TAFSIR IJMALI JUZ 9
Pada pembahasan kali ini akan memuat materi dari Juz sembilan yakni dari Q.S. Al A’raf ayat 88 sampai Q.S. Al Anfal ayat 40 yang mengatakan “Buatkanlah sebuah berhala pula untuk kami se bagaimana mereka pun punya berhala…”, pinta Bani Israil. Betapa kagetnya Nabi Musa mendengar permohonan mereka. Secepat itukah Bani Israil melupakan karunia Allah atas mereka? Allah yang ubah tongkat Nabi Musa menjadi ular besar yang gesit melahap tongkat dan tali temali para penyihir Firaun. Allah yang kirimkan banjir bandang, belalang, kutu, katak, dan darah berturut-turut untuk menghukum para pemuka kerajaan Mesir Kuno. Allah juga yang belah Laut Merah untuk bebaskan mereka dari perbudakan bangsa Koptik yang membunuhi anak lelaki dan mengeksploitasi anak wanita Bani Israil. Tetapi sesampainya di tepi seberang, justru mereka ingin menyekutukan Allah! Tetapi di masa 40 hari turunnya Taurat, mereka malah menyembah patung sapi!
Inginkah mereka bernasib sama seperti lidah Balam (Balaam) yang kini tak henti menjulur? Lidah yang mengutuk sang Nabi setelah dahulu melantunkan ayat-ayat-Nya. Ia lebih memilih tenggelam dalam dunia daripada mulia bersama kalam-Nya. Inginkah mereka bernasib sama seperti Ashabus Sabt yang dikutuk menjadi kera? Yang hendak menipu Nabi Daud. Berniat mempermainkan aturan Allah. Larangan bekerja di hari Sabtu mereka akali dengan memasang jala di sore Jumat dan mengambilnya di Ahad pagi. Ternyata mereka telah melanggar fitrah perjanjian yang dahulu Allah ambil dari mereka sebelum lahir ke dunia. Mereka melupakan jawaban, “Balaa (ya, benar)” terhadap pertanyaan Tuhan, “A lastu birabbikum (bukankah aku tuhan kalian)?” Ironisnya, mereka diberi hati tapi bukan untuk menghayati. Diberi mata tapi bukan untuk memperhatikan. Diberi telinga tetapi bukan untuk mendengarkan.
Mereka lalai dari merenungi apa yang telah terjadi pada umat Nabi Nuh, pada kaum ‘Ad & Tsamud, pada penduduk Sodom & Madyan. Yang diazab. Musnah. Punah. Merasa amankah Bani Israil dari azab Tuhan yang mungkin saja tetiba bertandang di malam hari kala mereka sedang terlelap tidur? Merasa amankah mereka dari siksa-Nya yang bisa saja seketika datang pada waktu dhuha saat mereka sedang sibuk bermain? Memang azab sering Allah tunda. Allah perlakukan mereka dengan istidraj hingga binasa berangsur angsur, mengira tambahan nikmat karena Allah ridha padahal untuk memperkeras siksa. Andai manusia memilih jalan iman dan takwa, beristighfar dan menghidupkan ajaran nabinya, tentulah bukan hukuman yang mereka terima tetapi limpahan berkah dari bumi dan curahan rahmat dari langit.
Kedua belas kabilah Bani Israil (12 tribes) pun kami cerai-beraikan di penjuru muka bumi. Terdiaspora. Generasi mereka silih berganti tetapi semakin tidak takut Allah. Jika hendak berdosa mereka meremehkan seraya mengatakan, “Sayughfaru lanaa (ah, nanti juga kita diampuni).” Mereka Nampak mengolok pendosa padahal mereka juga melakukan dosa serupa kala mendapat kesempatan. Mereka gemar menyakiti para nabi seperti dahulu mereka menuduh Nabi Musa sebagai penyebab meningkatnya intimidasi Firaun. Memang demikian, tidaklah diutus seorang nabi pun melainkan umatnya ditimpa kesulitan agar semakin tunduk merendahkan hati. Tetapi kala generasi berikutnya dianugerahi kekayaan, mereka congkak dan durhaka. Mereka pun takut dan ragu maju berjuang di jalan-Nya.
Setali tiga uang dengan sebagian kaum muslimin yang dirasuki rasa takut berjihad di Badar karena minimnya persiapan dan perlengkapan. Mereka menyangka akan menghadapi kafilah dagang Abu Sufyan. Tetapi tak dinyana, Allah takdirkan mereka berjumpa dengan pasukan perangnya Abu Jahal. Padahal dengannya Allah hendak menghabisi kebatilan hingga ke akarnya. Allah hendak memenangkan kebenaran dan membungkam kebatilan meski banyak pendurhaka yang tak menyetujui. Hanya saja, rasa takut telah kadung menyelimuti dada sebagian kaum muslimin hingga sempat mendebat Rasulullah. Allah pun larang mereka lari tunggang langgang ke belakang jika sudah berhadapan dengan musuh. Sungguh siapapun yang lari ke belakang karena kepengecutan, maka ia sedang lari menuju kemurkaan dan Jahannam-Nya.
Allah ingatkan mereka agar tidak mengkhianati Allah, Rasul, dan amanat. Allah wanti-wanti bahwa memang takut berjuang karena mengkhawatirkan anak dan istri yang ditinggalkan adalah ujian ketakwaan. Allah janjikan bahwa siapa yang bertakwa, maka akan Dia karuniakan ampunan beserta furqan (kemampuan membedakan benar dan salah). Allah ingatkan mereka ketika Quraisy berunding di Darun Nadwah guna memutuskan apakah Muhammad baiknya dipenjara, dibunuh, atau diusir. Lalu akhirnya bulat rencana busuk mereka untuk mengirim para pemuda dari semua kabilah Quraisy. Mengepung rumah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hendak membunuh beliau. Lantas Allah selamatkan. Allah tidurkan para pengepung itu.
Allah ingatkan mereka dengan momen kala Musa dan Bani Israil telah terpojok di tepian Laut Merah. Laut membentang di hadapan. Firaun dan tentara berkuda terengah memburu di belakang. Lalu Allah belah lautan. Allah selamatkan dan bebaskan. Allah porakporandakan sejumlah bangunan peninggalan Firaun. Allah wariskan tanah Syam di timur dan tanah Mesir di barat untuk kerajaan Bani Israil kelak. Demikianlah sunnatul awwalin (hal yang selalu Allah perbuat kepada manusia sejak dulu). Tak peduli sebanyak apapun harta yang musuh habiskan, makar mereka akan Allah balas dengan ‘makar’ lebih dahsyat. Sempurna, janji Tuhan itu.
Badar pun berkecamuk. Dengan pongah Abu Jahal di atas kudanya ‘berdoa’, “Ya Allah, jika Al-Qur’an benar wahyu-Mu, maka hujanilah kami dengan bebatuan langit atau siksalah kami dengan azab pedih.” Adapun Nabi Muhammad, maka beliau bergemuruh dalam istighatsah menyejarah, “Ya Allah, andai pasukan Islam ini bertekuk lutut, niscaya Engkau takkan disembah di planet bumi.” Meski di permulaan perang Badar memang di atas kertas kaum muslimin akan kalah, tetapi Allah segera ijabah doa sang Rasul. Ribuan malaikat Dia terjunkan ke medan pertempuran Badar. Untuk menenangkan. Untuk memenangkan. Dan tidaklah kemenangan kecuali dari Allah semata. Bukan kalian yang membunuh dan melempar, tetapi Kami.
Maka setelah kegemilangan di Badar ini, tetaplah taati komando Allah dan Rasul sebab padanyalah kehidupan hakiki. Jangan sibuk mempertanyakan soal rampasan perang. Jangan lain di mulut lain di hati dengan meniru orang yang berujar, “Kami mendengar.” padahal tidak. Jika Al-Qur’an dibacakan, maka khusyuklah menyimak agar turun rahmat, agar hati bergetar, agar iman bertambah. Rutinkan senantiasa zikir setiap waktu, terlebih fajar dan petang. Ingatlah selalu nikmat Allah kala Dia jayakan kalian yang sedikit lagi lemah. Teruslah berjihad mendakwahi mereka hingga api kemusyrikan padam dan agama seluruhnya hanya untuknya. Jika mereka menghentikan kemusyrikan, niscaya mereka akan Allah ampuni. Namun, jika mereka berpaling, maka Allah-lah pelindung kaum mukminin. Dia sebenar-benar pelindung dan sebaik-baik penolong.
Untuk mendapatkan file dalam bentuk PDF silakan download di:
Penulis: Nur Fajri Romadhon
Last Updated on November 6, 2020 by admin
Tag:azab, Bani Israil, Berhala, Istighfar, Jihad, muslim, Perang Badar, Quraisy, Rampasan Perang, Takwa

