Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
أَخَذۡنَا
Kami mengambil
مِنَ
dari
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
Nabi-nabi
مِيثَٰقَهُمۡ
perjanjian mereka
وَمِنكَ
dan dari kamu
وَمِن
dan dari
نُّوحٖ
Nuh
وَإِبۡرَٰهِيمَ
dan Ibrahim
وَمُوسَىٰ
dan Musa
وَعِيسَى
dan 'Isa
ٱبۡنِ
putra
مَرۡيَمَۖ
Maryam
وَأَخَذۡنَا
dan Kami telah mengambil
مِنۡهُم
dari mereka
مِّيثَٰقًا
perjanjian
غَلِيظٗا
yang teguh
وَإِذۡ
dan ketika
أَخَذۡنَا
Kami mengambil
مِنَ
dari
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
Nabi-nabi
مِيثَٰقَهُمۡ
perjanjian mereka
وَمِنكَ
dan dari kamu
وَمِن
dan dari
نُّوحٖ
Nuh
وَإِبۡرَٰهِيمَ
dan Ibrahim
وَمُوسَىٰ
dan Musa
وَعِيسَى
dan 'Isa
ٱبۡنِ
putra
مَرۡيَمَۖ
Maryam
وَأَخَذۡنَا
dan Kami telah mengambil
مِنۡهُم
dari mereka
مِّيثَٰقًا
perjanjian
غَلِيظٗا
yang teguh
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi, darimu (Nabi Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh,
Tafsir
(Dan) ingatlah (ketika Kami mengambil dari nabi-nabi perjanjian mereka) ketika mereka dikeluarkan dari tulang sulbi Adam sebagaimana benda yang paling kecil layaknya. Lafal adz-dzurri bentuk jamak dari lafal dzurrah artinya semut yang paling kecil (dan dari kamu sendiri, dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam) hendaknya mereka menyembah Allah dan menyeru supaya beribadah kepada-Nya. Disebutkannya kelima nabi ini termasuk mengathafkan sesuatu kepada bagiannya (dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh) janji yang sangat berat untuk melaksanakan apa-apa yang harus mereka pikul, yakni bersumpah atas nama Allah, kemudian perjanjian itu diambil oleh-Nya.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 7-8
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih. (Al-Ahzab: 7-8)
Ayat 7
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menceritakan tentang Ulul 'Azmi yang lima orang dan para nabi lainnya. Dia telah mengambil perjanjian dan pernyataan dari mereka, bahwa mereka akan menegakkan agama Allah subhaanahu wa ta’aalaa, menyampaikan risalah-Nya, saling membantu dan saling menolong, serta siap untuk berkorban, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.
Allah berfirman, "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjianKu terhadap yang demikian itu? Mereka menjawab, "Kami mengakui. Allah berfirman, "Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu. (Ali-Imran: 81) Perjanjian dan pernyataan ini diambil dari mereka saat Allah mengangkat mereka menjadi utusan, begitu pula yang disebutkan dalam surat ini. Dalam ayat ini Allah menyebutkan dengan tertentu nama-nama kelima orang nabi di antara mereka; mereka yang lima orang itu dikenal dengan sebutan Ulul 'Azmi.
Ungkapan ini termasuk ke dalam Bab "Athaf Khaashsh kepada Athaf ‘Aamm". Nama mereka disebutkan pula dengan jelas dalam ayat lainnya melalui firman-Nya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: "Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya." (Asy-Syura: 13) Dalam ayat ini Allah menyebutkan nabi pertengahan, nabi permulaan, dan nabi penutup secara tertib.
Itulah wasiat yang ditekankan kepada para nabi tersebut sebagai suatu perjanjian yang diambil dari mereka, sama dengan apa yang disebutkan didalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. (Al-Ahzab: 7) Dalam ayat ini yang disebutkan pertama adalah nabi penutup, mengingat kemuliaan yang dimilikinya. Kemudian barulah mereka disebutkan secara tertib berdasarkan urutan keberadaan mereka di bumi ini.
Semoga salawat Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya. Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepadaku Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh. (Al-Ahzab: 7), hingga akhir ayat. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Aku adalah nabi yang mula-mula diciptakan dan nabi yang paling akhir dibangkitkan (dilahirkan di alam wujud). Karena itu, maka Allah menyebutku di permulaan sebelum mereka. Sa'id ibnu Basyir padanya terdapat ke-dha’if-an. Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan hadis ini melalui Qatadah dengan sanad yang sama secara mursal; riwayat ini lebih mendekati kebenaran.
Dan sebagian dari mereka ada yang meriwayatkannya melalui Qatadah secara mauquf. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Hamzah Az-Zayyat, telah menceritakan kepada kami Addi ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa anak-anak Adam yang terpilih ada lima, yaitu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya.
Dan yang paling terbaik dari mereka adalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam Riwayat ini berpredikat mauquf, dan Hamzah orangnya dha’if. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dari perjanjian ini yang diambil dari mereka adalah perjanjian yang diambil pada saat mereka dikeluarkan dalam bentuk seperti semut-semut kecil dari tulang sulbi Adam ‘alaihissalaam Sehubungan dengan hal ini Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa bapak moyang mereka Adam diangkat, dan Adam memandang kepada anak cucunya.
Ia melihat di antara mereka ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang baik rupanya, serta ada yang buruk, lalu Adam berkata, "Ya Tuhanku, sudilah kiranya Engkau samakan rupa hamba-hamba-Mu itu." Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku suka bila disyukuri (mereka bersyukur kepada-Ku)." Adam melihat di antara mereka ada yang menjadi nabi-nabi, rupa mereka bagaikan pelita karena nur memancar dari mereka. Dan mereka (para nabi) mempunyai kekhususan lain berkat risalah dan kenabian yang diemban oleh mereka, yaitu diambil-Nya perjanjian dari mereka.
Hal itulah yang dimaksudkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. (Al-Ahzab: 7) Pendapat ini dikatakan pula oleh Mujahid. Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-mitsaqul galidzh artinya perjanjian tersebut.
Ayat 8
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka. (Al-Ahzab: 8) Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan siddiqin ialah orang-orang yang menyampaikan dan mengamalkan apa yang mereka terima dari para rasul. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir. (Al-Ahzab: 8) Yakni dari kalangan umat manusia itu.
Siksa yang pedih. (Al-Ahzab: 8) Maksudnya, siksa yang menyakitkan. Maka kami bersaksi bahwa para rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan mereka, telah berbuat baik kepada umatnya masing-masing, serta telah menerangkan perkara yang hak dengan jelas dan gamblang kepada mereka, dengan keterangan yang tidak mengandung keraguan dan tidak pula kekeliruan. Sekalipun demikian, masih ada saja orang-orang yang mendustakan mereka, yaitu dari kalangan orang-orang kafir yang dungu, pengingkar, dan pembangkang terhadap perkara yang hak.
Apa yang disampaikan oleh para rasul adalah hak belaka, dan orang-orang yang menentang mereka adalah sesat. Seperti yang dikatakan oleh ahli surga yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran. (Al-A'raf: 43)
7-8. Demikianlah kedudukan Nabi dan istri-istrinya di kalangan kaum mukmin. Nabi juga mempunyai kedudukan luhur sebagai pembawa risalah dan penyeru kepada agama yang benar, sebagaimana para rasul sebelumnya. Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau sendiri, khususnya para rasul Ulul 'Azmi, seperti dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh untuk menyampaikan risalah Allah kepada kaum masing-masing agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar dari para rasul tentang kebenaran mereka di hari kiamat'apakah mereka melaksanakan ajaran Allah itu, dan Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir. 7-8. Demikianlah kedudukan Nabi dan istri-istrinya di kalangan kaum mukmin. Nabi juga mempunyai kedudukan luhur sebagai pembawa risalah dan penyeru kepada agama yang benar, sebagaimana para rasul sebelumnya. Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau sendiri, khususnya para rasul Ulul 'Azmi, seperti dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh untuk menyampaikan risalah Allah kepada kaum masing-masing agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar dari para rasul tentang kebenaran mereka di hari kiamat'apakah mereka melaksanakan ajaran Allah itu, dan Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah mengingatkan kepada Nabi Muhammad bahwa Dia telah menerima janji dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa bahwa mereka benar-benar akan menyampaikan agama Allah kepada manusia. Mereka juga akan saling membenarkan dalam menyampaikan risalah itu, yaitu dengan cara mengakui para nabi yang terdahulu dari mereka sebagai nabi-nabi Allah.
Ayat ini senada dengan firman Allah:
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman, "Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?" Mereka menjawab, "Kami setuju." Allah berfirman, "Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu." (ali 'Imran/3: 81)
Dalam ayat ini hanya disebutkan para nabi yang termasuk ulul azmi, yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad, karena merekalah yang mempunyai syariat dan kitab suci.
Janji yang diberikan oleh para nabi itu adalah janji yang kuat dan berat yang harus ditepati. Di akhirat nanti, Allah akan menanyakan kepada para nabi itu dan umatnya masing-masing tentang pelaksanaan tugas yang telah mereka janjikan.
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul. (al-A'raf/7: 6)
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 6
“Nabi itu adalah lebih utama bagi orang yang beriman dan diri mereka sendiri."
Inilah pokok hidup orang Islam. Yaitu mencintai Nabi ﷺ lebih daripada mencintai diri sendiri. Semata-mata cinta saja dengan tidak memenuhi syarat cinta, mengerjakan suruh menghentikan tegah, tidaklah ada artinya. Tidak ada orang di dunia ini yang lebih cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ daripada pamannya yang membesarkannya dari kecil, yaitu Abu Thalib. Dipertahankannya kemenakannya itu dari segala caci makian musuhnya. Dia turut ke dalam tawanan bersama kemenakannya seketika Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib diboikot oleh Quraisy dua tahun lamanya. Tetapi sayang sekali ketika diajak masuk Islam dengan mengucapkan pengakuan, “Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah", beliau enggan, maka matilah beliau sebelum menyatakan diri jadi Islam,
Begitu jugalah cara-cara menyatakan cinta yang lain kepada Nabi ﷺ, Membaca shalawat yang berbagai ragam nama shalawat itu, sehingga ada dikarang kitab khusus yang isinya semata-mata berisi shalawat Nabi, tidaklah berarti semuanya itu kalau mencintai Nabi ﷺ tidak diikuti dengan melaksanakan sunnahnya, melaksanakan perintahnya, dan menghentikan larangannya.
“Dan istri-istri beliau adalah ibu-ibu mereka." Ya itu untuk dihormati dan dimuliakan, sehingga sesudah Rasulullah wafat, tidaklah boleh ibu-ibu orang yang beriman itu dirikahi oleh umat Nabi Muhammad ﷺ. Istri-istri Nabi itu diberi sebutan atau gelar Ummul Mu'minin ibu dari orang-orang beriman.
Sama pendapat ahli-ahli fiqih bahwa anak-anak perempuan dari istri-istri Nabi itu atau saudara-saudara perempuannya, tidaklah turut. Semata-mata untuk menghormati saja, menurut suatu riwayat, Imam Syafi'i menyebutkan anak-anak perempuan mereka Akhawatul Mu'mmin: saudara-saudara perempuan dari orang-orang yang beriman.
Lantaran itu niscaya Rasulullah ﷺ sendiri pun dianggap sebagai Bapak meski tidak dipanggilkan beliau ‘Bapak'. Tersebut dalam sebuah hadits
“Aku ini bagi kamu adalah laksana seorang ayah yang mengajarkan kamu; maka ada seorang di antara kamu pergi ke kakus, janganlah menghadap ke kiblat dan jangan membelakanginya dan jangan mencuci dengan tangan kanan." (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah)
“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang setengah dengan yang setengah lebih utama di dalam Kitab Allah, daripada orang-orang Mukmin dan orang-orang yang berhijrah, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudara kamu."
Maksud bagian ayat ini ialah mendudukkan soal harta benda menurut hukum hak milik yang asal dalam kitab Allah. Yaitu bahwa di antara anak dengan bapak, bapak dengan anak atau saudara yang bertali darah, menurut hukum asal di dalam Kitab Allah merekalah yang pusaka-mempusakai. Tetapi seketika kaum Muslimin Mekah jadi Muhajirin ke Madinah dan mereka diterima oleh saudara mereka seiman yang bernama Anshar di Madinah, sangatlah akrab hubungan mereka, bahkan sampai mereka itu dipersaudarakan oleh Nabi ﷺ sehingga sebagai saudara kandung layaknya. Misalnya Zubair bin Awwam (ridha Allah atas beliau) sebagai seorang terkemuka Muhajirin, sampai di Madinah telah dipersaudarakan oleh Nabi ﷺ dengan Ka'ab bin Malik. Kedatangan Zubair waktu itu adalah dalam keadaan sangat melarat, tidak ada harta benda sama sekali. Dia disambut sebagai me-nyambut saudara kandung sendiri oleh Ka'ab. Di waktu Ka'ab jatuh sakit keras nyaris mati, Ka'ab mewasiatkan seluruh hartanya yang tinggal untuk Zubair. Demikianlah akrabnya Muhajirin dan Anshar itu sehingga waris-mewarisi. Dan hal itu pun dapat dimaklumi karena masing-masing telah putus hubungan dengan kerabat sedarah. Ada Muhajirin yang putus dengan ayah, atau putus dengan anak, atau putus sekali keduanya. Seumpama Abu Bakar sendiri. Dia hijrah, sedang ayahnya sendiri dan putranya, Abdurrahman, masih tinggal dalam keadan musyrik di Mekah. Yang lain pun begitu pula. Maka dalam ayat ini diperingatkan bahwa hukum yang asal dalam Kitab Allah ialah pertalian yang erat yang sedarah, sehingga peraturan tirkah harta waris (faraidh) diatur dalam surah an-Nisaa' Adapun kasih sayang karena iman dan hijrah tetap berlaku sebelum saudara-saudara atau anak bapak itu turut pula memeluk agama Islam. Itulah yang dimaksud dengan bunyi ayat, “Kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudara kamu."
“Adalah yang demikian itu, di dalam Kitab Allah telah tertulis."
Dengan keterangan di ujung ayat ditetapkanlah hukum yang asli dan diakui pula hukum sementara ketika ada perubahan yang tidak disangka-sangka pada mulanya. Lantaran itu maka ayat ini memberi kita perbandingan dalam meletakkan hukum, bahwasanya di masa yang sangat darurat, sehingga hukum yang asli tidak dapat berjalan, orang boleh melalui cara yang lain, asal dapat dipertanggungjawabkan menurut suara iman.
Ayat 7
“Dan (ingatlah) seketika Kami telah mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan Isa anak Mariyam."
Dalam ayat ini Allah ﷻ menyatakan bahwa sebelum seorang Nabi akan memikul tugasnya terlebih dahulu mereka membuat perjanjian dengan Allah SWT, bahwa mereka akan menyampaikan kepada umat masing-masing apa yang telah mereka terima dari Allah SWT, tidak boleh ada yang disembunyikan, dan mesti tahan menderita, mesti sabar dan teguh hati. Terutama ialah lima orang nabi atau rasul. Yaitu Nabi Muhammad ﷺ sendiri yang dalam ayat ini disebut “dan dari engkau." Sebelum itu ialah dengan Nabi Nuh, nabi yang dahulu sekali menerima syari'at di antara nabi-nabi. Sesudah itu ialah Nabi Ibrahim, kemudian itu Nabi Musa dan Nabi Isa anak Maryam. Kelima Nabi ini disebut Ulul Azmi Minar Rusuli, yang dianggap sebagai mempunyai tugas lebih berat di antara nabi-nabi.
“Dan telah Kami ambil dari mereka penjanjian yang berat."
Ujung ayat ini menjelaskan lagi keterangan di pangkal ayat tentang perjanjian itu. Bahwa perjanjian yang diambil itu bukanlah ringan, melainkan amat berat. Dengan demikian agar kita dapat mengambil i'tibar dan pengajaran bahwasanya pekerjaan segala nabi-nabi itu bukanlah pekerjaan yang ringan. Menyampaikan dakwah bukanlah pekerjaan yang dapat disambilkan. Bahkan dapat kita lihat pada pengalaman Nabi Yunus; yang merasa kecil hati menghadapi kekerasan kepala kaumnya lalu merajuk dan meninggalkan tugas, menimpalah kepadanya percobaan yang berat, yaitu dilemparkan ke laut untuk meringankan isi kapal yang dia tumpang, lalu ditelan ikan. Nabi Musa sendiri seketika mengatakan, bahwa dirinyalah yang paling pintar dan pandai di zamannya; dia disuruh pergi belajar kepada Nabi Khidhir, Nabi Zakaria seketika kepalanya mulai digergaji oleh kaum yang zalim dia hendak memekik merintih kesakitan, telah ditegur oleh Malaikat Jibril, agar penderitaan itu ditanggungkannya dengan tidak mengeluh dan merintih.
Ayat 8
“Agar, Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur akan kejujuran mereka."
Artinya bahwa kelak Allah ﷻ akan bertanya kepada orang-orang jujur, yang mau menjawab dengan betul, adakah nabi-nabi menyampaikan risalah masing-masing dengan jujur? Umat tiap-tiap Nabi itu akan ditanyai, adakah nabi-nabi itu melakukan tugas mereka dengan baik? Adakah risalah yang tidak mereka sampaikan? Semuanya tentu akan menjawab dengan sejujurnya pula bahwa kewajiban itu telah beliau-beliau lakukan dengan sebaik-baiknya, tidak ada yang ketinggalan lagi. Itu sebabnya bahwa setengah dari isi seruan yang warid, bila kita ziarah kepada maqam (kubur) beliau ialah,
“Sesungguhnya engkau telah menyampaikan risalah dan telah engkau tunaikan amanah."
Sesudah orang-orang yang jujur itu menjawab dengan sejujurnya pula bahwa nabi-nabi itu telah melancarkan tugas mereka dengan sempurna, barulah Allah ﷻ akan mengambil tindakan.
“Dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau percaya siksaan yang pedih."
Dengan menanyakan terlebih aahulu kepada orang-orang yang jujur adakah nabi-nabi menunaikan risalah mereka dengan baik ialah agar Allah ﷻ tidak menjatuhkan adzab siksaan secara aniaya. Orang yang benar-benar bersalahlah yang akan dihukum.
***