Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَلۡبِسُواْ
kamu campur adukkan
ٱلۡحَقَّ
hak/kebenaran
بِٱلۡبَٰطِلِ
dengan yang bathil
وَتَكۡتُمُواْ
dan kamu sembunyikan
ٱلۡحَقَّ
hak/kebenaran
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
وَلَا
dan jangan
تَلۡبِسُواْ
kamu campur adukkan
ٱلۡحَقَّ
hak/kebenaran
بِٱلۡبَٰطِلِ
dengan yang bathil
وَتَكۡتُمُواْ
dan kamu sembunyikan
ٱلۡحَقَّ
hak/kebenaran
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (jangan pula) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya).
Tafsir
(Dan janganlah kalian campur aduk) (barang yang hak) yang telah Kuturunkan kepada kalian (dengan yang batil) yang kamu ada-adakan (dan) jangan pula (kalian sembunyikan yang hak itu) berupa sifat dan ciri-ciri Muhammad (sedangkan kalian mengetahui) bahwa ia hak adanya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 42-43
Dan janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kalian sembunyikan yang hak itu, sedangkan kalian mengetahui. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. Allah ﷻ berfirman melarang orang-orang Yahudi melakukan hal yang biasa mereka kerjakan di masa lalu, misalnya mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan, memoles kebenaran dengan kebatilan, menyembunyikan kebenaran dan menampakkan kebatilan.
Ayat 42
Allah ﷻ berfirman: Dan janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kalian menyembunyikan yang hak itu, sedangkan kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 42). Allah ﷻ melarang mereka dari kedua perkara tersebut secara bersamaan, dan memerintahkan mereka agar menampakkan kebenaran dan menjelaskannya. Karena itu, Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42). Yakni janganlah kalian memalsukan yang hak dengan yang batil, yang benar dengan kedustaan.
Abul Aliyah mengatakan, makna firman-Nya: “Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42). Artinya janganlah kalian mencampuri yang hak dengan yang batil, dan tunaikanlah nasihat kepada hamba-hamba Allah dari kalangan umat Muhammad ﷺ. Hal yang serupa diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Qatadah mengatakan bahwa firman-Nya: "Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42), yakni janganlah kalian campur adukkan Yahudi dan Nasrani dengan Islam, sedangkan kalian mengetahui bahwa agama Allah itu adalah agama Islam; agama Yahudi dan agama Nasrani itu adalah bid'ah, bukan dari Allah. Hal yang serupa diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian sembunyikan kebenaran, sedangkan kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 42). Artinya, janganlah kalian menyembunyikan apa yang ada pada kalian mengenai pengetahuan tentang Rasul-Ku dan apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), sedangkan kalian menemukan hal tersebut termaktub pada sisi kalian melalui apa yang kalian ketahui dari kitab-kitab yang ada di tangan kalian. Hal yang serupa diriwayatkan dari Abul Aliyah.
Mujahid, As-Suddi, Qatadah, dan Ar-Rabi' Ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan janganlah kalian sembunyikan kebenaran" (Al-Baqarah: 42), yakni Nabi Muhammad ﷺ.
Menurut pendapat kami, lafal taktumu dapat dianggap majzum, dapat pula dianggap mansub. Dengan kata lain, artinya menjadi "janganlah kalian menyatukan antara ini dan itu (hak dan batil)." Keadaannya sama dengan perkataan, "La ta-kulis samaka watasyrabal labana (janganlah kamu makan ikan serta minum susu)."
Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa di dalam mushaf Ibnu Mas'ud disebutkan wataktumunal haqqa artinya 'sedangkan kalian ketika menyembunyikan kebenaran itu', wa antum ta'lamuna, yakni 'dalam keadaan mengetahui kebenaran tersebut'. Boleh pula diartikan 'sedangkan kalian mengetahui akibat perbuatan tersebut, yaitu berakibat mudarat yang besar atas umat manusia'. Mudarat yang besar tersebut adalah mereka sesat dari jalan hidayah yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka jika mereka menempuh jalan kebatilan yang kalian tampakkan kepada mereka, tetapi kalian poles dengan semacam kebenaran agar dapat diterima oleh mereka dan juga kalian warnai dengan penjelasan dan keterangan. Begitu pula kebalikannya, yaitu menyembunyikan yang hak dan mencampuradukkannya dengan yang batil.
Ayat 43
Firman Allah ﷻ : “Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (Al-Baqarah: 43). Muqatil mengatakan bahwa firman Allah ﷻ yang ditujukan kepada orang-orang ahli kitab, "Dan dirikanlah shalat," merupakan perintah Allah kepada mereka agar mereka shalat bersama Nabi ﷺ.
Firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," merupakan perintah Allah kepada mereka agar mereka menunaikan zakat, yakni menyerahkannya kepada Nabi ﷺ.
Firman Allah ﷻ, "Dan rukuklah kalian bersama orang-orang yang rukuk," merupakan perintah Allah kepada mereka agar melakukan rukuk (shalat) bersama orang-orang yang rukuk (shalat) dari kalangan umat Muhammad ﷺ. Singkatnya, jadilah kalian bersama-sama mereka dan termasuk golongan mereka.
Ali ibnu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan zakat ialah taat dan ikhlas kepada Allah ﷻ.
Waki' meriwayatkan dari Abu Janab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan tunaikanlah zakat," yakni harta yang wajib dizakati, menurut Ibnu Abbas adalah dua ratus hingga lebih.
Mubarak ibnu Fudalah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," bahwa makna yang dimaksud adalah zakat merupakan fardu yang tiada gunanya amal perbuatan tanpa zakat dan shalat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syai-bah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Hayyan At-Taimi, dari Al-Haris Al-Akli sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan tunaikanlah zakat," bahwa yang dimaksud adalah zakat fitrah.
Firman Allah ﷻ : “Dan rukuklah kalian bersama orang-orang yang rukuk.” (Al-Baqarah: 43). Maksudnya, jadilah kalian bersama orang-orang mukmin dalam amal perbuatan mereka yang paling baik, salah satunya dan paling khusus serta paling sempurna adalah shalat. Banyak kalangan ulama menyimpulkan dalil ayat ini akan wajibnya shalat berjamaah. Masalah ini insya Allah akan kami terangkan dengan panjang lebar dalam kitab kami Al-Ahkamul Kabir. Al-Qurthubi mengetengahkan berbagai masalah mengenai shalat berjamaah dan imamah, ternyata pembahasannya itu cukup baik.
Pada ayat ini, Allah memberikan larangan kepada Bani Israil untuk tidak mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Dan janganlah kamu, wahai Bani Israil, campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dengan memasukkan apa yang bukan firman Allah ke dalam Kitab Taurat, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran firman-firman Allah seperti berita akan datangnya Nabi Muhammad, sedangkan kamu mengetahuinya. Orang-orang Yahudi menyembunyikan berita tentang kedatangan Nabi Muhammad yang termaktub di dalam Taurat dengan maksud untuk menghalangi manusia beriman kepadanya. Setelah mengajak Bani Israil untuk memeluk Islam dan meninggalkan kesesatan, perintah utama yang disampaikan kepada mereka setelah larangan di atas adalah perintah untuk melaksanakan salat. Dan laksanakanlah salat untuk memohon petunjuk dan pertolongan Allah, tunaikanlah zakat untuk menyucikan hatimu dan menyatakan syukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya, dan rukuklah beserta orang yang rukuk, yakni kaum muslim yang beriman dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad . Penambahan perintah untuk rukuk setelah ada perintah untuk melaksanakan salat itu mengisyaratkan ajakan agar mereka memeluk Islam dan melaksanakan salat seperti salatnya umat Islam. Dalam tata cara salat orang Yahudi tidak dikenal gerakan rukuk.
Dalam ayat ini terdapat dua macam larangan Allah yang ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka jangan mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Maksudnya, pemimpin-pemimpin Bani Israil suka memasukkan pendapat-pendapat pribadi ke dalam Kitab Taurat, sehingga sukarlah untuk membedakan mana yang benar. Terutama dalam penolakan mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw, mereka membuat-buat alasan untuk menjelek-jelekkannya, dan menyalahtafsirkan ucapan-ucapan nenek moyang mereka, sehingga mereka lebih berpegang kepada ucapan para pemimpin dan tradisi mereka, daripada menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ Walaupun perintah itu ditujukan kepada Bani Israil, namun isinya dapat pula ditujukan kepada kaum Muslim dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan, "Hai orang-orang yang memegang kekuasaan, janganlah kamu campur adukkan antara keadilan dan kezaliman, hai para hakim, janganlah kamu campur adukkan antara hukum dan suap; hai para pejabat, janganlah kamu campur adukkan antara tugas dan korupsi; hai para sarjana, janganlah kamu campur adukkan antara ilmu dan harta, dan sebagainya." )
2. Agar mereka tidak menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. Maksudnya: Bani Israil itu telah menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui dari kitab suci mereka. Antara lain ialah berita dari Allah tentang Nabi Muhammad ﷺ yang akan diutus sebagai penutup dari semua rasul Allah untuk seluruh umat manusia. Hal ini sengaja mereka tutupi dari masyarakat umum, bahkan mereka berusaha menjelekkan Nabi Muhammad saw, untuk menghalangi manusia beriman kepadanya. Ayat ini mencela perbuatan mereka yang demikian itu, dan setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan sesuatu yang benar. Sesudah Allah menyampaikan seruan kepada mereka untuk beriman kepada Al-Qur'an, lalu pada ayat berikut ini Allah memerintahkan agar mereka senantiasa melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan oleh syariat terutama melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan tunduk serta taat kepada perintah-perintah Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 40-46
DAKWAH KEPADA BANI ISRAIL
Sebagaimana telah kita maklumi pada keterangan-keterangan di atas, selain dari persukuan Arab Bani Aus dan Bani Khazraj, ada pula penduduk Madinah dari pemeluk agama Yahudi. Mereka bukanlah bangsa Arab keturunan Qahthan atau Adnan, melainkan keturunan dari Nabi Ya'kub ‘alaihis salam. Ya'kub putra dari Ishaq dan Ishaq putra dari Ibrahim, semuanya adalah rasul Allah. Beliau beranak laki-laki 12 orang, di antaranya Nabi Yusuf a.s. Maka, berkembangbiaklah anak keturunan Nabi Ya'kub yang 12 orang ini. Gelar kehormatan yang diberikan Tuhan kepada Nabi Ya'kub ialah Israil. 13 di ujung itu ialah bahasa Ibrani yang artinya Allah. Israil konon-nya berarti Amir pejuang bersama Allah.
Bani Israil menerima Taurat dari Musa. Lama-lama timbullah pada mereka kesan bahwasanya agama yang mereka pusakai dari nenek moyang mereka itu yang dirumuskan dalam Taurat Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain sesudah Musa, adalah khusus buat mereka belaka. Di antara 12 suku Bani Israil itu, yang terbesar adalah keturunan suku anak yang kedua, yaitu Yahuda. Lama-kelamaan menjadi kebiaSaanlah mereka menyebut diri Yahudi dan agama mereka agama Yahudi, yang dibangsakan kepada Yahuda itu. Padahal yang lebih tepat, supaya semuanya tercakup, ialah kalau disebutkan Bani Israil.
Maka, selain dari dakwah untuk orang Arab, Qahthan dan Adnan, Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan Tuhan menyampaikan dakwah kepada Bani Israil. Persukuan mereka yang besar di Madinah ketika itu adalah Bani Nadhir, Bani Qainuqa', Bani Quraizhah, dan lain-lain persukuan yang kecil-kecil. Dengan pindahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah, rapAllah pergaulan dengan mereka. Apatah lagi ketika itu kegiatan perdagargan ada di tangan mereka. Mereka selalu bertemu di pasar. Dan telah dibuat perjanjian akan hidup berdampingan secara damai. Maka diperintahkan kepada Rasulullah supaya menyampaikan dakwah pula kepada mereka.
Ayat 40
“Wahai, Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepada kamu dan penuhilah janjimu agar Aku penuhi (pula) janji-Ku, dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu takut."
Dihadapkanlah seruan kepada mereka karena patutlah mereka yang terlebih dahulu menerima kebenaran yang dibawa Muhammad ﷺ, mengingat nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Di antara bang-sa-bangsa yang sezaman dengan mereka dahulunya, kepada merekalah dikhususkan Tuhan nikmat wahyu. Sampai mereka dilepaskan dari perbudakan Fir'aun dan diberi tanah istimewa pusaka nenek moyang mereka Ibrahim dan Ishaq, dan berpuluh-puluh banyaknya nabi dan rasul dibangkitkan dalam kalangan mereka. Patutlah mereka mengingat nikmat itu dan dari sebab itu patut pulalah mereka yang dahulu sekali menyatakan percaya pada Muhammad ﷺ.
Di samping itu, mereka disuruh mengingat kembali janji khususnya dengan Allah.
Meskipun kitab Taurat sudah tidak ada aslinya lagi, tetapi janji itu masih bertemu, yaitu bahwa mereka tidak akan mempersekutukan yang lain dengan Allah dan supaya beriman kepada rasul-rasul Allah yang datang menegakkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa itu. Dijanjikan pula, kemudian hari akan diutus pula seorang rasul dari antara saudara mereka, yaitu Bani Isma'il. Itulah Nabi Muhammad ﷺ Sekarang, nabi itu telah datang membawa ajaran persis ajaran yang telah mereka janjikan dengan Allah itu pula, yaitu Tauhid mengesakan Tuhan. Patutlah mereka ingat janji itu kembali. Kemudian dijelaskan lagi oleh Tuhan,
Ayat 41
“Dan percayatah kamu kepada apa yang Aku turunkan"
Yaitu, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ Yang bersetuju dengan apa yang ada sertamu, yaitu kitab Taurat.
Jika kamu tilik kembali isi Taurat, yang memerintahkan kamu percaya kepada Allah Ta'aala atau Allah Yang Esa, jangan membuat berhala untuk-Nya, dan hendaklah hormat kepada ibu bapakmu, jangan berzina, jangan mencuri, jangan naik saksi dusta, niscaya kamu akan mengakui kebenaran Al-Qur'an yang memang itu pulalah pokok ajaran yang dibawanya."Dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang mula-mula mengufurkannya," ka-rena kalau kamu kufuri, kamu tolak, dan kamu tentang Al-Qur'an itu, berarti kamu menentang Kitab yang ada dalam tanganmu sendiri, “Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit." Artinya, karena mengharapkan kemegahan lalu kamu dustakan kebenaran ayat Allah. Berapa pun pangkat yang kamu dapat lantaran mendustakan kebenaran, namun itu masihlah harga yang sedikit jika dibandingkan dengan kerugian ruhani yang kamu dapat.
“Dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu bertakwa."
Ayat 42
Artinya, semata-mata perhubungan dengan Allah-lah yang patut kamu pelihara dan perbesarlah perasaan tanggung jawabmu dengan Tuhan. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang batil dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui."
Di dalam catatan kitab Taurat telah diperingatkan bahwa seorang rasul akan datang dari kalangan saudara sepupu mereka Bani Isma'il. Tanda-tandanya sudah jelas dan sekarang tanda itu sudah bertemu. Akan tetapi, pemuka-pemuka agama mereka melarang pengikut mereka percaya kepada Rasul ﷺ karena kata mereka dalam kitab-kitab nabi-nabi mereka itu tersebut juga bahwa akan ada nabi-nabi palsu. Mereka lalu katakan kepada pengikut-pengikut itu bahwa ini adalah nabi palsu, bukan nabi yang dijanjikan itu. Kalau pengikut mereka datang bertanya, mereka sembunyikan kebenaran dan kitab mereka sendiri mereka tafsirkan lain dari maksudnya semula, padahal mereka telah mengetahui bahwa memang Muhammad ﷺ itulah nabi dari Bani Isma'il yang ditunggu-tunggu itu. Untuk mempertahankan kedudukan, mereka telah sengaja mencampuradukkan yang benar dengan yang salah dan menyembunyikan yang sebenarnya.
Ayat 41 untuk peringatan bagi orang-orang awam mereka dan ayat 42 untuk peringatan bagi pemuka-pemuka agama mereka.
Ayat 43
“Dan dirikanlah shalat dan berikanlah zakat, dan ruku'lah bersama-sama orang-orang yang ruku'."
Setelah diperingatkan kepada mereka kesalahan-kesalahan dan kecurangan mereka yang telah lalu itu, sekarang mereka diajak membersihkan jiwa dan mengadakan ibadah tertentu kepada Allah, dengan mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Dengan shalat, hati terhadap Allah menjadi bersih dan khu-syu, sedangkan dengan mengeluarkan zakat, penyakit bakhil menjadi hilang dan timbullah hubungan batin yang baik dengan masyarakat, terutama orang-orang fakir miskin, yang selama ini hanya mereka peras tenagarya, dan mana yang terdesak mereka pinjami uang dengan memungut riba.
Apabila Tuhan Allah telah memerintahkan supaya iman kepada keesaan Allah itu lebih di dalamkan dengan mengerjakan shalat kemudian dengan mengeluarkan zakat, akan tumbuhlah iman itu dengan suburnya. Karena ada juga orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, tetapi dia malas shalat. Berbahayatah bagi iman itu, karena kian lama dia akan runtuh kembali. Dan hendaklah dididik diri bermurah hati dengan mengeluarkan zakat karena bakhil adalah musuh yang terbesar dari iman. Apabila berperangai bakhil, nyatalah orang itu tidak beriman!
Kemudian mengapa disuruh lagi ruku' bersama dengan orang yang ruku'? Tidakkah cukup dengan perintah shalat saja? Apakah ini bukan kata berulang?
Bukan! Ada juga orang yang berpaham bahwa asal aku sudah shalat sendiri di rumahku, tidak perlu lagi aku bercampur dengan orang lain. Itulah yang salah! Shalat sendiri pun belum sempurna, tetapi ruku'lah bersama -sama dengan orang yang ruku', bawalah diri ke tengah masyarakat. Pergilah berjamaah!
Maksud yang kedua, arti ruku' ialah khusyu. Jangan hanya shalat asal shalat, shalat mencukupi kebiasaan sehari-hari saja, tidak dijiwai oleh rasa khusyu dan ketundukan.
Kemudian itu, Allah meneruskan lagi firman-Nya kepada Bani Israil dengan mengingatkan kesalahan selama ini,
Ayat 44
“Apakah kamu suruh manusia berbuat kebajikan dan kamu lupakan dirimu (sendiri), padahal kamu membaca Kitab; apakah kamu tidak pikirkan?"
Teguran keras ini adalah kepada pemuka-pemuka dan pendeta-pendeta mereka. Bukan main keras larangan mereka, “Ini haram!" Bukan main keras perintah mereka, “Ini wajib," seakan-akan merekalah yang empunya agama itu, padahal diri mereka sendiri mereka lupakan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan agama untuk dipakai oleh orang lain. Adapun untuk diri mereka sendiri, tidak usahlah dipersoalkan. Padahal mereka membaca Kitab, hafal nomor ayatnya, ingat pasalnya, bahkan salah titik dan salah baris sedikit saja, mereka tabu. Tetapi apa isi dan inti sari dari Kitab itu, apa maksudnya yang sejati, tidaklah mereka mau mengetahui dan tidak mereka pikirkan.
Inilah penyakit pemuka-pemuka atau yang disebut pendeta atau ahbar mereka pada waktu itu. Dengan keras mengoyak mulut mempertahankan apa yang mereka katakan agama, padahal sudah tinggal hanya mempertahankan kata (textbook), tetapi tidak ada paham rnereka sama sekali akan maksud. Paham menjadi sempit dan fanatik, takut akan perubahan, dan gentar mendengar pendapat baru. Maka datanglah teguran: apakah tidak kamu pikirkan? Atau lebih tegas lagi: apakah kamu tidak mempergunakan akalmu?
Ayat 45
“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat"
Dipesankan dalam rangka nasihat kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka adalah sabar sebagai benteng. Dengan shalat, supaya jiwa itu selalu dekat dan lekat kepada Tuhan.
Ingatlah, betapa pun sabarnya hati, terkadang karena beratnya yang dihadapi, jiwa bisa bergoncang juga. Maka dengan shalat khusyu sekurang-kurangnya lima waktu sehari semalam, hati yang tadinya nyaris lemah, nis-caya akan kuat kembali. Maka sabar dan shalat itulah alat pengukuh pribadi bagi orang Islam.
Akan tetapi, ayat selanjutnya mengatakan, “Dan sesungguhnya hal itu memang berat" Yang dimaksud ialah shalat; bahwa mengerjakan shalat itu amat berat. Orang disuruh sabar, padahal hatinya sedang susah. Lalu dia disuruh shalat; maka dengan kesalnya dia menjawab, “Hati saya sedang susah, saya tidak bisa shalat." Mengapa dia merasa berat shalat? Sebab jiwanya masih gelap, sukarlah menerima nasihat supaya sabar dan shalat. Kalau nasihat yang benar itu ditolaknya, tidaklah dia akan terlepas dari kesukaran yang tengah dihadapinya. Lalu datang penutup ayat,
“Kecuali bagi orang-orang yang khusyu."
Khusyuk artinya tunduk, rendah hati, dan insaf bahwa kita ini adalah hamba Allah. Dan Allah itu cinta kasih kepada kita. Nikmat-Nya lebih banyak daripada cobaan-Nya. Saat kita menerima nikmat itu lebih banyak daripada saat menerima susah. Lantaran yang demikian itu, jika diajak supaya sabar dan shalat, orang yang khusyu itu tidak bertingkah lagi. Sebab dia insaf bahwa memang keselamatan jiwanya amat bergantung kepada belas kasihan Tuhannya. Jika datang percobaan Tuhan, bukanlah dia menjauhi Tuhan, melainkan bertambah mendekati-Nya.
Dan, siapakah orang yang bisa menjadi khusyu?
Ayat 46
“(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya Mereka akan bertemu dengan Tuhan Mereka, dan bahwasanya kepada-Nya Mereka akan kembali."
Untuk menambahkan khusyu, hendaklah kita ingat, sampai menjadi keyakinan bahwasanya kita ini datang ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan kembali ke akhirat, dan akan bertemu dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan akan kita pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia. Maka, dari sekarang hendaklah kita latih diri mendekati Tuhan. Ibaratnya ialah sebagai apa yang disebut di zaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datang tiba-tiba saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal makrifat terlebih dahulu tidak ada, dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung karena tidak ada persiapan. Sampailah Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri shalat, hendaklah sebelum kamu takbir kamu ingat seakan-akan itulah shalatmu yang terakhir. Mungkin nanti engkau akan mati. Sebab itu, engkau khusyukan hatimu menghadap Tuhan.
Inilah beberapa seruan kepada Bani Israil untuk mengembalikan mereka kepada pangkalan agama yang sejati. Sebab inti agama yang mereka peluk selama ini itulah dia inti Islam dan marilah menjadi Islam. Kamulah yang lebih patut mula-mula menyambutnya.