Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
tidaklah
تَرَ
kamu lihat
إِلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
نُهُواْ
(mereka) dilarang
عَنِ
dari
ٱلنَّجۡوَىٰ
pembicaraan rahasia
ثُمَّ
kemudian
يَعُودُونَ
mereka kembali
لِمَا
kepada apa
نُهُواْ
mereka dilarang
عَنۡهُ
dari padanya
وَيَتَنَٰجَوۡنَ
dan mereka berbicara rahasia
بِٱلۡإِثۡمِ
untuk berbuat dosa
وَٱلۡعُدۡوَٰنِ
dan permungsuhan
وَمَعۡصِيَتِ
dan mendurhakai
ٱلرَّسُولِۖ
rasul
وَإِذَا
dan apabila
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
حَيَّوۡكَ
mereka mengucapkan salam kehormatan kepadamu
بِمَا
dengan apa-apa
لَمۡ
tidak
يُحَيِّكَ
menurut salam kehormatan kepadamu
بِهِ
dengannya
ٱللَّهُ
Allah
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
فِيٓ
pada
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
لَوۡلَا
mengapa tidak
يُعَذِّبُنَا
menyiksa kita
ٱللَّهُ
Allah
بِمَا
dengan apa/disebabkan
نَقُولُۚ
kita katakan
حَسۡبُهُمۡ
cukup bagi mereka
جَهَنَّمُ
neraka jahanam
يَصۡلَوۡنَهَاۖ
mereka memasukinya
فَبِئۡسَ
maka seburuk-buruk
ٱلۡمَصِيرُ
tempat kembali
أَلَمۡ
tidaklah
تَرَ
kamu lihat
إِلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
نُهُواْ
(mereka) dilarang
عَنِ
dari
ٱلنَّجۡوَىٰ
pembicaraan rahasia
ثُمَّ
kemudian
يَعُودُونَ
mereka kembali
لِمَا
kepada apa
نُهُواْ
mereka dilarang
عَنۡهُ
dari padanya
وَيَتَنَٰجَوۡنَ
dan mereka berbicara rahasia
بِٱلۡإِثۡمِ
untuk berbuat dosa
وَٱلۡعُدۡوَٰنِ
dan permungsuhan
وَمَعۡصِيَتِ
dan mendurhakai
ٱلرَّسُولِۖ
rasul
وَإِذَا
dan apabila
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
حَيَّوۡكَ
mereka mengucapkan salam kehormatan kepadamu
بِمَا
dengan apa-apa
لَمۡ
tidak
يُحَيِّكَ
menurut salam kehormatan kepadamu
بِهِ
dengannya
ٱللَّهُ
Allah
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
فِيٓ
pada
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
لَوۡلَا
mengapa tidak
يُعَذِّبُنَا
menyiksa kita
ٱللَّهُ
Allah
بِمَا
dengan apa/disebabkan
نَقُولُۚ
kita katakan
حَسۡبُهُمۡ
cukup bagi mereka
جَهَنَّمُ
neraka jahanam
يَصۡلَوۡنَهَاۖ
mereka memasukinya
فَبِئۡسَ
maka seburuk-buruk
ٱلۡمَصِيرُ
tempat kembali
Terjemahan
Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (melakukan) apa yang telah dilarang itu? Mereka saling mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Apabila datang kepadamu (Nabi Muhammad), mereka mengucapkan salam kepadamu dengan cara yang bukan sebagaimana yang ditentukan Allah untukmu. Mereka mengatakan dalam hati, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita atas apa yang kita katakan?” Cukuplah bagi mereka (neraka) Jahanam yang akan mereka masuki. Maka, (neraka itu) seburuk-buruk tempat kembali.
Tafsir
(Apakah tidak kamu perhatikan) apakah tidak kamu lihat (orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul) mereka adalah orang-orang Yahudi; Nabi ﷺ telah melarang mereka dari pembicaraan rahasia yang dahulu sering mereka lakukan. Pembicaraan rahasia mereka itu dalam rangka merencanakan tindakan sabotase terhadap kaum mukminin, dimaksud supaya mereka dapat menanamkan keraguan dalam hati kaum mukminin. (Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu) hai nabi (dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu) yaitu perkataan mereka, "As-Sammu 'alaika," yakni kematian atasmu. (Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa tidak) kenapa tidak (diturunkan azab atas kami oleh Allah disebabkan apa yang kita katakan itu?") Yakni salam penghinaan yang kami katakan itu, kalau begitu dia bukanlah seorang nabi, sekalipun dia adalah nabi. (Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki Dan seburuk-buruk tempat kembali itu) adalah neraka Jahanam.
Tafsir Surat Al-Mujadilah: 8-10
Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu? Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki.
Dan neraka Jahanam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan. Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedangkan pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu. (Al-Mujadilah: 8) Bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi; hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil dan Ibnu Hayyan. Disebutkan bahwa dahulu antara Nabi ﷺ dan orang-orang Yahudi telah diadakan perjanjian perdamaian. Dan tersebutlah bahwa mereka apabila melihat seseorang dari sahabat Nabi ﷺ lewat di hadapan mereka, maka mereka duduk dan saling berbisik-bisik di antara sesama mereka, hingga orang mukmin itu mengira bahwa mereka berbisik untuk merencanakan suatu makar guna membunuhnya, atau merencanakan suatu hal yang tidak disukai oleh orang mukmin itu.
Apabila orang mukmin itu melihat mereka berbuat demikian, maka dia merasa takut kepada mereka, akhirnya dia tidak jadi melewati mereka. Maka Nabi ﷺ melarang mereka mengadakan pembicaraan rahasia; tetapi mereka membandel dan kembali melakukan perbuatannya, maka barulah Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu. (Al-Mujadilah: 8) ". ". ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepadaku Sufyan ibnu Hamzah, dari Kasir, dari Zaid, dari Rabih ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id Al-Khudri, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa dahulu kami bergiliran menjaga Rasulullah ﷺ dan menginap di dekat rumah beliau, karena bila ada suatu urusan di malam hari menyangkut beliau atau beliau memerlukan suatu kebutuhan.
Di suatu malam orang-orang yang berjaga dengan suka rela semakin banyak jumlahnya, hingga kami membentuk kelompok-kelompok dan kami pun asyik berbincang-bincang di antara kami. Maka keluarlah Rasulullah ﷺ dan bertanya, "Rahasia apakah yang kalian bicarakan, bukankah kalian dilarang melakukan pembicaraan rahasia?" Kami menjawab, "Kami bertobat kepada Allah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sedang membicarakan tentang Al-Masih (Dajjal) karena kami takut kepadanya." Nabi ﷺ bersabda; "Maukah aku beritakan kepada kalian tentang sesuatu hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian?" Kami menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah." Maka beliau ﷺ bersabda: Syirik yang tersembunyi, yaitu bila seseorang bangkit beramal karena kedudukan seseorang lainnya. Sanad hadits gharib dan di dalamnya terdapat sebagian perawi yang berpredikat dai/.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. (Al-Mujadilah: 8) Mereka membicarakan perbuatan dosa di antara sesama mereka yang khusus hanya menyangkut diri mereka. dan permusuhan. (Al-Mujadilah: 8) Yakni yang berkaitan dengan orang lain, dan termasuk ke dalam pengertian ini ialah perbuatan durhaka kepada Rasul dan menentangnya. Mereka bertekad untuk mengerjakannya dan saling memerintahkan di antara sesama mereka untuk itu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. (Al-Mujadilah: 8) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, dari Al-A'masy, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan bahwa pernah orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah ﷺ , lalu mereka mengucapkan, "Ass'amu 'alaika (semoga kebinasaan menimpa dirimu), wahai Abul Qasim." Maka Aisyah menjawab, "Wa 'alaikumus s'am (semoga kamulah yang tertimpa kebinasaan)." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata yang keji dan perbuatan yang keji." Aisyah berkata, "Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka katakan? Mereka mengatakan, 'Ass'amu 'alaika'" Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Tidakkah engkau mendengar apa yang kukatakan kepada mereka? Aku katakan kepada mereka, 'Wa'alaikum' (semoga kamulah yang demikian itu)." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. (Al-Mujadilah: 8) Menurut riwayat yang lain, Aisyah berkata kepada mereka, "Semoga kalianlah yang tertimpa kebinasaan, celaan, dan laknat," dan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya diperkenankanlah bagi kita terhadap mereka, dan tidak diperkenankanlah bagi mereka terhadap kita.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik, bahwa ketika Rasulullah ﷺ sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang Yahudi kepada mereka, lalu mengucapkan salam kepada mereka, dan mereka menjawab salamnya. Maka Nabi Allah subhanahu wa ta’ala bertanya, "Tahukah kalian, apa yang telah dikatakan olehnya?" Mereka menjawab, "Itu salam, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak, bahkan dia mengatakan, 'Samun 'alaikum, 'yakni mereka mengharapkan kebinasaan bagi agama kalian. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, "Jawablah dia dengan yang serupa." Maka mereka menjawabnya, dan Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah kamu telah mengatakan, 'Samun 'alaikum?' Lelaki Yahudi itu menjawab, "Ya." Rasulullah ﷺ bersabda: Apabila ada Ahli Kitab yang mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah olehmu dengan kalimat '"Alaika". Artinya, semoga kamulah yang tertimpa apa yang kamu katakan itu. Asal hadits Anas diketengahkan di dalam kitab shahih. Hadits ini di dalam kitab shahih diriwayatkan melalui Aisyah dengan lafal yang semisal. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu? (Al-Mujadilah: 8) Yakni apa yang mereka lakukan dan yang mereka katakan itu berupa melipat kata-kata dan memberikan prakira kepada lawan bicara seakan-akan kata-kata itu adalah salam.
Padahal sesungguhnya kata-kata itu sebenarnya merupakan cacian. Selain dari itu mereka mengatakan dalam dirinya sendiri bahwa seandainya orang ini (maksudnya Nabi ﷺ ) adalah seorang nabi, niscaya Allah akan mengazab kami karena perkataan yang kami tujukan terhadapnya yang batinnya mengandung cacian. Allah Maha Mengetahui apa yang kita sembunyikan (rahasiakan); sekiranya dia benar seorang nabi, pastilah dalam waktu dekat Allah akan menyegerakan siksaan-Nya di dunia ini atas diri kita.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menjawab ucapan mereka itu melalui firman-Nya: Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam. (Al-Mujadilah: 8) Maksudnya, neraka Jahanam, sudah cukup untuk mereka di hari kemudian. yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad, bahwa ‘Atha’ ibnus Sa'ib telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa dahulu orang-orang Yahudi sering mengucapkan kata-kata samun 'alaika' kepada Rasulullah. Dan mereka berkata dalam dirinya sendiri bahwa mengapa Allah tidak menyiksa kami karena perkataan yang kami ucapkan? Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah kepadamu.
Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu? Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Sanadnya cukup baik, tetapi mereka tidak mengetengahkannya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah. (Al-Mujadilah: 8) Bahwa dahulu orang-orang munafik apabila memberi salam kepada Rasulullah ﷺ , mereka mengatakan, "Samun 'alaika.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al-Mujadilah: 8) Kemudian dalam firman berikutnya Allah subhanahu wa ta’ala mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman agar janganlah mereka menjadi seperti orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. (Al-Mujadilah: 9) Yakni sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan kaum kuffar Ahli Kitab, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam kesesatannya dari kalangan orang-orang munafik. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan. (Al-Mujadilah: 9) Yaitu lalu Dia memberitahukan kepada kalian semua amal perbuatan dan ucapan kalian, Allah telah mencatatnya atas kalian dan akan membalaskannya terhadap kalian.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Affan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz yang mengatakan bahwa aku sedang memegang tangan Ibnu Umar saat ada seorang lelaki menghadap jalannya, lalu lelaki itu bertanya, "Apakah yang pernah engkau dengar dari Rasulullah ﷺ tentang pembicaraan rahasia kelak di hari kiamat?" Ibnu Umar menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah mendekat kepada seorang mukmin, lalu meletakkan naungan-Nya kepada orang mukmin itu dan menutupinya dari penglihatan manusia.
Lalu Allah memeriksa semua dosanya dan berfirman kepadanya, "Tahukah kamu dosa anu? Tahukah kamu dosa anu? Tahukah kamu dosa anu? Dan manakala semua dosanya telah disebutkan dan diakuinya serta dia merasa dalam dirinya bahwa pastilah dirinya akan binasa, maka Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu ketika di dunia, dan Aku mengampuninya bagimu di hari ini.
Kemudian diberikanlah kepadanya kitab catatan amal-amal kebaikannya. Dan adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka para saksi mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang mendustakan Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah menimpa orang-orang yang zalim. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini di dalam kitab shahih masing-masing melalui Qatadah. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedangkan pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal. (Al-Mujadilah: 10) Yakni sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah pembicaraan yang dilakukan dengan bisik-bisik yang tujuannya ialah untuk membuat hati orang mukmin tidak enak, bahwa dirinya sedang dalam bahaya.
adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita. (Al-Mujadilah: 10) Yaitu sesungguhnya pembicaraan rahasia ini yang dilakukan oleh mereka (orang-orang munafik) tiada lain akibat dari bisikan setan yang diembuskan kepada mereka dan membuat mereka menganggap baik perbuatan itu. supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita. (Al-Mujadilah: 10) Yakni agar hati mereka menjadi gelisah dan tidak enak, padahal kenyataannya hal tersebut sama sekali tidak membahayakan mereka kecuali dengan seizin Allah.
Dan barang siapa yang merasa sedang menghadapi sesuatu dari itu, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya; maka sesungguhnya pembicaraan rahasia itu tidak akan membahayakan dirinya dengan seizin Allah. Telah disebutkan pula di dalam sunnah adanya larangan berbisik-bisik ini, karena hal tersebut menyakiti hati orang mukmin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad, bahwa: ".
telah menceritakan kepada kami Waki dan Abu Mu'awiyah. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Apabila kamu bertiga, janganlah dua orang (darimu) berbisik-bisik tanpa melibatkan teman keduanya, karena sesungguhnya hal itu akan membuatnya berduka cita. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama. ". Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila kamu bertiga, maka janganlah dua orang darimu melakukan pembicaraan rahasia tanpa melibatkan teman yang satunya lagi, terkecuali dengan seizinnya, karena sesungguhnya hal itu akan membuatnya berduka cita.
Imam Muslim mengetengahkan hadits ini secara munfarid, dari Abur Rabi' dan Abu Kamil; keduanya dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub dengan sanad yang sama."
Pada ayat yang lalu disebutkan bahwa tidak satu pun yang tersembunyi bagi Allah, dari bisikan sampai yang diucapkan dengan terang-terangan. Pada ayat ini dijelaskan perjanjian rahasia yang dilakukan orang-orang Yahudi di Madinah untuk menghancurkan Islam, karena mereka tidak menyadari bahwa Allah mengetahui rahasia jahat mereka. Tidakkah engkau, Muhammad, memperhatikan orang-orang, yakni kaum Yahudi di Madinah, yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia untuk memusuhi Islam, mencelakakan, dan berusaha membunuh Rasulullah, karena mereka telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslim dalam Piagam Madinah; kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu dengan mengabaikan kesepakatan damai tersebut; dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Mencoba memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Ansar yang dahulunya Bani Aus dan Khazraj yang suka berperang di antara mereka. Mereka pun memancing-mancing permusuhan dengan cara berbisik-bisik sesama mereka, jika ada seorang muslim yang lewat di hadapan mereka sehingga kaum muslim merasa tidak aman jika berada di perkampungan Yahudi. Dan apabila mereka datang kepadamu Muhammad, mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu, yaitu dengan ucapan, 'Mudah-mudahan kematian menimpamu wahai Abul Qasim. 'Rasulullah menjawab, 'Dan atas kamu juga. ' Dan, setelah orang-orang Yahudi mengucapkan salam penghinaan kepada Rasulullah tersebut, mereka mengatakan pada diri mereka sendiri dengan nada menantang, 'Mengapa Allah tidak menyiksa kita atas apa yang kita katakan itu'' Kalau benar Muhammad seorang rasul, tentu Allah akan mengabulkan jawaban Muhammad, 'Dan atas kamu juga,' bencana atau kematian. Benar Allah akan mengazab setiap orang yang durhaka kepada-Nya, tetapi kapan datangnya azab itu adalah kewenangan Allah. Dia akan menimpakan azab itu bila dikehendaki-Nya, namun yang pasti adalah cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki dengan kehinaan dan penderitaan abadi. Maka neraka itu seburuk-buruk tempat kembali di akhirat yang kekal selama-lamanya bagi orang-orang kafir. 9. Allah lalu mengingatkan orang-orang beriman agar tidak mengikuti kebiasaan Yahudi mengadakan pembicaraan rahasia kecuali untuk kebaikan. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu terpaksa mengadakan atau terlibat dalam pembicaraan rahasia, maka perhatikanlah, janganlah kamu membicarakan perbuatan dosa, perencanaan, cara maupun strategi; dan jangan pula membahas permusuhan, kebencian, dan fitnah; dan jangan pula membicarakan perbuatan yang tergolong durhaka kepada Rasul, namun, jika terpaksa mengadakan atau terlibat dalam pembicaraan rahasia, maka bicarakanlah tentang perbuatan kebajikan meliputi perdamaian, dan kerukunan hidup beragama, dan penguatan takwa kepada Allah. Dan bertakwalah kepada Allah, wahai seluruh umat dengan menjaga kesinambungan iman dan ibadah, serta amal saleh, yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan kembali pada hari Kiamat untuk mempertanggung jawabkan hidup di hadapan Allah.
Ayat ini mencela perbuatan yang dilakukan orang Yahudi yang melakukan tindakan yang memancing perselisihan dan permusuhan antara mereka dan kaum Muslimin, padahal telah diadakan perjanjian damai antara mereka dan kaum Muslimin. Rasulullah ﷺ memperingatkan sikap mereka itu, tetapi mereka tidak mengindahkannya.
Pembicaraan mereka dengan berbisik-bisik itu sebenarnya dapat memperbesar dosa mereka kepada Allah. Dosa itu karena mereka telah melanggar perjanjian damai yang mereka adakan dengan Rasulullah, bahwa mereka dengan kaum Muslimin akan memelihara ketenteraman dan berusaha menciptakan suasana damai di kota Medinah. Mereka bersalah karena setiap saat mencari-cari kesempatan untuk menghancurkan kaum Muslimin dan menggagalkan dakwah Nabi Muhammad.
Orang-orang Yahudi itu jika mereka bertemu atau datang kepada Rasulullah ﷺ mereka mengucapkan salam, tetapi isinya menghina Rasulullah ﷺ 'Aisyah menjawab dengan jawaban yang lebih kasar, karena sikap dan tindakan orang-orang Yahudi itu melampaui batas, baik ditinjau dari segi rasa kesopanan dalam pergaulan maupun ditinjau dari segi adat kebiasaan yang berlaku waktu itu.
Ditinjau dari segi agama Islam, maka tindakan orang-orang Yahudi itu benar-benar telah melampaui batas, karena Muhammad ﷺ adalah seorang nabi dan rasul Allah, di mana setiap kaum Muslimin mendoakan keselamatan dan kebaikan untuknya. Allah ﷻ berfirman:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (al-Ahzab/33: 56)
Dari ayat di atas dan sebab-sebab turunnya dapat diambil pengertian bahwa hendaklah kita berlaku sabar terhadap ucapan-ucapan keji yang dilontarkan kepada kita. Jangan langsung membalas seperti yang mereka lakukan, karena di sanalah letak perbedaan antara orang Muslim dan orang kafir. Dengan bersabar mereka akan sadar dan insaf bahwa mereka telah melakukan kesalahan.
Setelah orang-orang Yahudi itu mengucapkan salam penghinaan kepada Rasulullah sebagaimana tersebut di atas, mereka berkata kepada sesamanya, "Kenapa Allah tidak menimpakan azab kepada kita sebagai akibat jawaban Muhammad. Seandainya Muhammad benar-benar seorang nabi dan rasul yang diutus Allah, tentulah kita telah ditimpa azab." Sangkaan mereka yang demikian terhadap Allah, yaitu Allah akan langsung mengazab setiap orang yang durhaka kepada-Nya, adalah sangkaan yang salah. Benar Dia akan mengazab setiap orang yang durhaka kepada-Nya, tetapi kapan datangnya azab itu, adalah urusan-Nya. Dia akan menimpakan azab itu bila dikehendaki-Nya. Tetapi jika azab itu telah datang, maka tidak seorang pun yang dapat menghindarkan diri daripadanya.
Dalam hal menjawab salam terhadap non muslim, para ulama berbeda pendapat. Ibnu 'Abbas, asy-Sya'bi, dan Qatadah menyatakan bahwa menjawab salam terhadap non muslim hukumnya wajib, sama halnya dengan menjawab salam terhadap sesama muslim. Sedangkan Imam Malik dan Syafi'i menyatakan bahwa hal tersebut tidak wajib, dalam arti hanya boleh saja. Bila mereka mengucapkan salam, maka bagi kita cukup menjawabnya dengan "'alaika."
Pada akhir ayat ini, Allah membantah anggapan mereka dengan tegas bahwa mereka pasti akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam. Mereka akan terbakar hangus di dalamnya. Jahanam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali yang disediakan bagi orang-orang kafir.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AN-NAJWAA (PERUNDINGAN RAHASIA)
Pada ayat yang pertama saja sudah jelas bahwa Allah mendengar perkataan perempuan yang mengadukan halnya kepada Nabi dan berbantahan dengan Nabi, mendengar juga akan doanya kepada Allah dan mendengar juga soal-jawab perempuan itu dengan Nabi. Dengan demikian teranglah bahwa di hadapan Allah tidak ada yang rahasia. Allah mengetahui sejak dari yang sebesar-besarnya sampai kepada yang sekecil-kecilnya. Sebab itu janganlah mencoba hendak merahasiakan sesuatu dengan persangkaan tidak ada manusia yang akan tahu. Meskipun manusia tidak tahu, namun Allah tahu.
“Tidakkah engkau perhatikan, bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang ada di semua langit dan apa yang di bumi?" Disebutkan dalam ayat yang lain bahwa langit itu terdiri dari tujuh tingkat. Bumi ini hanya satu bintang saja di antara berjuta-juta bintang di bawah kolong langit yang pertama atau langit dunia. Isi kesemua langit yang tujuh itu ada dalam pengetahuan Allah. Demikian pun isi bumi ini! Demikian pengetahuan Allah terhadap alam-Nya yang besar. Maka pengetahuan Allah terhadap alam-Nya yang kecil sama dengan pengetahuan-Nya tentang alam yang besar itu.
“Tiada pembicaraan rahasia di antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempat; dan tidaklah berlima melainkan Dialah yang keenam; dan tidak pula kurang dari demikian dan tidak pula lebih banyak, melainkan Dia ada beserta mereka di mana saja mereka berada." Ini adalah peringatan bagi manusia supaya dia berlaku jujur. Tidaklah terlarang bermusyawarah tertutup memperkatakan sesuatu hal dengan terbatas, supaya jangan diketahui oleh orang lain sebelum terjadi. Karena banyak juga hal yang perlu dirahasiakan sebelum matang rencananya. Karena kalau gagal takut akan menimbulkan malu. Tetapi dalam pembicaraan yang terbatas itu hendaklah berhati-hati. Karena kalaupun manusia tidak mendengar, Allah tetap mengetahuinya. “Kemudian itu akan Dia beritakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan itu di hari Kiamat kelak." Sebagaimana disebutkan dalam ayat 6 di atas tadi, Allah menghitung dan menghimpun segala catatan tentang manusia, namun ma-nusia telah lupa apa yang pernah dia kerjakan. “Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Mengetahui." (ujung ayat 7) Ujung ayat ini adalah menguatkan lagi tentang meluasnya dan mendalamnya ilmu Allah Ta'aala. Mengenai ayat ini Imam Ahmad bin Hambal meminta perhatian kita bahwa ayat dimulai dengan ilmu disudahi dengan ilmu.
Kemudian itu Allah melanjutkan firman-Nya,“Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali lagi kepada yang dilarang itu?" Segala bisik dan desus, segala pertemuan bagaimanapun rahasianya, namun Allah mengetahuinya. Sebab itu orang yang beriman akan berhati-hati dan akan menjaga keikhlasan mereka lahir batin. Tetapi di sana terdapat orang-orang yang bersifat munafik; pepat di luar pancung di dalam, lain di mulut lain di hati. Mereka telah diberi peringatan supaya bergaul dengan jujur, mereka telah dilarang main sembunyi-sembunyian. Namun mereka dengan diam-diam, karena kemunafikannya, telah melanggar larangan itu kembali. “Dan mereka telah berbisik-bisik rahasia tentang dosa, permusuhan, dan mendurhakai Rasul."
“Dan jika mereka datang kepada engkau, mereka hormati engkau tidak dengan pemberian hormat seperti yang diberikan Allah kepada engkau." Sebagai hasil dari bisik-bisik, pertemuan rahasia yang penuh dendam dan dosa, memupuk permusuhan, ialah mereka sengaja menemui Rasulullah ﷺ bukan dengan maksud baik, melainkan karena hendak mempertontonkan rasa kebencian itu dengan mengucapkan kata-kata yang pada lahirnya memberi hormat, padahal dalam batinnya berisi penghinaan atau kutukan.
“Dan mereka katakan dalam hati mereka: ‘Mengapa Allah tidak menyiksa kita dengan sebab apa yang telah kita katakan itu?'" Artinya ialah bahwa mereka berkata dalam hati kalau memang Muhammad itu Nabi, tentu kehormatannya dijaga oleh Allah. Sekarang kita telah mengatakan kepadanya ucapan salam yang bukan salam. Kalau benar dia Nabi, mengapa kita tidak disiksa Allah karena mengucapkan kata-kata seperti itu? Pada lahirnya ucapan sebagai tanda hormat, pada batinnya dia mengutuk agar dia celaka atau mampus! Maka sebagai lanjutan ayat, sebagai sambutan kepada “kata dalam hati" yang mereka sangka Allah tidak mengetahuinya itu datanglah sambungan ayat, “Cukuplah untuk mereka neraka Jahannam." Di situ akan mereka rasakan kelak ganjaran dari segala kejahatan itu. “Dan itulah yang seburuk-buruk tempat kembali." (ujung ayat 8) Demikian payah mereka berjuang hidup di dunia ini maka sudah sepatutnya mereka mendapat istirahat di akhirat, namun yang menyambut mereka bukan tempat istirahat, melainkan tempat menerima siksaan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu berbisik-bisik rahasia, janganlah berbisik rahasia dalam dosa, permusuhan, dan mendurhakai Rasul" Janganlah meniru cara buruk dari orang-orang kafir dan munafik itu, “Tetapi berbisik rahasialah dalam kebajikan dan takwa." Karena kalau orang beriman bercakap terbatas secara rahasia, soal yang maslahat di jalan Allah, tidaklah mengapa dirahasiakan sebelum matang direncanakan. “Dan bertakwalah kepada Allah," karena hanya jalan itulah satu-satunya yang sewajarnya ditempuh oleh orang-orang yang beriman. “Yang kepada-Nya lah kamu sekalian akan dikumpulkan." (ujung ayat 9)
“Sesungguhnya bisik rahasia itu tidak lain adalah dari setan." Yang dimaksud dengan bisik rahasia dari setan ialah bisik rahasia yang diperbuat oleh orang-orang yang penuh dosa, permusuhan dan maksiat terhadap kepada Rasul. “Untuk mendukakan hati orang yang beriman." Artinya apabila orang itu telah mulai menyisih-nyisih mengadakan pertemuan rahasia, maka orang-orang yang beriman tumbuhlah curiga mengenangkan apa pula agaknya siasat buruk yang sedang diatur oleh orang-orang yang telah dipengaruhi setan ini. “Tetapi tidaklah mereka itu akan memberi bahaya kepada mereka (yang beriman) sesuatu jua pun, kecuali dengan izin Allah." Sebab Allah sendirilah tameng, atau benteng, atau pelindung dari orang yang beriman itu. Apa pun siasat yang diperbuat oleh musuh-musuh yang berbisik-bisik itu, namun siasatnya akan digagalkan oleh Allah. “Dan kepada Allah-lah hendaknya bertawakal orang-orang yang beriman." (ujung ayat 10)