Ayat
Terjemahan Per Kata
وَجَعَلَنِي
dan Dia menjadikan aku
مُبَارَكًا
seorang yang diberkati
أَيۡنَ
dimana
مَا
apa/saja
كُنتُ
adalah aku/berada
وَأَوۡصَٰنِي
dan Dia memerintahkan aku
بِٱلصَّلَوٰةِ
dengan sholat
وَٱلزَّكَوٰةِ
dan zakat
مَا
apa
دُمۡتُ
selama aku
حَيّٗا
hidup
وَجَعَلَنِي
dan Dia menjadikan aku
مُبَارَكًا
seorang yang diberkati
أَيۡنَ
dimana
مَا
apa/saja
كُنتُ
adalah aku/berada
وَأَوۡصَٰنِي
dan Dia memerintahkan aku
بِٱلصَّلَوٰةِ
dengan sholat
وَٱلزَّكَوٰةِ
dan zakat
مَا
apa
دُمۡتُ
selama aku
حَيّٗا
hidup
Terjemahan
Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada dan memerintahkan kepadaku (untuk melaksanakan) salat serta (menunaikan) zakat sepanjang hayatku,
Tafsir
(Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada) maksudnya Dia menjadikan diriku orang yang banyak memberi manfaat kepada manusia. Ungkapan ini merupakan berita tentang kedudukan yang telah dipastikan baginya (dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan salat dan menunaikan zakat) Allah memerintahkan kepadaku untuk melakukan kedua hal tersebut (selama aku hidup).
Tafsir Surat Maryam: 27-33
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. Allah ﷻ berfirman, menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa pada hari itu, yaitu hendaknya dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun; karena dengan puasa, maka keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan puasa menjadi alasan baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada perintah Allah ﷻ dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong putranya dan membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa bayinya, mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti yang disebutkan oleh firman Allah ﷻ menyitir kata-kata kaumnya: Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam: 27) Yakni suatu perkara yang besar dosanya.
Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum Maryam pergi mencari-carinya.
Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga terhormat. Mereka merasa kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya; dan mereka bersua dengan seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, "Apakah kamu pernah melihat wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?" Pengembala sapi menjawab, "Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan yang belum pernah saya lihat sebelumnya." Mereka bertanya, "Apakah yang telah dilakukan sapimu?" Pengembala sapi berkata, "Tadi malam saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu." Abdullah ibnu Abu Ziyad mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang mengatakan bahwa pengembala itu menjawab, "Saya melihat cahaya yang terang." Maka mereka pergi menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu, tiba-tiba mereka berpapasan dengan Maryam.
Ketika Maryam melihat kaumnya, maka duduklah ia dan menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan berdiri di dekatnya. Mereka berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam: 27) Yaitu suatu perkara yang sangat berat dosanya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Makna yang dimaksud ialah hai wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun a.s. Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28) Yakni kamu berasal dari keluarga yang baik lagi suci, terkenal dengan kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya.
Maka mengapa hal seperti itu kamu lakukan? Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Yang dimaksud ialah saudara Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya. Perihalnya sama dengan seseorang dari Bani Tamim dipanggil 'hai saudara Tamim', dan dari Bani Mudar dipanggil 'hai saudara Mudar'. Menurut pendapat yang lain, Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di kalangan mereka yang bernama Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama dengan lelaki saleh itu.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka (Bani Israil) menyerupakan Maryam dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di kalangan mereka bernama Harun; riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Sa'id ibnu Jubair. Hal yang lebih aneh dari kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut ini. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hijistani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan Harun alias juga saudara perempuan Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam suatu peti (waktu itu Musa masih bayi).
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 11) Pendapat ini keliru sama sekali, karena sesungguhnya Allah ﷻ telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya (Al-Qur'an), bahwa sesudah para rasul Dia mengiringi mereka dengan Isa sesudah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi sesudahnya selain Nabi Muhammad ﷺ sebagai penutup para nabi. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku adalah nabi yang paling berhak terhadap (Isa) putra Maryam, karena sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia. Seandainya keadaannya seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, tentulah Isa bukan termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad ﷺ Dan tentulah Isa berada sebelum Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah ﷻ telah menyebutkan bahwa Daud sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperangai Bawah pimpinannya) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 246) Dan dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan: dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251) hingga akhir ayat.
Hal yang mendorong Al-Qurazi berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang tertera di dalam kitab Taurat. Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil keluar dari laut (yang dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di dalam laut itu, Maryam binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun) memukul rebana bersama kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani Israil.
Kemudian Al-Qurazi beranggapan bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah ibu Isa. Padahal pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan yang fatal karena pada hakikatnya Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam saudara perempuan Musa a.s. Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi dan orang-orang saleh mereka. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia pernah mendengar ayahnya menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah ibnu Wa-il, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengutusnya ke negeri Najran.
Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya kepadanya, "Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun'. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak masa yang amat jauh?" Al-Mugirah ibnu Syu'bah tidak dapat menjawab. Ketika ia pulang, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka dahulu biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka? Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Sammak dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih garib, yakni kalau tidak hasan, sahih, atau garib; kami tidak mengenalnya, melainkan melalui hadis Ibnu Idris.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sa'id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, ia pernah mendapat berita bahwa Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa yang dimaksud bukanlah Harun saudara lelaki Musa a.s. Maka perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah, "kamu dusta." Ka'b menjawab, "Wahai Ummul Muminin, sesungguhnya Nabi ﷺ pernah mengatakannya bahwa beliau lebih mengetahui dan lebih teliti.
Jika Nabi ﷺ tidak mengatakannya, maka sesungguhnya saya menjumpai jarak masa di antara mereka ada enam ratus tahun." Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan tetapi, jawaban Ka'b yang mengatakan jarak masa enam ratus tahun masih diragukan kebenarannya. Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) hingga akhir ayat. Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang dikenal akan kesalehannya, mereka sama sekali tidak pernah berbuat kebobrokan.
Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan kesalehannya, dan keturunan mereka pun berpegang teguh kepada tradisi kesalehan itu. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, dan keturunan mereka terkenal pula dengan keburukan itu. Harun terkenal saorang yang saleh lagi dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi Harun di sini bukanlah Harun saudara lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa saat Harun meninggal dunia, jenazahnya dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu orang Bani Israil yang semuanya bernama Harun. Firman Allah ﷻ: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih ada dalam ayunan? (Maryam: 29) Yakni ketika mereka mencurigai keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang dialaminya, serta mengatakan kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya berbuat tidak senonoh dan melakukan perbuatan zina.
Saat itu Maryam sedang puasa dan tidak bicara, maka ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah anaknya, dengan maksud agar mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih bayi. Maka mereka menjawab dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan mempermainkan mereka: Bagaimanakah kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29) Maimun ibnu Mahran mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) dengan maksud bahwa hendaknya mereka berbicara langsung dengan bayinya.
Maka mereka merasa terkejut mendapat jawaban demikian seraya mengatakan, "Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan anak yang masih dalam usia ayunan?" As-saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka marah dan mengatakan, "Sungguh ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang lebih parah daripada perbuatan zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita berbicara dengan bayi ini." Mereka berkata, "bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29) Yakni anak yang masih dalam usia ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia dapat berbicara.
Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah. (Maryam: 30) Mula-mula kalimat yang diucapkan Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan membersihkan-Nya dari sifat beranak, kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah. Firman Allah ﷻ: Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) Kalimat ini dimaksudkan membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang dilontarkan oleh kaumnya. Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan yang tidak senonoh terhadap ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada ibunya.
Maka ia melepaskan payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri seraya berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam: 31) Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa mengangkat jari telunjuknya ke atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku Al-Kitab (Injil). (Maryam: 30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan memberiku Al-Kitab dalam ketetapan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Attar, dari Abdul Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan menguasainya sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menyitir kata-katanya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) Akan tetapi, Yahya ibnu Said Al-Attar orangnya berpredikat matruk yakni hadisnya tidak terpakai.
Firman Allah ﷻ: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Mujahid dan Amr ibnu Qais serta As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menjadikan Isa seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain dari Mujahid, Isa adalah seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum) mengatakan bahwa seorang yang berilmu bersua dengan seorang yang berilmu lagi lebih daripadanya, lalu orang yang berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya, "Semoga Allah merahmati kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku (menurutmu)?" Ia menjawab, "Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara mungkar.
Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang disampaikan oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya." Ulama fiqih telah sepakat tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika ditanyakan, "Apakah keberkatannya?" yang ditanya menjawab, "Amar ma'ruf dan nahi munkar di mana pun ia berada." Firman Allah ﷻ: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Sama pengertiannya dengan firman Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99) Abdur Rahman ibnul Qasim telah meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam jawabannya menyebutkan perkara yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan terhadapnya.
Firman Allah ﷻ: dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32) Yakni Allah memerintahkan pula kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah ﷻ menyebutkan berbakti kepada orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab Allah ﷻ sering menyebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya dan taat kepada kedua orang tua. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23) Dan firman Allah ﷻ: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14) Adapun firman Allah ﷻ: dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) Maksudnya, Allah tidak menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi sombong, tidak mau menyembah dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada ibuku, yang akibatnya aku menjadi orang yang celaka.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah orang yang tega membunuh karena marah. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya, melainkan kamu jumpai dia berwatak sombong lagi celaka. Kemudian ia membacakan firman Allah ﷻ: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang berperangai buruk, melainkan kamu jumpai dia orang yang angkuh lagi sombong.
Kemudian ia membacakan firman-Nya: dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36) Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita melihat putra Maryam menghidupkan orang-orang mati serta menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit supak dengan seizin Allah. Maka wanita itu berkata, "Beruntunglah bagi orang yang mengandungmu, beruntunglah bagi orang yang menyusukanmu." Maka Nabi Isa a.s.
berkata menjawabnya, "Beruntunglah bagi orang yang membaca Kitabullah dan mengikuti petunjuk yang ada di dalamnya, serta bukan menjadi orang yang sombong lagi celaka." Firman Allah ﷻ: Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 33) Hal ini membuktikan akan predikat dirinya sebagai hamba Allah ﷻ dan bahwa Isa adalah seorang makhluk Allah yang hidup dan mati serta dibangkitkan sebagaimana makhluk lainnya. Akan tetapi, Isa diselamatkan dari semua fase tersebut yang merupakan fase-fase yang paling berat dirasakan oleh semua hamba Allah."
Dan ketahuilah bahwa Dia juga menjadikan aku seorang yang diberkahi dengan berbagai rahmat di mana dan kapan saja aku berada, dan Dia juga memerintahkan kepadaku untuk menunaikan salat dan membayar zakat dari rezeki yang kudapatkan, selama aku hidup.
32. Allah juga memerintahkan aku untuk santun, taat, dan berbakti kepada ibuku, dan Dia juga tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka, karena hal itu merupakan sifat dan sikap yang tercela. '.
Selanjutnya Isa kecil mengatakan, Allah akan menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, karena aku memberi manfaat kepada manusia dan memberi petunjuk kepada mereka ke jalan kebahagiaan; Allah telah memerintahkan aku untuk mendirikan salat karena dalam mendirikan salat itu terkandung perbuatan membersihkan diri dari berbagai macam dosa lahir dan batin, Allah juga memerintahkan aku untuk menunaikan zakat selama aku hidup di dunia. Zakat bertujuan untuk membersihkan harta, jiwa dan memberi bantuan kepada fakir miskin.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MARYAM MELAHIRKAN ISA A.S.
Ayat 27
“Maka dibawanyalah anak itu kepada kaumnya seraya mendukungnya."
Jelaslah pada pangkal ayat ini, bahwa setelah anak itu lahir di tempat yang terpencil itu, belumlah ada perhatian orang. Karena belum ada manusia yang datang ke sana.
Dan badan Maryam pun telah mulai kuat, sebab air tersedia dan kurma pun sedia. Maka setelah merasa dirinya segar dan kuat, di-dukungnyalah anak itu dan dia kembali ke tempat asalnya di Baitul Maqdis itu. Sudah pasti bahwa kedatangan Maryam, yang selama ini dikenal gadis berbudi, perawan atau anak dara suci, mendukung seorang anak kecil adalah mendatangkan heboh besar. Anak siapa yang digendongnya ini. Anak siapa yang disusukannya ini. Siapa agaknya yang telah mencederai kegadisannya. Niscaya tidaklah dapat ditutup hal itu, kian lama kian membuat heboh.
“Lalu berkatalah mereka, Ya Maryam! Sesungguhnya kau telah berbuat sesuatu yang hebat."
Sesungguhnya kau telah berbuat suatu perbuatan yang hebat, ngeri dan dahsyat sekali. Karena selama ini engkau dikenal saleh, kuat memegang ajaran agama. Tiba-tiba sekarang engkau datang mendukung seorang anak yang tidak terang siapa ayahnya!
Ayat 28
“Hai saudara perempuan Harun!"
Di pangkal ayat ini Maryam dipanggilkan dengan sebutan “Hai saudara perempuan dari Harun!" Sudah terang bahwa Harun yang dimaksudkan di sini bukanlah nabi dan rasul Harun, saudara daripada Nabi Musa. Sebab jarak di antara Musa dengan Isa itu terlalu jauh sekali. Menurut setengah riwayat, jarak itu tidak kurang dari 600 tahun.
Di dalam hadits shahih Muslim ada diriwayatkan, bahwa ketika sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama Mughirah bin Syu'bah pergi ke negeri Najran, yang menjadi pusat kegiatan kaum Nasrani (Kristen) di sebelah Selatan Tanah Arab di waktu itu, adalah orang-orang Nasrani itu menanyakan kepadanya, “Bagaimana kalian orang Islam! Kalian membaca dalam Al-Qur'an kalian “Ya ukhta Harun!" (Hai saudara perempuan Harun), padahal jarak Maryam dengan Harun itu sudah terlalu jauh." Kata Mughirah selanjutnya, “Setelah kembali ke Madinah aku tanyakan soal itu kepada Rasulullah. Lalu beliau jawab, “Mereka suka mengambil nama mereka dari nama nabi-nabi mereka dan orang-orang yang saleh sebelum mereka."
Tafsiran yang diberikan Nabi ﷺ kepada Mughirah bin Syu'bah ini sudah cukup, mele-bihi daripada berbagai tafsiran yang lain. Turun-temurun pemeluk-pemeluk agama yang saleh, baik dalam Yahudi atau dalam Nasrani atau dalam Islam, suka mengambil nama nabi-nabi atau nama orang-orang saleh untuk nama anaknya. Ingat saja nama ayah daripada Maryam ibu Isa ini. Nama ayahnya pun imran; senama dengan ayah Nabi Musa dan Nabi Harun. Saudaranya pun bernama Harun! Dan Nabi Harun memang Nabi yang terkenal lemah lembut. Bahkan sampai kepada zaman kemudian, beratus-ratus dan beribu-ribu tahun di belakang orang suka memakai nama nabi-nabi untuk nama anaknya.
Menurut penafsiran dari Qatadah, di zaman itu ada seorang Abid dan Saleh, yang telah mengurbankan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah dan berkhidmat di dalam masjid tempat shalat; namanya Harun. Maka oleh karena Maryam pun dari kecilnya telah diberikan ibunya kepada masjid untuk berkhidmat, sehingga samalah keadaannya dengan Abid yang bernama Harun itu, maka orang pun terbiasalah menyebut Maryam dengan “Saudara dari Harun", Maka dengan menyebut panggilan itu terlebih dahulu terkandunglah maksud memperingatkan kepada Maryam, bahwa orang yang semacam dia ini, yang selama ini dikenal saleh dan abid seperti Harun itu, tidaklah layak akan terjadi seperti ini. Apatah lagi, “Bukanlah ayahmu seorang yang jahat." Semua orang pun kenal akan ayahnya; seorang baik-baik, tidaklah ayahnya itu terkenal jahat, suka berlaku jahat kepada perempuan mana saja pun, atau berhubungan di luar nikah.
“Dan bukan pula ibumu seorang perempuan yang nakal"
“Baghiyya" kita terjemahkan dengan perempuan nakal yaitu perempuan lacur, yang disebut orang di zaman tafsir ini disusun perempuan tunasusila, yang berarti kekosongan budi, yang telah memperdagangkan kehormatannya. Maka ibumu, hai Maryam tidaklah dikenal termasuk golongan perempuan demikian. Sebab itu hal seperti ini, beranak padahal tidak ada suami, tidaklah pantas terjadi pada dirimu.
Di dalam surah Aali ‘Imraan kita pun telah tahu siapa “Imra atau Imrana", istri Imran, ibu Maryam. Dialah yang telah bernadzar kalau dia beroleh putra akan diserahkannya menjadi penjaga Baitul Maqdis. Kebetulan yang lahir bukan anak laki-laki, melainkan anak perempuan, namun nadzarnya itu dipenuhi juga, sehingga Maryam diasuh sejak kedinya oleh Zakariya dalam rumah suci itu. Nama ibu Maryam itu ialah Hannah atau Anna.
Itulah yang mereka desakkan kepada Maryam, apa sebab sampai terjadi hal semacam ini. Padahal Maryam dari keluarga baik-baik. Nabi Zakariya adalah suami dari kakak ibunya, dan ibunya pun seorang yang saleh, dan dia sendiri, Maryam dididik oleh seorang yang saleh pula! Dia tidak bisa menjawab dan tidaklah ada faedahnya jika dia sendiri yang menjawab. Lebih baik dia berdiam diri disertai puasa.
Ayat 29
“Maka berisyaratlah dia kepadanya."
Artinya, bahwa setelah didesak dengan bermacam-macam pertanyaan itu, sesuai dengan wahyu yang dia terima, Maryam pun mengisyaratkan tangannya kepada anak yang sedang didukungnya itu. yang berarti, “Tanyakan sajalah kepadanya!"
“Mereka pun berkata, “Bagaimana kami akan dapat bercakap dengan seorang yang masih dalam buaian, masih bayi?"
Yang tidak-tidak saja! Mana boleh dia akan dapat, menjawab pertanyaan kami? Anak kecil belum dapat bertutur?
Tiba-tiba,
Ayat 30
“Dia berkata,"
Isa al-Masih yang dalam buaian, dalam gendongan atau ayunan itu sendiri berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah!"
Niscaya terkejutlah orang-orang itu semuanya mendengar sendiri anak yang masih dalam ayunan itu telah bercakap-cakap dengan bahasa yang fasih. Al-Qurthubi menyalinian dalam tafsirnya bahwa setelah Isa mendengar mereka berkata demikian, manakan bisa anak-anak dalam ayunan akan dapat kami ajak bercakap-cakap, tiba-tiba Isa al-Masih yang masih menyusu melepaskan mulutnya dari susu ibunya, lalu diangkatnya telunjuknya yang kanan dan berkata, “Aku ini adalah hamba Allah!" Maka percakapannya yang pertama ialah pengakuan bahwa dirinya adalah hamba Allah, mengakui memperhambakan diri kepada Allah, sebagai juga makhluk-makhluk yang lain. Lalu diteruskannya perkataannya."Dia telah memberikan al-kitab kepadaku Meskipun dia masih sekecil itu, rupanya sudah disampaikan dengan perantaraan lidahnya, bahwa untuknya telah disediakan sebuah kitab tuntunan bagi seluruh isi alam ini, yaitu kitab Injil. Lalu sambungnya pula,
“Dan Dia telah menjadikan daku seorang Nabi."
Dan katanya selanjutnya,
Ayat 31
“Dan Dia telah menjadikan daku seorang yang diberi bahagia di mana saja aku benada."
Artinya, bahwasanya di mana saja aku berada kelak dan ke mana saja aku pergi, Allah akan selalu menganugerahkan kebahagiaan bagiku dan bagi orang-orang yang percaya akan seruanku; sebab aku adalah nabi, pembawa petunjuk dari Allah.
“Dan Dia telah mewajibkan daku bershalat dan berzakat selama aku hidup."
Bershalat menyembah Allah dan berzakat, yaitu membersihkan harta bendaku daripada perangai bakhil, melainkan hendaklah bersikap murah tangan murah hati kepada sesama manusia."Selama aku hidup", aku mesti menegakkan ajaran yang demikian.
Ayat 32
“Dan Dia jadikan daku berbakti kepada ibuku."
Yakni ibu yang telah melahirkan daku, ibu yang telah banyak menderita lantaran kelahiranku yang luar biasa ini. Ibu yang saleh. Sebagai seorang putra aku akan tetap berbakti kepadanya, dan itulah salah satu ajaran yang wajib aku pegang.
“Dan Dia tidaklah menjadikan daku seorang yang sombong, seorang yang celaka."
Artinya bahwa aku akan menyampaikan semuanya ini, sebagai seorang nabi yang mem-bawa sebuah kitab suci dengan sikap lemah lembut, bukan sombong, bukan celaka, bukan durjana, bukan memaksakan paham dengan kekerasan.
Ayat 33
“Maka keselamatantah atas diriku di hari aku dilahirkan."
Janganlah sampai kekurangan suatu apa hendaknya, karena lahirku ganjil, lain dari yang lain."Dan di hari aku mati," kelak jangan sampai menjadi fitnah.
“Dan di hari aku akan dibangkitkan hidup kembali."
Yaitu di hari akhirat kelak. Karena tiap-tiap makhluk Allah akan dihidupkan kembali, kehidupan yang kekal di hari Kiamat. Sedangkan Kiamat itu sendiri artinya ialah bangun.
Maka Nabi Isa al-Masih memohonkan kepada Allah agar dia selamat dalam tiga per-gantian hidup itu. Pertama, di hari dia mulai terbuka mata menghadapi hidup di dunia. Kedua, di alam kubur selepas maut, yang dinamai juga alam barzakh. Ketiga, di hari Kiamat ketika dibangkitkan kembali.
Sekianlah perkataan Isa al-Masih yang masih dalam buaian ibunya itu. Sesudah selesai bercakap itu dia pun menyusu, kembali seperti biasa anak kecil. Demikian menurut riwayat dari al-Kalbi.
Dalam hal ini terdapat juga perselisihan penafsiran di antara ahli-ahli tafsir. Ada yang mengatakan bahwa dia bercakap demikian ialah sesudah dia besar. Kata mereka tidaklah mungkin di masa kecilnya itu dia bercakap mengatakan dia menjadi nabi diutus Allah. Kata mereka, manakan tahu anak kecil bahwa dia diutus Allah menjadi rasul. Tetapi dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, ada tersebut bahwa Rasulullah ada menjelaskan bahwa anak kecil yang masih dalam buaian yang ditakdirkan Allah dapat bercakap itu hanya tiga orang, satu di antaranya ialah Sayyidina Isa al-Masih.
Ayat 34
“Itulah dia Isa anak Maryam."
Demikianlah kelahirannya ke dunia, tidak lebih tidak kurang. Allah menakdirkan kelahirannya demikian. Dihantarkan guliga dirinya oleh malaikat, kepada ibunya, perawan yang suci, yang dipuji Allah kesalehannya dan dibersihkan Allah pendidikannya."Perkataan yang benar" dan yang selainnya adalah khayatan manusia yang payah buat dipertanggungjawabkan.
Maka tidaklah benar kalau dikatakan bahwa Adam dan Hawa berdosa karena memakan buah kayu yang terlarang, lalu Allah “bingung" bagaimana akan menghukum Adam yang telah berdosa itu. Akan dihukum, padahal Allah bersifat kasih dan sayang. Akan dibiarkan saja, padahal Allah bersifat adil, pasti menghukum yang bersalah. Setelah beribu tahun kebingungan, lalu Allah mendapat “jalan keluar" lalu Dia sendiri memutuskan datang ke dunia, menjelma ke dalam diri Maryam Perawan Suci, bermukim di sana 9 bulan, lalu lahir; maka itu putra sulung Allah.
Itu adalah khayatan, dan tidaklah benar!
“Yang hal-ihwal itu telah mereka perselisihkan."
Mereka berselisih. Ada yang mengatakan bahwa Isa al-Masih itu adalah satu dari tiga oknum yang berpadu, yang menjadi satu sama dengan tiga dan tiga sama dengan satu. Itulah Tuhan Bapak, yaitu Allah. Tuhan Putra, yaitu al-Masih dan Tuhan Ruh Suci.
Setengah di antara mereka mengatakan Yesus itu adalah mempunyai dua tabiat; Lahut (Ketuhanan) dan Nasut (Kemanusiaan).
Perselisihan yang lebih hebat lagi ialah bahwa orang Yahudi tidak mau mengakui kenabiannya, malahan ada yang tidak mempercayai kekuasaan Allah menciptakan Isa al-Masih lahir ke dunia menurut jalan yang di luar dari biasa, lalu dikatakannya al-Masih itu anak yang lahir karena perzinaan. Ada pula yang menuduhnya seorang pandai sihir.
Ada pula yang mengatakan bahwa Isa al-Masih itu adalah putra dari Yusuf. Tukang Kayu, yang setelah al-Masih lahir kawin dengan Maryam.
Menurut riwayat pula dari Abdurrazzaq, yang diterimanya dari Ma'mar, dari Qatadah; adalah empat macam perselisihan mereka itu tentang Isa al-Masih. Satu golongan mengatakan; Isa itulah Allah, turun ke bumi, menghidupkan yang hidup mematikan yang mati, kemudian dia pun naik kembali ke langit. Inilah pegangan dari kaum Yaiqubiyah (jacobin).
Yang kedua berkata, “Dia itu adalah anak Allah." Inilah kepercayaan kaum Nastouriyah.
Yang ketiga, “Isa itu adalah yang ketiga dari yang bertiga. Dia Allah, dia anak Allah dan dia Ruhul Qudus."
Ada juga yang mempercayai bahwa oknum yang ketiga itu ialah ibunya, Maryam!
Tetapi yang dijadikan keputusan atas kehendak Kaisar Costantin di Rapat (konsili) di Nicea ialah trinitas Allah Bapak, Allah Putra dan Allah Ruhul Qudus, yang satu di dalam tiga dan tiga di dalam satu.
Satu hal yang jadi bukti bahwa kitab Injil yang ada sekarang bukan lagi yang turun kepada Isa al-Masih, dan yang ditulis oleh Matius, Markus, Lukas dan Yohanes itu bukan wahyu, ialah tidak terdapatnya pada keempat kitab itu tentang Nabi Isa al-Masih bercakap-cakap membersihkan ibunya daripada tuduhan-tuduhan yang bukan-bukan itu, dan pengakuan bahwa dia akan menjadi Nabi dan mendapat kiriman Kitab (Injil) dari Allah. Keterangan yang jelas ini hanya ada dalam Al-Qur'an. Itulah sebabnya maka sekalian orientalis yang mengadakan studi terhadap Islam, tidak ada memberi komentar tentang berita yang penting ini.