Ayat
Terjemahan Per Kata
وَشَرَوۡهُ
dan mereka menjual
بِثَمَنِ
dengan harga
بَخۡسٖ
murah
دَرَٰهِمَ
beberapa dirham
مَعۡدُودَةٖ
berbilang/dihitung
وَكَانُواْ
dan mereka adalah
فِيهِ
padanya
مِنَ
dari
ٱلزَّـٰهِدِينَ
orang-orang yang tidak senang/tertarik
وَشَرَوۡهُ
dan mereka menjual
بِثَمَنِ
dengan harga
بَخۡسٖ
murah
دَرَٰهِمَ
beberapa dirham
مَعۡدُودَةٖ
berbilang/dihitung
وَكَانُواْ
dan mereka adalah
فِيهِ
padanya
مِنَ
dari
ٱلزَّـٰهِدِينَ
orang-orang yang tidak senang/tertarik
Terjemahan
Mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga murah, (yaitu) beberapa dirham saja sebab mereka tidak tertarik kepadanya.
Tafsir
(Dan mereka menjual Yusuf) orang-orang musafir itu membelinya dari tangan penimba air dan teman-temannya (dengan harga yang murah) kurang dari semestinya (yaitu hanya beberapa dirham saja) sekitar dua puluh atau dua puluh dua dirham saja (dan mereka) yakni saudara-saudara penimba air itu (merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf) kemudian rombongan musafir itu membawa Yusuf ke negeri Mesir selanjutnya Nabi Yusuf dijual oleh orang yang membelinya dengan harga dua puluh dinar, dua pasang terompah dan dua buah baju.
Tafsir Surat Yusuf: 19-20
Kemudian datanglah satu kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air mereka, lalu dia menurunkan timbanya dan berkata, "Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Dan mereka menjual Yusuf dengan harga murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Ayat 19
Allah ﷻ menceritakan apa yang dialami oleh Yusuf setelah ia dilemparkan oleh saudara-saudaranya di dalam dasar sumur, lalu ia ditinggalkan seorang diri di dalam sumur itu oleh saudara-saudaranya. Yusuf a.s. tinggal di dasar sumur itu selama tiga hari, menurut Abu Bakar bin Ayyasy. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah saudara-saudara Yusuf melemparkannya ke dalam sumur itu, mereka duduk-duduk di sekeliling sumur tersebut seraya memikirkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Maka Allah menggerakkan suatu kafilah ke arah Yusuf, dan mereka turun istirahat di dekat sumur tersebut. Lalu mereka menyuruh tukang mengambil air mereka untuk menimbakan air buat mereka. Setelah penimba air itu datang ke sumur tersebut dan menjulurkan timbanya ke dalam sumur, maka Nabi Yusuf bergantung kepada tali timba itu. Akhirnya ia keluar dari sumur itu, dan si penimba air merasa gembira dengannya, lalu berkata: “Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” (Yusuf: 19)
Sebagian ulama membacanya, "Ya Busyraya.'' As-Saddi menduga bahwa kata-kata ini adalah nama seorang yang dipanggil oleh si penimba air itu yang memberitahukan kepadanya bahwa dia telah mendapatkan (menemukan) seorang anak muda. Pendapat yang dikemukakan oleh As-Saddi ini garib (aneh), karena sesungguhnya As-Saddi belum pernah mengemukakan tafsir qiraat ayat ini kecuali dalam riwayat dari Ibnu Abbas. S
Sesungguhnya makna qiraat ini berarti me-mudaf-kan lafaz busyra kepada ya mutakallim, lalu ya idafah-nya dibuang, tetapi makna yang dimaksud menyatakan bahwa si pembicara menghendakinya. Keadaannya sama dengan kata-kata orang Arab, "Hai diriku, bersabarlah." dan "Hai pelayan, datanglah kepadaku!", yakni dengan membuang huruf idafah. Dalam keadaan seperti ini diperbolehkan bacaan kasrah dan rafa. Sedangkan penafsiran seperti itu merujuk kepada qiraat lain yang mengatakan, "Ya Busyraya".
Firman Allah ﷻ: “Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan.” (Yusuf: 19)
Yakni para pengambil air itu menjadikan Yusuf sebagai budak belian. Mereka mengatakan, "Kami telah membelinya dari pemilik air, karena takut iringan kafilah mereka ikut ambil bagian jika mereka mengetahui cerita yang sebenarnya." Demikianlah yang dikatakan Mujahid, As-Saddi, dan Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan.” (Yusuf: 19) Artinya, saudara-saudara Yusuf menyembunyikan identitas Yusuf, dan Yusuf sendiri tidak menyangkalnya karena dia merasa khawatir saudara-saudaranya akan membunuhnya bila ia menyebutkan identitas pribadinya yang sesungguhnya, bahwa dia adalah saudara mereka. Yusuf rela dirinya diperjualbelikan demi keselamatan dirinya.
Lalu saudara-saudara Yusuf bercerita kepada si penimba air itu bahwa Yusuf adalah budak mereka. Maka si penimba air kaum itu berseru memanggil teman-temannya: “Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” (Yusuf: 19) yang diperjualbelikan, dan saudara-saudara Yusuf menjualnya.
Firman Allah ﷻ: “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Yusuf: 19)
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan oleh saudara-saudara Yusuf dan orang-orang yang membelinya. Dengan kata lain, Allah berkuasa untuk mengubah hal itu dan menolaknya, tetapi kebijaksanaan dan takdirNya telah menentukan hal tersebut; maka Dia biarkan hal itu berlangsung sesuai dengan takdir dan apa yang telah direncanakanNya.
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-A'raf: 54) Di dalam ayat ini terkandung makna kiasan yang ditujukan kepada Rasulullah ﷺ, sekaligus sebagai pemberitahuan kepadanya bahwa Allah mengetahui semua gangguan yang menyakitkan dari kaum Rasulullah terhadap diri Rasul ﷺ. Dan Allah mampu untuk menangkal hal itu, tetapi sengaja Allah menangguhkan mereka dan membiarkan takdir-Nya berjalan, kelak Allah akan menjadikan hasil yang terpuji dan kekuasaan bagi Rasul-Nya atas mereka. Sama halnya seperti yang dilakukan Allah kepada Nabi Yusuf, Dia menjadikan hasil yang terpuji dan kekuasaan baginya atas saudara-saudaranya.
Ayat 20
Firman Allah ﷻ: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga murah, yaitu beberapa dirham saja.” (Yusuf: 20)
Allah ﷻ menceritakan bahwa saudara-saudara Yusuf menjual Yusuf dengan harga yang sangat murah. Demikianlah menurut Mujahid dan Ikrimah. Al-bakhs artinya murah, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya: “Maka ia tidak takut akan kekurangan pahala.” (Al-Jin: 13) Maksudnya, mereka menukar Yusuf dengan harga yang jauh di bawah standar atau sangat murah. Selain itu mereka (saudara-saudara Yusuf) adalah orang-orang yang sangat tidak menginginkannya. Bahkan seandainya pembeli itu memintanya tanpa imbalan apa pun, niscaya mereka tetap akan memberikan Yusuf kepadanya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa damir (mereka) yang terdapat di dalam firman-Nya: “Dan mereka menjualnya.” (Yusuf: 20) kembali kepada saudara-saudara Yusuf. Sedangkan menurut Qatadah, yang dimaksud dengan mereka adalah kelompok musafir itu. Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat karena firman-Nya: “Dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” (Yusuf: 20) Sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah saudara-saudara Yusuf saja, bukan orang-orang musafir itu; sebab orang-orang musafir itu merasa gembira dengan Yusuf, dan saudara-saudara Yusuf menyembunyikan identitas Yusuf yang sebenarnya.
Seandainya saudara-saudara Yusuf bukan orang-orang yang tidak tertarik hatinya kepada Yusuf, niscaya mereka tidak akan menjualnya. Dengan demikian, dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa damir yang terdapat pada lafaz syarauhu tiada lain maksudnya adalah saudara-saudara Yusuf. Menurut satu pendapat, lafaz bakhsin artinya haram, sedangkan pendapat lain lagi mengatakan zalim. Sekalipun makna-makna tersebut merupakan makna lafaz ini, tetapi makna yang dimaksud dalam ayat ini bukan demikian.
Permasalahannya telah diketahui dan dimengerti oleh semua orang, bahwa hasil jualan tersebut adalah haram, mengingat Nabi Yusuf adalah anak Nabi, cucu Nabi, cicit Nabi kekasih Allah, yaitu Nabi Ibrahim. Dia adalah orang mulia anak orang mulia anak orang mulia anak orang mulia. Sesungguhnya makna yang dimaksud dengan al-bakhs dalam ayat ini ialah kurang atau harga yang murah atau harga palsu di bawah standar. Dengan kata lain, mereka menjualnya dengan harga yang jauh di bawah standar. Dalam ayat selanjutnya disebutkan:
“Yaitu beberapa dirham saja.” (Yusuf: 20)
Dari Ibnu Mas'ud, disebutkan bahwa mereka menjual Yusuf dengan harga dua puluh dirham. Demikian pula menurut Ibnu Abbas, Nauf Al-Bakali, As-Saddi, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi; dan ditambahkan bahwa mereka membagi-bagi hasilnya, masing-masing orang dua dirham. Menurut Mujahid dua puluh dua dirham. Menurut Muhammad ibnu Ishaq dan Ikrimah empat puluh dirham.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” (Yusuf: 20) Itu karena mereka tidak mengetahui kenabian dan kedudukan Yusuf di sisi Allah ﷻ. Mujahid mengatakan bahwa setelah mereka menjual Yusuf, mereka mengikutinya dan mengatakan kepada sesama mereka, "Marilah kita ikuti dia sampai kita merasa tenang bahwa dia tidak minggat," hingga mereka mengikutinya sampai ke negeri Mesir. Lalu si pembeli berkata, "Siapakah yang akan membeli anak ini sebagai penghibur hatinya?" Maka Yusuf dibeli oleh seorang raja muslim.
Dan setelah musafir itu tiba di Mesir, mereka pun menjualnya yakni
Nabi Yusuf dengan harga rendah atau murah, yaitu beberapa dirham saja,
sebab mereka tidak tertarik kepadanya untuk memiliki dan mengambilnya
sebagai anak atau sebagai budak yang dipekerjakan. Setelah diuraikan bahwa Nabi Yusuf dijual oleh para kafilah dengan
harga murah, lalu ayat ini menjelaskan tentang keberadaan Nabi Yusuf
di tengah keluarga al-Aziz yang membelinya. Dan orang dari Mesir yang
membelinya, yaitu al-Aziz berkata kepada istrinya,1 Berikanlah kepadanya
tempat dan layanan yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita
setelah ia dewasa dan dapat membantu tugas-tugas kita, atau kita pungut
dia sebagai anak karena tampak dari raut mukanya, dia anak yang cerdas,
lagi rupawan, dan memiliki perawakan yang gagah. Dan demikianlah
setelah Kami selamatkan dia dari marabahaya, Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Nabi Yusuf di negeri Mesir berupa tempat tinggal dan jabatan bendaharawan di kemudian hari, dan agar Kami anugerahkan kenabian kepadanya, dan Kami ajarkan kepadanya takwil
mimpi serta rahasia-rahasia segala sesuatu. Dan Allah berkuasa terhadap
urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia yang menyekutukan Allah tidak
mengerti bahwa Allah berkuasa mengangkat derajat hamba-Nya.
Akhirnya sampailah kafilah itu ke Mesir dan di sana mereka jual Yusuf dengan harga yang murah sekali dibanding dengan mahalnya harga budak di negeri itu, apalagi Yusuf adalah seorang anak yang tampan dan segar bugar.
Para mufasir mengatakan tentang "beberapa dirham yang dihitung" bahwa yang pasti harganya kurang dari 40 dirham karena menurut adat kebiasaan di sana bila uang itu jumlahnya 40 dirham atau lebih, maka uang itu tidak dihitung lagi tetapi ditimbang. Mereka menjual Yusuf dengan harga yang begitu murah karena mereka khawatir kalau-kalau ada orang yang tahu bahwa Yusuf bukan budak, mengapa ia diperjualbelikan sedang dia adalah anak yang merdeka, anak orang baik. Karena kekhawatiran itulah mereka ingin cepat-cepat berlepas diri dari dia, asal mereka diberi uang berapa pun jumlahnya cukuplah bagi mereka. Rupanya sudah ditakdirkan Allah mereka menjual Yusuf kepada seorang penguasa yang amat berpengaruh di Mesir yaitu menteri yang kaya yang disebut al-Aziz agar dia mendapatkan kesempatan untuk menaiki kekuasaan dan kemuliaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YUSUF DIJUAL
Telah kita ketahui, Yusuf telah dimasukkan oleh saudara-saudaranya sendiri masuk sumur yang dalam, yang ada batu di dasarnya. Di sanalah dia duduk supaya jangan kedinginan terendam dalam air. Hatinya tenang menunggu nasib, sebab Malaikat sudah datang kepadanya menyatakan bahwa dia kelak akan bebas juga, bahkan akan menerangkan kepada saudara-saudaranya hal itu, sedangkan mereka tidak tahu siapa dia. Sedang dia termenung menunggu nasib itu, tidak lama antaranya,
Ayat 19
“Maka datanglah satu kafilah."
Di dalam ayat dituliskan sayyarah dan telah kita artikan kafilah, dan disebut orang Barat caravan, yaitu rombongan orang yang lalu lalang bersama-sama, musafir dari satu negeri ke negeri yang lain. Kafilah itu memerlukan untuk mengisi tempat-tempat airnya sebab perjalanan masih jauh. Biasanya, di mana saja sumur bertemu, mereka berhenti sejenak atau bermalam untuk mengisi tempat-tempat air. Karena airlah yang sangat diperlukan dalam perjalanan jauh itu, “Lalu mereka utus pencari air." Pencari air itu pun sampailah ke tepi sumur tempat Yusuf di-buangkan oleh saudara-saudaranya itu. “Maka diulurkannyalah timbanya." Timba yang telah diikat dengan tali panjang tentunya. Tiba-tiba setelah timba sampai ke dasar sumur, ketika ditarik kembali, Yusuf telah bergayut kepada tali timba itu supaya segera dapat naik. Tentu saja si pencari air segera tahu karena merasakan bahwa timbanya lebih berat dari air biasa, bahwa ada apa-apa, atau tegasnya ada orang yang mendapat kecelakaan bergantung pada tali timbanya itu. Rasa perikemanusiaannya mendorongnya untuk menarik orang yang bergantung itu lekas-lekas naik sehingga sampailah dia di atas! Alangkah terkejut si penarik tali timba demi melihat anak kecil (usia dua belas tahun) yang bergantung pada tali timbanya. Badan anak itu tidak kurang suatu apa, tidak ada tanda-tanda kecelakaan dan rupanya anak itu manis sehingga baru saja dilihatnya wajah anak itu, berserulah si penimba sumur, “Dia pun berkata, ‘Wahai, gembiraku! Ini ada anak laki-lakil'" Artinya, bukan orang dewasa yang susah buat diselesaikan dan bukan pula orang perempuan yang akan menjadi perkara sulit di belakang hari. Anak itu terus dibimbingnya, dibawanya kepada kepala kafilah. “Lalu mereka kurunglah dia akan jadi dagangan."
Sumur itu sepi terletak di padang pasir yang jauh dari kampung. Sebab itu, tidak jelas siapa yang empunya anak ini. Dan mereka pun, dengan takdir Allah Ta'aala, tidak pula hendak memeriksa lebih lanjut siapa ayah bundanya, sedangkan Yusuf pun berdiam diri saja. Mungkin sekali dia pun tidak ingin memberitahukan siapa orang tuanya karena enggan hendak kembali pulang mengingat nasibnya yang tergencet saudara-saudaranya. Lalu mereka kurunglah dia, mereka sembunyikan dan rahasiakan, karena ada niat hendak menjadikannya barang dagangan. Karena kalau terang siapa orang tuanya, tentu mereka wajib mengembalikan sebab tidak boleh memperniagakan orang merdeka.
Dalam beberapa tafsir dan juga dalam kitab Perjanjian Lama sendiri diterangkan bahwa ketika orang itu menimba sumur, saudara-saudara Yusuf ada di tempat itu. Dialah yang tawar-menawar dengan pemimpin rombongan musafir itu. Mereka katakan bahwa dia budak mereka yang lari. Sekarang, biar mereka jual saja asalkan musafir-musafir itu suka membeli.
Sedang kita menafsirkannya condong kepada yang pertama tadi. Menimba air sumur dilakukan, sedangkan tidak ada siapa-siapa pun di dekat sumur itu.
“Dan Allah Maha Mengetahui apa yang meteka kerjakan itu.
Meskipun dalam hati yang mengambil anak itu dari dalam sumur ada maksud tertentu, namun Allah lebih mengetahui apa pun maksud mereka. Dan di samping mereka ber-maksud buruk, Allah akan menjadikan maksud buruk mereka itu sebagai satu mata rantai yang akan menaikkan derajat martabat Yusuf.
Ayat 20
“Dan mereka juallah … dengan harga murah, beberapa dirham yang (dapat) dihitung."
Dipandang sebagai orang atau barang yang tidak berharga saja karena tidak terang siapa ibu bapaknya atau siapa penghulunya. Laksana pepatah orang Melayu “ditimpa durian runtuh", rezeki nomplok.
“Dan mereka adalah kurang suka kepadanya."
Maksud ujung ayat ini ialah menjelaskan bahwa tukang timba air dari sumur itu atau rombongannya itu kurang suka lama-lama Yusuf berada dalam rombongan mereka; takut kalau-kalau lama ditahan atau lama baru laku dijual, ketahuan oleh yang empunya anak. Mereka ingin lekas anak ini lepas dari tangan mereka sehingga kalau ada orang yang datang bertanya kelak, mereka akan mudah saja mengatakan tidak tahu-menahu. Itulah sebabnya, mereka jual murah-murah saja supaya lekas dibawa orang pergi dari mereka.
Kafilah Bani lsma'il atau orang Arab itu pun meneruskan perjalanan mereka ke Mesir. Sesampai di sana anak itu dibawa ke pasar budak, tempat orang menawar mahal dan berdapat harga. Yang membelinya itu ialah orang berpangkat tinggi dalam kerajaan Fir'aun. Ada yang menyebutnya Aziz Meshir, paduka yang mulia, pejabat tinggi, raja muda, orang yang kedua berkuasa di bawah Fir'aun.
Di dalam surah Yuusuf ini tidak disebut bahwa raja Mesir itu bergelar Fir'aun, padahal kelak di zaman Musa gelar Fir'aun itulah yang selalu disebut. Ahli sejarah mengatakan bahwa raja yang menguasai Mesir pada masa Yusuf itu bukanlah memakai gelar Fir'aun sebab mereka adalah keturunan bangsa Hyckson, yaitu Arab Purbakala yang mengembara sampai menaklukkan Mesir.
Ayat 21
“Dan berkatalah orang yang membelinya di Mesir itu kepada istrinya, ‘Hormatilah kedudukannya.'"
Artinya, janganlah anak yang pantas manis ini disamakan dengan kedudukan budak-budak dan hamba sahaya yang lain. Karena rupanya Paduka Yang Mulia telah melihat tanda-tanda pada wajah anak ini bahwa dia bukanlah bangsa yang harus diperbudak. Di wajahnya terbayang cahaya kecendekiawan dan kecerdasan. Beliau menyuruh sang istri menyediakan tempat terhormat baginya, tempat orang-orang yang terhormat, “Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita." Kata-kata inilah yang menunjukkan bahwa Paduka Yang Mulia melihat sesuatu dalam diri anak ini, yang akan berkembang kelak kemudian hari. Mungkin kelak dia akan menjadi orang besar, yang tentu saja Paduka Yang Mulia akan mendapat juga faedah dari kebesaran yang akan dicapai anak itu. Mana tahu! Ini adalah firasat.
Asy-Syihab menjelaskan dalam tafsirnya bahwa maksud memuliakannya itu ialah me-nyediakan tempat tidur yang terhormat, kamar yang pantas, beralaskan permadani dan seumpamanya, sebagaimana tetamu terhormat.
Satu tafsir menyatakan lagi bahwa setelah kafilah yang membawa Yusuf itu sampai di Mesir, dibelilah dia oleh Kepala Polisi Kerajaan lalu tinggal di rumah tuannya sebagai orang yang terhormat, bukan sebagai budak Kian sehari kian kelihatan inayah Allah me-limpahinya dan segala kejayaan mengelilinginya, sehingga si penghulu yang teramat mulia itu merasa bahwa sejak anak ini tinggal di dalam rumahnya berbagai macam saja kemenangan dan kejayaannya dalam jabatan yang dipikulnya. Itu sebabnya, dalam ucapannya kepada istrinya, Pejabat Tinggi itu meneruskan pula, “Atau kita angkat dia jadi anak." Tentu saja apabila dia telah dijadikan anak angkat, kedudukannya dalam gedung indah atau istana Paduka Yang Mulia itu bertambah dimuliakan lagi, sesuai dengan kedudukan orang yang mengangkatnya jadi anak.
Lalu tersebutlah pada lanjutan ayat, “Dan demikianlah Kami tempatkan Yusuf di negeri itu." Kalimat makkanna dalam ayat kita artikan “Kami tempatkan", yang berarti juga telah Kami kukuhkan, tidak terganggu lagi, tidak ada lagi yang membencinya sebagaimana di kala dia dibenci oleh abang-abangnya di kampung dahulu, di dalam rumah yang indah, anak angkat orang berpangkat tinggi dalam kehidupan yang sentosa, “Oleh karena hendak Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi-mimpi." Di dalam ayat ini sudah nyata bahwa selama menjadi anak angkat orang berjabatan tinggi Kepala Polisi Kerajaan atau Perdana Menteri, dan selama bertahun-tahun sejak dua belas tahun dia dalam gedung indah itu, sudah berangsur Allah mendidiknya, berangsur menumbuhkan dasar-dasar nubuwwat pada jiwanya, dengan yang pertama sekali ialah kesanggupan menakwilkan mimpi-mimpi.
Maka berfirmanlah Allah pada ayat selanjutnya, “Dan Allah-iah yang menang atas ketentuannya." Artinya, rencana busuk dari saudara-saudaranya yang sepuluh orang itu, menyingkirkan Yusuf dari orang tuanya, dengan tidak mereka sadari ialah untuk meng-antarkan Yusuf kepada orang yang ditentukan Allah untuk menjadi pengasuhnya dan jadi ayah angkatnya. Kalau dia masih di kampung, mungkin bahaya akan datang juga kepadanya. Lain rencana busuk manusia, lain pula rencana Allah. Setelah beradu di antara dua rencana, rencana insan dan rencana Allah, maka rencana Allah jualah yang menang,
“Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak tahu."
Ujung ayat ini adalah sindiran yang pedas bagi tiap-tiap manusia yang membuat rencana sendiri dengan melupakan kekuasaan Allah, melupakan bahwa kekuasaan Allah lebih daripada seluruh kekuasaan manusia di dalam dunia ini. Manusia berpayah-payah membuat rencana sendiri, namun kelak kemudian hari rencana dari Allah menertawakannya.
Ayat 22
“Dan tatkala dia telah sampai dewasa, Kami anugerahkanlah kepadanya hukum dan ilmu."
Usia dua belas tahun masuk ke dalam rumah itu, dijadikan anak angkat, diberi kepercayaan, disayangi dan dikasihi, dan Allah pun mulai sedikit demi sedikit mengajarkan tafsir mimpi. Maka dia pun bertambah besar dan bertambahlah dewasa. Datanglah usia yang penting dalam hidup manusia, yaitu masa kedewasaan. Badan bertumbuh demikian rupa dan akal pun bertambah cerdas. Di dalam ayat dijelaskan bahwa dia telah mulai pula dianugerahi Allah kesanggupan menentukan hukum.
Hukum ialah hasil penilaian terhadap sesuatu soal, di antara salahnya dan benarnya, di antara adilnya dan zalimnya, di antara indahnya dan buruknya. Sebagai anak angkat seorang yang berkuasa tinggi niscaya setiap hari dilihatnya ayah angkatnya memutuskan sesuatu perkara dan dia menyimak, mendengarkan, dan memerhatikan. Di samping dapat menentukan nilai sesuatu dan hukumnya, ilmunya secara umum pun bertambah pula.
Lalu timbul pertanyaan, “Mengapa selekas itu matang ilmunya?"
Ujung ayatlah yang menguraikan sebab lekas matangnya itu, Allah berfirman di penutup ayat,
“Dan demikianlah Kami membalas kepada orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan."
Kebajikan kita jadikan arti dari muhsinin. Orang yang muhsinin ialah orang yang selalu berbuat kebajikan dan selalu memperbaiki, selalu mempertinggi mutu usahanya, mening-kat naik. Sebab asal kata ialah dari ihsan. Ketika Jibril menanyakan kepada Rasulullah ﷺ apakah ihsan? Beliau telah menjawab, “Yaitu bahwa kamu memperhambakan diri kepada Allah, seakan-akan engkau melihat Dia. Maka jika kamu tidak dapat melihat Dia, namun Dia tetap melihat kamu." Maka kagumlah kita karena berkali-kali bertemu pujian kepada Yusuf di dalam surah ini. Dalam ayat 22 ini Allah Ta'aala sendiri yang memujinya sebagai seorang yang termasuk orang muhsinin. Kemudian pada ayat 36, dia dipuji lagi oleh kedua temannya dalam penjara dengan kata muhsinin juga. Ketiga, pada ayat 56 pujian dari Allah lagi. Keempat, ketika saudara-saudaranya yang belum kenal kepadanya kembali, memohon Bunyamin dibebaskan, karena mereka melihat bahwa dia adalah seorang penguasa yang termasuk muhsinin.
Ihsan dari kecil sampai tua inilah inti rahasia kemajuan hidup Nabi Yusuf a.s. kepada orang yang membencinya, dia pun berbuat ihsan.
Sebab itu, tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Sahabat Rasulullah, Abdullah bin Mas'ud, “Tiga orang yang sangat tepat firasatnya:
• Aziz Mesir yang menyuruh kepada istrinya supaya menyediakan kamar tidur yang layak bagi Yusuf.
• Anak perempuan yang mengusulkan kepada ayahnya di negeri Madyan supaya diupahkan menggembalakan kambing kepada pemuda yang kuat lagi setia itu (Nabi Musa).
• Ketika Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq mewasiatkan, jika dia meninggal, Umarlah yang pantas akan gantinya menjadi khalifah.
Oleh sebab itu, kemajuan Yusuf itu, di samping tuntunan Ilahi, ialah usahanya sendiri dan ikhtiarnya agar dia pun beroleh kemajuan, sehingga di dalam usia yang demikian muda— menurut riwayat Said bin Jubair dalam usia delapan belas tahun—dia telah mengerti tentang hukum dan keadilan serta telah bertambah ilmu pengetahuannya.