Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُمۡ
menciptakan kalian
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَّقُونَ
(kamu) bertakwa
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُمۡ
menciptakan kalian
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَّقُونَ
(kamu) bertakwa
Terjemahan
Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Tafsir
(Hai manusia!) Maksudnya warga Mekah, (Sembahlah olehmu) dengan bertauhid atau mengesakan (Tuhanmu yang telah menciptakanmu) padahal sebelum itu kamu dalam keadaan tiada (dan) diciptakan-Nya pula (orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa), artinya terpelihara dari siksa dan azab-Nya yakni dengan jalan beribadah kepada-Nya. Pada asalnya 'la`alla' mengungkapkan harapan, tetapi pada firman Allah berarti menyatakan kepastian.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 21-22
Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui.
Ayat 21
Allah ﷻ menjelaskan tentang sifat uluhiyyah-Nya Yang Maha Esa, bahwa Dialah yang memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tiada ke alam wujud, lalu melimpahkan kepada mereka segala macam nikmat lahir dan batin. Allah menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan buat tempat mereka tinggal, diperkokoh kestabilannya dengan gunung-gunung yang tinggi lagi besar; dan Dia menjadikan langit sebagai atap, sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya” (Al-Anbiya: 32). Allah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka. Yang dimaksud dengan lafal as-sama dalam ayat ini adalah awan yang datang pada waktunya di saat mereka memerlukannya.
Melalui hujan, Allah menumbuhkan buat mereka berbagai macam tumbuhan yang menghasilkan banyak jenis buah, sebagaimana yang telah disaksikan. Hal tersebut sebagai rezeki buat mereka, juga buat ternak mereka, sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain. Di antara ayat-ayat tersebut yang paling dekat pengertiannya dengan maksud ini adalah firman-Nya: “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian untuk tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian, lalu membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. Demikianlah Allah Tuhan kalian, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam” (Al-Mumin: 64).
Kesimpulan makna yang dikandung ayat ini adalah bahwa Allah adalah Yang menciptakan, Yang memberi rezeki, Yang memiliki rumah ini serta para penghuninya, dan Yang memberi mereka rezeki. Karena itu, Dia sematalah Yang harus disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya, sebagaimana dinyatakan di dalam ayat lain: “Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 22). Di dalam hadits Shahihain disebutkan dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, "Bila kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu,'" hingga akhir hadits .
Demikian pula yang disebutkan di dalam hadits Mu'adz yang menyebutkan: "Tahukah kamu apa hak Allah yang dibebankan pada hamba-hamba-Nya?" lalu disebutkan, "Hendaklah mereka menyembah-Nya dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun," hingga akhir hadits . Di dalam hadits lain disebutkan seperti berikut: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah, dan yang dikehendaki oleh si Fulan," tetapi hendaklah ia mengatakan, "Ini yang dikehendaki oleh Allah" kemudian, "Ini yang dikehendaki oleh si Fulan.
Hammad ibnu Salimah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umair, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Tufail ibnu Sakhbirah (saudara lelaki ibu Siti Aisyah ) yang menceritakan bahwa ia melihat dalam mimpinya seakan-akan berada di tengah-tengah orang-orang Yahudi, lalu dia bertanya (kepada mereka), "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang Yahudi." Dia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa Uzair anak laki-laki Allah." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kalian pun merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad." Kemudian Tufail bertemu dengan segolongan orang Nasrani, lalu ia bertanya, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang Nasrani." Dia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa Al-Masih anak laki-laki Allah." Mereka berkata, "Dan sesungguhnya kamu pun benar-benar merupakan suatu kaum jika kamu tidak mengatakan bahwa ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad."
Pada pagi harinya Tufail menceritakan mimpi itu kepada sebagian orang yang biasa mengobrol dengannya, kemudian ia datang kepada Nabi ﷺ dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Nabi ﷺ bertanya, "Apakah engkau telah menceritakannya kepada seseorang?" Ia menjawab, "Ya." Maka Nabi ﷺ berdiri, lalu memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya. Setelah itu beliau ﷺ bersabda: Amma ba'du, sesungguhnya Tufail telah melihat sesuatu dalam mimpinya yang telah dia ceritakan kepada sebagian orang di antara kalian yang menerima berita darinya. Sesungguhnya kalian telah mengatakan suatu kalimat yang pada mulanya aku terhalang oleh anu dan anu untuk melarang kalian mengatakannya. Maka sekarang janganlah kalian mengatakan, "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad" melainkan katakanlah, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah semata." Demikian riwayat Ibnu Mardawaih di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini melalui hadits Hammad ibnu Salimah dengan lafal yang sama.
Hadits ini diketengahkan pula oleh Ibnu Majah dari jalur lain melalui Abdul Malik ibnu Umair dengan lafal yang sama atau serupa. Sufyan ibnu Sa'id Ats-Tsauri mengatakan dari Al-Ajlah ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Yazid ibnul Asam, dari Ibnu Abbas yang menceritakan: Seorang lelaki berkata kepada Nabi ﷺ, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan olehmu." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Apakah engkau menjadikan diriku sebagai tandingan Allah! Katakanlah, "'Inilah yang dikehendaki oleh Allah semata." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mardawaih.
Imam An-Nasai serta Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya dari hadits Isa ibnu Yunus, dari Al-Ajlah dengan lafal yang sama. Semua itu ditegaskan demi memelihara dan melindungi ketauhidan. Muhammad ibnu Ishak mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian” (Al-Baqarah: 21). Ayat ini ditujukan kepada kedua golongan secara keseluruhan, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Dengan kata lain, esakanlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian.
Ayat 22
Hal yang sama dikatakan pula dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 22). Maksudnya, janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu dengan tandingan-tandingan yang tidak dapat menimpakan mudarat dan juga tidak dapat memberi manfaat, padahal kalian mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang memberi rezeki kepada kalian selain Allah. Kalian telah mengetahui apa yang diserukan oleh Muhammad kepada kalian yaitu ajaran tauhid adalah kebenaran yang tiada keraguan di dalamnya.
Demikian pula menurut Qatadah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Dahhak ibnu Mukhallad alias Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan." Istilah andad yaitu sama dengan mempersekutukan Allah, syirik itu lebih samar daripada merangkaknya semut di atas batu hitam yang licin di dalam kegelapan malam.
Contoh perbuatan syirik (atau mempersekutukan Allah) adalah ucapan seseorang, "Demi Allah dan demi hidupmu, wahai Fulan, dan demi hidupku." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada anjing, niscaya maling akan datang ke rumah kami tadi malam," atau "Seandainya tidak ada angsa, niscaya maling memasuki rumah kami." Demikian pula ucapan seseorang kepada temannya, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki olehmu." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada Allah dan si Fulan," semuanya itu merupakan perkataan yang menyebabkan kemusyrikan.
Di dalam hadits disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Ini adalah yang dikehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu." Maka beliau ﷺ bersabda: Apakah kamu menjadikan diriku sebagai tandingan Allah? Di dalam hadits lain disebutkan: Sebaik-baik kaum adalah kalian jika kalian tidak mengadakan tandingan terhadap Allah dengan mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh si Fulan." Abul Aliyah mengatakan, makna andadan dalam firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan," ialah tandingan dan sekutu. Demikian dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, As-Suddi, Abu Malik, dan Ismail ibnu Abu Khalid.
Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Wa-antum ta'-lamuna," adalah sedangkan kalian mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab Taurat dan kitab Injil. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf (yaitu Musa ibnu Khalaf, beliau termasuk wali abdal), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Zaid ibnu Salam, dari kakeknya (Mamtur), dari Al-Haris Al-Asy'ari, bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah ﷻ memerintahkan kepada Yahya ibnu Zakaria A.S. untuk mengamalkan lima kalimat dan memerintahkan kepada Bani Israil untuk mengamalkannya. Akan tetapi, hampir saja Yahya A.S. terlambat mengamalkannya, lalu Isa A.S berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu telah diperintahkan untuk mengamalkan lima kalimat. Kamu pun memerintahkan kepada Bani Israil agar mereka mengamalkannya. Apakah kamu yang menyampaikan, atau diriku yang menyampaikannya?' Yahya menjawab, 'Wahai Saudaraku, sesungguhnya aku merasa takut jika kamu yang menyampaikannya, nanti aku akan diazab atau dikutuk.' Kemudian Yahya ibnu Zakaria mengumpulkan kaum Bani Israil di Baitul Muqaddas hingga masjid menjadi penuh oleh mereka.
Yahya duduk di atas tempat yang tinggi, lalu memuji dan menyanjung Allah ﷻ. Kemudian ia mengatakan, 'Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengamalkan lima kalimat. Dia memerintahkan pula kepada kalian agar mengamalkannya. Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempersekutukan Allah itu seperti keadaan seorang lelaki yang membeli seorang budak dengan uangnya sendiri secara murni, baik uang perak ataupun uang emas. Lalu si budak bekerja dan memberikan hasil penjualan jasanya itu kepada selain tuannya. Maka siapakah di antara kalian yang suka diperlakukan seperti demikian? Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kalian dan yang memberi rezeki kalian. Maka sembahlah Dia oleh kalian dan jangan kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakan shalat, karena sesungguhnya Zat Allah berada di hadapan hamba-Nya selagi si hamba (yang sedang shalat itu) tidak menoleh (berpaling). Karena itu, apabila kalian sedang shalat , janganlah kalian menoleh. Allah telah memerintahkan kalian puasa, karena sesungguhnya perumpamaan puasa itu seperti keadaan seorang lelaki yang membawa sebotol minyak kesturi berada di tengah-tengah segolongan kaum, lalu mereka dapat mencium bau wangi minyak kesturinya. Sesungguhnya bau mulut orang yang sedang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi.
Allah memerintahkan kalian untuk bersedekah, karena sesungguhnya perumpamaan sedekah itu seperti seorang laki-laki yang ditawan musuh, dan mengikat kedua tangannya ke lehernya, lalu mengajukannya untuk menjalani hukuman pancung. Kemudian lelaki itu berkata, 'Bolehkah aku menebus diriku dari kalian?' Lalu lelaki itu menebus dirinya dengan semua miliknya, baik yang bernilai murah maupun yang bernilai mahal, hingga dirinya terbebas.
Allah memerintahkan kalian untuk berzikir dengan banyak mengingat Allah, karena sesungguhnya perumpamaan hal ini seperti keadaan seorang lelaki yang dikejar-kejar musuh yang memburunya dengan cepat dari belakang. Kemudian lelaki itu sampai ke suatu benteng, lalu ia berlindung di dalam benteng itu (dari kejaran musuhnya). Sesungguhnya tempat yang paling kuat bagi seorang hamba untuk melindungi dirinya dari setan ialah bila ia selalu dalam keadaan berzikir mengingat Allah'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Dan aku perintahkan kalian untuk mengerjakan lima perkara yang telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, yaitu (menetapi) jamaah (persatuan), tunduk dan taat (kepada ulil amri), dan hijrah serta jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jamaah dalam jarak satu jengkal, berarti dia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya, kecuali jika ia bertobat. Barang siapa yang memanggil dengan memakai seruan Jahiliyah., maka ia dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan berlutut. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan shalat?" Beliau ﷺ menjawab, "Sekalipun dia shalat dan puasa, serta mengaku dirinya muslim. Maka panggillah orang-orang muslim dengan nama-namanya sesuai dengan nama yang telah diberikan oleh Allah buat mereka; orang-orang muslim dan orang-orang mukmin adalah hamba-hamba Allah.
Hadits ini berpredikat hasan, sedangkan syahid (bukti) dari hadits ini yang berkaitan dengan makna ayat yang sedang kita bahas ini adalah kalimat yang mengatakan, "Dan sesungguhnya Allah telah menciptakan kalian dan memberi kalian rezeki. Maka sembahlah Dia oleh kalian, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Ayat yang sedang kita bahas menunjukkan bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya.
Kebanyakan ulama tafsir seperti Ar-Razi dan lain-lain menyimpulkan dalil dari hadits ini adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sama halnya dengan ayat yang sedang kita bahas secara lebih prioritas. Karena sesungguhnya orang yang merenungkan semua keberadaan alam bagian bawah dan bagian atas berikut berbagai ragam bentuk, warna, watak, manfaat (kegunaan), dan peletakannya dalam posisi yang tepat, semua itu menunjukkan kekuasaan Penciptanya, kebijaksanaan-Nya, pengetahuan-Nya serta keahlian-Nya dan kebesaran kekuasaan-Nya.
Keadaannya sama dengan apa yang dikatakan oleh sebagian orang Arab ketika ditanya, "Manakah bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Tinggi?" Maka dia menjawab, " سُبْحَانَ اللهِ (Mahasuci Allah), sesungguhnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, jejak kaki menunjukkan adanya orang yang lewat. Langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki gunung-gunung serta lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?" Ar-Razi meriwayatkan dari Imam Malik, bahwa Ar-Rasyid pernah bertanya kepadanya mengenai masalah ini, lalu Imam Malik membuktikan dengan adanya berbagai macam bahasa, suara, dan irama.
Disebutkan oleh Abu Hanifah bahwa ada sebagian orang Zindiq bertanya kepadanya tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka, "Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk mengingat suatu hal yang pernah diceritakan kepadaku. Mereka menceritakan kepadaku bahwa ada sebuah perahu di tengah laut yang berombak besar, di dalamnya terdapat berbagai macam barang dagangan, sedangkan di dalam perahu itu tidak terdapat seorang pun yang menjaganya dan tiada seorang pun yang mengendalikannya. Tetapi sekalipun demikian perahu tersebut berangkat dan tiba berlayar dengan sendirinya, dapat membelah ombak yang besar hingga selamat dari bahaya. Perahu itu dapat berlayar dengan sendirinya tanpa ada seorang pun yang mengendalikannya." Mereka berkata, "Ini adalah suatu hal yang tidak akan dikatakan oleh orang yang berakal." Maka Abu Hanifah berkata, "Celakalah kamu, semua alam wujud berikut apa yang ada padanya mulai dari alam bagian bawah dan bagian atas, semua yang terkandung di dalamnya berupa berbagai macam benda yang teratur ini, apakah tidak ada penciptanya?" Akhirnya kaum Zindiq itu terdiam dan mereka sadar, lalu kembali kepada kebenaran dan semuanya masuk Islam di tengah Abu Hanifah.
Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i bahwa ia pernah ditanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka ia menjawab bahwa ini adalah daun “tut” yang rasanya sama. Daun ini bila dimakan ulat sutera dapat menghasilkan benang sutera; bila dimakan lebah, keluar darinya madu; bila dimakan kambing dan sapi atau unta, menjadi kotoran yang tercampakkan (menjadi pupuk); dan bila dimakan oleh kijang, maka keluar dari tubuh kijang itu bibit minyak kesturi, padahal daunnya berasal dari satu jenis.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah ini, ia menjawab bahwa ada sebuah benteng yang kuat lagi licin, tidak mempunyai pintu dan tidak mempunyai lubang. Bagian luarnya putih seperti perak, sedangkan bagian dalamnya kuning mirip emas. Ketika benteng tersebut dalam keadaan demikian, tiba-tiba temboknya terbelah dan keluarlah darinya seekor hewan yang dapat mendengar dan melihat, bentuk dan suaranya lucu. Dia bermaksud menggambarkan telur bila menetas.
Abu Nuwas pernah ditanya mengenai masalah ini. Ia berkata melalui syair-syairnya, yaitu: Renungkanlah kejadian tumbuh-tumbuhan di bumi ini dan perhatikanlah hasil-hasil yang telah dibuat oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Air yang jernih bak perak memenuhi parit-parit yang bagaikan emas cetakan mengairi lahan-lahan yang indah bagaikan batu permata zabarjad, semuanya itu merupakan saksi yang membuktikan bahwa Allah tiada sekutu bagi-Nya.
Ibnul Mu'tazz mengatakan: Alangkah anehnya, bagaimanakah seseorang berbuat durhaka kepada Tuhan, dan bagaimanakah seseorang mengingkari-Nya, padahal segala sesuatu merupakan pertanda baginya yang menunjukkan bahwa Tuhan adalah Esa.
Ulama lain mengatakan, "Barang siapa yang merenungkan ketinggian langit ini, keluasannya, dan semua yang ada padanya berupa bintang yang bercahaya baik yang kecil maupun yang besar dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya serta yang tetap, niscaya semua itu memberikan kesimpulan kepadanya akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta. Barang siapa yang menyaksikan bagaimana bintang-bintang tersebut berputar pada dirinya sendiri setiap sehari semalam sekali putaran dalam tata surya yang maha luas itu, sedangkan masing-masing mempunyai garis edarnya sendiri; dan barangsiapa yang memperhatikan lautan yang meliputi daratan dari berbagai arah, gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar stabil dan para penghuninya yang terdiri dari berbagai macam jenis dan bentuk serta warnanya, niscaya menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya:
“Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (Fathir. 27-28).
Demikian pula sungai-sungai yang membelah dari suatu negeri ke negeri yang lain, membawa banyak manfaat. Semua yang diciptakan di muka bumi berupa bermacam-macam makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda rasanya, dan berbagai macam bunga yang beraneka ragam warnanya, padahal tanah dan airnya sama; semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan kekuasaan serta kebijaksanaan-Nya Yang Maha Besar. Juga menunjukkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya, lemah lembut, kebajikan dan kebaikan-Nya kepada mereka; tiada Tuhan selain Allah dan Tiada Rabb selain Dia, hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan kembali. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan pengertian ini sangat banyak.
Setelah menjelaskan tiga golongan manusia dalam menyikapi kebenaran Al-Qur'an, yaitu orang-orang bertakwa, kafir, dan munafik, selanjutnya Allah menyeru kepada manusia secara umum agar beragama secara benar melalui tiga hal: hanya beribadah kepada Allah (ayat 21-22), percaya kepada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yakni Al-Qur'an, (ayat 23-24), dan beriman kepada hari kebangkitan (ayat 25). Wahai manusia! Sembahlah dan beribadahlah secara tulus kepada Tuhanmu sebab Dia yang telah menciptakan dan memelihara kamu dan orang-orang yang sebelum kamu dari yang sebelumnya tiada. Dia adalah satu-satunya Pencipta segala sesuatu. Perintah beribadah itu ditujukan agar kamu bertakwa dan dapat memelihara diri serta terhindar dari murka dan siksa Allah. Dengan beribadah, berarti kita telah mempersiapkan diri untuk mengagungkan Allah, sehingga jiwa menjadi suci dan tunduk kepada kebenaran. Sesungguhnya Dialah yang dengan kekuasaan-Nya menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu sehingga layak dan nyaman untuk dihuni, dan menjadikan di atas kamu langit dan benda-benda yang ada padanya sebagai atap, atau sebagai bangunan yang cermat, indah, dan kukuh. Dan Dialah yang menurunkan sebagian dari air, yaitu air hujan, dari langit yang menjadi sumber kehidupan. Lalu Dia hasilkan dengan air itu sebagian dari buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah yang telah menciptakan sedemikian rupa dan telah memberimu rezeki, padahal kamu dengan fitrah kesucian yang ada dalam diri mengetahui bahwa Allah tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang memberi rezeki selain-Nya, maka janganlah kamu menyimpang dari fitrah itu.
.
Ayat-ayat ini memerintahkan beribadah dan menyembah kepada Allah. Perintah beribadah ini ditujukan oleh Allah kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan perantaraan rasul-rasul-Nya. Allah berfirman:
Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut." (an-Nahl/16: 36)
Tiap-tiap rasul memulai dakwahnya dengan seruan kepada kaumnya agar menyembah Allah saja. Misalnya, Allah ﷻ berfirman:
".... Lalu dia (Nuh) berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. ?" (al-A'raf/7: 59)
Beribadah kepada Allah ialah menghambakan diri kepada-Nya, dengan penuh kekhusyukan, memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya, karena merasakan bahwa hanya Allah-lah yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mendidik seluruh makhluk. Ibadah seorang hamba sebagaimana yang disebutkan itu akan dinilai Allah ﷻ menurut niat hamba yang melakukannya.
Pada ayat ini Allah ﷻ disebut dengan "rabb", kemudian diiringi dengan perkataan "?yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu?" Hal ini memberi pengertian bahwa Allah menciptakan manusia, mengembangbiakkannya, memberi taufik, menjaga dan memelihara, dan memberi nikmat agar dengan nikmat itu manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah. Semua rahmat tersebut diberikan kepada manusia sejak permulaan adanya, sampai akhir kehidupannya di dunia ini. Barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah maka akan ditambahkan-Nya nikmat itu, sebaliknya barang siapa yang mengingkari nikmat Allah, maka ia akan menerima azab di dunia sebagaimana yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat yang terdahulu dan di akhirat nanti akan disediakan azab yang pedih.
Allah ﷻ berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Ibrahim/14: 7)
Dengan beribadah kepada Allah sebagaimana yang diperintahkan itu, manusia akan terhindar dari azab Allah dan ia akan mencapai derajat yang tinggi lagi sempurna.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 21-25
Ayat 21
“Wahai, manusia!"
Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir—"Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu."— Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup di atas bumi.—"Dan orang-orang yang sebelum kamu" Artinya, datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga, dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dicencang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka, orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh mengingat itu
“Supaya kamu terpelihara."
Pikirkanlah olehmu, hai manusia, akan Allah itu,
Ayat 22
“Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan,"
Terbentang luas sehingga kamu bisa hidup makmur di atas hamparannya itu."Dan langit sebagai bangunan" yang dapat dirasakan melihat awannya yang berarak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam, dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya."Dan diturunkan-Nya air dari langit'—dari atas—"Maka, keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu." Maka, pandang dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai langitnya, sampai pada turunnya air hujan yang menyuburkan bumi itu. Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa pun yang ditanam. Kebun subur, sawah subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapAllah diambil buat dimakan.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, ketahuilah olehmu bahwa Yang Mahakuasa hanyalah Dia sendiri-Nya. Yang menyediakan bumi untuk kamu hanya Dia sendiri, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendiri. Sebab itu, tidaklah pantas kamu menyekutukan Dia dengan yang lain. Padahal kamu sendiri merasa bahwa tidak ada yang lain yang berkuasa. Yang lain itu hanyalah bikin-bikin kamu saja.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukankah kemakmuran hidup kita sangat bergantung pada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi ter-tahan-tahan dan menimbulkan sungai-sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air. Pertalian langit dengan bumi, dengan adanya air hujan itu teratur dengan sangat rapinya sehingga kehidupan kita di atas bumi menjadi terjamin. Ayat ini menyuruh renungkan kepada kita bahwasanya semuanya itu pasti ada yang mencipta-kan; itulah Allah. Tak mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur itu. Sebab itu, datanglah ujung ayat mengatakan tidaklah patut kita menyembah kepada Tuhan yang lain selain Allah.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Kamu sudah tahu bahwa yang menghamparkan bumi dan membangun langit lalu menurunkan hujan itu, tidak dicampuri oleh kekuasaan yang lain.
Di sini, kita bertemu lagi dengan apa yang telah kita tafsirkan di dalam surah al-Faatihah. Di ayat 21, kita disuruh menyembah Allah, itulah Tauhid Uluhiyah; penyatuan tempat menyembah. Sebab, Dia yang telah menjadikan kita dan nenek moyang kita; tidak bersekutu dengan yang lain. Itulah Tauhid Rububiyah.
Di ayat 22, ditegaskan sekali lagi Tauhid Rububiyah, yaitu Dia yang menjadikan bumi sebagai hamparan, menjadikan langit sebagai bangunan dan Dia yang menurunkan hujan, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman untuk rezeki bagi kamu. Ini adalah Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, janganlah disekutukan Allah dengan yang lain; itulah Tauhid Ulubiyah.
Maka, pelajaran tauhid didapat langsung dari melihat alam.
Ayat 23
“Dan, jika kamu dalam kegaguan dari hal apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami."
Hamba Kami yang Allah maksudkan ialah Nabi kita Muhammad ﷺ, satu ucapan kehormatan tertinggi dan pembelaan atas diri beliau. Dan yang telah Kami turunkan itu adalah Al-Qur'an. Di ayat kedua permulaan sekali, Allah telah menyatakan bahwa Al-Kitab itu tidak ada lagi keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertakwa. Akan tetapi, sudah terbayang selanjutnya bahwa masih ada manusia yang ragu-ragu, yang menyebabkan mereka menjadi munafik. Sehingga, ada yang mulanya menyatakan percaya, tetapi hatinya tetap ragu.
Ditantangiah keraguan mereka itu dengan ayat ini, “Maka, datangkanlah sebuah surah yang sebanding dengan ia." Allah berfirman begini karena masih ada di antara yang ragu itu menyatakan bahwa Al-Qur'an itu hanyalah karangan Muhammad saja, sedangkan hamba Kami Muhammad ﷺ itu adalah manusia seperti kamu juga. Selama ini, tidaklah dia terkenal sebagai seorang yang sanggup menyusun kata begitu tinggi mutunya atas kehendaknya sendiri, dan bukan pula terkenal dia sebagai seorang kahin (tukang tenung) yang sanggup menyusun kata sastra. Maka, kalau kamu ragu bahwa sabda yang disampaikannya itu benar-benar dari Allah, kamu cobalah mengarang dan mengemukakan satu surah yang sebanding dengan yang dibawakan Muhammad itu!
Cobalah. Apa salahnya! Dan, kalau kamu tidak sanggup maka,
“Dan, panggillah saksi-saksi kamu selain Allah, jika adalah kamu orang-orang yang benar."
Panggillah ahli-ahli untuk membuktikan kebenaranmu. Kalau kamu tidak bisa, mungkin ahli-ahli itu bisa. Boleh kamu coba-coba.
Ayat yang begini dalam bahasa Arab namanya tahaddi yaitu tantangan.
Di zaman Mekah ataupun di zaman Madinah, bukan sedikit ahli-ahli syair dan ada pula kahin atau tukang mantra yang dapat mengeluarkan kata tersusun. Namun, tidak ada satu pun yang dapat menandingi Al-Qur'an. Bahkan sampai pada zaman kita ini pun bangsa Arab tetap mempunyai pujangga-pujangga besar. Mereka pun tidak sanggup membanding dan mengadakan tandingan dari Al-Qur'an. Sehingga dipindahkan ke dalam kata lain, meskipun dalam bahasa Arab sendiri untuk menyamai pengaruh ungkapan-ungkapan wahyu, tidaklah bisa, apalagi akan mengatasi.
Dr. Thaha Husain, pujangga Arab yang terkenal dan diakui kesarjanaannya dan diberi gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas Eropa, sebagaimana universitas di Spanyol, Italia, Yunani, yaitu sesudah dicapai-nya Ph.D. di Sorbonne, mengatakan bahwa bahasa Arab itu mempunyai dua macam sastra, yaitu prosa (manzhum) dan puisi (montsur), yang ketiga ialah Al-Qur'an. Beliau tegaskan bahwa Al-Qur'an bukan prosa, bukan puisi: Al-Qur'an ialah Al-Qur'an.
Tahaddi atau tantangan itu akan berlaku terus sampai akhir zaman. Dan, untuk merasakan betapa hebatnya tantangan itu dan betapa pula bungkamnya jawaban atas tantangan, seyogianyalah kita mengerti bahasa Arab dan dapat membaca Al-Qur'an itu. Dengan demikian, kita akan mencapai ainalyakin dari tantangan ini. Bertambah kita mendalaminya, mempelajari sastra-sastranya dan tingkat-tingkat kemajuannya, bahkan bertambah kita dapat menguasai istimewa itu, bertambah yakinlah kita bahwa tidak dapat dikemuka-kan satu surah pun untuk menandingi Al-Qur'an.
Ayat 24
“Maka, jika kamu tidak dapat membuat, dan sekali-kali kamu tidak akan dapat membuat, takutlah kamu pada neraka yang menyalakannya ialah manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang yang lain."
Kalau kamu sudah nyata tidak sanggup menandingi Al-Qur'an, dan memang selamanya kamu tidak akan sanggup, baik susun kata maupun makna yang terkandung di dalamnya maka janganlah diteruskan lagi penan-tangan itu, lebih baik tunduk dan patuhlah, serta terimalah dengan tulus ikhlas, jangan dilanjutkan lagi sikap yang ragu-ragu itu. Karena, meneruskan keraguan terhadap perkara yang sudah nyata, akibatnya hanyalah kecelakaan bagi diri sendiri. Jika kebenaran yang telah diakui oleh hati masih juga ditolak, berarti memilih jalan yang lain yang membawa kesesatan. Kalau dipilih jalan sesat, tentu nerakalah ujungnya yang terakhir. Neraka yang apinya dinyalakan dengan manusia yang dihukum yang dimasukkan ke dalamnya bercampur dengan batu-batu.
Ayat 25
“Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa untuk Mereka adalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Keras kepala nerakalah ancamannya, sedangkan kepatuhan dijanjikan masuk surga. Adapun yang diajak buat kepatuhan itu ialah hal yang masuk di akal dan hal untuk keselamatan hidup sendiri di dunia ini, bukan memaksa yang tidak dapat dikerjakan.
“Tiap-tiap kali diberikan kepada mereka ‘suatu pemberian dari semacam buah-buahan, mereka berkata, ‘Inilah yang telah dijanjikan kepada kita dari dahulu.' Dan diberikan kepada mereka akan dia serupa."
Baik juga kita ketahui pendapat lain di antara ahli-ahli tafsir tentang mafhum ayat ini. Penafsiran Jalaluddin as-Sayuthi membawakan arti demikian, “Inilah yang telah dikaruniakan kepada kita di waktu dahulu. Dan, diberikan kepada mereka serupa-serupa." Beliau, al-Jalal, memahami bahwa buah-buahan yang dihidangkan di surga itu serupa dengan buah-buahan yang telah pernah mereka diberi rezeki di dunia dahulu. Padahal, hanya rupa yang sama, tetapi rasa dan kelezatannya niscaya berlainan. Adakah sama rasa buah-buahan surga dengan buah-buahan dunia? Adapun penafsir-penafsir yang lain memaknakan ayat itu, “Inilah yang telah dijanjikan kepada kita di waktu dahulu." Artinya, setelah mereka menerima buah-buahan itu terkenanglah mereka kembali, memang benarlah dahulu waktu di dunia Allah telah menjanjikan itu buat mereka."Dan, diberikan kepada mereka berbagai ragam. Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci" Setengah ahli tafsir menafsirkan pengertian suci bersih di sini ialah istri di surga tidak pernah berhaid lagi sebab haid itu kotor, tetapi sebaiknya kita memahamkan lebih tinggi lagi dari itu.
“Dan, Mereka akan kekal didalamnya."
(ujung ayat 25)