Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱللَّهُ
Allah
وَلِيُّ
pelindung
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
يُخۡرِجُهُم
Dia mengeluarkan mereka
مِّنَ
dari
ٱلظُّلُمَٰتِ
kegelapan
إِلَى
kepada
ٱلنُّورِۖ
cahaya
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
أَوۡلِيَآؤُهُمُ
pelindung mereka
ٱلطَّـٰغُوتُ
berhala
يُخۡرِجُونَهُم
mengeluarkan mereka
مِّنَ
dari
ٱلنُّورِ
cahaya
إِلَى
kepada
ٱلظُّلُمَٰتِۗ
kegelapan
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
أَصۡحَٰبُ
penghuni
ٱلنَّارِۖ
neraka
هُمۡ
mereka
فِيهَا
didalamnya
خَٰلِدُونَ
mereka kekal
ٱللَّهُ
Allah
وَلِيُّ
pelindung
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
يُخۡرِجُهُم
Dia mengeluarkan mereka
مِّنَ
dari
ٱلظُّلُمَٰتِ
kegelapan
إِلَى
kepada
ٱلنُّورِۖ
cahaya
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
أَوۡلِيَآؤُهُمُ
pelindung mereka
ٱلطَّـٰغُوتُ
berhala
يُخۡرِجُونَهُم
mengeluarkan mereka
مِّنَ
dari
ٱلنُّورِ
cahaya
إِلَى
kepada
ٱلظُّلُمَٰتِۗ
kegelapan
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
أَصۡحَٰبُ
penghuni
ٱلنَّارِۖ
neraka
هُمۡ
mereka
فِيهَا
didalamnya
خَٰلِدُونَ
mereka kekal
Terjemahan
Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan menuju cahaya (iman). Sedangkan orang-orang yang kufur, pelindung-pelindung mereka adalah tagut. Mereka (tagut) mengeluarkan mereka (orang-orang kafir itu) dari cahaya menuju aneka kegelapan. Mereka itulah para penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Tafsir
(Allah pelindung) atau pembela (orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan), maksudnya kekafiran (pada cahaya) atau keimanan. (Sedangkan orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan). Disebutkan di sini ikhraj atau mengeluarkan. Adakalanya sebagai imbangan firman-Nya, "Mengeluarkan mereka dari kegelapan", atau mengenai orang-orang Yahudi yang beriman kepada nabi sebelum dibangkitkannya, kemudian kafir kepadanya. (Mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya).
Tafsir Surat Al-Baqarah: 257
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ayat 257
Allah menceritakan bahwa Dia memberi petunjuk orang yang mengikuti jalan yang diridai-Nya ke jalan keselamatan. Untuk itu Dia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dari kegelapan, kekufuran, dan keraguan menuju kepada cahaya kebenaran yang jelas lagi gamblang, terang, mudah, dan bercahaya.
Orang-orang kafir itu penolong mereka hanyalah setan. Setanlah yang menghiasi mereka dengan kebodohan dan kesesatan. Setan mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari kebenaran kepada kekufuran dan kebohongan.
“Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 257)
Karena itulah dalam ayat ini Allah mengungkapkan lafal an-nur dalam bentuk tunggal, sedangkan lafal zalam (kegelapan) diungkapkan-Nya dalam bentuk jamak. Dengan kata lain, disebutkan demikian karena kebenaran itu hanya satu, sedangkan kekufuran itu banyak ragamnya yang semuanya adalah kebatilan. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (Al-An'am: 153)
“Dan mengadakan kegelapan dan terang.” (Al-An'am: 1)
“Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok.” (Al-Ma'arij: 37)
Dan ayat-ayat lain juga memberikan pengertian tentang ketunggalan kebenaran dan banyaknya kebatilan; dan bahwa kebenaran itu hanya satu, sedangkan kebatilan banyak ragamnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Maisarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Usman, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub ibnu Khalid yang mengatakan bahwa kelak seluruh umat manusia akan dibangkitkan; maka barang siapa yang kesukaannya adalah iman, maka fitnah (ujian)nya tampak putih bersinar, sedangkan orang yang kesukaannya adalah kekufuran, maka fitnahnya tampak hitam lagi gelap.
Lalu ia membacakan firman-Nya: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 257).
Mereka yang berpegang teguh pada tali yang kukuh tidak akan sendiri karena Allah selalu menemani dan melindungi-Nya. Allah adalah pelindung orang yang beriman. Dia memelihara, mengangkat derajat, dan menolong mereka. Salah satu bentuk pertolongan-Nya adalah Dia selalu terus menerus mengeluarkan dan menyelamatkan mereka dari kegelapan kekufuran, kemunafikan, keraguan, dorongan mengikuti setan, dan hawa nafsu, kepada cahaya keimanan dan kebenaran. Cahaya iman apabila telah meresap ke dalam kalbu seseorang akan menerangi jalannya, dan dengannya ia akan mampu menangkal kegelapan dan menjangkau sekian banyak hakikat dalam kehidupan. Dan sebaliknya, orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, baik dari kalangan jin maupun manusia, yang mengeluarkan mereka dari cahaya hidayah kepada kegelapan kesesatan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya, dan itu adalah tempat yang palik buruk.
Tidakkah kamu memperhatikan keadaan yang sangat menakjubkan dari peristiwa orang yang mendebat Ibrahim mengenai keesaan dan kekuasaan Tuhannya dalam memelihara makhluk-Nya, karena Allah telah memberinya kerajaan atau kekuasaan, dan ia sombong dengannya. Kekuasaan itu membuatnya merasa wajar menjadi Tuhan menyaingi Allah. Kekuasaan memang seringkali menjadikan orang lupa diri dan Tuhannya. Kekuasaan itu seharusnya disyukuri, tetapi dengan angkuh ia malah bertanya kepada Ibrahim, Siapa Tuhanmu' Ketika Ibrahim berkata, Tuhanku ialah Yang menghidupkan dengan meniupkan roh ke dalam tubuh dan mematikan dengan cara mencabutnya. Dia berkata dengan nada mengejek, Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan, yakni membiarkan hidup atau membunuh seseorang. Untuk menyudahi perdebatan, Ibrahim menunjukkan bukti kekuasaan Allah dengan berkata, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat. Maka bingunglah orang yang kafir itu dan tidak mampu menjawab tantangan itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim dan menolak mengikuti kebenaran.
Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman. Dialah yang mengeluarkan mereka dari kekafiran kepada cahaya iman dan petunjuk. Sedang orang-orang kafir itu, pelindung-pelindungnya adalah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya iman kepada kegelapan kekafiran. Mereka adalah penghuni-penghuni neraka pada hari kemudian, dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Apabila orang kafir itu pada suatu ketika mendapatkan sedikit cahaya petunjuk dan iman, maka setan segera berusaha untuk melenyapkannya, sehingga iman yang mulai bersemi itu menjadi sirna, dan mereka kembali kepada kegelapan.
Oleh sebab itu, iman yang telah tertanam dalam hati harus selalu dipelihara, dirawat dan dipupuk dengan baik sehingga ia terus berkembang dan bertambah kuat, dan setan-setan tidak akan dapat merusaknya lagi. Pupuk keimanan adalah: ibadah, amal saleh dan memperdalam ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran agama Islam.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TIDAK ADA PAKSAAN DALAM AGAMA
Menurut riwayat dari Abu Dawud, an-Nasa'i, ibnu Mundzir, Ibnu farir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Hibban, Ibnu Mardawaihi, dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas dan beberapa riwayat yang lain bahwasanya penduduk Madinah sebelum memeluk agama Islam, mereka merasa bahwa kehidupan orang Yahudi lebih baik dari kehidupan mereka sebab mereka jahiliyah. Sebab itu, di antara mereka ada yang menyerahkan anaknya kepada orang Yahudi untuk mereka didik dan setelah besar anak-anak itu menjadi orang Yahudi. Ada pula perempuan Arab yang tiap beranak tiap mati maka kalau dapat anak lagi, lekas-lekas diserahkannya kepada orang Yahudi. Oleh orang Yahudi, anak-anak itu diyahudikan. Selanjutnya, orang Madinah menjadi Islam, menyambut Rasulullah ﷺ Dan, menjadi kaum Anshar. Maka, setelah Rasulullah pindah ke Madinah, dibuatlah perjanjian bertetangga yang baik dengan kabilah-kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah itu. Akan tetapi, dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, perjanjian itu mereka mungkiri, baik secara halus maupun secara kasar. Akhirnya, terjadilah pengusiran atas Bani Nadhir yang telah dua kali didapati hendak membunuh Nabi (lihat tafsiran surah al-Hasyr). Lantaran itu, diputuskanlah untuk mengusir habis seluruh kabilah Bani Nadhir itu keluar dari Madinah. Rupanya ada pada Bani Nadhir itu anak orang Anshar yang telah mulai dewasa dan telah menjadi orang Yahudi. Ayah anak itu memohonkan kepada Rasulullah ﷺ supaya anak itu ditarik kepada Islam, kalau perlu dengan paksa. Si ayah tidak sampai hati dia sendiri memeluk Islam, sedangkan anaknya menjadi Yahudi. "Belahan diriku sendiri akan masuk neraka, ya Rasulullah!" kata orang Anshar itu. Di waktu itulah turun ayat ini,
Ayat 256
“Tidak ada paksaan dalam agama."
Kalau anak itu sudah terang menjadi Yahudi, tidaklah boleh dia dipaksa memeluk Islam. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi ﷺ hanya memanggil anak-anak itu dan disuruh memilih, apakah mereka sudi memeluk agama ayah mereka, yaitu Islam, atau tetap dalam Yahudi dan turut diusir? Menurut riwayat, ada di antara anak-anak itu yang memilih Islam dan ada yang terus menjadi Yahudi lalu berangkat dengan orang Yahudi yang mengasuhnya itu meninggalkan Madinah. Keyakinan suatu agama tidaklah boleh dipaksakan sebab “Telah nyata kebenaran dan kesesatan". Orang boleh mempergunakan akalnya untuk menimbang dan memilih kebenaran itu, dan orang pun mempunyai pikiran waras untuk menjauhi kesesatan."Maka barangsiapa yang menolak segala pelanggaran besar dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh, yang tidak akan putus selama-lamanyaAgama Islam memberi orang kesempatan untuk mempergunakan pikirannya yang murni guna mencari kebenaran. Asal orang sudi membebaskan diri dari hanya turut-turutan dan pengaruh dari hawa nafsunya, niscaya dia akan bertemu dengan kebenaran itu. Apabila arti kebenaran sudah didapat, niscaya iman kepada Allah mesti timbul, dan kalau iman kepada Allah Yang Tunggal telah tumbuh, segala pengaruh dari yang lain, dari sekalian pelanggaran batas, mesti hilang. Akan tetapi, suasana yang seperti ini tidak bisa dengan paksa, mesti timbul dari keinsafan sendiri.
“Dan Allah adalah Maha Mendengar, lagi Mengetahui."
Didengar-Nya permohonan hamba-Nya yang meminta petunjuk, diketahui-Nya hamba-Nya yang berusaha mencari kebenaran.
Sungguh-sungguh ayat ini suatu tantangan kepada manusia karena Islam adalah benar. Orang tidak akan dipaksa memeluknya, tetapi orang hanya diajak untuk berpikir. Asal dia berpikir sehat, dia pasti akan sampai kepada Islam. Akan tetapi, kalau ada paksaan, mestilah timbul perkosaan pikiran dan mestilah timbul taklid. Manusia sebagai orang-seorang akan datang dan akan pergi, akan lahir dan akan mati. Akan tetapi, pikiran manusia akan berjalan terus. Penilaian manusia atas agama akan dilanjutkan dan kebebasan berpikir dalam memilih keyakinan menjadi tujuan dari manusia yang telah maju.
Ayat ini adalah dasar teguh dari Islam. Musuh-musuh Islam membuat berbagai fitnah yang dikatakan ilmiah sifatnya bahwa Islam dimajukan dengan pedang. Islam dituduh memaksa orang memeluk agamanya."Pengetahuan" seperti ini pun kadang-kadang dipaksakan supaya diterima orang, terutama di masa-masa negeri-negeri Islam dalam penjajahan. Orang dipaksa menerima teori itu dan orang tidak diberi kesempatan membanding.
Kalau orang benar-benar hendak ilmiah, hendaklah menilik kebenaran sesuatu soal dicari sumber aslinya. Apa sumber asli Islam kalau bukan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul? Ayat inilah, al-Baqarah 256, sumber itu, yaitu Islam menjelaskan bahwa dalam hal agama tidak boleh ada paksaan. Sunnah atau praktik dari Nabi ﷺ sendiri dapat pula dilihat pada sebab turunnya ayat. Kita melihat jelas bahwa kaum Yahudi Bani Nadhir diusir habis dari Madinah karena mereka mengadakan suatu komplotan hendak membunuh Nabi ﷺ yang pada waktu itu telah berkuasa dalam masyarakat Madinah. Tidak ada perkataan ketika itu bahwa kalau mereka sudi memeluk Islam, mereka tidak akan diusir. Malahan anak-anak kaum Anshar sendiri, yang telah menjadi Yahudi, tidak dipaksa untuk memeluk agama ayah mereka meskipun ayah itu sendiri meminta kepada Nabi ﷺ supaya anak-anak itu dipaksa.
Yang diketahui oleh semua peminat sejarah Islam bahwa apabila angkatan perang Islam masuk ke suatu negeri, terlebih dahulu dikirim surat atau utusan yang membawa tiga peringatan.
1. Ajakan masuk Islam. Kalau ajakan ini diterima, timbullah persaudaraan seagama. Sama derajat, sama kedudukan, tidak ada yang menjajah dan tidak ada yang terjajah. Hak sama dan kewajiban pun sama.
2. Kalau tidak mau memeluk Islam, bolehlah terus memeluk agama yang lain. Mereka akan diberi perlindungan dengan syarat membayar jizyah.
3. Kalau salah satu dari dua ini tidak diterima, itu adalah alamat akan terjadinya peperangan. Kalau peperangan terjadi, berlakulah hukum perang. Negeri mereka dikuasai, tetapi tidak juga ada paksaan untuk memeluk Islam.
Apakah lantaran syarat pertama mengajak terlebih dahulu supaya sudi memeluk Islam itu yang dinamai memaksakan agama dengan pedang? Padahal ajakan yang kedua yaitu membayar jizyah terbuka lebar buat mereka?
Dalam pelaksanaan di zaman-zaman mulai perkembangan Islam, di zaman Abu Bakar dan Umar, di bawah pimpinan pahlawan-pahlawan perang sebagaimana Khalid bin al-Walid, Abu Ubaidah, dan Amr bin al-Ash, kerap kali kepungan atas suatu desa Nasrani dihentikan setelah delegasi (perutusan) mereka datang menyatakan membayar jizyah dan kedudukan pemimpin-pemimpin mereka diakui. Uskup Nasrani di Palestina meminta supaya Khalifah Umar bin Khaththab sendiri datang menerima penaklukan mereka. Beliau pun datang. Jaminan perlindungan atas mereka dipegang teguh sampai empat belas abad. Tidak sekali juga ada seorang penguasa atau raja Islam yang berani bertindak memaksa mereka memeluk Islam meskipun penguasa itu keras tindakannya, padahal jumlah mereka sangat kecil di waktu itu. Malahan tenaga-tenaga mereka banyak yang dipakai dalam administrasi kenegaraan. Mengapa penguasa-penguasa Islam itu tidak mau menjalankan paksaan? Ialah karena takut akan terlanggar ayat ini.
Setelah abad-abad terakhir setelah pengaruh kerajaan-kerajaan penjajah Kristen masuk ke Dunia Islam, mereka berusaha memakai golongan kecil Kristen dalam negeri-negeri Islam yang hidup damai dengan tetangganya orang Islam itu untuk menjadi pengganggu ketenteraman pemerintahan (siam. Salah seorang sultan Turki Utsmani pernah menyatakan niat, lebih baik dipaksa saja golongan-golongan kecil Kristen ini masuk Islam, tetapi mufti atau syaikhul Islam membantah keras karena melanggar hukum agama.
Bahkan kadang-kadang toleransi yang ditanamkan oleh ayat inilah yang diambil dijadikan kesempatan yang baik oleh pemeluk agama Kristen di negeri-negeri Islam untuk mendesak umat Isiam. Oleh sebab itu, jika se-mangat beragama telah mundur pada kaum Muslimin sendiri, padahal ayat ini ada, akan mudahlah benteng-benteng mereka diruntuhkan. Mereka tidak boleh oleh agamanya sendiri melakukan paksaan agama kepada orang lain, padahal orang lain dengan segala daya upaya memaksa mereka meninggalkan Islam. Itulah sebabnya, ayat yang bertuah ini diikuti oleh ayat selanjutnya,
Ayat 257
“Allah-lah pemimpin bagi orang-orang yang beriman."
Apabila iman telah subur, kepercayaan kepada Allah dipelihara, dijadikan didikan, disyiarkan dan dimajukan, Allah sendirilah yang akan memimpin umat beriman itu. Sebab, iman kepada Allah Yang Tunggal, tidak memberi tempat buat memercayai yang lain. Hubungan yang langsung dengan Allah, tidak memakai perantaraan, menyebabkan jiwa mendapat sinar selalu dari Ilahi."Dia mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada terang benderang!' Sebab iman kepada Allah itu membawa terbukanya akal. Iman membawanya tunduk kepada syari'at Ilahi dan peraturan-Nya. Iman menimbulkan ukhuwah Islamiyah dalam menyuburkan hidup ber-jamaah. Iman menimbulkan masyarakat yang bercorak islam. Kelak, akan sangat terasa perbedaan hidup dalam cahaya dengan hidup dalam gelap. Kita dapat menyaksikan sendiri perbedaan wajah dan bentuk muka orang, dan kegiatan, kegembiraan, kebaikan budi pada satu negeri yang di sana berjalan tuntunan iman kepada Allah."Akan tetapi, orang-orang yang tidak mau percaya, pemimpin mereka ialah pelanggar-pelanggar batas" Di dalam ayat, pelanggar batas Itu disebut thaghut. Segala pimpinan yang bukan berdasar atas iman kepada Tuhan, baik raja, pemimpin, dukun, setan, berhala atau orang-orang yang diberhalakan, didewa-dewakan, semuanya itu termasuk dalam kata thaghut. Pimpinan yang begini pastilah membawa dari tempat yang terang, kembali kepada gelap.
“Mereka akan mengeluarkan mereka dan cahaya terang kepada gelap gulita." Kita akan dapat pula merasakan suasana kufur itu dalam satu negeri, yang di dalam statistik disebut daerah Islam, tetapi pimpinan mereka adalah thaghut. Cahaya terang kian lama kian berganti dengan gelap gulita, fitnah banyak, hasad dengki, perzinaan, kecabulan, dan kemaksiatan yang lain. Kalau perwalian Allah telah diganti dengan perwalian thaghut, niscaya padamlah suluh, kembali dalam gelap dan itulah akibat yang wajar dari jiwa yang telah gelap, yang telah kehilangan pedoman, sehingga meraba-raba, merumbu-rumbu, sebab telah putus hubungan dengan bimbingan yang lurus. Adzab nerakalah ujung dari perjalanan itu.
“Mereka itulah ahli neraka. Mereka akan kekal padanya."
Di ayat ini mulai kita berjumpa dengan satu perkataan yang penting artinya untuk diperhatikan dan luas perkembangan perkataan itu dipakai dalam Islam, yaitu kata wali. Luaslah arti yang terkandung dalam kata wali itu, yaitu pimpinan, penguasa, pengatur, pengurus, dan lain-lain arti yang berdekat dengan itu. Sebab itu, dalam sejarah perkembangan pemerintah Islam, kalimat wali terpakai juga untuk gubernur wilayah yang besar. Amr bin al-Ash menjadi wali di Mesir. Mu'awiyah bin Abu Sufyan sebelum menjadi khalifah pertama Bani Umaiyah, adalah wali di negeri Syam.
Di zaman kekuasaan Belanda di negeri kita, gubernur jenderal disebut juga “wali negeri", terjemahan dari landvogd. Di zaman Van Mook membentuk negara-negara kecil guna memecah kesatuan Indonesia, dia memberi gelar orang-orang yang diangkatnya menjadi kepala negara yang dibentuknya itu “wali negara'. Di Sumatra Barat di zaman Revolusi Bersenjata, kepala negeri atau penghulu kepala diberi gelar baru, yaitu “wali negeri".
Bapak, paman, atau saudara laki-laki yang berhak menikahkan seorang perempuan disebut juga wali. Dia timbul dari dasar sabda Nabi,
“Tidak (sah) nikah melainkan dengan wali"
Maka, di dalam ayat yang sedang kita tafsirkan ini kita berjumpa dua wali. Pertama, Allah sebagai wali dari orang yang beriman. Kedua, thaghut sebagai wali orang yang kafir.
Maka, yang memimpin langsung orang yang beriman ialah Allah. Akan tetapi, orang yang tidak mau menerima iman, yang menolak (kafir), dia pun ada pemimpinnya, tetapi bukan Allah, melainkan Thagnut, yaitu sekalian pemimpin yang akan membawa keluar dari batas yang ditentukan Tuhan. Kadang-kadang ditegaskan lagi adanya perwalian dari setan, sumber yang asli dari segala macam thaghut. Ini tersebut dalam surah Aali Tmraan: 175, tersebut juga dalam surah al-A'raaf: 30. Dengan demikian, di samping orang-orang Mukmin berusaha mengambil pimpinan dan bimbingan Allah, setan pun berusaha memasukkan pimpinannya yang sesat kepada orang-orang yang memang sengaja mengelak dari pimpinan Allah.
Sebaliknya, orang-orang yang beriman yang telah menerima pimpinan Allah tadi, yang dikeluarkan Tuhan dari gelap kepada cahaya, mereka itu pun diberi kehormatan tertinggi, diberi nama “Auliaa Allah". Di dalam surah Yuunus: 62, mereka diberi jaminan oleh Allah bahwa wali-wali Allah itu tidaklah mereka akan merasa takut dan tidaklah mereka berduka cita,
Kemudian itu, dijelaskan pula bahwasanya orang-orang yang beriman laki-laki dan orang-orangyang beriman perempuan, yang sebagian adalah menjadi wali pula dari yang sebagian-nya lagi, sama menyuruh berbuat ma'ruf, sama mencegah berbuat munkar, sama mendirikan shalat, sama mengeluarkan zakat, sama taat kepada Allah dan Rasul (surah at-Taubah: 71). Dikuatkan lagi oleh surah al-Anfaal: 72 bahwa orang yang beriman itu sanggup hijrah dan sanggup pula berjuang (jihad) dengan harta dan nyawa pada jalan Allah, dan sebagian mereka jadi wali dari yang sebagian.
Begitulah luasnya daerah yang tercakup dalam kata wali itu, baik wali Allah maupun wali thaghut dan wali setan. Pengikut masing-masing menjadi wali pula bagi masing-masing, sokong-menyokong, bantu-membantu, dan pimpin-memimpin.
Akan tetapi, timbul pula arti yang lain dari kata wali itu kira-kira dua ratus atau tiga ratus tahun sesudah Rasulullah ﷺ wafat. Ini sangat berkembang sehingga kadang-kadang paham kita tentang arti wali yang mula-mula dikaburkannya atau dikacaubalaukannya, yaitu paham setengah kaum sufi bahwa ada manusia yang dianggap sebagai waliyullah, yang kedudukannya istimewa dari manusia biasa sebab dia telah sangat dekat kepada Allah. Maka, kalau kita hendak memohonkan apa-apa kepada Allah, hendaklah dengan perantaraan beliau itu. Demikian besarnya pengaruh kepercayaan ini sehingga orang yang dianggap telah mempunyai maqam waliyullah itu dalam kenyataannya telah menjadi wali thaghut, bahkan kuburan-kuburan mereka dijadikanlah semacam tempat ziarah yang telah menyerupai berhala. Orang yang mencela perbuatan itu dipandanglah oleh mereka sebagai merusak agama, sebab mereka sudah sangat berkeyakinan bahwa tidak akan sampai doa kepada Allah kalau tidak diminta dengan perantaraan beliau yang telah bermaqam di kuburan itu. Malahan ada semacam kepercayaan bagi pengikut thariqat Syekh Samman di Madinah, kalau ada bahaya, misalnya kapal akan karam, harap panggil saja, “Ya, Samman!" niscaya terkabul. Malahan ada yang berkata bahwa kalau diminta kepada Allah dengan langsung, “Ya, Allah!" akan ditolak oleh Allah dengan marah, “Mengapa diminta langsung kepada-Ku, padahal wali-Ku telah ada, yaitu Syekh Samman?"
Mungkin Syekh Sammannya sendiri tidak sampai mengajarkan begitu, tetapi pengikut-pengikut yang di belakang telah menjadi thaghut, membawa pengikutnya dari terang benderang tauhid kepada gelap gulita syirik.
Selain dari penyembahan kepada orang-orang yang disebut waliyullah itu, yang telah menjadi thaghut yang menyesatkan manusia, terdapat pula thaghut dalam susunan kenegaraan. Di dalam susunan kenegaraan zaman kuno, raja dipandang sebagai tuhan atau dewa. Raja Cina disebut Putra Langit, raja Jepang disebut sebagai Anak Matahari, raja-raja Melayu disebut turun dari atas bukit Siguntang Mahameru, keturunan dewa-dewa angkasa, raja Mesir purbakala yang bergelar Fir'aun, dipandang dan mengakui sendiri bahwa dia adalah putra Tuhan.
Di zaman modern ini, mendudukkan raja sebagai dewa untuk menjadi sendi kekuasaan mutlak sehingga manusia tunduk patuh tidak membantah kehendak raja, sudah tidak ada lagi karena dikalahkan oleh zaman diktator.
Diktator tidak disebut sebagai Tuhan, tetapi dipuja sebagaimana memuja Tuhan. Diktator tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan. Di Jerman, timbullah diktator Hitler yang disebut “Fuehrer", pemimpin besar. Di Italia, Mussolini disebut “El Duce" yang sama artinya dengan Fuehrer. Di Rusia demikian pula dibuat terhadap Stalin semasa hidupnya.
Di Cina dibuat begitu pula terhadap Mao Tse Tung. Seluruh diktator itu pada hakikatnya adalah antiagama walaupun kadang-kadang mulut mereka tidak keberatan menyebut “Allah Subhanahu wa Ta'aala" yaitu untuk membujuk-bujuk rakyat yang mereka perbodoh. Musuh diktator yang paling besar dan orang yang mereka benci ialah ulama-ulama atau pendeta-pendeta yang berani menegakkan kebenaran dan berani membuka mulut. Ini karena mereka memegang tuntunan sendiri dari Tuhan di dalam kitab suci yang mereka imani dari “kemerdekaan mimbar" di dalam gereja atau masjid. Karena, itu, orang-orang yang beriman tidaklah dapat menjual jiwa mereka kepada diktator-diktator itu sebab mereka telah mempunyai pegangan, yaitu Allah, sebab Allah menjadi wali bagi orang-orang yang beriman. Adapun orang-orang yang lemah pegangannya dengan Tuhan, itulah yang kerap kali datang memperhambakan dirinya kepada thaghut. Itulah orang yang memandang sabda si thaghut sebagai ganti wahyu Ilahi. Maka, di zaman modern, pemimpin dipuja-puja dengan selalu menyebut namanya, memberikan ber-bagai gelar pujaan. Sehingga, dia kian lama kian sombong, bahkan kian latah. Rakyat yang diperintah tadi kian lama kian kehilangan dirinya. Mereka hanya menjadi laksana binatang-binatang ternak, dikerahkan pada hari-hari besar buat berjemur di tanah lapang untuk mendengarkan pidato pemimpin.
Hal ini hanya dapat dihambat dengan memegang teguh ajaran tauhid dalam jiwa. Oleh sebab itu, tauhid itu bukanlah semata-mata untuk kepentingan ibadah kepada Allah, bahkan terlebih lagi untuk kemerdekaan jiwa raga daripada pengaruh sekalian alam ciptaan Allah ini. Salah satu doa yang diajarkan Nabi Muhammad ﷺ kepada Abu Umamah adalah,
“Danaku berselindung kepada Engkau, ya Allah, dari dipengaruhi orang-orang."
Artinya, hilang kepribadian, hilang kesadaran diri, hilang kebebasan mempergunakan pikiran sendiri karena sudah tenggelam di dalam semboyan-semboyan dan slogan-slogan yang diciptakan oleh thaghut.
Dengan ayat yang tengah kita tafsirkan ini dan setelah kita mengukurnya dengan keadaan dalam masyarakat, dapatlah kita mengerti bahwa thaghut itu, demikian juga manusia yang menjual kebebasan jiwanya kepada thaghut, ada macam-macam. Setengah menyembah berhala, setengah menyembah kubur, setengahnya menyembah orang-orang hidup yang dipandang sebagai hero (pahlawan), lalu orang menggantungkan nasib kepadanya.
Tauhid ialah untuk membebaskan jiwa manusia dari pengaruh thaghut itu. Karena, pengaruh thaghut menghilangkan nilai manusia pada diri seorang anak Adam, berganti dengan binatang yang patut dihalau ke hilir ke mudik.