Al-Baqarah: 41

Ayat

Terjemahan Per Kata
وَءَامِنُواْ
dan berimanlah kamu
بِمَآ
dengan apa
أَنزَلۡتُ
telah Aku turunkan
مُصَدِّقٗا
yang membenarkan
لِّمَا
bagi apa
مَعَكُمۡ
ada pada kalian
وَلَا
dan jangan
تَكُونُوٓاْ
kalian menjadi
أَوَّلَ
pertama kali
كَافِرٍ
kafir/ingkar
بِهِۦۖ
dengannya
وَلَا
dan jangan
تَشۡتَرُواْ
kamu tukar
بِـَٔايَٰتِي
dengan ayat-ayatKu
ثَمَنٗا
harga
قَلِيلٗا
sedikit
وَإِيَّـٰيَ
dan kepadaKulah
فَٱتَّقُونِ
kamu harus bertakwa

Terjemahan

Berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah Aku turunkan sebagai pembenar bagi apa yang ada pada kamu (Taurat) dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah hanya kepada-Ku.

Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah: 40-41 Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian; dan penuhilah janji kalian kepada Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian dan hanya kepada Ku lah kalian harus takut (tunduk). Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat) dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada-Ku lah kalian harus bertakwa. Ayat 40 Allah berfirman seraya memerintahkan kepada kaum Bani Israil untuk masuk Islam dan mengikuti Nabi Muhammad ﷺ dan menyentuh perasaan mereka dengan menyebutkan kakek moyang Israil, yaitu Nabi Allah Ya'qub A.S. Seakan-akan ayat ini mengatakan, "Wahai anak-anak hamba yang saleh lagi taat kepada Allah, jadilah kalian seperti kakek moyang kalian dalam mengikuti kebenaran." Keadaannya sama dengan perkataan, "Wahai anak orang dermawan, berdermalah!" Atau, "Wahai anak yang pemberani, majulah menentang para penyerang!" Atau, "Wahai anak orang alim, tuntutlah ilmu!" Dan lain sebagainya. Ayat lain yang semakna dengan ayat ini adalah firman-Nya: “(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Al-Isra: 3) Israil adalah Nabi Ya'qub sendiri, sebagai dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi: Telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut: Segolongan orang-orang Yahudi datang menghadap kepada Nabi ﷺ, lalu Nabi ﷺ berkata kepada mereka, "Tahukah kalian bahwa Israil adalah Ya'qub?" Mereka menjawab, "Ya Allah, memang benar." Nabi ﷺ berkata, "Ya Allah, saksikanlah." Al-A'masy meriwayatkan dari Ismail ibnu Raja', dari Umar maula Ibnu Abbas, dari Abdullah ibnu Abbas, disebutkan bahwa Israil itu artinya sama dengan perkataanmu Abdullah (hamba Allah). Firman Allah ﷻ : “Ingatlah kalian akan nikmat-Ku yang telah Aku turunkan kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Mujahid mengatakan bahwa nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka (kaum Bani Israil) selain dari apa yang telah disebutkan ialah dipecahkan batu besar buat mereka hingga mengeluarkan air untuk minum mereka, diturunkan kepada mereka manna dan salwa, dan mereka diselamatkan dari perbuatan Fir'aun dan bala tentaranya. Abul Aliyah mengatakan bahwa nikmat Allah tersebut adalah Dia menjadikan dari kalangan mereka banyak nabi dan rasul, dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab samawi. Menurut pendapat kami, pendapat terakhir ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Musa a.s. yang disitir oleh firman-Nya: “Wahai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat lain.” (Al-Maidah: 20) Yakni di zamannya. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Ingatlah akan nikmat Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Yaitu cobaan Ku yang ada pada kalian, juga yang telah Aku turunkan kepada nenek moyang kalian ketika mereka diselamatkan dari kejaran Fir'aun dan kaumnya. Firman Allah ﷻ : “Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Maksudnya, janji Ku yang telah Aku bebankan di atas pundak kalian terhadap Nabi ﷺ bila dia datang kepada kalian, niscaya Aku akan menunaikan apa yang telah Aku janjikan kepada kalian. Janji tersebut adalah kalian bersedia mempercayai Nabi ﷺ dan mengikutinya. Maka sebagai imbalannya Aku akan menghapuskan semua beban dan belenggu-belenggu yang berada di pundak kalian karena dosa-dosa kalian yang ada sejak kakek moyang kalian. Menurut Al-Hasan Al-Basri, janji tersebut adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kalian, sungguh jika kalian mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul Ku dan kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sungguh Aku akan menghapus dosa-dosa kalian. Dan sungguh kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai” (Al-Maidah: 12). Sedangkan ulama lain mengatakan, janji tersebut adalah yang diambil oleh Allah atas diri mereka di dalam kitab Taurat, bahwa Allah kelak akan mengutus seorang nabi yang besar dan ditaati oleh semua bangsa dari kalangan Bani Ismail; nabi yang dimaksud adalah Nabi Muhammad ﷺ. Barang siapa yang mengikutinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya ke dalam surga serta memberikan kepadanya dua pahala. Ar-Razi mengetengahkan banyak berita gembira yang disampaikan oleh nabi-nabi terdahulu mengenai kedatangan Nabi Muhammad. Abul Aliyah mengatakan bahwa makna firman-Nya: "Penuhilah janji kalian kepada Ku" (Al-Baqarah: 40). Yaitu janji Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah agama Islam dan mereka diharuskan mengikutinya. Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Niscaya Aku penuhi janji Ku kepada kalian" (Al-Baqarah: 40). Artinya "niscaya Aku rida kepada kalian dan akan memasukkan kalian ke dalam surga. Hal yang sama dikatakan oleh As-Suddi, Adh-Dhahhak, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Firman Allah ﷻ : Dan hanya kepada-Ku lah kalian harus takut (tunduk)” (Al-Baqarah: 40). Yakni takutlah kalian kepada Ku, demikian pendapat Abul Aliyah, As-Suddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah. Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan hanya kepada Ku lah kalian harus takut" (Al-Baqarah: 40). Yakni takutlah kalian bila Aku nanti menurunkan kepada kalian apa yang pernah Aku turunkan kepada kakek moyang kalian di masa silam, yaitu berupa berbagai macam siksaan dan azab yang telah kalian ketahui sendiri, antara lain adalah kutukan dan azab lainnya. Apa yang diungkapkan oleh ayat-ayat ini mengandung pengertian perpindahan dari targhib (anjuran) kepada tarhib (peringatan). Allah menyeru mereka dengan ungkapan anjuran dan peringatan, barangkali mereka mau kembali ke jalan yang hak dan mengikuti Rasul ﷺ serta mengambil nasihat dari Al-Qur'an dan larangan-larangannya, serta mengerjakan perintah-perintahnya dan percaya kepada berita-berita yang disampaikannya. Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Ayat 41 Karena itu Allah ﷻ berfirman pada ayat selanjutnya, yaitu melalui firman-Nya: ”Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat)” (Al-Baqarah: 41). Yang dimaksud adalah Al-Qur'an, yakni kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ummi dari kalangan bangsa Arab. Di dalamnya terkandung berita gembira dan peringatan serta pelita yang memberi penerangan dan mengandung kebenaran dari Allah ﷻ ; serta membenarkan apa yang ada sebelumnya, yaitu kitab Taurat dan Injil. Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat)” (Al-Baqarah: 41). Allah ﷻ mengatakan, "Wahai golongan ahli kitab, berimanlah kalian kepada Al-Qur'an yang telah Aku turunkan; di dalamnya terkandung keterangan yang membenarkan apa yang ada pada kalian." Dikatakan demikian karena mereka menjumpai nama Nabi Muhammad ﷺ tercantum di dalam kitab-kitab mereka, yaitu kitab Taurat dan Injil. Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah tentang hal yang serupa. Firman Allah ﷻ : “Dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya” (Al-Baqarah: 41). Menurut sebagian ulama ahli i'rab (Nahwu) mengatakan bahwa bentuk lengkap ayat ialah awwala fariqin kafirin bihi (golongan pertama yang kafir kepadanya), atau kalimat yang semakna. Menurut Ibnu Abbas, janganlah kalian merupakan orang pertama yang kafir kepadanya, mengingat pada kalian terdapat pengetahuan mengenainya yang tidak dimiliki oleh selain kalian. Abul Aliyah mengatakan, janganlah kalian menjadi orang pertama yang kafir kepada Muhammad ﷺ, yakni dia sejenis dengan kalian karena dia mempunyai Al-Kitab (Al-Qur'an); maka janganlah kalian kafir kepadanya sesudah kalian mendengar kerasulannya. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Akan tetapi, Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa damir bihi merujuk kepada Al-Qur'an yang telah disebut dalam kalimat sebelumnya, yaitu bima anzaltu (apa yang telah Aku turunkan). Bagaimanapun juga kedua pendapat tersebut (yang mengatakan bahwa damir kembali kepada Muhammad ﷺ dan Al-Qur'an) adalah benar kedua-duanya, mengingat satu sama lain saling menguatkan. Dengan kata lain, orang yang kafir kepada Al-Qur'an berarti sama saja kafir kepada Nabi Muhammad ﷺ. Orang yang kafir kepada Nabi Muhammad ﷺ berarti sama saja dengan kafir kepada Al-Qur'an. Adapun mengenai firman-Nya: "Awwala kafirin bihi," artinya orang pertama yang kafir kepadanya dari kalangan Bani Israil saja, mengingat banyak orang yang kafir kepadanya lebih dahulu daripada mereka, yaitu dari kalangan orang-orang kafir Quraisy dan lain-lain dari kalangan orang-orang Arab. Sesungguhnya makna yang dimaksud dari kalimat 'hanya kaum Bani Israil sebagai orang pertama yang kafir kepadanya', mengingat orang-orang Yahudi Madinah merupakan orang pertama dari kalangan Bani Israil yang diajak berbicara oleh Al-Qur'an. Kekafiran mereka berarti menyimpulkan bahwa mereka adalah orang pertama yang kafir kepadanya dari kalangan ahli kitab. Firman Allah ﷻ: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah” (Al-Baqarah: 41). Maksudnya, janganlah kalian menukar iman kepada ayat-ayat-Ku dan percaya kepada Rasul Ku (Nabi Muhammad ﷺ) dengan harta keduniawian dan kelezatannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu dinilai sedikit, tak ada artinya lagi fana (bila dibandingkan dengan pahala di akhirat yang kekal dan abadi). Pengertian ini diungkapkan oleh Abdullah ibnul Mubarak melalui riwayatnya yang menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Jabir, dari Harun ibnu Yazid yang telah menceritakan bahwa Al-Hasan (yakni Al-Basri) pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Tsamanan qalilan (harga yang sedikit atau rendah), bahwa yang dimaksud adalah dunia berikut segala isinya. Ibnu Luhai'ah mengatakan, telah menceritakan kepadanya ‘Atha’ ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.” (Al-Baqarah: 41) Sesungguhnya yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah adalah Kitab-Nya yang diturunkan-Nya kepada mereka, sedangkan yang dimaksud dengan harga yang sedikit adalah duniawi dan kesenangannya. Menurut As-Suddi, makna 'janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah' adalah janganlah kalian mengambil keinginan yang sedikit lagi rendah nilainya dan janganlah kalian menyembunyikan asma Allah; ketamakan tersebut adalah harganya. Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat Ku dengan harga yang rendah” (Al-Baqarah: 41). Yakni janganlah kalian menerima upah darinya. Abul Aliyah mengatakan, bahwa hal ini telah tertera dalam kitab terdahulu yang ada pada mereka, yaitu: "Wahai anak Adam, ajarkanlah ilmu dengan cuma-cuma sebagaimana kamu mempelajarinya secara cuma-cuma." Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian menukar penjelasan, keterangan, dan menyiarkan ilmu yang bermanfaat di kalangan manusia dengan cara menyembunyikannya dan memutarbalikkan kenyataan, dengan tujuan agar kalian tetap lestari dalam menguasai keduniawian yang nilainya sedikit lagi rendah dan pasti lenyap dalam waktu yang dekat itu. Di dalam kitab Sunan Abu Dawud disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diniatkan untuk memperoleh rida Allah, lalu ia mempelajarinya hanya untuk memperoleh sejumlah harta duniawi, niscaya ia tidak dapat mencium bau surga kelak di hari kiamat.” Mengajarkan ilmu dengan imbalan upah, jika orang yang bersangkutan telah beroleh gaji, tidak boleh baginya mengambil upah sebagai imbalannya. Diperbolehkan baginya mengambil gaji dari baitul mal dalam jumlah yang cukup untuk keperluan dirinya dan orang-orang yang berada di dalam tanggungannya. Tetapi jika dia tidak memperoleh suatu gaji pun dari baitul mal, sedangkan tugas mengajarnya telah menyita banyak waktu hingga ia tidak dapat mencari nafkah, maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menerima gaji (yakni boleh mengambil upah). Apabila dia tidak menerima gaji, maka ia diperbolehkan mengambil upah mengajar, menurut pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan jumhur ulama. Keadaannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam hadits shahih Al-Bukhari, dari Abu Sa'id, mengenai kisah orang yang disengat binatang berbisa, yaitu sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil atas sesuatu jasa adalah Kitabullah.” Demikian pula sabda Nabi ﷺ dalam kisah wanita yang dilamar (dinikahi), yaitu: “Aku nikahkan kamu dengan dia dengan imbalan mengajarkan Al-Qur'an yang kamu kuasai (hafalannya).” Hadits Ubadah ibnus Samit menceritakan bahwa Ubadah ibnus Samit pernah mengajarkan sesuatu dari Al-Qur'an kepada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah, lalu lelaki tersebut menghadiahkan sebuah busur kepadanya. Kemudian Ubadah bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai hal itu, maka beliau bersabda: “Jika kamu kelak suka dibelit oleh busur api neraka, maka terimalah. Lalu Ubadah menolak hadiah itu.” (Hadits riwayat Abu Dawud) Hadits serupa diriwayatkan pula melalui Ubay ibnu Ka'b secara marfu. Seandainya hadits ini shahih, maka pengertian yang dimaksud menurut kebanyakan ulama, antara lain Abu Umar ibnu Abdul Bar, adalah bahwa jika Abu Ubadah mengajar demi mengharapkan pahala Allah, maka tidak boleh baginya menukar pahala Allah dengan busur tersebut. Jika seseorang sejak pertama mengajar biasa menerima upah, maka ia diperbolehkan menerima upah, seperti yang telah dinyatakan di dalam hadits orang yang disengat binatang berbisa dan hadits Sahl mengenai wanita yang dilamar tadi. Firman Allah ﷻ : “Dan hanya kepada-Ku lah kalian harus bertakwa” (Al-Baqarah: 41). Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail (seorang pendidik), dari ‘Ashim Al-Ahwal, dari Abul Aliyah, dari Thalq ibnu Habib yang mengatakan bahwa pengertian takwa itu adalah hendaknya kamu mengamalkan ketaatan kepada Allah karena mengharapkan rahmat Allah atas dasar nur (petunjuk) dari Allah. Hendaknya kamu meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah atas dasar nur dari Allah karena takut terhadap siksa Allah. Makna firman-Nya: "Dan hanya kepada-Ku sajalah kalian harus bertakwa" (Al-Baqarah: 41) adalah bahwa Allah mengancam mereka terhadap perbuatan yang sengaja mereka lakukan, yaitu menyembunyikan kebenaran dan menampakkan hal yang bertentangan dan menentang Rasul ﷺ.

Al-Baqarah: 41

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat