Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
قَالَ
berkata
مُوسَىٰ
Musa
لِقَوۡمِهِۦٓ
kepada kaumnya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَأۡمُرُكُمۡ
Dia menyuruh kamu
أَن
untuk
تَذۡبَحُواْ
kamu menyembelih
بَقَرَةٗۖ
sapi betina
قَالُوٓاْ
mereka berkata
أَتَتَّخِذُنَا
apakah kamu menjadikan kami
هُزُوٗاۖ
bahan ejekan
قَالَ
(Musa) berkata
أَعُوذُ
aku berlindung
بِٱللَّهِ
kepada Allah
أَنۡ
bahwa
أَكُونَ
aku menjadi
مِنَ
dari
ٱلۡجَٰهِلِينَ
orang-orang yang jail
وَإِذۡ
dan ketika
قَالَ
berkata
مُوسَىٰ
Musa
لِقَوۡمِهِۦٓ
kepada kaumnya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَأۡمُرُكُمۡ
Dia menyuruh kamu
أَن
untuk
تَذۡبَحُواْ
kamu menyembelih
بَقَرَةٗۖ
sapi betina
قَالُوٓاْ
mereka berkata
أَتَتَّخِذُنَا
apakah kamu menjadikan kami
هُزُوٗاۖ
bahan ejekan
قَالَ
(Musa) berkata
أَعُوذُ
aku berlindung
بِٱللَّهِ
kepada Allah
أَنۡ
bahwa
أَكُونَ
aku menjadi
مِنَ
dari
ٱلۡجَٰهِلِينَ
orang-orang yang jail
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang jahil.”
Tafsir
(Dan) ingatlah (ketika Musa berkata kepada kaumnya,) yakni ketika ada di antara mereka itu seseorang yang terbunuh sedangkan mereka tidak tahu siapa pembunuhnya, lalu mereka minta kepada Musa untuk memohonkan kepada Allah agar Dia dapat memberitahukan siapa pembunuhnya itu. Maka dia memohon, lalu katanya, ("Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Jawab mereka, "Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan?") artinya suruhan kamu itu akan menyebabkan kami menjadi sasaran olok-olok dan tertawaan orang. (Jawab Musa, "Aku berlindung) maksudnya aku tidak sudi (kepada Allah) akan (menjadi golongan orang-orang yang jahil.") yang suka berolok-olok. Tatkala mereka ketahui bahwa Musa bersungguh-sungguh.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 67
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah supaya tidak termasuk golongan orang-orang yang bodoh."
Ayat 67
Allah ﷻ berfirman melalui ayat ini, "Ingatlah kalian, wahai kaum Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian dalam hal yang menyangkut perkara yang berlainan dengan hukum alam bagi kalian," yaitu mengenai seekor sapi betina dan keterangan mengenai si pembunuhnya dengan melalui sapi betina itu, kemudian Allah menghidupkan si terbunuh, lalu si terbunuh menyebut siapa pelaku yang telah membunuh dirinya dari kalangan mereka.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Sabah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah As-Salmani yang menceritakan hadis berikut: Ada seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil yang mandul, tidak mempunyai anak, sedangkan dia mempunyai harta benda yang banyak.
Orang yang mewarisinya hanyalah anak lelaki dari saudara laki-lakinya. Pada suatu malam keponakannya itu membunuhnya dan meletakkan mayatnya di depan pintu rumah salah seorang dari kalangan mereka. Di pagi harinya si pembunuh menuduh mereka, hingga masing-masing pihak memakai senjatanya dan sebagian dari mereka berperang dengan sebagian yang lain. Kemudian orang-orang yang bijak dan berkuasa dari kalangan mereka berkata, "Mengapa kalian saling membunuh di antara sesama kalian, sedangkan utusan Allah berada di antara kalian?" Akhirnya mereka datang menghadap Nabi Musa a.s., lalu menceritakan peristiwa tersebut.
Maka Nabi Musa a.s. berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina" Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil" (Al-Baqarah: 67). Perawi mengatakan, seandainya mereka tidak membantah, niscaya sapi apa pun yang mudah didapat sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka keras kepala, akhirnya mereka diperberat.
Setelah mereka mendapatkan sapi betina yang diperintahkan agar mereka menyembelihnya, ternyata sapi betina itu adalah milik seorang lelaki yang tidak punya sapi lain kecuali satu-satunya yang mereka harapkan itu. Akhirnya si pemilik sapi berkata, "Demi Allah, sebagai tukarannya aku tidak mau kurang dari sejumlah emas yang memenuhi kulitnya." Maka mereka terpaksa mengambil sapi betina tersebut dengan memberikan tukaran berupa emas sepenuh kulitnya.
Mereka menyembelih sapi tersebut, lalu memukulkan sebagian dari anggota badannya ke tubuh mayat yang dimaksudkan. Akhirnya si mayat dapat hidup. Mereka bertanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Orang ini," seraya mengisyaratkan kepada keponakannya, lalu ia lunglai dan mati. Si pembunuh tidak diberi sedikit harta pun dari peninggalan si mayat. Setelah peristiwa tersebut, maka pembunuh tidak dapat mewarisi (harta si terbunuh).
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis serupa melalui hadis Ayyub, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah. Diriwayatkan pula oleh Abdu Ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun dengan lafal yang sama. Telah diriwayatkan pula oleh Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi), dari Hisyam ibnu Hassan dengan lafal yang sama.
Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina” (Al-Baqarah: 67). Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dia orang kaya dan tidak mempunyai seorang anak pun, yang mewarisinya adalah salah seorang kerabatnya. Kemudian si kerabat membunuhnya agar cepat memperoleh harta warisannya, lalu mayatnya ia campakkan di perempatan jalan.
Si pembunuh datang kepada Nabi Musa dan berkata, "Sesungguhnya kerabatku telah terbunuh, hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat berat, karena aku tidak menjumpai seorang pun selainmu yang dapat menjelaskan kepadaku siapa pembunuhnya, wahai Nabi Allah?" Maka Nabi Musa menyeru kepada semua orang, "Kuminta demi Allah siapa yang mengetahui peristiwa ini, hendaknya dia menceritakannya kepada kami." Ternyata tiada seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.
Lalu si pembunuh datang kepada Musa dan berkata, "Engkau adalah Nabi Allah, maka mintakanlah kepada Allah buat kami agar Dia menjelaskannya kepada kami." Nabi Musa a.s. memohon kepada Tuhannya, lalu Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina” (Al-Baqarah: 67). Mereka heran dengan jawaban tersebut, lalu berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu? Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak pula muda, pertengahan di antara itu” (Al-Baqarah: 67-68). Artinya sapi betina tersebut tidak terlalu tua, tidak pula terlalu muda, melainkan pertengahan di antara keduanya.
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami warna sapi itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya" (Al-Baqarah: 69). Sapi betina tersebut berwarna kuning mulus lagi membuat takjub orang-orang yang memandangnya. Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu? Karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya" (Al-Baqarah: 70-71). Yakni sapi betina tersebut belum pernah dipekerjakan untuk membajak tanah dan mengairi tanaman, juga tidak ada cacat serta tidak ada belangnya.
Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu” (Al-Baqarah: 71). Perawi mengatakan, "Seandainya kaum itu di saat menerima perintah untuk menyembelih sapi betina, mereka langsung mendatangkan seekor sapi betina yang mana pun, hal itu sudah cukup. Tetapi mereka memperberat dirinya sendiri, maka Allah benar-benar memperberat mereka.
Seandainya saja kaum itu tidak mengucapkan kata istisna seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk” (Al-Baqarah: 70) niscaya mereka tidak akan beroleh petunjuk untuk mendapatkan sapi betina tersebut untuk selama-lamanya." Menurut riwayat yang sampai kepada kami, mereka tidak menemukan sapi betina yang spesifikasinya disebutkan kepada mereka kecuali hanya pada seorang wanita tua yang memelihara banyak anak yatim; si nenek itulah yang mengurus mereka.
Tatkala si nenek mengetahui bahwa tiada yang dapat membersihkan mereka kecuali hanya sapi miliknya, maka ia melipatgandakan harganya kepada mereka. Lalu mereka menghadap Nabi Musa a.s. dan menceritakan kepadanya bahwa mereka tidak menemukan sapi berciri khas seperti itu kecuali pada seorang wanita dan wanita itu meminta harga pembelian yang berlipat ganda dari biasanya. Nabi Musa a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan kepada kalian, tetapi kalian memperberat diri kalian sendiri. Maka berikanlah kepada si nenek itu apa yang disukainya dan apa yang telah ditetapkannya." Lalu mereka melakukannya, membeli sapi betina itu dan menyembelihnya. Kemudian Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka agar memotong salah satu dari tulang sapi betina itu untuk dipukulkan kepada jenazah tersebut.
Mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Musa a.s., dan ternyata jenazah tersebut dapat hidup kembali, lalu menyebutkan kepada mereka nama orang yang telah membunuhnya. Sesudah itu ia mati kembali seperti semula. Maka Nabi Musa a.s. menangkap si pembunuh yang ternyata adalah orang yang pernah datang dan mengadu kepada Nabi Musa a.s. itu sendiri. Akhirnya si pembunuh tersebut dihukum mati sebagai pembalasan dari perbuatan jahatnya itu.
Muhammad ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat yang menceritakan perihal sapi betina ini. Disebutkan bahwa ada seorang lelaki yang lanjut usia di kalangan kaum Bani Israil pada zaman Nabi Musa a.s... Lelaki tua tersebut mempunyai harta yang banyak, sedangkan anak-anak saudara lelakinya miskin, tak berharta.
Lelaki tua itu tidak beranak, dan ahli warisnya adalah anak-anak saudara lelakinya. Mereka berkata, "Aduhai, seandainya paman kita telah mati, niscaya kita akan mewarisi hartanya." Tetapi setelah masa berlalu sangat lama, sedangkan paman mereka tidak juga mati, datanglah setan kepada mereka dan mengatakan kepada mereka, "Mengapa tidak kalian bunuh saja paman kalian, niscaya kalian akan segera mewarisi hartanya dan kalian menimpakan diatnya kepada penduduk kota yang kalian tidak ada di dalamnya." Demikian itu karena ada dua kota di sekitar daerah tersebut, dan mereka berada di salah satunya.
Sedangkan hukum yang berlaku di kalangan mereka ialah apabila ada seseorang yang terbunuh, lalu mayatnya tergeletak di antara kedua kota, maka dilakukan pengukuran jarak antara si mayat dan dua kota tersebut. Kota mana pun di antara keduanya yang jaraknya lebih dekat kepada si mayat, maka penduduk kota tersebutlah yang harus menanggung diatnya. Ketika setan membujuk mereka untuk melakukan hal tersebut, mengingat paman mereka tidak juga mati dalam waktu yang cukup lama, mereka terbujuk.
Maka dengan sengaja mereka membunuh pamannya, sesudah itu mereka lemparkan mayatnya di depan pintu gerbang kota yang mereka bukan berasal dari kota tersebut. Pada keesokan harinya penduduk kota kedatangan anak-anak saudara lelaki tua tersebut, lalu mereka berkata, "Paman kami terbunuh di depan pintu gerbang kalian. Demi Allah, kalian harus membayar diat paman kami kepada kami." Penduduk kota menjawab, "Kami bersumpah dengan nama Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak mengetahui siapa pembunuhnya.
Kami belum pernah membuka pintu gerbang kota kami sejak kami menutupnya hingga pagi hari." Mereka datang kepada Nabi Musa a.s., lalu berkata, "Paman kami telah kami temukan dalam keadaan terbunuh di depan pintu kota mereka." Penduduk kota menjawab, "Kami bersumpah kepada Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak pernah membuka pintu gerbang kota kami bila telah kami tutup hingga pagi hari." Kemudian datanglah Malaikat Jibril membawa perintah dari Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui kepada Nabi Musa a.s..
Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina” (Al-Baqarah: 67). Kemudian kalian pukul mayat itu dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu.
As-Suddi meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina" (Al-Baqarah: 67). Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang memiliki banyak harta dan seorang anak perempuan serta seorang keponakan laki-laki yang miskin.
Lalu si keponakan melamar anak perempuannya. Tetapi ia menolak dan tidak mau mengawinkan anak perempuannya dengan keponakannya itu. Akhirnya si keponakan yang masih muda itu marah dan mengatakan, "Demi Allah, aku benar-benar akan membunuh pamanku, merampas hartanya, mengawini anak perempuannya, dan memakan diat pembunuhannya." Si pemuda datang kepada pamannya ketika ada berita tentang kedatangan para pedagang di salah satu suku Bani Israil, lalu si pemuda mengatakan kepada pamannya, "Wahai paman, berangkatlah bersamaku dan tolong ambilkan buatku sebagian dari harta dagangan kaum tersebut, barangkali aku dapat memperoleh keuntungan darinya.
Sesungguhnya jika mereka melihat engkau bersamaku, niscaya mereka mau memberikannya kepadaku." Si paman berangkat bersama keponakannya di malam hari. Ketika si paman sampai di tempat kabilah yang dituju, maka si keponakan membunuhnya, lalu si keponakan kembali kepada keluarganya. Pada keesokan harinya si keponakan tersebut datang seakan-akan sedang mencari pamannya, ia berpura-pura tidak mengetahui di mana pamannya berada dan seakan-akan ia tidak menemukannya.
Lalu ia berangkat menuju tempat pamannya terbunuh, ternyata ia menjumpai kabilah tersebut sedang mengerumuni mayat pamannya. Lalu ia mengambil mayat pamannya seraya berkata, "Kalian telah membunuh pamanku, maka kalian harus membayar diatnya kepadaku." Ia mengatakan demikian seraya menangis dan menaburkan pasir ke atas kepalanya sendiri dan mengatakan, "Aduhai pamanku.' Ia melaporkan hal tersebut kepada Nabi Musa a.s..
Maka Nabi Musa a.s. menjatuhkan keputusan agar mereka membayar diat kepada si pemuda itu. Tetapi mereka berkata, "Wahai utusan Allah, mohonkanlah kepada Tuhanmu buat kami agar Dia menjelaskan kepada kami siapakah yang telah membunuhnya, lalu kita tangkap pelakunya. Demi Allah, sesungguhnya diat si terbunuh ini mudah bagi kami, tetapi kami merasa malu dituduh sebagai pembunuh." Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 72). Musa a.s. berkata kepada mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya melalui ayat berikut: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina.” (Al-Baqarah: 67) Tetapi jawaban mereka, "Kami bertanya kepadamu tentang orang yang dibunuh dan orang yang membunuhnya, tetapi engkau menjawabnya, 'Sembelihlah seekor sapi betina.' Apakah engkau memperolok-olokkan kami?" Maka Nabi Musa a.s. menjawab: Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil" (Al-Baqarah: 67). Sahabat Ibnu Abbas mengatakan, seandainya mereka mengambil seekor sapi betina mana pun lalu, mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Akan tetapi, mereka bersikap keras dan membandel terhadap Nabi Musa a.s., maka Allah memperkeras sanksi-Nya terhadap mereka. Mereka mengatakan: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu. Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu." (Al-Baqarah: 68) Al-farid artinya sapi betina yang sudah tua dan tidak beranak lagi. Al-bikr artinya sapi betina yang belum pernah beranak kecuali hanya baru sekali. Al-'awan artinya pertengahan di antara keduanya. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian. Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.'"' Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk.
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada belangnya” (Al-Baqarah: 68-71). Yakni tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merah, melainkan kuning mulus. Mereka berkata, "Sekarang barulah jelas kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya" (Al-Baqarah: 71). Mereka mencarinya, dan ternyata mereka tidak mampu menemukannya.
Tersebutlah di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang pemuda yang sangat berbakti kepada ayahnya, pada suatu hari ada seorang lelaki lain yang lewat kepadanya seraya membawa mutiara jualannya. Ketika itu ayahnya sedang tidur, sedangkan kunci brankas berada di bawah bantalnya. Si lelaki penjual mutiara itu berkata kepadanya, "Maukah engkau beli mutiara ini dengan harga tujuh puluh ribu dirham?" Si pemuda menjawab, "Jika kamu bersabar hingga ayahku terbangun dari tidur, aku mau membelinya darimu dengan harga delapan puluh ribu dirham." Si penjual mutiara berkata, "Bangunkan saja ayahmu, nanti mutiara ini kujual kepadamu dengan harga enam puluh ribu dirham." Maka si penjual mutiara terus menurunkan harganya hingga mencapai harga tiga puluh ribu dirham, sedangkan si pemuda menaikkannya sampai harga seratus ribu dirham, dengan syarat ayahnya harus terbangun dengan sendirinya terlebih dahulu.
Ketika si penjual mendesak terus, maka si pemuda kesal, lalu berkata kepadanya "Demi Allah, aku tidak mau membelinya darimu dengan harga berapa pun juga selama-lamanya." Dia menolak untuk membangunkan ayahnya. Maka Allah mengganti mutiara tersebut menjadi sapi betina untuk si pemuda (sebagai pahala berbakti kepada ayahnya). Ketika kaum Bani Israil yang sedang mencari sapi betina itu melihat sapi betina yang dicarinya berada di tangan si pemuda, mereka langsung meminta agar si pemuda menjual sapinya kepada mereka, ditukar dengan sapi yang lain; tetapi si pemuda itu menolak.
Lalu mereka menambahkan tukarannya dengan dua ekor sapi, namun si pemuda tetap menolak, dan mereka terus-menerus menambah hingga sampai sepuluh ekor sapi seraya berkata, "Demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu sebelum kami membelinya darimu." Lalu mereka membawa si pemuda itu kepada Nabi Musa a.s.. Mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami menemukan sapi betina itu berada di tangan lelaki muda ini, tetapi dia menolak memberikannya kepada kami, padahal kami telah memberinya harga yang pantas." Maka Nabi Musa a.s.
berkata kepada si pemuda, "Berikanlah kepada mereka sapi betinamu itu." Si pemuda menjawab, "Wahai urusan Allah, aku lebih berhak terhadap harta bendaku." Nabi Musa a.s. menjawab, "Engkau benar." Selanjutnya Nabi Musa a.s. berkata kepada kaumnya, "Buatlah teman kalian ini rela." Akhirnya mereka bersedia mengganti. sapi betinanya itu dengan emas seberat sapi tersebut, tetapi si pemuda tetap menolak, dan mereka terus menambah nilai tukarnya hingga sampai sepuluh kali lipat emas seberat timbangan sapi betinanya.
Akhirnya si pemuda memberikan sapi betinanya kepada mereka dan mengambil harganya, lalu mereka menyembelih sapi betina tersebut. Nabi Musa a.s. berkata, "Pukullah mayat itu dengan sebagian dari anggota tubuh sapi betina yang disembelih itu!" Mereka memukulnya dengan bagian tubuh di antara dua pundak sapi, maka mayat itu dapat hidup kembali. Lalu mereka bertanya kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia berkata kepada mereka, "Keponakanku.
Dia mengatakan bahwa dia akan membunuhku, merampas hartaku, dan mengawini anak perempuanku." Akhirnya mereka menangkap si pembunuh dan membunuhnya.
Sunaid meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj (yakni Ibnu Muhammad), dari Ibnu Juraij, dari Mujahid; dan Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais riwayat sebagian dari mereka dimasukkan ke dalam riwayat sebagian yang lain. Disebutkan, ketika suatu suku dari kalangan Bani Israil merasakan bahwa tindak kejahatan di kalangan mereka kian banyak, maka mereka membangun sebuah kota terpisah, lalu mereka menghindar dari kejahatan yang biasa dilakukan kebanyakan orang.
Untuk itu apabila sore hari tiba, mereka tidak membiarkan ada seorang pun di luar kota melainkan disuruh masuk ke dalam kota. Apabila pagi hari tiba, pemimpin mereka naik ke atas benteng dan melihat-lihat keadaan di luar; apabila ia tidak melihat sesuatu pun yang mecurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya, dan ia selalu bersama mereka hingga petang harinya.
Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang memiliki harta yang banyak, sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris kecuali hanya saudara lelakinya. Tetapi setelah dirasakan oleh si saudara pewaris bahwa saudaranya yang kaya itu tidak juga mati melainkan berusia panjang, terdorong keinginannya untuk mewarisinya dengan secepatnya. Maka ia membunuh saudaranya itu, kemudian mayatnya ia letakkan di depan pintu kota tersebut, lalu ia dan teman-temannya bersembunyi di suatu tempat yang tak terlihat.
Ketika pemimpin kota naik ke atas benteng pintu gerbang kotanya, lalu melihat-lihat keadaan di luar, dan ternyata ia tidak melihat adanya sesuatu yang mencurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya. Tetapi begitu ia membuka pintu gerbang kotanya, ia melihat ada seseorang yang mati terbunuh, untuk itu ia segera menutup kembali pintu gerbang kotanya. Lalu saudara si terbunuh dan teman-temannya berseru dari tempat persembunyiannya dan menampakkan diri, "Kalian telah membunuhnya, kemudian kalian tutup kembali pintu gerbang kalian."
Tersebutlah pula ketika Nabi Musa a.s. melihat banyak kejahatan pembunuhan di kalangan kaum Bani Israil, maka apabila ia melihat ada seseorang terbunuh di dekat suatu kaum, ia menghukum kaum tersebut. Di antara saudara si terbunuh dan penduduk kota hampir terjadi perang di saat kedua belah pihak menyandang senjatanya masing-masing, tetapi masing-masing masih bisa dapat menahan diri. Kemudian mereka datang kepada Nabi Musa a.s. dan menceritakan persoalan mereka. Mereka berkata, "Wahai Musa, sesungguhnya orang-orang penduduk kota ini telah membunuh seseorang, setelah itu mereka menutup pintu gerbangnya." Penduduk kota menjawab, "Wahai utusan Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami telah menghindarkan diri dari segala bentuk kejahatan, untuk itu kami telah membangun kota tersendiri seperti yang engkau lihat dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari kejahatan orang lain. Demi Allah, kami tidak membunuh dan tidak pula mengetahui pembunuhnya."
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Musa a.s., memerintahkan agar mereka menyembelih seekor sapi betina. Kemudian Nabi Musa a.s. berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina” (Al-Baqarah: 67). Konteks ini berasal dari Ubaidah, Abul Aliyah, As-Suddi, dan lain-lainnya; masing-masing terdapat perbedaan, tetapi pada lahiriahnya riwayat ini diambil dari kitab-kitab Bani Israil dari kategori yang boleh dinukil, namun tidak boleh dibenarkan dan tidak boleh pula didustakan. Karena itu, maka kisah ini tidak dapat dijadikan pegangan kecuali hal-hal yang sesuai dengan kebenaran yang ada pada kita."
Pada ayat-ayat yang lalu dijelaskan tentang keingkaran Bani Israil terhadap perintah Allah, sedang pada ayat-ayat berikut diterangkan keingkaran mereka terhadap perintah Nabi Musa. Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya yang meminta agar ia memohon pada Tuhan agar memberi solusi dari masalah pembunuhan di kalangan mereka, Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina, yang dimaksudkan agar mereka menghapus sisa syirik karena pernah menyembah anak sapi dan siap kembali pada akidah yang benar. Perintah ini dinilai sebagai bentuk ketidakseriusan Musa, karena itu mereka bertanya, Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan' Pertanyaan ini sungguh tidak pada tempatnya, karena mereka tahu sifat Musa yang tidak pernah main-main. Dengan sikap prihatin, dia, Musa, menjawab, Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh yang sering menjadikan ajaran agama sebagai permainan.
Syarat untuk mengungkap pembunuhan hanya dengan menyembelih seekor sapi. Akan tetapi, orang Yahudi justru mempersulit diri dengan mengajukan beragam pertanyaan. Hal ini diawali ketika mereka berkata, Mohonkanlah kepada Tuhanmu (ungkapan ini mengisyaratkan pada Tuhan itu hanya Tuhan Musa, bukan Tuhan mereka) untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang sapi betina itu, apakah sapi itu masih muda atau yang tua. Mendengar pertanyaan ini, dia, Musa, menjawab, Dia berfirman bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, tetapi pertengahan antara itu. Setelah penjelasan ini, maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Tetapi tampaknya mereka masih tidak puas, dan kemudian mengajukan pertanyaan lain, yaitu seperti yang diungkapkan pada ayat berikutnya.
Ketika Nabi Musa memerintahkan Bani Israil untuk menyembelih sapi, mereka berkata kepada Nabi Musa, "Apakah kamu mempermainkan kami? Kami bertanya kepadamu tentang perkara pembunuhan, lalu kamu menyuruh kami menyembelih seekor sapi. Ini ganjil sekali dan jauh daripada yang kami maksudkan." Seharusnya Bani Israil menjalankan perintah Nabi Musa itu dan menyambutnya dengan patuh dan taat, kemudian mereka menunggu apa yang akan terjadi sesudah itu, tetapi mereka berbuat sebaliknya.
Perkataan mereka itu sebagai bukti bahwa mereka sangat kasar tabiatnya dan tidak mengakui kekuasaan Allah. Nabi Musa menjawab, "Saya berlindung kepada Allah dari memperolok-olokkan manusia karena perbuatan itu termasuk perbuatan orang jahil, lebih-lebih bagi seorang rasul yang akan menyampaikan risalah dan hukum-hukum Allah kepada manusia.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 67-74
MENYEMBELIH LEMBU BETINA
Setelah menerangkan beberapa nikmat yang telah dikaruniakan kepada Bani Israil itu dan beberapa pula pelanggaran mereka akan janji dengan Tuhan, sesudah itu beberapa kali pula mereka telah dihukum karena pelanggaran janji dan berapa kali pula Allah telah memberi kesempatan bagi mereka buat hidup untuk memperbaiki diri dan menempuh jalan yang benar, sekarang Tuhan mengemukakan lagi suatu kisah yang kejadian pada mereka, yaitu urusan menyembelih lembu betina.
Asal-usul timbulnya perintah menyembelih lembu betina ialah karena terjadi suatu pembunuhan gelap, tidak terang siapa pembunuhnya. Maka, untuk menghabiskan perselisihan yang bisa menimbulkan huru-hara di antara satu suku dan suku yang lain atau satu kampung dan kampung yang lain, Nabi Musa memerintahkan menyembelih seekor lembu betina.
Ayat 67
“Dan (Ingatlah) seketika berkata Musa kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya, Allah memerintahkan kamu menyembelih seekor lembu betina.'"
Perintah itu sudah jelas menyembelih lembu betina. Dan, kalau mereka tidak keras kepala, niscaya perintah itu dapat dilaksanakan sebentar itu juga sebab lembu betina itu banyak berkeliaran di padang rumput mereka. Akan tetapi, mereka ingin bertukar pikiran atau memandang enteng juga kepada pemimpin dan rasul mereka."Mereka berkata, ‘Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan?'" Perintah itu telah mereka pandang untuk mempermainkan mereka saja. Mungkin hati mereka yang kesat itu berkata, kita sekarang ini tengah mencari penyelesaian pembunuhan, tahu-tahu lembu betina yang disuruh sembelih. Mendengar sambutan mereka yang demikian,
“Dia berkata, ‘Berlindung aku kepada Allah dari jadi seorang di antara orang-orang yang bodoh.'"
Dengan jawaban demikian, Musa telah menjelaskan bahwa dia tidak memberikan perintah main-main. Sebab menjatuhkan perintah hanya untuk bersenda gurau itu bukanlah perbuatan orang yang berakal budi, melain-kan perbuatan orang yang bodoh. Apatah lagi dia adalah seorang rasul Allah. Aku berlindung kepada Tuhan daripada perangai demikian.
Ayat 68
“Mereka berkata, ‘Serukanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya diterangkan-Nya, bagaimana lembu itu?'"
Lembu betina banyak berkeliaran di padang rumput. Kami mau dijelaskan yang bagaimana macamnya lembu itu. Menjatuhkan perintah hendaklah yang terang! Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, lembu betina yang macam mana dikehendaki,
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dia hendaklah lembu betina yang belum tua benar dan tidak sangat muda, pertengahanlah di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu.'"
Kesombongan dan cara mereka bertanya sebenarnya telah mempersulit mereka sendiri. Dengan jawaban Nabi Musa yang demikian, menyuruh mencari lembu betina yang belum tua, tetapi tidak pula muda lagi, supaya dicari yang pertengahan di antara tua dan muda, mereka telah mempersulit diri.
Tadinya jika mereka tangkap saja sembarang lembu betina, entah muda entah tua, perintah itu telah terlaksana dengan baik. Akan tetapi, dengan perintah yang sekarang ini, mereka sudah mesti menyaring benar terlebih dahulu dan menaksir umur lembu-lembu betina yang hendak disembelih itu. Nabi Musa memerintahkan untuk segera melaksanakan perintah itu, dengan maksud supaya mereka jangan bertanya lagi, tetapi mereka tidak mau mengerti. Mereka masih bertanya juga,
Ayat 69
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau.'"
Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, “Supaya Dia jelaskan kepada kami, bagaimana warnanya?" Sekarang warnanya pula yang mereka tanyakan kepada beliau. Padahal kalau tidak mereka tanyakan warna, sembarang warna pun jadi.
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dianya ialah seekor lembu betina yang kuning, … warnanya, menyenangkan Mereka yang melihat.'"
Jawaban Nabi Musa ini mempergandakan kesulitan mereka. Tadi sudah diperintahkan agar segera perintah itu laksanakan. Namun, karena ingin hendak menunjukkan bahwa mereka orang ahli bertanya semua, sekarang mereka minta penjelasan warnanya. Dan, telah dijawab oleh Nabi Musa, hendaklah kuningnya bukan sembarang kuning, hendaklah kuning kilau kemilau, senang mata memandangnya. Belum juga mereka insaf rupanya bahwa mencari lembu betina yang demikian warnanya, demikian pula umurnya, bukanlah perkara yang mudah lagi; sedangkan urusan pembunuhan belum lagi diselesaikan. Dan itu pun belum juga memuaskan mereka; mereka masih juga bertanya,
Ayat 70
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya Dia jelaskan (lagi) kepada kami, kaRena sesungguhnya lembu-lembu itu serupa-serupa atas kami.'"
Lembu itu banyak. Lantaran banyaknya, kami jadi ragu.
“Dan sesungguhnya kami, insyaa Allah, akan dapat petunjuk."
Mudah-mudahan kami kelak diberi petunjuk Allah mencarinya sehingga dapat yang kita cari itu.
Ayat 71
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya, Dia mengatakan bahwa dia itu hendaklah lembu betina yang tidak (pernah) digunakan pembajak tanah, dan tidak perancah sawah, tidak bercacat, dan tidak ada belang padanya.'"
Dengan jawaban Nabi Musa seperti ini bertambah kesukaran mencari lembu betina yang tidak muda lagi, belum tua benar, kuning warnanya, berkilau-kilau, dan belum pernah diambil penarik bajak membuka tanah atau membajak sawah, dan tidak ada cacat, tidak ada luka atau parut, dan tidak ada belangnya. Benar-benar seekor sapi pingitan.
Akan tetapi, bagaimana mereka atas jawaban yang terakhir itu.
Mereka bangga dan, “Mereka berkata, ‘Sekarang engkau telah datang membawa kebenaran1.'" Kalau begitu, barulah kami percaya bahwa engkau sungguh-sungguh seorang nabi yang diutus Allah membawa kebenaran."Maka, mereka sembelih dia," yaitu sesudah bekerja keras berhari-hari lamanya mencari lembu betina dengan syarat-syarat yang demikian. Alangkah susahnya; bertemu lembu betina berkilau-kilau warnanya, sayang bukan kuning. Bertemu kuning berkilau-kilau, tetapi ada cacat bekas luka. Bertemu yang tidak luka, sayang ada belangnya. Ada lembu betina yang bagus, sayang masih terlalu muda. Ada yang belum diambil menenggala atau membuka sawah, sayang sudah agak tua. Dan bermacam-macam kesukaran yang lain, sehingga,
“Dan nyarislah Mereka itu tidak sanggup mengerjakan."
Sekarang barulah dijelaskan sebab-sebab perintah menyembelih lembu betina itu.
Ayat 72
“Dan (Ingatlah) seketika kamu membunuh satu diri, maka bersitolak-tolakkan kamu padanya, dan Allah mengeluarkan apa yang kamu sembunyikan."
Kedapatan orang mati terbunuh, tetapi tidak terang siapa pembunuhnya. Kemudian, timbul tolak-menolak, tuduh-menuduh. Maka, disembeiihlah lembu betina itu, yang akan digunakan pencari siapa pembunuhnya,
Ayat 73
“Dan Kami katakan, ‘Pukullah olehmu dengan sebagian daripadanya.
Apakah bangkai orang yang telah mati itu dipukul dari sebagian tubuh lembu betina yang telah dipotong itu? Atau apakah kuburnya? Atau dengan bagian dalam sapi yang mana dipukul? Kata setengah ahli tafsir dengan ekor lembu betina itu. Kata yang lain dengan tunjang kakinya, dan kata yang setengah dengan lidahnya. Yang mana yang benar, tidaklah penting, Sebab, kalau Al-Qur'an sudah menyatakan sebagian daripada tubuhnya, sampailah dia kepada puncak kecukupan. Yang penting diperhatikan ialah lanjutan firman Tuhan,
“Demikianlah Allah menghidupkan yang telah mati, dan memperlihatkan ayat-ayat-Nya supaya kamu berpikir."
Sekarang, kita nukilkan lagi penafsiran Syekh Muhammad Abduh untuk kita perbandingkan penafsiran yang lebih disandarkan pada pengumpulan riwayat, dengan penafsiran yang lebih mempergunakan dirayat yaitu analisis.
Syekh Muhammad Abduh menurut yang diriwayatkan oleh muridnya Sayyid Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar berkata, “Telah aku katakan kepada tuan-tuan bukan sekali dua bahwa wajiblah kita awas benar dengan kisah-kisah Bani Israil ini dan kisah-kisah nabi-nabi yang lain, dan jangan lekas percaya dari apa yang ditambah-tambahkan atas Al-Qur'an dari kata-kata ahli-ahli tarikh dan ahli-ahli tafsir. Orang-orang yang berminat besar kepada penyelidikan sejarah dan ilmu pengetahuan di zaman kini sependapat dengan kita bahwa tidak boleh dipercaya saja barang sesuatu dari tarikh zaman-zaman lampau itu yang mereka namai Zaman Gelap, melainkan sesudah penyelidikan yang mendalam dan membongkar bekas-bekas kuno yang terpendam.
Akan tetapi, kita dapat memberi maaf kepada ahli-ahli tafsir yang membumbui kitab-kitab tafsir dengan kisah-kisah yang tidak dapat dipercayai itu karena maksud mereka pun baik juga. Namun, kita tidak boleh berpegang saja kepadanya, bahkan kita larang keras. Cukup jika kita berpegang saja dengan nash-nash yang seterang itu dalam Al-Qur'an dan tidak pula kita lampaui lebih dari itu.
Kita hanya suka mengambil untuk penjelasan, jika penjelasan itu sesuai dengan bunyi Al-Qur'an, apabila shahih riwayatnya.
Demikian keterangan Syekh Muhammad Abduh.
Dengan jalan pikiran yang seperti ini niscaya kita hendak tahu bagaimana cara mereka menafsirkan ayat ini, yaitu bahwa orang yang mati dihidupkan kembali dan Allah memperlihatkan ayat-ayat-Nya, artinya tanda ke-kuasaan-Nya.
Sayyid Rasyid Ridha dalam tafsirnya menilik kembali hubungan kisah lembu betina ini dari kitab Taurat yang ada sekarang, karena Islam pun mengakui bahwa tidak seluruhnya kitab Taurat yang ada sekarang ini sudah bikinan tangan manusia semua. Masih banyak terselip yang harus jadi perhatian kita. Kita cari sekadar untuk menjadi dasar belaka daripada kisah lembu-betina itu.
Maka, bertemulah dalam Kitab Ulangan, Pasal 21 tentang peraturan Bani Israil kalau terjadi pembunuhan gelap dengan menyembelih lembu betina. Kitab Ulangan, Pasal 21 berisi sebagai berikut.
• Sebermula, apabila didapati akan seorang yang kena tikam dalam negeri, yang akan dikaruniakan Tuhan Allahmu kepadamu akan milikmu pusaka maka orang mati itu terhantar di padang tiada ketahuan siapa yang membunuh dia.
• Maka, hendaklah segala tua-tua dan hakim kamu keluar pergi mengukur jarak negeri-negeri, yang keliling tempat orang yang dibunuh itu.
• Maka, jikalau telah tentu mana negeri yang terdekat dengan tempat orang dibunuh itu, maka hendaklah diambil oleh segala tua-tua negeri itu akan seekor lembu betina daripada kawan lembu, yang belum tahu dipakai kepada pekerjaan dan yang belum tahu dikenakan kok. Pasangan yang dikenakan pada leher sapi atau kerbau untuk menarik gerobak atau membajak.
• Dan, hendaklah segala tua-tua negeri itu menghantar akan lembu muda itu kepada anak sungai yang selain mengalir airnya dan yang tanahnya belum tahu ditanami atau ditaburi, maka di sana hendaklah mereka itu menyembelihkan anak lembu itu dalam anak sungai.
• Lalu, hendaklah datang hampir segala imam, yaitu anak-anak Levi, karena dipilih Tuhan Allahmu akan mereka ikut, supaya mereka itu berbuat bakti kepada-Nya dan memberi berkat dengan nama Tuhan, dan atas hukum mereka itu pun putuslah segala perkara perbantahan dan perdakwaan.
• Maka, segala tua-tua negeri yang terdekat dengan tempat orang yang dibunuh itu hendaklah membasuhkan tangannya di atas lembu muda yang disembelih dalam anak sungai itu.
• Sambil kata mereka itu demikian, “Bukannya tangan kami menumpahkan darah ini dan mata kami pun tiada melihatnya."
• Adakan apakah ghafirat atas umatmu Israel, yang telah kau tebus, ya Tuhan! Jangan apalah kau tanggungkan darah orangyang tiada bersalah di tengah-tengah umatmu Israel. Maka, demikianlah diadakan ghafirat atas mereka itu daripada darah itu.
• Dan, kamu pun akan menghapuskan darah orang yang tiada bersalah itu dari tanganmu, jikalau kamu telah berbuat barang yang benar kepada pemandangan Tuhan.
Dengan salinan Taurat bahasa Indonesia ini sudah terang duduk perkara. Jika terdapat orang mati terbunuh, tidak terang siapa pembunuhnya, menurut peraturan hendaklah ukur jarak tempat bangkai orang itu dengan kampung terdekat. Sembelih lembu betina di sungai. Orang tua-tua negeri yang terdekat hendaklah membasuh tangannya di atas lembu itu sambil membaca bacaan semacam sumpah. Mana yang berani membasuh tangan di sana, selamAllah dan mana yang tidak mau, tandanya dia bersalah. Hukum pun dilakukan, utang nyawa bayar nyawa. Dengan berjalannya aturan kisah ini, artinya telah dihidupkan orang yang mati. Itulah ayat-ayat Allah; artinya supaya kamu pergunakan pikiranmu menyelidik rahasia hukum Ilahi dan menerimanya dengan segala kepatuhan.
Dengan penafsiran secara ini dijelaskan bahwa menghidupkan orang yang mati bukanlah artinya bahwa orang itu bangun dari kubur memberi keterangan bahwa dia dibunuh anak saudaranya, tetapi dengan berlakunya hukum qishash, artinya orangyang telah mati dihidupkan kembali, menurut ayat 179 dari surah ini yang akan ditafsirkan kelak, in syaa Allah.
Celaan keras pada ayat-ayat tersebut ini, terutama tentang cerita penyembelihan lembu betina itu, meninggalkan kesan mendalam di hati kita kaum Muslimin bahwa Tuhan Allah menurunkan suatu perintah dengan perantaraan Rasul-Nya adalah dengan terang, jitu, dan ringkas. Agama tidaklah untuk mempersukar manusia. Sebab itu, dilarang keraslah bersibanyak tanya, yang kelak akan menyebabkan itu menjadi berat. Bukanlah perintah agama yang tidak cukup, sebab itu jalankanlah sebagaimana yang diperintahkan. Agama mudah dijalankan, yang menukarkannya ialah apabila banyak “kalau begini, kalau begitu".
Ayat 74
“Kemudian telah kesal hari kamu sesudah itu, maka adalah dia laksana batu atau lebih keras."
Lebih keras daripada batu, sebab tidak ada pengajaran yang bisa masuk ke dalam."Dan sesungguhnya daripada batu kadang-kadang terpancarlah daripadanya sungai-sungai." Artinya daripada batu yang dikatakan keras itu masih juga ada faedah yang diharap; dia dapat memancarkan sungai. Namun, hati yang keras tak dapat memancarkan faedah apa-apa.
“Dan, sesungguhnya setengah darinya ada yang belah maka keluarlah air dari dalamnya!"
Dapatlah menjadi minuman orang; berfaedah juga."Dan sesungguhnya dari setengahnya pula ada yang runtuh dari takutnya kepada Allah" Maka, kalau hatimu dimisalkan sekeras batu, padahal daripada batu masih banyak faedah yang diharapkan dan dari batu yang runtuh karena takutnya kepada Allah dan tunduk sujudnya kepada Tuhan, apakah lagi misal yang layak bagi hatimu yang kesat lagi keras itu? Sungguh pun demikian,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa yang kamu perbuat."
Tidaklah Allah akan lengah.Tidaklah kamu lepas dari titikan Tuhan. Pasti datang masanya kamu akan membayar sendiri dengan mahal segala kejahatan hatimu itu. Jika pengajaran yang lunak tidak berbekas kepada hatimu, karena lebjh keras dari batu, maka palu godam adzablah yang akan menimpa dirimu kelak. Waktunya akan datang.
Sayangnya hal yang dimisalkan kepada orang Yahudi ini lama-kelamaan telah bertemu pula pada orang Islam sendiri. Masalahnya tidak ada lalu diadakan. Hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih mutaakhirin (zaman terkemu-dian). Panjang lebar membicarakan hukum istinja' rukun bersuci, dan panjang lebar mem-perkatakan niat shalat. Sehingga kadang timbul yang lucu-lucu.
Padahal Sayyidina Umar bin Khaththab, kalau orang datang bertanya suatu masalah, selalu beliau bertanya pula, “Yang engkau tanyakan itu pernah kejadian atau tidak?" Kalau tidak, disuruhnya orang itu berhenti bertanya karena tidak ada gunanya.