Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱذۡكُرُواْ
dan berdzikirlah kamu
ٱللَّهَ
Allah
فِيٓ
dalam
أَيَّامٖ
beberapa hari
مَّعۡدُودَٰتٖۚ
berbilang
فَمَن
maka barang siapa
تَعَجَّلَ
cepat-cepat
فِي
dalam
يَوۡمَيۡنِ
dua hari
فَلَآ
maka tidak
إِثۡمَ
berdosa
عَلَيۡهِ
atasnya/baginya
وَمَن
dan barang siapa
تَأَخَّرَ
mengakhirkan
فَلَآ
maka tidak
إِثۡمَ
berdosa
عَلَيۡهِۖ
atas/baginya
لِمَنِ
bagi orang
ٱتَّقَىٰۗ
bertakwa
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّكُمۡ
bahwasanya kamu
إِلَيۡهِ
kepadaNya
تُحۡشَرُونَ
kamu dikumpulkan
وَٱذۡكُرُواْ
dan berdzikirlah kamu
ٱللَّهَ
Allah
فِيٓ
dalam
أَيَّامٖ
beberapa hari
مَّعۡدُودَٰتٖۚ
berbilang
فَمَن
maka barang siapa
تَعَجَّلَ
cepat-cepat
فِي
dalam
يَوۡمَيۡنِ
dua hari
فَلَآ
maka tidak
إِثۡمَ
berdosa
عَلَيۡهِ
atasnya/baginya
وَمَن
dan barang siapa
تَأَخَّرَ
mengakhirkan
فَلَآ
maka tidak
إِثۡمَ
berdosa
عَلَيۡهِۖ
atas/baginya
لِمَنِ
bagi orang
ٱتَّقَىٰۗ
bertakwa
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّكُمۡ
bahwasanya kamu
إِلَيۡهِ
kepadaNya
تُحۡشَرُونَ
kamu dikumpulkan
Terjemahan
Berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.
Tafsir
(Dan berzikirlah kepada Allah) dengan membaca takbir ketika melempar jumrah (pada beberapa hari yang berbilang), yakni pada hari-hari Tasyrik yang tiga. (Barang siapa yang ingin cepat-cepat), maksudnya ingin cepat berangkat dari Mina (dalam dua hari), artinya pada hari yang kedua hari tasyrik setelah melempar jumrah-jumrahnya, (maka tiadalah ia berdosa) dengan tindakan itu. (Dan barang siapa yang ingin mengundurkannya) hingga ia bermalam pada malam ketiga dan melempar jumrah-jumrahnya, (maka tiadalah ia berdosa) dengan perbuatannya itu. Jadi mereka diberi kesempatan untuk memilih tanpa memikul dosa apa pun (yakni bagi orang-orang yang bertakwa) kepada Allah dalam ibadah hajinya, karena pada hakikatnya itulah haji yang sebenarnya. (Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya), yakni di akhirat yang nantinya amal perbuatanmu akan mendapat balasan dari-Nya.
Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan hari-hari yang berbilang ialah hari-hari tasyriq (menjemur dendeng); juga dikenal dengan sebutan hari-hari yang telah diketahui, yaitu hari belasan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (Al-Baqarah: 203) Yang dimaksud dengan berzikir ialah bertakbir dalam hari-hari tasyriq sesudah shalat lima waktu, yaitu: Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir menceritakan hadits berikut, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hari Arafah dan hari Kurban serta hari-hari tasyriq adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, ia adalah hari-hari makan dan minum.
Imam Ahmad meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Abul Malih, dari Nabisyah Al-Huzali yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hari-hari tasriq adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah. Imam Muslim meriwayatkan pula hadits ini. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadits Jubair ibnu Mut'im yang bunyinya mengatakan: Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf, dan hari-hari tasyriq adalah hari kurban.
Telah disebutkan pula hadits Abdur Rahman ibnu Ya'mur Ad-Daili, yang bunyinya mengatakan: Hari-hari Mina adalah tiga hari. Maka barang siapa yang ingin cepat berangkat dari Mina sesudah dua hari, tiada dosa bag-nya; dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim dan Khallad ibnu Aslam; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan berzikir kepada Allah.
Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Saleh, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ menyuruh Abdullah ibnu Huzafah untuk berkeliling di Mina menyampaikan seruan berikut: Janganlah kalian melakukan puasa pada hari-hari ini, karena sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengutus Abdullah ibnu Huzafah pada hari-hari tasyriq untuk menyerukan pengumuman berikut: Sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah, kecuali bagi orang yang diwajibkan puasa atas dirinya sebagai ganti dari berkurban.
Dalam riwayat ini terdapat tambahan yang baik dan memperjelas makna, tetapi mursal. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Hisyam, dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Amr ibnu Dinar, bahwa Rasulullah ﷺ mengutus Bisyar ibnu Suhaim untuk menyerukan maklumat berikut pada hari-hari tasyriq, yaitu: Sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah. Hasyim meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari ‘Atha’, dari Siti Aisyah yang menceritakan: Rasulullah ﷺ melarang puasa pada hari-hari tasyriq. Beliau bersabda bahwa hari-hari tasyriq itu merupakan hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Hakim ibnu Hakim, dari Mas'ud ibnul Hakam Az-Zurqi, dari ibunya yang menceritakan: Sesungguhnya aku benar-benar melihat Ali yang sedang mengendarai hewan bigal putih Rasulullah ﷺ, lalu ia berhenti diperkemahan orang-orang Anshar seraya mengatakan seruan berikut: "Wahai manusia, sesungguhnya hari-hari ini bukanlah hari-hari puasa, melainkan hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah." Miqsam meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayyamam ma'dudat atau 'hari-hari yang berbilang' adalah hari-hari tasyriq, yaitu selama empat hari, dimulai dari Hari Raya Kurban hingga tiga hari berikutnya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, Abu Musa, ‘Atha’, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha'i, Yahya ibnu Abu Kasir, Al-Hasan, Qata-dah, As-Suddi, Az-Zuhri, Ar-Rabi' ibnu Anas, Adh-Dhahhak, Muqatil ibnu Hayyan, ‘Atha’ Al-Khurrasani, dan Malik ibnu Anas serta lain-lainnya. Ali ibnu Abu Talib mengatakan bahwa hari-hari tasyriq itu adalah tiga hari (yaitu Hari Raya Kurban dan dua hari sesudahnya). Berkurbanlah di hari mana pun yang kamu sukai (di antara ketiga hari itu).
Akan tetapi, yang paling utama ialah pada hari pemulaannya. Pendapat yang pertama lebih terkenal karena pendapat ini selaras dengan makna lahiriah yang ditunjukkan oleh firman-Nya: Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya. (Al-Baqarah: 203) Dengan demikian, makna lahiriah ayat ini menunjukkan tiga hari ditambah dengan Hari Raya Kurban sebelumnya, hingga jumlah keseluruhannya empat hari.
Hal tersebut berkaitan dengan makna firman-Nya: Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (Al-Baqarah: 203) Yakni melakukan zikir kepada Allah sewaktu melakukan kurban. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan bahwa pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah mazhab Imam Syafii rahimahullah, yaitu bahwa waktu untuk berkurban dimulai pada Hari Raya Kurban sampai dengan akhir hari-hari tasyriq. Berkaitan pula dengannya yaitu melakukan zikir sementara sesudah melakukan tiap-tiap shalat, dan zikir yang mutlak yang dianjurkan dalam semua keadaan.
Mengenai waktu berzikir ini banyak pendapat dari ulama yang mengatakannya, yang paling terkenal dan banyak diamalkan ialah dimulai dari shalat Subuh hari Arafah sampai dengan shalat Asar di akhir hari tasyriq, tepatnya di akhir waktu nafar yang terakhir. Sehubungan dengan waktu ini ada sebuah hadits yang membicarakannya, diriwayatkan oleh Imam Daruqutni, tetapi tidak shahih predikat marfu'-nya.
Sesungguhnya telah diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab melakukan takbir di dalam kemah kecilnya. Maka bertakbir pulalah semua orang yang ada di pasar karena takbirnya, hingga Mina bergetar oleh suara takbir semua orang. Berkaitan pula dengan hal tersebut yaitu membaca takbir dan zikrullah di saat melempar jumrah setiap hari di hari-hari tasyriq. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya telah disebutkan bahwa sesungguhnya tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan Marwah, dan melempar jumrah disyariatkan hanyalah untuk menegakkan zikrullah.
Setelah Allah menyebutkan perihal nafar awwal dan nafar sani, yaitu berpencarnya semua orang dari musim haji menuju ke berbagai negeri sesudah mereka melakukan ijtima'-nya. dalam manasik dan tempat-tempat wuquf, kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya. (Al-Baqarah: 203) Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Dan Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kalian di muka bumi ini, dan kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan. (Al-Muminun: 79)"
Dan berzikirlah kepada Allah dengan membaca takbir sesudah salat lima waktu dan ketika melontar pada hari yang telah ditentukan jumlahnya, yaitu hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Barang siapa mempercepat meninggalkan Mina setelah dua hari, tanggal 11 dan 12 Zulhijah, maka tidak ada dosa baginya. Dan barang siapa mengakhirkannya hingga tanggal 13 Zulhijah, tidak ada dosa pula baginya, yakni bagi orang yang bertakwa, yaitu orang-orang menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya di dalam berhaji. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya, yakni kamu semua akan dikumpulkan kepada-Nya kelak pada hari Kiamat. Demikianlah, Allah menjelaskan tata cara yang benar dalam melaksanakan ibadah haji yang disyariatkan bagi orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan perihal dua golongan manusia, yaitu orang munafik dan orang mukmin yang beramal mengorbankan harta dan jiwanya untuk mencari rida-Nya. Ayat 204-206 diturunkan berkenaan dengan seorang munafik bernama al-Akhnas bin Syuraiq aš-Šaqafi, yang setiap bertemu Nabi Muhammad ia memuji Nabi dan mengucapkan kata-kata yang mengagumkan Nabi. Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia, atau pembicaraannya di dalam kehidupan dunia, tidak di akhirat nanti mengagumkan engkau, wahai Nabi Muhammad, sebab ia mengatakan perkataan yang manis di hadapanmu, dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, yakni ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia beriman kepada engkau, padahal dia adalah penentang yang paling keras. Di akhirat akan terungkap bahwa isi hatinya tidak sesuai dengan ucapannya.
Setelah jamaah haji berada di Mina, kembali dari Arafah, sekali lagi Allah memperingatkan agar mereka berzikir mengingat Allah, yakni bertakbir pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari-hari tasyrik (11,12,13 Zulhijah) dengan meninggalkan kebiasaan pada zaman jahiliah, yaitu pada hari-hari itu mereka mengadakan rapat besar untuk bermegah-megah, menonjolkan jasa nenek-moyangnya, dan hal-hal lain yang menjadi kebanggaan masing-masing. Untuk ini, maka di kala Nabi Muhammad, selesai mengerjakan haji wada', beliau memberikan khutbah pengarahan di Mina, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Allah memerintahkan agar para jamaah haji berzikir mengingat Allah pada hari-hari tertentu. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hari-hari tertentu, yaitu tiga hari sesudah hari raya haji, tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah. Arti zikir dalam ayat ini adalah takbir dan dilakukan pada setiap selesai melakukan salat fardu dan pada setiap kali melempar jumrah. Dan lafal takbir tersebut adalah sebagai berikut:
Allah Mahabesar; Allah Mahabesar, Allah Mahabesar; Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Allah Mahabesar; Allah Mahabesar; Dan segala puji hanya untuk Allah.
Takbir sesudah salat Asar pada hari ketiga tasyrik merupakan takbir terakhir dalam rangka pelaksanaan perintah takbir yang disebutkan dalam ayat ini.
Para jamaah haji yang berada di Mina dua hari sesudah hari raya haji, boleh segera kembali ke Mekah. Mereka berada di Mina untuk melempar jumrah. Karena itu jamaah haji wajib bermalam di Mina hanya pada malam pertama dan kedua dari hari-hari tasyrik. Mereka boleh pula belakangan kembali ke Mekah, dengan demikian mereka berada di Mina selama tiga hari, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Mana saja dari dua hal tersebut yang dipilih dan dikerjakan oleh mereka, tidak ada dosa baginya, sekalipun yang kembali belakangan (3 hari di Mina) itu lebih afdal.
Ketentuan ini adalah satu penegasan dari Allah ﷻ untuk menghilangkan pendirian orang-orang jahiliah yang sebagian berpendapat bahwa orang yang segera kembali ke Mekah berdosa, dan sebagian lagi berpendapat bahwa orang yang terlambat kembali ke Mekah itulah yang berdosa. Bagi mereka yang bersegera kembali ke Mekah (dua hari sesudah hari raya) dinamakan nafar awal (rombongan pertama), sedangkan menunda sampai hari ketiga dinamakan nafar sani (rombongan kedua). Bagi nafar awal, mereka harus meninggalkan Mina pada hari kedua tasyrik, sesudah melontar jumrah dan sesudah tengah hari sebelum matahari terbenam.
Kalau mereka sampai waktu terbenamnya matahari belum juga meninggalkan Mina karena sesuatu sebab, maka nafar awal menjadi batal dan mereka harus bermalam lagi dan baru bisa meninggalkan Mina sesudah melontar jumrah pada hari ketiga tasyrik sesudah tengah hari.
Kelonggaran dan kesempatan memilih ini diberikan Allah kepada para jamaah haji karena kedua hal itu dapat dilaksanakan dengan penuh ketakwaan kepada Allah ﷻ Bagi yang bersegera karena takut melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti membunuh binatang-binatang terlarang, tidur dengan istrinya (bersanggama), dan hal-hal yang masih dilarang sesudah tahallul pertama sebelum tahallul kedua, dan bagi yang menunda, adalah karena ingin melakukan yang afdal dan meyakini bahwa dia sanggup menjauhi segala larangan tersebut.
Oleh karena pentingnya takwa dan untuk memantapkan takwa itu dalam hati, Allah swt, menekankan sekali lagi dengan firmannya:
.. Dan bertakwalah kepada Allah,... (al-Baqarah/2: 203)
Lalu disusul dengan kata-kata yang dapat menguatkan hati untuk bertakwa, yaitu:
.. Dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya?. (al-Baqarah/2: 203)
Seseorang yang mengetahui dan meyakini bahwa ia akan dikumpulkan di hari kemudian serta mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia, tentu akan lebih banyak berbuat kebaikan dan menambah takwanya kepada Allah swt
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 200
“Maka, apabila telah selesai manasik kamu."
Sekalian ibadah haji itu dinamai manasik, “Maka, sebutlah nama Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyang kamu, atau lebih lagi sebutan." Karena menurut riwayat lbnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, orang di zaman jahiliyyah bila selesai wukuf di Arafah dan telah berhenti berhari raya di Mina, berkumpullah mereka dengan gembira karena telah selesaiyangpokokdalam ibadah haji. Lalu, banyak mereka beromong, bercengkerama, terutama membangga-banggakan nama ayah dan nenek moyang mereka, bahwa bapaknya dahulu seorang dermawan dan menghormati tamu, bahwa neneknya dahulu seorang yang disegani. Tentu saja cerita yang demikian lebih melebihi dan terdiamlah orang yang tidak ada yang akan dibanggakan. Maka, datanglah ayat ini, disuruhlah orang yang telah beribadah karena Allah untuk meneguhkan takwa dan iman supaya di waktu di Mina itu pun perbanyakkan menyebut Allah sebagaimana dahulu menyebut nama ayah dan nenek moyang. Malahan lebih hendaknya dari itu. Karena apabila orang telah Islam, kebanggaannya bukanlah nenek moyang, melainkan iman dan amal saleh.
Kemudian, ayat pun meneruskan,
“Maka, adalah di antara manusia yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Berilah kepada kami (kebaikan) di dunia!' Namun, tidak ada baginya di akhirat pembagian."
Menurut penafsiran ibnu Abbas, adalah beberapa golongan dari Arab Badui itu, ketika mengerjakan wukuf, telah berdoa kepada, “Ya, Allah! Turunkan kiranya hujan di tahun ini, jadilah tahun ini tahun subur, jadikanlah tahun ini beroleh anak yang bagus." Tidak seorang jua pun yang mengingat berdoa untuk keselamatan di Hari Akhirat.
Menurut Abdullah bin Zubair, orang-orang yang di zaman jahiliyyah itu, bila mereka berhenti di Muzdalifah, mereka pun berdoa. Ada yang berkata, “Ya, Allah! Berilah aku rezeki unta!" Ada yang berdoa, “Ya, Allah! Berilah aku rezeki kambing-kambing!" Tegasnya tidak ada yang berdoa, “Ya, Allah! Berilah akan ke-selamatan di akhirat!"
Menurut Anas bin Malik, di zaman jahiliyyah itu mereka thawaf dalam keadaan telanjang sambil berdoa, “Ya, Allah! Berilah kami air hujan lebat untuk minum! Ya, Allah! Berilah kami kemenangan menghadapi musuh-musuh kami dan kembalikanlah kami dalam keadaan baik kepada keluarga kami!"
Begitulah kebiasaan orang di zaman jahiliyyah, yang diterangkan dalam ayat ini. Segala sesuatu yang berkenaan dengan dunia mereka mohonkan kepada Allah. Tanda yang mereka pentingkan ialah benda dan tidak sedikit juga mengingat memohon keselamatan untuk akhirat. Begitulah keadaan orang jahiliyyah, yang meskipun karena naik haji juga, karena haji itu memang sunnah sejak Nabi Ibrahim, tetapi yang mereka pentingkan hanyalah dunia. Lantaran yang mereka mohonkan itu hanya semata-mata dunia maka dunia itulah yang akan mereka dapat. Adapun di akhirat, mereka tidak akan mendapat bagian apa-apa.
Di sini, kita mendapat pengetahuan bahwa orang jahiliyyah pun naik haji, tetapi hanya semata-mata karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu. Hati mereka lebih terpaut kepada dunia.
Ayat 201
“Dan setengah mereka (pula) ada yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Berilah kami di dunia ini kebaikan dan di akhirat pun kebaikan (pula) dan peliharalah kami dari siksaan neraka.'“
Mereka ini bersama-sama naik haji, wukuf, mabit, dan berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ihram. Akan tetapi, yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak, dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Namun, golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan pula kebaikan ukhrawi, Hari Akhirat. Dan, kebaikan Hari Akhirat itu hendaklah dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohonkan hujan turun supaya sawah ladang subur. Dan, kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, mereka pun akan dapat berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka, kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat, dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama maka kesehatan badan, kekayaan, dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di Hari Akhirat kelak. Akan tetapi, kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bala bencana dan adzab di akhirat. Itu sebabnya, di ujung permohonan mereka kepada Allah, mereka memohonkan agar terhindar kiranya dari adzab api neraka di akhirat.
Doa yang kedua inilah yang baik. Niat mengerjakan haji dengan sikap jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Allah. Sebab itu, walaupun sampai kepada zaman kita sekarang ini, masihlah akan didapati kedua golongan itu di dalam masyarakat kita.
Ayat 202
“Mereka itu, untuk mereka adalah pembagian dari apa yang mereka usahakan."
Golongan pertama berusaha mencari kebajikan dunia saja. Golongan kedua berusaha mencari kebaikan dunia untuk beroleh kebaikan akhirat. Tiap langkah yang mereka langkahkan di dunia adalah untuk akhirat. Oleh sebab itu, di dalam ayat ini Allah telah memberikan janji-Nya dengan tegas bahwa segala usaha kepada yang baik tidak akan disia-siakan Allah. Yang mengejar kebaikan dunia saja akan dapat juga, tetapi mendapat anugerah duniawi yang tidak kekal, sedangkan yang mengusahakan dunia untuk akhirat, dia akan mendapat kedua kebaikan itu.
"Dan Allah yang amat cepat perkiraannya."
Tegasnya, ke mana pun haluan hidup manusia itu, baik semata-mata hanya menuju dunia maupun menuju dunia dan akhirat, tetapi jumlah perkiraan Tuhan akan cepat sekali didapati. Tidak akan lama dapat disembunyikan oleh manusia. Orang yang bertujuan hidup baik, dia akan segera jelas kebaikannya dan orang yang pura-pura akan segera pula kelihatan kepura-puraannya.
Amat cepat perkiraan Allah sehingga yang asal sabut akan lekas terbuntang, yang asal batu akan lekas terbenam. Di dalam orang mengerjakan haji pun akan demikian pula. Walaupun di zaman modern kita ini segala alat pengetahuan sudah sangat mudah, sehingga siapa yang mau sudah bisa naik haji, tetapi sepulang dari haji akan cepat juga diketahui yang haji untuk semata menuju kebaikan dunia dan mana pula yang haji menuju kebaikan dunia dan akhirat.
Ayat 203
“Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan itu."
Hari yang berkenaan dengan haji sudahlah ditentukan. Hari-hari itu ialah: pertama hari wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Sesudah itu, yang dinamai Hari Nahar, hari kesepuluh Dzulhijjah di Mina. Nahar berarti menyembelih kurban, yaitu setelah selesai melempar jamratul Aqabah sesampai kita di Mina, menurun dari Muzdalifah. Sesudah itu, bernama hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11 dan tanggal 12 atau dilanjutkan sampai kepada tanggal 13. Tasyriq berarti menjemur dendeng ketika matahari naik sebab banyak binatang yang disembelih. Selama hari-hari yang telah ditentukan itu hendaklah dipenuhi dengan menyebut nama Allah atau berdzikir. Dan, semuanya telah ditentukan oleh Allah, diajarkan oleh Nabi. Ketika wukuf di Arafah sampai kepada mabit di Muzdalifah kita mengucapkan talbiyah. Selama hari berhenti di Mina kita mengucapkan takbir (Allahu Akbar), tahmid (alhamdulillah), dan tahlil (laa ilaaha illallah), “Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar; laa ilaaha illallah, wallahu Akbar. Allahu Akbar wa lillahil-hamd." Dan berbagai dzikir yang lain. Dan, selama di Mina itu kita melontar (melempar) jamrah ketiganya: Jamratul Aqabah, Jamratul Ula, dan Jamratul Wustha, dengan batu kecil-kecil, masing-masing tujuh kali, menurut sunnah Nabi Ibrahim. Tiap-tiap batu kita lemparkan, kita ucapkan, “Bismillahi Allahu Akbar!"
“Maka, barangsiapa yang mempercepat dalam dua hari maka tidakkiah ada dosa atasnya." Mempercepat dua hari ialah sehabis tanggal 10 yang dinamai Hari Nahar lalu ditambah lagi dua hari, yaitu hari 11 dan 12 Dzulhijjah. Tidaklah salah dan tidaklah berdosa jika pulang saja sebab rukun-rukun yang penting telah selesai dikerjakan.
Supaya lekas terlepas dari kewajiban yang berat, sebaiknya sehabis melemparkan Jamratul Aqabah di hari kesepuluh, lekas-lekas ke Mekah langsung mengerjakan Thawaf Ifadhah dan sa'i. Dengan demikian, bila selesai sa'i boleh terus tahallul (mencukur atau menggunting rambut), terus tanggalkan pakaian ihram, dan kembali he Mina buat bermalam yang dua hari atau tiga hari itu. Apatah lagi di sana sekarang hubungan kendaraan-kendaraan bermotor telah sangat lancar. "Dan barangsiapa yang mentakhirkan yaitu memenuhi sampai hari ketiga belas, “Maka, tidaklah (pula) ada dosa atasnya" Sebab mempercepat atau mentakhirkan pulang bukanlah oleh karena sebab-sebab yang tidak baik. Misalnya, hendak lekas-lekas pulang karena telah bosan! Niscaya itu salah! Atau, mentakhirkan pulang karena riya, itu pun tidak baik. Sebab itu, dikunci dengan perkataan, “Yaitu, bagi barangsiapa yang takwa" Pendeknya, baik pulang terdahulu atau pulang terkemudian, pokoknya ialah takwa. Dan, takwa adalah dalam hati. Mungkin ada yang terburu pulang karena ada satu keperluan lain, apalah salahnya. Sebab, rukun-rukun penting telah selesai. Mungkin telah menunggu kapal terbang yang akan membawa kembali pulang ke tanah air akan berangkat nanti malam. Segera pulang tanggal dua belas ke Mekah, selesaikan Thawaf Ifadhah petang itu bagi siapa yang belum thawaf dan Thawaf Wada' (selamat tinggal) sekali, terus berangkat menuju Jeddah. Malamnya berangkat pulang. "Dan, takwalah kamu kepada Allah." Moga-moga berkesanlah ibadah hajimu ini, terlukis dengan indahnya dalam jiwamu.
“Dan ketahuilah bahwasanya kamu sekalian, kepada-Nyalah akan dikumpulkan."
Semuanya kita akan berkumpul kelak ke hadapan Allah di Hari Akhirat. Moga-moga berkumpul di Arafah, berkumpul di Muzdalifah, dan tiga hari di Mina menghidupkan dalam kenanganmu bahwa kelak akan berkumpul lagi kita ini, jauh lebih ramai, bahkan jauh lebih ramai dari perkumpulan yang sekarang.