Abu Sufyan dan beliau ﷺ Tetapi pendapat yang dikemukakan oleh Muqatil ini masih perlu diteliti, mengingat Rasulullah ﷺ mengawini Ummu Habibah binti Abu Sufyan sebelum penaklukan kota Mekah, sedangkan Abu Sufyan baru masuk Islam hanyalah sesudah malam penaklukan Mekah, tanpa ada seorang ulama pun yang memperselisihkannya. Pendapat yang lebih baik adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang mengatakan bahwa telah membacakan kepadaku Muhammad ibnu Aziz, telah menceritakan kepadaku Salamah, telah menceritakan kepadaku Aqil, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, bahwa Rasulullah ﷺ mengangkat Abu Sufyan alias Sakhr ibnu Harb sebagai 'amil untuk sebagian negeri Yaman. Ketika Rasulullah ﷺ wafat, ia datang, dan di tengah jalan bersua dengan Zul Khimar yang murtad. Maka Abu Sufyan memeranginya, dan dia adalah seorang yang mula-mula berperang melawan orang-orang yang murtad dan berjihad membela agama Islam. Ibnu Syihab mengatakan bahwa Abu Sufyan termasuk orang yang berkenaan dengan turunnya firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. (Al-Mumtahanah: 7), hingga akhir ayat. Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan dari Ibnu Abbas, bahwa Abu Sufyan pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku tiga perkara." Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Perintahkanlah kepadaku untuk memerangi orang-orang kafir, sebagaimana aku dahulu memerangi kaum muslim." Nabi ﷺ menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Kumohon engkau jadikan Mu'awiyah sebagai juru tulismu." Nabi ﷺ menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Aku mempunyai anak perempuan yang merupakan wanita Arab yang paling cantik dan paling baik, yaitu Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Sekarang kunikahkan engkau dengannya," hingga akhir hadits. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Allah tiada melarang kamu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. (Al-Mumtahanah: 8) Yakni mereka tidak membantu (orang-orang) untuk memerangi dan mengusirmu. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Allah tidak melarang kamu menjalin hubungan baik dengan orang-orang kafir yang tidak memerangimu karena agama, seperti kaum wanita dan orang-orang lemah dari mereka. untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari Fatimah bintil Munzir, dari Asma binti Abu Bakar yang menceritakan, "Ibuku datang, sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa terjadinya perjanjian perdamaian dengan orang-orang Quraisy. Maka aku datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku datang, ingin berhubungan dengan diriku, bolehkah aku berhubungan dengannya?' Nabi ﷺ bersabda, "Ya, bersilaturahmilah kepada ibumu'." Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadits ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnuSabit, telah menceritakan kepada kami Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Qatilah datang menemui anak perempuannya (yaitu Asma binti Abu Bakar) dengan membawa hadiah-hadiah berupa keju, obat penyamak kulit, dan minyak samin, sedangkan ibunya masih dalam keadaan musyrik. Maka Asma pada mulanya menolak menerima kedatangan ibunya, dan masuk ke dalam rumahnya, lalu bertanya kepada Aisyah Maka Allah menurunkan firman-Nya: Allah tiada melarangmu terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama. (Al-Mumtahanah: 8), hingga akhit ayat. Maka Nabi ﷺ memerintahkan kepada Asma agar menerima hadiah ibunya itu dan mempersilakan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui hadits Mus'ab Ibnu Sabit dengan sanad yang sama. Menurut riwayat lain, Imam Ahmad dan Ibnu Jarir, disebutkan bahwa ibu Asma bernama Qatilah binti Abdul Uzza ibnu Sa'd ibnu Bani Malik ibnu Hasal. Ibnu Abu Hatim menambahkan pula bahwa hal itu terjadi di masa gencatan senjata antara orang-orang Quraisy dan Rasulullah ﷺ Abu Bakar alias Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah Al-Adawi, dari keponakan Az-Zuhri, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah dan Asma, bahwa keduanya pernah menceritakan, "Ibu kami datang kepada kami ke Madinah, sedangkan dia masih dalam keadaan musyrik di masa gencatan senjata yang ada antara Rasulullah ﷺ dan orang-orang Quraisy. Maka kami bertanya, 'Wahai Rasulullah sesungguhnya ibu kami datang ke Madinah untuk menemui kami, bolehkah kami menghubungkan silaturahmi dengannya?' Rasulullah ﷺ menjawab, 'Ya, bersilaturahmilah kamu berdua kepadanya'." Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadits ini kami tidak mengenalnya diriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah kecuali hanya melalui jalur ini. Menurut hemat kami, hadits ini munkar dengan teks yang berbunyi demikian, karena sesungguhnya ibu Siti Aisyah adalah Ummu Ruman, ia seorang muslimah dan ikut berhijrah. Sedangkan ibunya Asma adalah lainnya, sebagaimana yang disebutkan namanya dalam hadits-hadits sebelumnya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8) Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Hujurat. Dan sehubungan dengan hal ini kami ketengahkan sebuah hadits shahih yang menyebutkan: Orang-orang yang berlaku adil (kelak) berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya berada di sebelah kanan 'Arasy; (yaitu) orang orang yang berlaku adil dalam keputusan hukum mereka, berlaku adil terhadap keluarga dan apa yang dikuasakan kepada mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. (Al-Mumtahanah: 9) Yakni sesungguhnya Allah hanya melarang kamu berhubungan dengan mereka yang memusuhimu dan memerangimu serta mengusirmu dan orang-orang yang membantu mereka mengusirmu. Allah subhanahu wa ta’ala melarang kamu berteman dengan mereka dan memerintahkan kepada kamu untuk memusuhi mereka. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menguatkan ancamannya bagi orang yang tetap mau berteman dengan mereka melalui firman-Nya: Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Mumtahanah: 9) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 51)"

Al-Mumtahanah: 9

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat