Ayat
Terjemahan Per Kata
سَمَّـٰعُونَ
orang-orang yang suka mendengarkan
لِلۡكَذِبِ
pada yang bohong
أَكَّـٰلُونَ
orang-orang yang banyak memakan
لِلسُّحۡتِۚ
bagi yang haram
فَإِن
maka jika
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
فَٱحۡكُم
maka putuskanlah
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
أَوۡ
atau
أَعۡرِضۡ
berpalinglah
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
وَإِن
dan jika
تُعۡرِضۡ
kamu berpaling
عَنۡهُمۡ
dari mereka
فَلَن
maka tidak
يَضُرُّوكَ
mereka memudharatkan
شَيۡـٔٗاۖ
sedikitpun
وَإِنۡ
dan jika
حَكَمۡتَ
kamu memutuskan
فَٱحۡكُم
maka putuskanlah
بَيۡنَهُم
diantara mereka
بِٱلۡقِسۡطِۚ
dengan adil
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُقۡسِطِينَ
orang-orang yang berbuat adil
سَمَّـٰعُونَ
orang-orang yang suka mendengarkan
لِلۡكَذِبِ
pada yang bohong
أَكَّـٰلُونَ
orang-orang yang banyak memakan
لِلسُّحۡتِۚ
bagi yang haram
فَإِن
maka jika
جَآءُوكَ
mereka datang kepadamu
فَٱحۡكُم
maka putuskanlah
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
أَوۡ
atau
أَعۡرِضۡ
berpalinglah
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
وَإِن
dan jika
تُعۡرِضۡ
kamu berpaling
عَنۡهُمۡ
dari mereka
فَلَن
maka tidak
يَضُرُّوكَ
mereka memudharatkan
شَيۡـٔٗاۖ
sedikitpun
وَإِنۡ
dan jika
حَكَمۡتَ
kamu memutuskan
فَٱحۡكُم
maka putuskanlah
بَيۡنَهُم
diantara mereka
بِٱلۡقِسۡطِۚ
dengan adil
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُقۡسِطِينَ
orang-orang yang berbuat adil
Terjemahan
Mereka (orang-orang Yahudi itu) sangat suka mendengar berita bohong lagi banyak memakan makanan yang haram. Maka, jika mereka datang kepadamu (Nabi Muhammad untuk meminta putusan), berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling, mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Akan tetapi, jika engkau memutuskan (perkara mereka), putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.
Tafsir
(Mereka orang-orang yang gemar mendengar berita-berita bohong dan banyak memakan yang haram) dibaca suht atau suhut; artinya barang haram seperti uang suap (maka jika mereka datang kepadamu) untuk meminta sesuatu keputusan (maka putuskanlah di antara mereka atau berpalinglah dari mereka) pilihan di antara alternatif ini dihapus/dinasakh dengan firman-Nya, "..... maka putuskanlah di antara mereka." Oleh sebab itu jika mereka mengadukan hal itu kepada kita wajiblah kita memberikan keputusannya di antara mereka. Dan ini merupakan yang terkuat di antara kedua pendapat Syafii. Dan sekiranya mereka mengadukan perkara itu bersama orang Islam, maka hukum memutuskan itu wajib secara ijmak. (Jika mereka berpaling daripadamu, maka sekali-kali tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun juga. Dan jika kamu memutuskan) perkara di antara mereka (maka putuskanlah di antara mereka dengan adil) tidak berat sebelah. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil) dalam memberikan keputusan dan akan memberi mereka pahala.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 41-44
Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi, mereka amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah; dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah." Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak mau menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat, mereka beroleh azab yang besar.
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan bisa memberikan mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.
Dan bagaimana bisa mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang beriman.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya ada petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah. Demikian pula orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Ayat 41
Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang bersegera kepada kekafiran, keluar dari jalur taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta lebih mendahulukan kepentingan pendapat dan hawa nafsu serta kecenderungan mereka atas syariat-syariat Allah ﷻ “dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, ‘Kami telah beriman,’ padahal hati mereka belum beriman.” (Al-Maidah: 41) Yakni mereka menampakkan iman melalui lisannya, sedangkan hati mereka rusak dan kosong dari iman; mereka adalah orang-orang munafik.
“Dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi.” (Al-Maidah: 41) Mereka adalah musuh agama Islam dan para pemeluknya, mereka semuanya mempunyai kegemaran “amat suka mendengar (berita-berita) bohong.” (Al-Maidah: 41)
Yakni mereka percaya kepada berita bohong dan langsung terpengaruh olehnya.
“Dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu.” (Al-Maidah: 41)
Mereka mudah terpengaruh oleh kaum lain yang belum pernah datang ke majelismu, Muhammad. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah "mereka senang mendengarkan perkataanmu, lalu menyampaikannya kepada kaum lain yang tidak hadir di majelismu dari kalangan musuh-musuhmu.”
“Mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya.” (Al-Maidah: 41)
Yakni mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya dan mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.
Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” (Al-Maidah: 41)
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan orang-orang Yahudi yang telah melakukan suatu pembunuhan terhadap seseorang (dari mereka). Dan mereka mengatakan, "Marilah kita meminta keputusan kepada Muhammad. Jika dia memutuskan pembayaran diat, maka terimalah hukum itu. Dan jika dia memutuskan hukum qisas, maka janganlah kalian dengar (turuti) keputusannya itu."
Tetapi yang benar adalah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, sedangkan mereka telah mengubah Kitabullah yang ada di tangan mereka, antara lain ialah perintah menghukum rajam orang yang berzina muhsan (perbuatan zina yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah) di antara mereka.
Mereka telah mengubahnya dan membuat peristilahan tersendiri di antara sesama mereka, yaitu menjadi hukuman dera seratus kali, mencoreng mukanya (dengan arang), dan dinaikkan ke atas keledai secara terbalik (lalu dibawa ke sekeliling kota). Ketika peristiwa itu terjadi sesudah hijrah, mereka (orang-orang Yahudi) berkata di antara sesama mereka, "Marilah kita meminta keputusan hukum kepadanya (Nabi ﷺ). Jika dia memutuskan hukuman dera dan mencoreng muka pelakunya, terimalah keputusannya; dan jadikanlah hal itu sebagai hujah (alasan) kalian terhadap Allah, bahwa ada seorang nabi Allah yang telah memutuskan demikian di antara kalian. Dan apabila dia memutuskan hukuman rajam, maka janganlah kalian mengikuti keputusannya."
Hal tersebut disebutkan oleh banyak hadits, antara lain diriwayatkan oleh Malik, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar , bahwa orang-orang yahudi datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu mereka melaporkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan mereka berbuat zina dengan seorang wanita. Maka Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka: “Apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam?” Mereka menjawab, "Kami permalukan mereka, dan mereka dihukum dera." Abdullah ibnu Salam berkata, "Kalian dusta, sesungguhnya di dalam kitab Taurat terdapat hukum rajam." Lalu mereka mendatangkan sebuah kitab Taurat dan membukanya, lalu seseorang di antara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan yang sesudahnya.
Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "'Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata yang tertutup itu adalah ayat rajam. Lalu mereka berkata, "Benar, wahai Muhammad, di dalamnya terdapat ayat rajam." Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar keduanya dijatuhi hukuman rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Aku melihat lelaki pelaku zina itu membungkuk di atas tubuh wanitanya dengan maksud melindunginya dari lemparan batu rajam."
Hadits diketengahkan oleh Syaikhain, dan hadits di atas menurut lafal Imam Bukhari.
Menurut lafal yang lain, dari Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi ﷺ bertanya kepada orang-orang Yahudi: “Apakah yang akan kalian lakukan terhadap keduanya?” Mereka menjawab, "Kami akan mencoreng muka mereka dengan arang dan mencaci makinya." Nabi ﷺ bersabda membacakan firman-Nya: “Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika memang kalian orang-orang yang benar.” (Ali Imran: 93) Lalu mereka mendatangkannya dan berkata kepada seorang lelaki di antara mereka yang mereka percayai, tetapi dia bermata juling, "Bacalah!" Lalu lelaki itu membacanya hingga sampai pada suatu bagian, lalu ia meletakkan tangannya pada bagian itu.
Maka Nabi ﷺ bersabda, "Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata tampak jelas adanya ayat hukum rajam. Kemudian lelaki itu berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya di dalam kitab Taurat memang ada hukum rajam, tetapi kami menyembunyikannya di antara kami." Maka Nabi ﷺ memerintahkan agar keduanya dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.
Menurut lafal yang ada pada Imam Muslim disebutkan bahwa dihadapkan kepada Rasulullah ﷺ seorang lelaki Yahudi dan seorang perempuan Yahudi yang telah berbuat zina. Tetapi Rasulullah ﷺ tidak menanggapinya sehingga datang orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya: “Hukum apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat sehubungan dengan orang yang berbuat zina?” Mereka menjawab, "Kami harus mencoreng muka kedua pelakunya dengan arang, lalu kami naikkan mereka ke atas kendaraan dengan tubuh yang terbalik, hingga muka kami saling berhadapan dengan muka mereka,kemudian diarak (ke sekeliling kota)." Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: “Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika memang kalian orang-orang yang benar.” (Ali Imran: 93) Maka mereka mendatangkan kitab Taurat dan membacanya.
Ketika bacaannya sampai pada ayat rajam, pemuda yang membacakannya meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan sesudahnya saja. Maka Abdullah ibnu Salam yang saat itu berada di samping Rasulullah ﷺ berkata (kepada Rasulullah ﷺ), “Perintahkanlah kepadanya agar mengangkat tangannya!" Pemuda itu mengangkat tangannya, dan ternyata di bawahnya terdapat ayat rajam. Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar kedua pezina itu dihukum rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang ikut merajam keduanya, dan dia melihat pelaku laki-laki melindungi pelaku perempuan dari lemparan batu dengan tubuhnya.
Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd; Zaid ibnu Aslam telah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang, lalu mereka mengundang Rasulullah ﷺ ke suatu tempat yang teduh, tetapi Rasulullah ﷺ mendatangi mereka di rumah tempat mereka mengaji kitab Taurat. Lalu mereka bertanya, ''Wahai Abul Qasim, sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kami telah berbuat zina dengan seorang wanita, maka putuskanlah perkaranya." Ibnu Umar mengatakan bahwa mereka menyediakan sebuah bantal untuk Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ duduk di atasnya.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, "Datangkanlah kepadaku kitab Taurat." Maka kitab Taurat didatangkan, dan Nabi ﷺ mencabut bantal yang didudukinya, lalu meletakkan kitab Taurat di atas bantal itu, kemudian bersabda, "Aku beriman kepadamu dan kepada Tuhan Yang telah menurunkanmu." Selanjutnya beliau ﷺ bersabda, "Datangkanlah kepadaku orang yang paling alim di antara kalian." Lalu didatangkan oleh mereka seorang pemuda. Kemudian disebutkan kisah hukum rajam seperti yang terdapat pada hadits Malik, dari Nafi'.
Az-Zuhri mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang dikenal selalu mempelajari ilmu dan menghafalnya; saat itu kami sedang berada di rumah Ibnul Musayyab. Lelaki itu menceritakan sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi berbuat zina dengan seorang wanita.
Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Berangkatlah kalian untuk meminta keputusan kepada Nabi ini. Karena sesungguhnya dia diutus membawa keringanan. Maka jika dia memberikan fatwa kepada kita selain hukum rajam, kita menerimanya; kita jadikan sebagai hujah (alasan) di hadapan Allah, dan kita akan katakan bahwa ini adalah fatwa keputusan dari salah seorang di antara nabi-nabi-Mu."
Lalu mereka datang menghadap Nabi ﷺ yang saat itu sedang duduk dengan para sahabatnya di masjid. Lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang lelaki dan seorang wanita yang berbuat zina dari kalangan kaum yang sama?" Nabi ﷺ tidak menjawab sepatah kata pun melainkan beliau langsung datang ke tempat Midras mereka, lalu beliau berdiri di pintunya dan bersabda: “Aku bertanya kepada kalian, demi Allah Yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah yang kalian jumpai dalam kitab Taurat tentang orang yang berzina apabila ia telah muhsan (orang yang sudah baligh berakal, merdeka dan kawin secara sah)?” Mereka menjawab, "Wajahnya dicorengi dengan arang, kemudian diarak ke sekeliling kota dan didera." Istilah tajbiyah dalam hadits ini adalah kedua orang yang berzina dinaikkan ke atas seekor keledai dengan tengkuk yang saling berhadapan, lalu keduanya di arak ke sekeliling kota (yakni dipermalukan)
Dan terdiamlah seorang pemuda dari mereka. Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya terdiam, maka beliau menanyainya dengan gencar. Akhirnya ia berkata, "Ya Allah, karena engkau meminta kepada kami dengan menyebut nama-Mu, maka kami jawab bahwa sesungguhnya kami menjumpai adanya hukum rajam dalam kitab Taurat." Nabi ﷺ bertanya (kepada pemuda itu), "Apakah perintah Allah yang mula-mula kalian selewengkan?" Pemuda itu menjawab, "Seorang kerabat salah seorang raja kami pernah berbuat zina, maka hukum rajam ditangguhkan darinya. Kemudian berbuat zina pula sesudahnya seorang dari kalangan rakyat, lalu si raja bermaksud menjatuhkan hukum rajam terhadapnya. Akan tetapi, kaumnya menghalang-halangi dan membelanya, dan mereka mengatakan bahwa teman mereka tidak boleh dirajam sebelum raja itu mendatangkan temannya dan merajamnya. Akhirnya mereka mereka-reka hukum ini di antara sesama mereka."
Maka Nabi ﷺ bersabda: “Maka sesungguhnya aku sekarang akan memutuskan hukum menurut apa yang ada di dalam kitab Taurat.” Kemudian keduanya diperintahkan untuk dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.
Az-Zuhri mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya ada petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah.” (Al-Maidah: 44) Nabi ﷺ termasuk salah seorang dari para nabi itu.
Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, sedangkan hadits ini menurut lafal yang ada pada Imam Abu Dawud.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa lewat di hadapan Nabi ﷺ seorang Yahudi yang dicorengi mukanya dan didera. Lalu Nabi ﷺ memanggil mereka (yang menggiringnya) dan bertanya, "Apakah memang demikian kalian jumpai dalam kitab kalian hukum had bagi orang yang berzina?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Nabi ﷺ memanggil seorang lelaki dari ulama mereka, lalu bersabda kepadanya: “Aku mau bertanya kepadamu demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa. Apakah memang demikian kalian jumpai hukuman had zina di dalam kitab kalian?” Lelaki itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sekiranya engkau tidak bertanya kepadaku dengan menyebut sebutan itu, niscaya aku tidak akan menjawabmu. Kami jumpai hukuman had zina di dalam kitab kami ialah hukum rajam. Tetapi perbuatan zina telah membudaya di kalangan orang-orang terhormat kami. Bila kami menangkap seseorang yang terhormat berbuat zina, kami membiarkannya; dan jika kami menangkap seorang yang lemah berbuat zina, maka kami tegakkan hukuman had terhadapnya. Akhirnya kami berkata kepada sesama kami, 'Marilah kita membuat suatu kesepakatan hukum yang berlaku atas orang yang terhormat dan orang yang lemah.' Maka pada akhirnya kami sepakat untuk menggantinya dengan hukum mencoreng muka dan mendera pelakunya." Nabi ﷺ bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang mula-mula menghidupkan perintah-Mu di saat mereka mematikannya.”
Kemudian Nabi ﷺ memerintahkan agar pelaku zina itu dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan Allah menurunkan firman-Nya: “Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh ulah orang-orang yang bersegera kepada kekafiran.” (Al-Maidah: 41) sampai dengan firman-Nya: “Mereka mengatakan, ‘Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah’.” (Al-Maidah: 41) Yakni mereka berkata (kepada sesamanya), "Datanglah kalian kepada Muhammad. Jika dia memberikan fatwa tahmim dan dera, maka terimalah; dan jika dia memberikan fatwa hukum rajam, maka hati-hatilah!" sampai firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Menurut Al-Barra, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi sampai dengan firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 45); Menurutnya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, sedangkan ayat berikut diturunkan berkenaan dengan semua orang kafir, yaitu firman-Nya: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47)
Imam Muslim mengetengahkan hadits ini secara munfarid (menyendiri) tanpa Imam Bukhari; dan Imam Abu Dawud, Imam An-An-Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui banyak jalur dari Al-A'masy dengan lafal yang sama.
Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mujalid ibnu Sa'id Al-Hamdani, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina. Lalu penduduk Fadak menulis surat kepada orang Yahudi di Madinah untuk meminta mereka agar menanyakan hukumnya kepada Muhammad.
Tetapi dengan pesan: "Jika dia (Nabi ﷺ) memerintahkan untuk menghukum dera, maka terimalah hukum itu; tetapi jika dia memerintahkan untuk menegakkan hukum rajam, maka janganlah diterima.” Kemudian mereka menanyakan hukum itu kepada Nabi ﷺ, Nabi ﷺ bersabda, "Kirimkanlah kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalangan kalian." Lalu mereka mendatangkan seorang lelaki bermata juling yang dikenal dengan nama Ibnu Suria dan seorang lelaki Yahudi lainnya. Nabi ﷺ berkata kepada mereka, "Kamu berdua adalah orang yang paling alim di antara orang-orang di belakangmu." Keduanya menjawab, "Memang kaum kami menjuluki kami demikian." Nabi ﷺ bertanya, "Bukankah kamu memiliki kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum Allah?" Keduanya menjawab, "Memang benar." Nabi ﷺ bersabda: “Aku mau bertanya kepada kalian, demi Tuhan Yang telah membelah laut untuk Bani Israil, dan memberikan naungan awan kepada kalian, dan menyelamatkan kalian dari cengkeraman Fir'aun dan bala tentaranya, serta Dia telah menurunkan kepada Bani Israil manna dan salwa, apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam?” Salah seorang dari mereka berdua berkata kepada yang lainnya, ''Engkau sama sekali belum pernah diminta dengan sebutan seperti itu." Akhirnya keduanya mengatakan, "Kami menjumpai bahwa memandang secara berulang-ulang merupakan perbuatan zina, berpelukan merupakan perbuatan zina, dan mencium merupakan perbuatan zina. Maka apabila ada empat orang mempersaksikan bahwa mereka telah melihat pelakunya memulai dan mengulangi perbuatannya (yakni naik turun alias berzina), sebagaimana seseorang memasukkan tusuk tutup botol celak ke dalam botol celak, maka sesungguhnya hukum rajam merupakan suatu keharusan (atas dirinya)." Nabi ﷺ bersabda, "Itulah yang aku maksudkan." Lalu beliau memerintahkan agar pelakunya dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan turunlah firman-Nya:
Ayat 42
“Jika mereka datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan bisa memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (Al-Maidah: 42)
Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Mujalid dengan sanad yang sama dan lafal yang serupa.
Menurut lafal Imam Abu Dawud, dari Jabir, disebutkan bahwa orang Yahudi datang dengan membawa seorang lelaki dan seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbuat zina.
Maka Nabi ﷺ bersabda, "Datangkanlah oleh kalian kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalian." Maka mereka mendatangkan dua orang anak Suria, lalu Nabi ﷺ bertanya kepada keduanya, "Bagaimanakah kalian temukan perkara kedua orang ini dalam kitab Taurat?" Mereka menjawab, "Kami temukan bahwa apabila ada empat orang menyaksikan bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan ke dalam farjinya seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan, maka keduanya harus dirajam." Nabi ﷺ bertanya, "Mengapa kalian tidak mau merajam keduanya?" Mereka berdua menjawab, "Kekuasaan kami telah lenyap, dan kami tidak suka pembunuhan." Maka Rasulullah ﷺ memanggil empat orang saksi. Keempat saksi itu datang, lalu menyatakan persaksiannya bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan agar kedua pezina dijatuhi hukuman rajam.
Kemudian Imam Abu Dawud juga meriwayatkannya dari Asy-Sya'bi dan Ibrahim An-Nakha'i secara mursal, tetapi di dalamnya tidak disebutkan bahwa Nabi ﷺ memanggil empat orang saksi lalu mereka menyatakan persaksiannya.
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ memutuskan hukum sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam bab menghormati mereka melalui apa yang diyakini benar oleh mereka, mengingat mereka telah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad tanpa dapat ditawar-tawar lagi melainkan hal ini merupakan wahyu yang khusus dari Allah ﷻ menyangkut hal tersebut, lalu beliau ﷺ menanyakannya kepada mereka. Tujuannya ialah untuk memaksa mereka agar mengakui apa yang ada di tangan mereka secara sebenarnya, yang selama ini mereka sembunyikan dan mereka ingkari serta tidak mereka jalankan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Setelah mereka mengakuinya, padahal mereka menyadari bahwa penyelewengan, keingkaran, dan kedustaan mereka terhadap apa yang mereka yakini benar dari kitab yang ada di tangan mereka, lalu mereka memilih untuk meminta keputusan dari Rasulullah ﷺ hanyalah semata-mata timbul dari hawa nafsu dan perasaan senang atas keputusan yang sesuai dengan pendapat mereka, bukan karena meyakini kebenaran dari apa yang diputuskan oleh Nabi ﷺ. Karena itulah Allah ﷻ menyebutkan di dalam firman-Nya:
“Jika kamu diberi ini.” (Al-Maidah: 41)
Yaitu hukum mencoreng muka dan hukuman dera.
“Maka ambillah.” (Al-Maidah: 41)
Yakni terimalah keputusan itu.
“Dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” (Al-Maidah: 41)
Yakni janganlah kamu menerima dan mengikutinya.
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak mau menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh azab yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong.” (Al-Maidah: 41-42) Yaitu kebatilan.
“Banyak memakan yang haram.” (Al-Maidah: 42)
Yakni suka memakan hal yang haram, yaitu suap, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya yang tidak hanya seorang tentang takwil ayat ini.
Dengan kata lain, orang yang bersifat demikian mana mungkin hatinya dibersihkan oleh Allah, dan mana mungkin diperkenankan doanya.
Kemudian Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya: “Jika mereka datang kepadamu.” (Al-Maidah: 42)
Yaitu mereka datang kepadamu untuk meminta putusan hukum.
“Maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan bisa memberi mudarat kepadamu sedikit pun.” (Al-Maidah: 42) Yakni jangan menjadi beban bagimu jika kamu tidak mau memutuskan perkara di antara sesama mereka, karena sesungguhnya dalam permintaan keputusan mereka kepadamu mereka hanya bertujuan semata-mata untuk mencapai kesesuaian pendapat dengan hawa nafsu mereka, dan bukan karena ingin mencari hakikat kebenaran.
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Suddi, Zaid ibnu Aslam, ‘Atha’ Al-Khurrasani, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat di atas di-mansukh oleh firman-Nya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (Al-Maidah: 49)
Firman Allah ﷻ: “Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil.” (Al-Maidah: 42)
Yakni dengan benar dan adil, sekalipun mereka adalah orang-orang yang zalim lagi keluar dari jalur keadilan. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (Al-Maidah: 42)
Kemudian Allah ﷻ mengingkari pendapat-pendapat mereka yang rusak dan tujuan mereka yang menyimpang karena mereka meninggalkan apa yang mereka yakini kebenarannya dari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Padahal menurut keyakinan mereka dianjurkan berpegang teguh kepada kitab mereka sendiri untuk selama-lamanya. Tetapi ternyata mereka menyimpang dari hukum yang ada kitab mereka dan menyeleweng ke hukum lainnya yang sejak semula dianggap batil menurut keyakinan mereka dan bukan merupakan pegangan mereka.
Ayat 43
Allah ﷻ berfirman: “Dan bagaimana bisa mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusan-mu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman.” (Al-Maidah: 43) Kemudian Allah memuji kitab Taurat yang Dia turunkan kepada hambaNya yang juga rasul-Nya, yaitu Musa ibnu Imran. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
Ayat 44
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang beserah diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)
Yakni para nabi itu tidak akan keluar dari jalur hukumnya dan tidak akan menggantinya serta tidak akan mengubah-ubahnya.
“Oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka.” (Al-Maidah: 44)
Yaitu demikian pula orang-orang alim dari kalangan ahli ibadah mereka dan para ulamanya.
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah.” (Al-Maidah: 44)
Yakni melalui apa yang diamanatkan kepada mereka dari Kitabullah yang diperintahkan agar mereka mengajarkannya dan mengamalkannya.
“Dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku.” (Al-Maidah: 44)
Yaitu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja.
“Dan janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)
Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat yang akan diterangkan kemudian.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) “maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 45) “maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47) Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan dengan dua golongan dari kalangan orang-orang Yahudi.
Salah satu dari mereka berhasil mengalahkan yang lain di masa Jahiliah, tetapi pada akhirnya mereka sepakat dan berdamai dengan syarat "setiap orang rendah yang terbunuh oleh orang yang terhormat, maka diatnya adalah lima puluh wasaq; sedangkan setiap orang terhormat yang terbunuh oleh orang yang rendah, maka diatnya adalah seratus wasaq (kurma). Ketentuan tersebut berlaku di kalangan mereka hingga Nabi ﷺ tiba di Madinah.
Kemudian terjadilah suatu peristiwa ada seorang yang rendah dari kalangan mereka membunuh seorang yang terhormat. Maka pihak keluarga orang yang terhormat mengirimkan utusannya kepada orang yang rendah untuk menuntut diatnya sebanyak seratus wasaq. Pihak orang yang rendah berkata, "Apakah pantas terjadi pada dua kabilah yang satu agama, satu keturunan, dan satu negeri bila diat sebagian dari mereka dua kali lipat diat sebagian yang lain? Dan sesungguhnya kami mau memberi kalian karena kezaliman kalian terhadap kami dan peraturan diskriminasi yang kalian buat. Tetapi sekarang setelah Muhammad tiba di antara kita, maka kami tidak akan memberikan itu lagi kepada kalian." Hampir saja terjadi peperangan di antara kedua golongan itu. Kemudian mereka setuju untuk menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai hakim yang melerai persengketaan di antara mereka. Lalu golongan yang terhormat berbincang-bincang (di antara sesamanya), "Demi Allah, Muhammad tidak akan memberi kalian dari mereka (golongan yang rendah) dua kali lipat dari apa yang biasa mereka berikan kepada kalian. Sesungguhnya mereka (golongan yang rendah) benar, bahwa mereka tidak memberi kita melainkan karena kezaliman dan kesewenang-wenangan kita sendiri terhadap mereka. Maka mata-matailah Muhammad melalui seseorang yang akan memberitakan kepada kalian tentang pendapatnya. Jika dia memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka terimalah keputusan hukumnya. Jika dia tidak memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka waspadalah kalian, dan janganlah kalian ambil keputusannya."
Maka mereka menyusupkan sejumlah orang dari kalangan orang-orang munafik kepada Rasulullah ﷺ untuk mencari berita tentang pendapat Rasulullah ﷺ. Ketika mereka datang kepada Rasulullah ﷺ, maka Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang urusan mereka dan apa yang dikehendaki oleh mereka. Lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Wahai Rasul, janganlah kamu sedih karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya.”(Al-Maidah: 41) sampai dengan firman-Nya: “maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Berkenaan dengan merekalah Allah menurunkan wahyu ini, dan merekalah yang dimaksudkan oleh-Nya.
Imam Abu Dawud meriwayatkannya melalui hadits Abuz Zanad, dari ayahnya, dengan lafal yang serupa. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri dan Abu Kuraib; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq; telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah dimulai dari firman-Nya: “Maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka.” (Al-Maidah: 42) sampai dengan firman-Nya: “orang-orang yang adil.” (Al-Maidah: 42) Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan diat yang berlaku di kalangan Bani Nadir dan Bani Quraizah.
Karena orang-orang yang terbunuh dari kalangan Bani Nadir merupakan orang-orang terhormat, maka diat diberikan kepada mereka dengan penuh. Dan orang-orang Bani Quraizah (bila ada yang terbunuh), maka diat diberikan separonya kepada mereka. Kemudian mereka meminta keputusan hukum kepada Rasulullah ﷺ mengenai hal tersebut, lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai hal itu berkenaan dengan mereka. Kemudian Rasulullah ﷺ membawa mereka kepada keputusan yang adil dalam masalah itu, dan beliau menjadikan diat dalam masalah tersebut sama (antara orang yang terhormat dan rakyat jelata).
Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam An-An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Ibnu Ishaq dengan lafal yang serupa.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Ali ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu terjadi permusuhan antara Bani Quraizah dan Bani Nadir; Bani Nadir lebih terhormat daripada Bani Quraizah. Tersebutlah bahwa apabila seorang Qurazi membunuh seorang Nadir, maka ia dikenakan hukum mati. Tetapi apabila orang Nadir membunuh orang Quraizah, maka sanksinya adalah membayar diat sebanyak seratus wasaq kurma.
Ketika Rasulullah ﷺ telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata, "Kalian harus membayar diat kepadanya." Orang-orang Nadir pun berkata, "Yang memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah." Maka turunlah firman-Nya: “Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil.” (Al-Maidah: 42)
Imam Abu Dawud, Imam An-An-Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkannya melalui hadits Ubaidillah ibnu Musa dengan lafal yang serupa.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadits-hadits sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan semuanya.
Karena itulah sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya: “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata.” (Al-Maidah: 45), hingga akhir ayat. Ayat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas.
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab.
Al-Hasan Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim). Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Mansur, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah).
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang zalim lagi fasik.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ats-Tsauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah.” (Al-Maidah: 44) Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan: “Barang siapa tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi.
Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: “Barang siapa tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan Ats-Tsauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.
Abdur Razzaq juga mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: “Barang siapa yang tidak memutuskan.” (Al-Maidah: 44) hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir. Ibn Tawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha’ yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Tawus sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Tawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44) Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadits Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa atsar ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.
Ayat ini sekali lagi menjelaskan sifat buruk orang Yahudi, yaitu bahwa mereka sangat suka mendengar berita bohong, terutama yang berkaitan dengan pribadi Nabi Muhammad, banyak memakan makanan yang haram, seperti menerima suap, makan riba, dan lainnya. Jika mereka, orang Yahudi, datang kepadamu, wahai Nabi Muhammad, untuk meminta putusan, maka berilah putusan di antara mereka sesuai dengan yang ditetapkan dalam Kitab Taurat atau berpalinglah dari mereka, karena sebenarnya tidak ada manfaat sedikit pun, dan jika engkau berpaling dari mereka dengan tidak melayani permintaan yang tidak akan mereka lakukan, maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah dengan adil sesuai dengan hukum yang terdapat dalam Taurat. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah sangat menyukai orang-orang yang adil dalam memutuskan perkara. Dan bagaimana mungkin mereka akan mengangkatmu, wahai Nabi Muhammad, menjadi hakim untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya terdapat hukum Allah' Mereka mengubah isi dan tidak menaati hukum dalam Taurat. Jika mereka berbuat demikian terhadap kitab mereka sendiri, nanti mereka pasti akan berpaling dari putusanmu setelah itu' Sungguh, mereka itu benar-benar bukan termasuk orang-orang yang beriman.
Ayat ini sekali lagi menjelaskan sifat-sifat Yahudi yang senang mendengar berita-berita bohong tentang pribadi dan kerasulan Nabi Muhammad saw, untuk menunjukkan bahwa perbuatan orang Yahudi itu selalu didasarkan atas hal-hal yang tidak benar dan bohong; satu sifat yang amat jelek, hina dan merusak.
Di samping itu mereka juga banyak menerima uang suap yaitu suatu pemberian dengan maksud untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar. Hal yang demikian telah menjadi salah satu mata pencaharian mereka, terutama penguasa-penguasa. Hukum dipermainkan, yang memegang peranan dan menentukan pada waktu itu ialah suap. Siapa yang kuat memberi uang suap, dialah yang akan menang dalam perkara, sekalipun nyata-nyata ia bersalah.
Kalau ada di antara orang-orang Yahudi itu seorang yang tidak senang dan tidak setuju pada perbuatan atasannya yang kotor, lalu ia datang kepada Nabi Muhammad dan meminta diputuskan perkaranya; Rasul boleh memilih, menerima permintaan mereka dan memutuskan perkaranya, atau menolaknya. Mereka tidak akan dapat memberi mudarat sedikit pun kepada Rasul apabila Rasul menolaknya.
Apabila Rasul menerima permintaan mereka, maka Rasul harus memutuskan perkara mereka dengan seadil-adilnya sesuai dengan yang telah diperintahkan, sejalan dengan syariat yang dibawa, dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an. Allah senang dan rida kepada orang-orang yang berlaku adil.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 41
“Wahai Rasul! Janganlah mendukacitakan engkau orang-orang yang berlomba dalam kekufuran, dari antara orang-orang yang berkata dengan mulut mereka, ‘Kami telah beriman,' padahal tidaklah beriman hati mereka."
Janganlah mendukacitakan engkau, artinya janganlah sampai engkau berduka cita lantaran orang-orang itu berlomba dalam kekafiran. Inilah orang-orang munafik, yang mudah saja dengan mulut menyebut beriman, padahal hati jauh dari iman. Tetapi sebelum membaca terus ayat ini, kita terlebih dahulu dididik dan diajar oleh Allah bagaimana sepatutnya mengucapkan kata kepada Nabi. Allah memanggilkannya dengan nama jabatannya yang mulia itu, “Wahai Rasul!" Allah tidak memanggilnya dengan nama kecilnya “Ya Muhammad!" Dan firman yang nyata melarang itu pun ada tersebut di dalam surah an-Nuur ayat 63 bahwanya kita dilarang memanggil Rasul sebagaimana memanggil di antara setengah kita dengan yang setengah saja. Dan di dalam surah al-Hujuraat ayat 2-4 bersuara keras melebihi suaranya atau memanggilnya dari belakang dinding saja, adalah menunjukkan kurang akal dan kurang budi. Setelah Allah memanggil beliau dengan nama jabatannya yang mulia itu, Allah melarangnya, janganlah beliau berduka cita melihat laku perangi orang-orang yang munafik, yang ringan mulut menyebut iman, padahal hati jauh dari iman, sebab dalam perbuatan akan terbukti juga bahwa iman itu hanya bermain di ujung bibirnya saja, tidak datang dari lubuk hatinya. “Dan dari antara orang-orang Yahudi," pun ada di antara mereka yang berperangai buruk itu, maka janganlah itu mendukacitakan hatimu pula, “Mereka mendengar untuk berdusta. Mereka mendengar untuk suatu kaum yang lain yang tidak datang kepada engkau."
Ada beberapa di antara Yahudi itu bersungguh-sungguh tampaknya memasang telinga mendengarkan percakapan Rasulullah ﷺ, tetapi bukan untuk diimaninya, melainkan untuk didustainya. Untuk dipotong-potongnya perkataan itu dan diputar-balikkannya maksud artinya sehingga keluar dari majelis itu dusta sajalah yang mereka karang. Sebab mereka mendengar untuk mencari-cari kalau ada perkataan itu yang bisa disalahartikan. Dan ada juga mereka mendengar perkataan Nabi ﷺ untuk dilaporkan kepada orang lain yang tidak hadir, yaitu pemuka-pemuka dan pemimpin mereka yang mengutus mereka menjadi mata-mata (spion) Sebab itu maka telinga yang mereka pasang itu adalah untuk kepentingan orang lain yang mengandung rasa permusuhan.
“Mereka mengubah kalimat-kalimat dari sesudah (teratur) tempat-tempatnya." Sebagaimana yang selalu mereka lakukan terhadap Taurat mereka sendiri. “Mereka berkata, Jika didatangkan kepada kamu (hukum) begini, maka terimalah dia. Dan jika tidak didatangkan kepada kamu, maka hendaklah kamu berjaga diri." Ketua-ketua mereka mengutus beberapa orang datang kepada Rasulullah, hendak menanyakan hukum orang yang berzina. Sekali ini rupanya mereka sengaja datang kepada Rasulullah ﷺ meminta ditentukan hukumnya dari Al-Qur'an.
Menurut suatu hadits riwayat Imam Ahmad dan Bukhari dan Muslim, bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah meminta apakah hukum bagi orang yang berzina. Lalu Rasulullah bertanya pula kepada mereka, “Di dalam Kitab kalian bagaimana tersebut?" Mereka menjawab, “Dicoreng muka keduanya dengan arang, lalu dihinakan!" Lalu kata Rasulullah ﷺ “Kalian bohong! Di dalam kitab kalian tersebut bahwa keduanya mesti dirajam." Lalu mereka itu disuruh menjemput Taurat dan disuruh membaca Taurat itu di hadapan beliau. Taurat itu dibaca oleh seorang ahli mereka bernama Ibrti Shuriya, Tetapi sampai di tempat yang menerangkan yang berzina dirajam, ditutupnya sebagian itu dengan tangannya. Tetapi di dalam majelis itu hadir juga Abdullah bin Salam. Dengan serta-merta dia berkata, “Hindarkan tanganmu!" Maka tidaklah dapat dia mengicuh lagi, karena terang di situ ditulis bahwa yang berzina dirajam.
Dan menurut hadits shahih yang lain pula (riwayat Imam Ahmad), Muslim dan Abu Dawud, an-Nasa'i, dan lain-lain); Rasulullah melihat orang Yahudi dihukum, mukanya dicoreti arang dan dipukuli. Lalu beliau bertanya apa salah orang itu. Mereka menjawab bahwa orang itu berzina. Lalu beliau bertanya, “Apakah begini hukumnya dalam kitab kamu?" Mereka menjawab, “Memang! Tetapi Rasulullah tidak percaya, maka beliau suruh panggillah seorang ulama mereka, minta dibacakan hukum Taurat itu. Tetapi dengan terus terang ulama Yahudi itu menjawab, bahwa Taurat tidaklah begitu hukumnya, melainkan memang dirajam. Katanya pula, “Kalau bukan engkau yang meminta keterangan begini, tidaklah akan aku terangkan kepada engkau. Perzinaan sudah sangat menjadi-jadi di kalangan orang-orang bangsawan dan orang-orang terkemuka di bumi. Maka kalau perzinaan terjadi di kalangan orang besar-besar itu, baru kami jalankan hukum. Dan kami ganti hukum daripada rajam kepada hukum mencoreng muka dan memukul."
Mendengar keterangan ulama Yahudi yang jujur itu, berdoalah Rasulullah ﷺ menyeru Allah,
“Ya Allah, akulah yang mula-mula menghidupkan kembali perintah Engkau apabila telah mereka matikan." (HR Imam. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Maka pemuka-pemuka Yahudi itu mengutus orang kepada Rasulullah untuk menanyakan hukum berbuat zina itu memberi pesan terlebih dahulu, bahwa kalau Rasulullah ﷺ menjatuhkan hukum sesuai dengan kebiasaan mereka mencoreng muka orang dan memukul, hendaklah hukum itu diterima. Tetapi kalau dia mendatangkan hukum rajam, hendaklah kamu berjaga diri.
Artinya jangan diacuhkan hukum itu. Tetapi Rasulullah ﷺ yang mendapat tuntunan Allah, bukanlah memberikan hukum lain, melainkan hukum Taurat sendiri. Mereka sengaja mengicuh dengan menutup ayat Taurat itu dengan tangan, tetapi ketahuan juga. Akhirnya hukum itu dilakukan juga menurut Taurat. Nyatalah bahwa di hadapan suatu majelis yang mulia demikian mereka coba juga hendak memutar-balik hukum di dalam kitab mereka sendiri.
“Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah akan mengujinya, maka sekali-kali tidaklah engkau berkuasa (menolaknya) daripada Allah sesuatu pun." Ujian AJlah telah berlaku atas mereka, untuk membuktikan kepalsuan mereka, untuk disisihkan di antara emas sejati dengan loyang. Maka dengan ujian itu nyatalah kelancungan mereka. Maka tidaklah Rasul mempunyai kuasa atau daya-upaya buat menunjuki orang yang sudah semacam itu rusaknya; “Itulah orang-orang yang tidak dikehendaki (lagi) oleh Allah bahwa akan membersihkan hati mereka" Artinya bahwa orang-orang yang sudah sampai demikian jahat perbuatannya, sehingga berani berlaku curang terhadap kitab suci mereka sendiri, hanya semata-mata hanya karena segan kepada orang-orang yang berpengaruh, dan telah berani mempergunakan agama bagi kepentingan syahwat dan keuntungan diri sendiri, tidaklah akan berubah lagi, sebab akhlak mereka sudah sangat rusak, pikiran mereka sudah gelap, cahaya pertunjuk tidak bisa masuk ke dalam hati mereka lagi. Bacaan ayat-ayat itu hanya menjadi permainan mulut mereka saja. Dipergunakan untuk mengambil muka kepada orang yang berpengaruh dan mempersempit hidup bagi rakyat awam yang lemah dan bodoh.
“Bagi mereka di dunia ini kehinaan dan bagi mereka di akhinat adza yang besar.."
Mereka masih menyangka bahwa mereka mulia, sebab mereka dipandang sebagai pemuka agama; Ahbar. Pendeta dan ahli Taurat. Padahal mereka telah hina, sebab hanya menjadi perkakas, suruh-suruhan buat mencari ayat yang cocok dengan kepentingan orang-orang kaya atau berpengaruh. Dan hina pula sebab menjadi buah omelan orang banyak, yaitu pengikut-pengikut mereka yang sadar, sebagai pendeta yang bercakap terus terang dengan Rasulullah ﷺ tadi, bahwa mereka sengaja mengubah hukum karena orang-orang besar telah banyak berzina.
Ayat 42
“Mereka suka mendengar-dengar untuk berdusta; mereka suka memakan hantu haram."
Diulangkan lagi menyebut perangai buruk setengah mereka suka datang mendengar-dengar perkataan, tetapi bukan buat diterima, melainkan buat disalahartikan, artinya didustakan, dilebih-tebihi, atau dikurangi. Se-dangkan kitab suci mereka sendiri lagi mereka begitukan, kononlah perkataan Rasulullah yang sangat mereka benci. Dan mereka suka memakan harta haram, Suhti, yang menurut tafsir Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas ialah harta uang suap, uang sogok. Suhti artinya ialah merekan sampai mati.
Cocok buat diartikan menjadi uang suap. Karena kalau sudah disuapi mulut mereka terkatup mati, tidak bercakap lagi, sehingga “mati bicara'1 mereka, tidak berani lagi menegur yang salah dan menegakkan hukum keadilan. Mereka datang kepada Rasulullah meminta hukum, bukan karena senang menerima hukum itu, melainkan karena mengharap moga-moga hukum Muhammad ﷺ tidak seberat hukum kitab suci mereka."Maka jika mereka datang kepada engkau," meminta hukum itu. “Hukumlah di antara mereka atau berpalinglah dari mereka."
Artinya, terserah kepada engkau. Ya Rasul, buat menerima atau menolak permintaan mereka akan hukum itu. Kalau engkau memandang ada faedahnya dan akan ditaati, terimalah dan hukumkanlah. Tetapi kalau engkau pandang hanya main komidi mereka saja, bolehlah engkau berpaling dan permintaan mereka itu tidak engkau pedulikan.
“Dan jika engkau berpaling daripada mereka, tidaklah mereka akan membahayakan bagi engkau sesuatu pun." Yaitu jika engkau tidak acuhkan permintaan mereka, tidaklah mereka akan dapat berbuat apa-apa kepada engkau, sebab kekuasaan adalah di tangan engkau. “Dan jika engkau menghukum, maka hukumlah di antara mereka dengan adil"Maka kalau menurut pertimbangan, permintaan mereka patut dikabulkan, kabulkanlah dan jatuhkanlah hukum itu dengan adil dengan tidak memilih bulu, tidak segan-menyegan, tegak lurus di dalam kebenaran, untuk men jadi contoh teladan bagi mereka tentang bagaimana caranya menegakkan keadilan.
“Sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berlaku adil."
Sokongan besar akan diberikan Allah kepadamu lantaran engkau menegakkan keadilan itu. Hanya dengan keteguhan menegakkan keadilan, ketenteraman dan kekuatan akan tercapai dan umat pun akan merasa bahagia. Adillah yang menjadi tiang-tiang dari bangunan umat.
Ayat 43
“Dan bagaimanakah mereka menjadikan engkau hakim? Padahal di sisi mereka ada Taurat? Di dalamnya ada hukum Allah."
Selama ini mereka membantah Rasul, tidak mau menerima ajarannya, dan mendakwakan diri teguh berpegang kepada Taurat. Padahal dalam Taurat itu lengkap hukum Allah, kalau mereka mau menjalankan. Di ayat ini Allah bertanya sebagai suatu ketakjuban
kepada Rasul-Nya, sebagaimana biasa kita memakai ungkapan, “Ada apa," dan, “Dengan maksud apa, maka sampai begini?" Sebagai juga pepatah, “Kalau tidak ada berada, tidaklah burung tempua bersarang rendah." Rahasia jawab pertanyaan takjub itu telah diteruskan oleh ujung ayat, “Kemudian itu mereka pun berpaling dari sesudah itu?" Di sini terbuka rahasia. Mereka datang meminta Nabi Muhammad ﷺ menjadi hakim ialah karena mereka tidak mau lagi dan telah berpaling dari hukum Taurat, karena hukum Taurat itu tidak memberi keuntungan kepada mereka. Mereka sudah terlalu banyak makan harta haram, atau makan suhti. Selama ini mereka mengaku beriman teguh kepada Taurat, maka dengan tegas Allah membuka kepalsuan mereka;
“Dan tidaklah orang-orang itu mang-orang yang beriman."
Bukan saja mereka tidak beriman kepada Al-Qur'an, kepada Taurat pun mereka tidak beriman. Mereka hanya “iman" kepada memakan harta haram. Maka penolakan mereka kepada Al-Qur'an selama ini, bukanlah karena Al-Qur'an bertentangan dengan Taurat, yaitu tidak memuaskan kehendak syahwat dan hawa nafsu mereka, dan tidak menyediakan ayat-ayat yang rasa-rasa akan dapat memberi keuntungan benda bagi mereka.
Di dalam Taurat yang beredar sekarang ini, yaitu di dalam Kitab Ulangan Fasal 22 ayat 22 ada bertemu, “Maka jikalau kiranya didapati akan seorang tengah berseketiduran dengan bini orang lain, tak akan jangan keduanya mati dibunuh, baik orang laki-laki yang berseketiduran dengan perempuan itu, baik perempuan itu; demikian patutlah kamu membuang yang jahat itu dari tengah Israti."
18. Maka jikalau seorang anak dara, yang lagi bikr (perawan) itu bertunangan dengan seorang laki-laki, maka didapati orang lain akan dia dalam negeri, lalu berseketiduran dengan dia.
19. Maka keduanya hendaklah kamu bawa ke luar ke pintu negeri, dan lempari dia dengan batu sampai mati; adapun anak dara itu sebab tiada berteriak meskipun ia di dalam negeri, dan orang laki-laki itu sebab telah digagahinya bini kawannya; maka demikian patutlah kamu membuang yang jahat itu dari tengahmu.
Demikianlah seterusnya.
Mungkin inilah yang ditutup oleh Ibnu Shuriya dengan tangan, tetapi disuruh oleh Abdullah bin Salam menghindarkan tangannya yang ditutupkannya itu, sebab Abdullah bin Salam pun hafal akan ayat itu.