At-Tur: 3

Ayat

Terjemahan Per Kata
فِي
pada
رَقّٖ
lembaran
مَّنشُورٖ
terbentang

Terjemahan

pada lembaran yang terbuka,

Tafsir

Tafsir Surat Ath-Thur: 1-16 Demi Bukit, Dan Kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Mamur dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api, sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya, pada hari ketika langit benar-benar berguncang, dan gunung benar-benar berjalan. Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan, pada hari mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya. Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat. Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan menyebut beberapa makhluk-Nya yang menunjukkan akan Kekuasaan-Nya yang besar, bahwa azab-Nya pasti akan menimpa musuh-musuh-Nya. Dan bahwa tiada seorang pun yang dapat menolak azab itu dari mereka. Thur artinya gunung yang mempunyai pohon-pohonan seperti bukit tempat Allah berbicara langsung kepada Musa a.s. dan pengangkatan Isa menjadi rasuI-Nya. Bukit atau gunung yang tiada pepohonannya bukan dinamakan Thur, melainkan dinamakan Jabal. dan Kitab yang ditulis. (Ath-Thur: 2) Menurut suatu pendapat, yang dimaksud adalah Lauh Mahfuz, dan menurut pendapat yang lain artinya kitab-kitab yang diturunkan yang tertulis untuk dibacakan kepada manusia dengan terang-terangan. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Ma'mur. (Ath-Thur: 3-4) Di dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ dalam hadits Isra-nya sesudah melampaui langit yang ketujuh menceritakan melalui sabdanya: Kemudian aku dinaikkan ke Baitul Mamur, dan ternyata Baitul Mamur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu (malaikat) yang tidak kembali lagi kepadanya sampai yang terakhir dari mereka. Yakni mereka melakukan ibadah di dalamnya dan tawaf di sekelilingnya sebagaimana ahli bumi melakukan tawaf di Ka'bah mereka. Demikian pula Baitul Ma'mur, ia adalah Ka'bah penduduk langit yang ketujuh, karena itulah Nabi ﷺ menjumpai Nabi Ibrahim a.s. Al-Khalil sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Ma'mur. Karena beliau a.s. adalah orang yang membangun Ka'bah di bumi, maka pahala yang diterimanya adalah dari jenis amal. Letak Baitul Ma'mur itu adalah lurus di atas Ka'bah; dan pada tiap-tiap langit terdapat Ka'bahnya tersendiri sebagai tempat mereka melakukan ibadah dan shalat dengan menghadap kepadanya. Ka'bah yang ada di langit yang terdekat dinamakan Baitul Tzzah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. "" "" Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Janah, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Pada langit yang ketujuh terdapat sebuah Bait yang dinamakan Al-Mamur lurus di atas Ka'bah. Dan pada langit yang keempat terdapat sebuah sungai yang dikenal dengan nama Sungai Kehidupan; Malaikat Jibril memasuki sungai itu setiap harinya dan menyelam di dalamnya sekali selam, kemudian ia keluar dan mengibaskan sayapnya, maka berhamburanlah darinya sebanyak tujuh puluh ribu tetes air. Allah menciptakan seorang malaikat dari tiap-tiap tetesnya, dan mereka diperintahkan untuk mendatangi Baitul Ma'mur, lalu mengerjakan shalat padanya. Maka mereka mengerjakannya, setelah itu mereka keluar dan tidak kembali lagi padanya selama-lamanya. Dan seorang malaikat dari mereka diserahi untuk memimpin mereka, kemudian ia diperintahkan untuk membawa mereka berdiri di suatu tempat di langit untuk melakukan tasbih (menyucikan) Allah subhanahu wa ta’ala padanya hingga hari kiamat tiba. Hadits ini gharib sekali, Rauh ibnu Janah meriwayatkannya secara munfarid, dia adalah seorang Quraisy Al-Umawi, maula mereka adalah Abu Sa'id Ad-Dimasyqi. Sejumlah jamaah telah menilai hadits ini munkar, antara lain ialah Al-Juzjani, Al-Uqaili, Al-Hakim, Abu Abdullah An-Naisaburi, dan lain-lainnya. Imam Hakim mengatakan bahwa tiada dalil asal bagi hadits ini, baik melalui hadits Abu Hurairah maupun dari Sa'id atau Az-Zuhri. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Sammak ibnu Harb, dari Khalid ibnu Ur'urah, bahwa seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali, "Apakah Baitul Ma'mur itu?" Ali menjawab, "Ia adalah suatu Bait yang ada di langit dikenal dengan nama Ad-Darrah. letaknya tepat lurus di atas Ka'bah; kesuciannya di langit sama dengan kesucian Baitullah yang ada di bumi. Setiap hari terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang mengerjakan shalat padanya, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah dan Sufyan As'-Sauri. dari Sammak. Pada riwayat keduanya disebutkan bahwa orang yang menanyakan hal itu adalah Ibnul Kawa. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari ‘Ashim, dari Ali ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa Ibnul Kawa pernah bertanya kepada Ali tentang Baitul Ma'mur. Maka Ali menjawab, "Baitul Ma'mur adalah sebuah masjid yang ada di langit, yang dikenal dengan nama Ad-Darrah. Setiap hari dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya selama-lamanya." Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui hadits AbutTufail, dari Ali dengan lafal yang semisal. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Baitul Ma'mur adalah suatu Baitullah yang terletak berhadapan dengan "Arasy, diramaikan oleh para malaikat yang melakukan shalat di dalamnya setiap harinya sebanyak tujuh puluh ribu malaikat, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, dan sejumlah ulama Salaf. Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Suddi mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, "Tahukah kalian, apakah Baitul Ma'mur itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.'" Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Baitul Mamur itu adalah sebuah masjid di langit tepat di atas Ka 'bah. Seandainya terjatuh, niscaya akan menimpa Ka 'bah; ada tujuh puluh ribu malaikat yang mengerjakan shalat di dalamnya. Apabila mereka keluar darinya, mereka tidak kembali lagi kepadanya hingga yang paling akhir dari mereka. Lain halnya dengan Adh-Dhahhak. ia menduga bahwa yang meramaikannya adalah sejumlah malaikat yang dikenal dengan nama jin, salah satu kabilah dari iblis; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan atap yang ditinggikan (langit). (Ath-Thur: 5) Sufyan As'-Sauri, Syu'bah, dan Abul Ahwas telah meriwayatkan dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: dan atap yang ditinggikan. (Ath-Thur: 5) Yakni langit. Sufyan mengatakan bahwa lalu Khalid ibnu Ur'urah membaca firman-Nya: Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32) Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, As-Suddi, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah 'Arasy; 'Arasy adalah atap bagi semua makhluk. Apa yang dikatakannya itu cukup beralasan, dan ini merupakan salah satu pendapat sama dengan yang lainnya, menurut jumhur ulama. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6) Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah perairan yang ada di bawah 'Arasy, yang darinya Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan hujan yang dapat menghidupkan semua jasad di dalam kuburnya di hari semua makhluk dikembalikan (kepada-Nya). Jumhur ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah lautan ini. Dan mengenai makna firman-Nya, "Al-Masjur" masih diperselisihkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah laut itu kelak di hari kiamat akan dinyalakan menjadi api, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: dan apabila lautan dipanaskan. (At-Takwir: 6) Yakni dinyalakan sehingga menjadi api yang bergejolak yang meliputi semua ahlul mauqif (orang-orang yang di Padang Mahsyar). Sa'id ibnul Musayyab telah meriwayatkan hal ini dari Ali ibnu Abu Thalib. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dan lain-lainnya. Al-Ala ibnu Badr mengatakan bahwa sesungguhnya laut itu dikatakan al-masjur karena airnya tidak dapat diminum dan tidak dapat dijadikan sebagai pengairan tetumbuhan; hal yang sama terjadi pada semua laut kelak di hari kiamat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Ala ibnu Badr. Diriwiyatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa makna masjur ialah yang dilepaskan. Qatadah mengatakan, masjur artinya yang penuh; pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, alasannya ialah karena laut di masa sekarang bukanlah bahan bakar, melainkan makna yang dimaksud adalah penuh. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah kosong. Al-Asmu'i telah meriwayatkan dari Abu Amr ibnul Ala, dari Zur-Rummah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6) Bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan laut yang kosong (kering)'; suatu umat keluar untuk mencari air minum, lalu mereka mengatakan, "Sesungguhnya telaga itu kini telah kering." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dalam Masanidusy Syu'ara. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan masjur ialah yang terhalang dan tercegah dari bumi (daratan) agar jangan memenuhinya karena akan menenggelamkan para penghuninya. Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh As-Suddi dan lain-lainnya, hal yang semakna ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah di dalam kitab musnadnya. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang syaikh yang berjaga-jaga di pantai, ia mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan Abu Saleh maula Umar ibnul Khattab. Lalu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut muncul padanya sebanyak tiga kali meminta izin kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk membanjiri mereka (manusia yang ada di daratan), tetapi Allah subhanahu wa ta’ala mencegahnya. Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Ismaili mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Ishaq ibnu Rahawaih, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awam ibnu Hausyab, telah menceritakan kepadaku seorang syaikh yang sedang berjaga-jaga, bahwa di suatu malam ia berjaga di posnya; tiada seorang penjaga pun yang keluar di malam itu selain dirinya. Lalu ia mendatangi pelabuhan dan menaiki tempat yang tinggi. Maka diilusikan kepadanya bahwa seakan-akan laut muncul hingga ketinggiannya menyamai puncak-puncak bukit. Hal itu terjadi selama berkali-kali, padahal aku dalam keadaan berjaga (tidak tidur). Maka ia menemui Abu Saleh (dan menanyakan kejadian itu kepadanya), lalu Abu Saleh berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut mengalami pasang sebanyak tiga kali meminta izin kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk membanjiri (menenggelamkan) mereka, tetapi Allah subhanahu wa ta’ala mencegahnya. Di dalam sanad hadits ini terdapat seorang lelaki yang tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi. (Ath-Thur: 7) Ini adalah subjek dari sumpah, artinya benar-benar pasti terjadi terhadap orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan dalam ayat selanjutnya: tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (Ath-Thur: 8) Yakni tiada seorang pun yang dapat menolak azab itu dari mereka, jika Allah menghendakinya terhadap mereka. Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, dari Saleh Al-Murri, dari Ja'far ibnu Zaid Al-Abdi yang mengatakan bahwa Khalifah Umar keluar di suatu malam untuk meninjau kota Madinah. Lalu ia melewati rumah seorang muslim yang secara kebetulan sedang berdiri mengerjakan salatnya, maka Umar berhenti mendengarkan bacaannya. Lelaki itu membaca firman-Nya: Demi bukit. (Ath-Thur: 1) sampai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (Ath-Thur: 7-8) Lalu Umar berkata, "Demi Tuhan Yang memiliki Ka'bah, ini adalah sumpah yang hak (benar)." Lalu Umar turun dari keledainya dan bersandar pada dinding dan diam dalam waktu yang cukup lama. Kemudian pulang ke rumahnya, sesudah itu ia tinggal di rumahnya selama sebulan, dijenguk oleh banyak orang tanpa mereka ketahui apa penyebab sakitnya. Imam Abu Ubaid di dalam kitab Fadailul Al-Qur'an mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, dari Al-Hasan, bahwa Umar membaca firman-Nya: sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. (Ath-Thur: 7-8) Maka Umar pun sakit keras karenanya selama dua puluh hari, yang selama itu banyak orang menjenguknya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: pada hari ketika langit benar-benar berguncang. (Ath-Thur: 9) Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pada hari ketika langit berguncang. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud ialah mengalami keretakan-keretakan. Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah berputar-putar, Adh-Dhahhak mengatakan langit bergerak-gerak dan berputar karena diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sebagian darinya mengguncang sebagian yang lain. Inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan mauran ialah gerakan yang berputar-putar. Lalu Abu Ubaidah alias Ma'mar ibnul Musanna menyitir suatu bait syair Al-A'sya: Seakan-akan cara jalan si dia (kekasihnya) dari rumah tetangganya bagaikan gerakan awan, tidak pelan dan tidak pula cepat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan gunung benar-benar berjalan. (Ath-Thur: 10) Yakni lenyap dari tempatnya dan menjadi debu serta meledak dengan sehebat-hebatnya. Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Ath-Thur: 11) Artinya, celakalah mereka karena azab dan pembalasan serta siksaan Allah yang ditimpakan kepada mereka. (yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan. (Ath-Thur: 12) Mereka selama hidup di dunia tenggelam di dalam kebatilannya dan menjadikan agama mereka sebagai main-mainan dan olok-olokan. pada hari mereka didorong. (Ath-Thur: 13) Maksudnya, didorong dan digiring. ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya. (Ath-Thur: 13) Mujahid, Asy-Sya'bi, Muhammad ibnu Ka'b, Adh-Dhahhak, As-Suddi, dan Ats-Tsauri mengatakan bahwa mereka didorong ke dalam neraka dengan sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), 'Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya. (Ath-Thur: 14) Malaikat Zabaniyah atau juru siksa mengatakan hal tersebut kepada mereka sebagai cemoohan dan kecaman. Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat. Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya). (Ath-Thur: 15-16) Yaitu masukilah neraka ini dan rasakanlah panas apinya yang membakar kalian dari semua arah. maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu. (Ath-Thur: 16) Yakni baik kamu bersabar mengalami azab dan siksanya ataukah tidak sabar, tiadajalan lain bagi kalian darinya dan kalian tidak dapat menghindar darinya. sesungguhnya kamu hanya diberi apa yang telah kamu kerjakan. (Ath-Thur: 16) Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap seorang pun, bahwa masing-masing mendapat balasan sesuai amal perbuatannya."

At-Tur: 3

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat