Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذِ
dan apabila
ٱبۡتَلَىٰٓ
menguji
إِبۡرَٰهِـۧمَ
Ibrahim
رَبُّهُۥ
Tuhannya
بِكَلِمَٰتٖ
dengan beberapa kalimat
فَأَتَمَّهُنَّۖ
maka ia menunaikannya
قَالَ
Dia berfirman
إِنِّي
sesungguhnya Aku
جَاعِلُكَ
menjadikan kamu
لِلنَّاسِ
bagi manusia
إِمَامٗاۖ
imam/pemimpin
قَالَ
ia berkata
وَمِن
dan dia
ذُرِّيَّتِيۖ
keturunanku
قَالَ
Dia berfirman
لَا
tidak
يَنَالُ
mengenai
عَهۡدِي
janjiKu
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
وَإِذِ
dan apabila
ٱبۡتَلَىٰٓ
menguji
إِبۡرَٰهِـۧمَ
Ibrahim
رَبُّهُۥ
Tuhannya
بِكَلِمَٰتٖ
dengan beberapa kalimat
فَأَتَمَّهُنَّۖ
maka ia menunaikannya
قَالَ
Dia berfirman
إِنِّي
sesungguhnya Aku
جَاعِلُكَ
menjadikan kamu
لِلنَّاسِ
bagi manusia
إِمَامٗاۖ
imam/pemimpin
قَالَ
ia berkata
وَمِن
dan dia
ذُرِّيَّتِيۖ
keturunanku
قَالَ
Dia berfirman
لَا
tidak
يَنَالُ
mengenai
عَهۡدِي
janjiKu
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Tafsir
(Dan) ingatlah (ketika Ibrahim mendapat ujian) menurut satu qiraat Ibraham (dari Tuhannya dengan beberapa kalimat) maksudnya dengan perintah dan larangan yang dibebankan kepadanya. Ada yang mengatakan manasik atau pekerjaan haji, ada pula berkumur-kumur, menghirup air ke hidung, menggosok gigi, memotong kumis, membelah rambut, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, berkhitan dan istinja (lalu disempurnakannya) maksudnya dikerjakannya secara sempurna. (Firman-Nya) yakni Allah Taala, ("Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai imam bagi manusia.") Artinya contoh dan ikutan dalam keagamaan. (Kata Ibrahim, "Aku mohon juga dari keturunanku!") maksudnya dari anak cucuku dijadikan imam-imam. (Firman-Nya, "Janji-Ku ini tidak mencapai) untuk dijadikan imam (orang-orang yang aniaya") yakni orang-orang yang ingkar di antara mereka. Sebaliknya bagi orang yang tidak aniaya, tidak tertutup kemungkinan untuk diangkat sebagai imam.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 124
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." Ibrahim berkata, "(Dan saya mohon) juga dari keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim."
Ayat 124
Melalui ayat ini Allah mengingatkan kemuliaan Nabi Ibrahim a.s. dan bahwa Allah ﷻ telah menjadikannya sebagai imam bagi umat manusia yang menjadi panutan mereka semua dalam ketauhidan. Yaitu di kala Nabi Ibrahim a.s. berhasil menunaikan semua tugas perintah dan larangan Allah yang diperintahkan kepadanya. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat." Dengan kata lain, wahai Muhammad, ceritakanlah kepada orang-orang musyrik dan kedua ahli kitab, yaitu mereka yang meniru-niru agama Nabi Ibrahim, padahal apa yang mereka lakukan bukanlah agama Nabi Ibrahim.
Karena sesungguhnya orang-orang yang menegakkan agama Nabi Ibrahim itu hanyalah engkau dan orang-orang mukmin yang mengikutimu. Ceritakanlah kepada mereka ujian yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, yaitu berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditugaskan oleh Allah kepadanya. Kemudian Nabi Ibrahim a.s. dapat menunaikannya dengan sempurna, seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu: “Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji” (An-Najm: 37) Yakni Nabi Ibrahim a.s. telah mengerjakan semua syariat yang diperintahkan oleh Allah ﷻ kepadanya dengan secara sempurna.
Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 120-123)
Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (Al-An'am: 161) .
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad). Dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 67-68)
Firman Allah ﷻ, "Bikalimatin," artinya dengan syariat-syariat, perintah-perintah, dan larangan-larangan. Karena sesungguhnya lafal al-kalimat itu bila disebutkan adakalanya bermakna kekuasaan, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya: “Dan dia (Maryam) membenarkan kalimat (kekuasaan) Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.” (At-Tahrim: 12) Adakalanya makna yang dimaksud ialah syariat atau peraturan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Telah sempurnalah kalimat (syariat) Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil.” (Al-An'am: 115) Maksudnya, syariat-syariat-Nya; adakalanya merupakan berita yang benar dan adakalanya perintah berbuat adil, jika kalimatnya berupa perintah atau larangan. Termasuk ke dalam pengertian al-kalimah dalam arti syariat ialah firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya,” (Al-Baqarah: 124) Yakni Nabi Ibrahim mengerjakannya dengan sempurna.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh umat manusia.” (Al-Baqarah: 124) Yaitu sebagai balasan dari apa yang telah dikerjakannya, mengingat Nabi Ibrahim telah berhasil menunaikan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Untuk itu Allah menjadikannya buat seluruh umat manusia sebagai teladan dan panutan yang patut untuk ditiru dan diikuti.
Mengenai apa saja kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Ibrahim a.s., masih diperselisihkan di kalangan Mufassirin. Sehubungan dengan masalah ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas beberapa riwayat; antara lain oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Allah mengujinya dengan manasik-manasik (haji)." Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ishaq As-Subai'i, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas.
Abdur Razzaq mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).” (Al-Baqarah: 124) Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah mengujinya dengan bersuci, yaitu menyucikan lima anggota pada bagian kepala dan lima anggota pada bagian tubuh. Menyucikan bagian kepala ialah dengan mencukur kumis, berkumur, istinsyaq (membersihkan lubang hidung dengan air), bersiwak, dan membersihkan belahan rambut kepala. Sedangkan menyucikan bagian tubuh ialah memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, berkhitan, mencabut bulu ketiak, serta membasuh bekas buang air besar dan buang air kecil dengan air.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang mirip telah diriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Asy-Sya'bi, An-Nakha'i, Abu Saleh, dan Abul Jalad.
Menurut kami, ada sebuah hadits di dalam kitab Shahih Muslim yang pengertiannya mendekati riwayat di atas, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ada sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, membiarkan janggut (tumbuh), siwak, menyedot air dengan hidung (istinsyaq), memotong kuku, membasuh semua persendian tulang, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan hemat memakai air. (Perawi mengatakan) aku lupa yang kesepuluhnya, tetapi aku yakin bahwa yang kesepuluh itu adalah berkumur.
Waki' mengatakan bahwa intiqasul ma' artinya ber-istinja (cebok).
Di dalam kitab Shahihain disebutkan dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Fitrah itu ada lima perkara, yaitu khitan, istihdad (belasungkawa), mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” Lafal hadits ini berdasarkan apa yang ada dalam kitab Shahih Muslim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Ibnu Hubairah, dari Hanasy ibnu Abdullah As-San'ani, dari Ibnu Abbas. Ia mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124) Menurut Ibnu Abbas, kalimat-kalimat tersebut ada sepuluh; yang enam ada pada diri manusia, sedangkan yang empat pada masya'ir (manasik-manasik haji).
Yang ada pada diri manusia ialah mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan khitan; disebutkan bahwa Ibnu Hubairah sering mengatakan bahwa ketiga hal itu adalah satu. Kemudian memotong kuku, mencukur kumis, bersiwak serta mandi pada hari Jumat. Sedangkan yang empatnya ialah yang ada pada manasik-manasik, yaitu tawaf, sa'i antara Safa dan Marwa, melempar jumrah, dan tawaf ifadah.
Daud ibnu Abu Hindun meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas mengatakan, "Tiada seorang pun yang diuji dengan peraturan agama ini, lalu ia dapat menunaikan kesemuanya dengan sempurna, selain Nabi Ibrahim." Allah ﷻ telah berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124); Aku (Ikrimah) bertanya kepadanya (Ibnu Abbas), "Apakah kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, lalu Ibrahim menunaikannya?" Ibnu Abbas menjawab, "Islam itu ada tiga puluh bagian; sepuluh bagian di antaranya terdapat di dalam surat Al-Baraah (surat At-Taubah), yaitu di dalam firman-Nya, 'Orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang beribadah' (At-Taubah: 112), hingga akhir ayat.
Sepuluh lainnya berada pada permulaan surat Al-Muminun, dan dalam firman-Nya, 'Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa' (Al-Ma'arij: 1). Sepuluh terakhir berada di dalam surat Al-Ahzab, yaitu firman-Nya, 'Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim' (Al-Ahzab: 35), hingga akhir ayat. Ternyata Nabi Ibrahim dapat menunaikan semuanya dengan sempurna, lalu dicatatkan baginya bara-ah. Allah ﷻ berfirman, 'Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji’." (An-Najm: 37).
Demikian pula menurut riwayat Imam Hakim, Abu Ja'far ibnu Jarir, dan Abu Muhammad ibnu Abu Hatim berikut sanad-sanad mereka sampai kepada Daud ibnu Hindun dengan lafal yang sama, sedangkan lafal riwayat di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa beberapa kalimat yang diujikan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Ibrahim, lalu Nabi Ibrahim menunaikannya dengan sempurna ialah: Berpisah dengan kaumnya karena Allah ketika Allah memerintahkan agar dia berpisah dari mereka; perdebatan yang dilakukannya terhadap Raja Namruz ketika ia membela agamanya yang bertentangan dengan agama Raja Namruz; kesabaran Nabi Ibrahim dan keteguhan hatinya ketika ia dilemparkan ke dalam api oleh mereka demi membela agamanya; setelah itu ia berhijrah dari tanah tumpah darah dan negeri tercintanya karena Allah, yaitu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk hijrah meninggalkan kaumnya; juga ketika dia mengerjakan perintah Allah yang menyuruhnya untuk menghormati para tamu serta bersikap sabar menghadapi mereka dengan jiwa dan harta bendanya sendiri; dan ujian lainnya, yaitu ketika dia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putra kesayangannya.
Ketika Nabi Ibrahim mengerjakan semua ujian Allah itu dengan ikhlas, maka Allah ﷻ berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" (Al-Baqarah: 131) Yakni tunduk patuh mengerjakan perintah Allah, sekalipun bertentangan dengan kaumnya dan rela berpisah dengan mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulyah, dari Abu Raja, dari Al-Hasan (yakni Al-Basri) sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124) Allah mengujinya dengan bintang-bintang, ia bersabar; mengujinya dengan bulan, ia bersabar; mengujinya dengan matahari, ia bersabar; mengujinya dengan hijrah, ia bersabar; mengujinya dengan khitan, ia bersabar; dan mengujinya dengan anaknya (menyembelihnya), ia bersabar.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Al-Hasan pernah berkata, "Ya, demi Allah, sesungguhnya Allah telah mengujinya dengan suatu perkara, maka ia bersabar dalam menunaikannya. Allah ﷻ mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan; maka ia menunaikan ujiannya itu dengan baik dan menyimpulkan dari ujian tersebut bahwa Tuhannya adalah Zat Yang Maha Abadi dan tidak akan lenyap.
Dia menghadapkan wajahnya kepada Tuhan Yang Menciptakan langit dan bumi seraya mencintai agama yang hak dan menjauhi kebatilan; dia bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Kemudian Allah mengujinya dengan hijrah, ia keluar meninggalkan negeri tercintanya dan kaumnya hingga sampai di negeri Syam dalam keadaan berhijrah kepada Allah ﷻ. Allah mengujinya pula dengan api sebelum hijrah, ternyata dia bersabar menghadapinya. Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya serta berkhitan, maka dia menunaikan semuanya itu dengan penuh kesabaran.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari orang yang pernah mendengar Al-Hasan berkata sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).” (Al-Baqarah: 124) Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya, dengan api, bintang-bintang, matahari, dan bulan.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Al-Hasan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).” (Al-Baqarah: 124) Bahwa Allah mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan; maka Allah menjumpainya sebagai orang yang sabar.
Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124) Di antara kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya disebutkan di dalam firman-Nya: Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.'' (Al-Baqarah: 124) Antara lain disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail.” (Al-Baqarah: 127) Di antaranya lagi disebutkan di dalam ayat-ayat yang menceritakan tentang maqam yang dijadikan buat Nabi Ibrahim dan rezeki yang diberikan kepada penduduk Baitullah, serta Nabi Muhammad diutus dengan membawa agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Warqa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124) Allah ﷻ berfirman kepada Nabi Ibrahim, "Sesungguhnya Aku akan mengujimu dengan suatu perintah. Perintah apakah itu?" Ibrahim menjawab, "Aku memohon semoga Engkau menjadikan diriku imam bagi umat manusia." Allah ﷻ berfirman, "Ya." Lalu Ibrahim berkata: (Dan aku mohon) juga dari keturunanku. Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim." (Al-Baqarah 124) Ibrahim a.s. berkata, "Semoga Engkau jadikan rumah ini (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia." Allah menjawab, "Ya." Ibrahim berkata, "Dan juga sebagai tempat yang aman." Allah menjawab, "Ya." Ibrahim berkata, "Dan semoga Engkau menjadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan jadikanlah pula di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau." Allah menjawab, "Ya."
Ibrahim a.s. berkata, "Semoga Engkau memberi rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah." Allah menjawab, "Ya."
Ibnu Abu Nujaih berkata, ia mendengar riwayat ini dari Ikrimah, lalu menunjukkannya kepada Mujahid, ternyata Mujahid tidak memprotesnya. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir tidak hanya hanya dari satu jalur, melalui Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Al-Baqarah: 124) Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan apa yang disebutkan dalam ayat-ayat berikutnya, yaitu: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." Ibrahim berkata, "(Dan aku mohon) juga dari keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim." (Al-Baqarah: 124)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan takwil firman-Nya: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat." (Al-Baqarah: 124) Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan ayat-ayat yang sesudahnya, yaitu firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." (Al-Baqarah: 124); "Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman." (Al-Baqarah: 125); Firman-Nya yang lain: "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat." (Al-Baqarah: 125) "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail." (Al-Baqarah: 125), hingga akhir ayat. "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail." (Al-Baqarah 127), hingga akhir ayat. Semua itu merupakan kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Ibrahim a.s.
As-Suddi mengatakan, kalimat-kalimat yang diujikan kepada Nabi Ibrahim oleh Tuhannya ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya: "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau" sampai dengan firman-Nya "Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka." (Al-Baqarah: 127-129)
Al-Qurthubi meriwayatkan atsar berikut, juga disebutkan di dalam kitab Muwatta' dan kitab-kitab lainnya dari Yahya ibnu Sa'id, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Ibrahim adalah orang yang mula-mula berkhitan, yang mula-mula menghormati tamu, yang mula-mula memotong kuku, yang mula-mula mencukur kumis, dan yang mula-mula beruban. Ketika ia melihat uban (di kepalanya), berkatalah ia, 'Wahai Tuhanku, apakah ini?' Allah ﷻ menjawab, 'Keagungan.' Ibrahim berkata, 'Wahai Tuhanku, tambahkanlah keagungan pada diriku'."
Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa orang yang mula-mula berkhutbah di atas mimbar adalah Nabi Ibrahim a.s. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa orang yang mula-mula mengadakan pos adalah Nabi Ibrahim. Dia orang yang mula-mula memukul dengan pedang, yang mula-mula bersiwak, yang mula-mula bebersih memakai air, dan yang mula-mula memakai celana.
Diriwayatkan dari Mu'az ibnu Jabal bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Jika aku membuat mimbar, maka sesungguhnya ayahku Ibrahim pernah membuatnya; dan jika aku memakai tongkat, maka sesungguhnya ayahku Ibrahim pernah memakainya." Menurut kami (penulis) hadits ini tidak dapat dibuktikan sumbernya, wallahu a'lam.
Kemudian Al-Qurthubi mulai membahas hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan barang-barang tersebut. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, kesimpulannya dapat diringkas seperti berikut: Boleh juga makna yang dimaksud dari kalimat-kalimat ini adalah semua yang telah disebutkan di atas, boleh pula sebagian darinya, tetapi tidak dapat menetapkan sesuatu pun darinya, lalu dikatakan bahwa inilah yang dimaksud secara tertentu, kecuali jika ada dalil dari hadits atau ijma'.
Selanjutnya Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, "Sehubungan dengan masalah ini tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai sandarannya, baik yang dinukil oleh jamaah ataupun oleh seorang perawi." Selain Ibnu Jarir mengatakan, hanya saja memang telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ dua buah hadits yang mempunyai makna mirip dengan hadits ini. Salah satu di antaranya ialah apa yang diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib: Telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku Zaban ibnu Farid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Ingatlah, akan aku ceritakan kepada kalian mengapa Allah menamakan Ibrahim kekasih-Nya dengan sebutan orang yang selalu menunaikan janji. Hal ini tiada lain karena setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, ‘Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian berada di sore hari dan waktu kalian berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi; dan di waktu kalian berada pada sore hari dan di waktu kalian berada di waktu zuhur’." (Ar-Rum: 17-18).
Sedangkan hadits lainnya diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji" (An-Najm: 37). Nabi ﷺ bersabda, "Tahukah kalian, apa artinya orang yang selalu menyempurnakan janji?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi ﷺ bersabda, "Dia selalu menyempurnakan (mengerjakan) amal hariannya, yaitu empat rakaat di siang hari." Adam meriwayatkan pula hadits ini di dalam kitab tafsirnya, dari Hammad ibnu Salamah dan Abdu ibnu Humaid, dari Yunus ibnu Muhammad, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ja'far ibnuz Zubair dengan lafal yang sama.
Selanjutnya Ibnu Jarir menilai dha’if kedua hadits ini. Menurutnya, tidak boleh mengetengahkan kedua hadits tersebut kecuali bila disebutkan dengan jelas predikat dha’if-nya dari berbagai segi, karena sesungguhnya kedua sanad ini mengandung tidak hanya seorang yang dha’if, selain itu di dalam matan (materi) hadisnya terdapat hal-hal yang menunjukkan kelemahannya. Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, seandainya ada seseorang berkata bahwa sesungguhnya pendapat yang dikatakan oleh Mujahid Abu Saleh dan Ar-Rabi' ibnu Anas lebih mendekati kebenaran dibandingkan pendapat yang dikatakan oleh selain mereka, berarti pendapat tersebut merupakan mazhab tersendiri, mengingat firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." (Al-Baqarah: 124) Dan firman-Nya: "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf’." (Al-Baqarah: 125), hingga akhir ayat. Demikian pula semua ayat yang semakna pembahasannya, berkedudukan sebagai keterangan dari makna kalimat-kalimat yang disebutkan oleh Allah ﷻ sebagai mata ujian buat Nabi Ibrahim a.s. Menurut kami, pendapat yang mula-mula dikatakan olehnya (Ibnu Jarir) yaitu bahwa beberapa kalimat tersebut mencakup semua hal yang disebutkan merupakan pendapat yang lebih kuat daripada pendapat ini yang dia katakan dari pendapat Mujahid dan orang-orang yang sependapat dengannya. Dikatakan demikian karena konteks dari pembahasan masalah ini mempunyai pengertian yang berbeda dengan apa yang mereka katakan.
Firman Allah ﷻ: Ibrahim berkata, "(Dan aku mohon) juga dari keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim" (Al-Baqarah: 124) Ketika Allah ﷻ hendak menjadikan Ibrahim sebagai imam untuk seluruh umat manusia, Ibrahim memohon kepada Allah, hendaknya para imam sesudahnya terdiri atas kalangan keturunannya. Maka Allah memperkenankan apa yang dimintanya itu dan memberitahukan kepadanya bahwa kelak di antara keturunannya terdapat orang-orang yang zalim, dan janji Allah tidak akan teruntuk mereka yang zalim itu; mereka tidak akan menjadi imam dan tidak dapat dijadikan sebagai panutan yang diteladani.
Dalil yang menunjukkan bahwa permintaan Nabi Ibrahim a.s. dikabulkan ialah firman Allah ﷻ di dalam surat Al-'Ankabut, yaitu: “Dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya.” (Al-'Ankabut: 27) Maka setiap nabi yang diutus oleh Allah ﷻ dan setiap kitab yang diturunkan Allah sesudah Nabi Ibrahim, semuanya itu terjadi di kalangan anak cucu keturunannya. Mengenai makna firman-Nya: Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim." (Al-Baqarah: 124) Mereka berbeda pendapat dalam menakwilkannya.
Khasif mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim." (Al-Baqarah: 124) Kelak di antara anak cucu keturunanmu terdapat orang-orang yang zalim. Ibnu Abu Nujaih mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya ini, bahwa Aku tidak akan mengangkat orang yang zalim menjadi imam. Menurut riwayat yang lain, Aku tidak akan menjadikan imam yang zalim sebagai orang yang diikuti.
Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim." (Al-Baqarah: 124) Maksudnya, imam yang zalim tidak akan menjadi orang yang diikuti.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: “(Dan saya mohon) juga dari keturunanku.” (Al-Baqarah: 124) Orang yang saleh dari kalangan mereka akan Aku jadikan sebagai imam yang diikuti; orang yang zalim dari kalangan mereka tidak Aku jadikan demikian, dan tiada nikmat baginya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim" (Al-Baqarah: 124). Makna yang dimaksud ialah orang yang musyrik bukanlah imam yang zalim, yakni tidak akan ada imam yang musyrik.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha’ sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” (Al-Baqarah: 124) Lalu Ibrahim berkata, "Dan aku memohon juga dari keturunanku menjadi imam." Maka Allah ﷻ menolak menjadikan imam orang yang zalim dari keturunannya. Aku (Ibnu Juraij) bertanya kepada ‘Atha’, "Apakah yang dimaksud dengan al-'ahdu?" ‘Atha’ menjawab, "Perintah Allah."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tsaur Al-Qaisari dalam surat yang ditujukannya kepadaku, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Samak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah ﷻ berfirman kepada Nabi Ibrahim, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." Ibrahim a.s. menjawab, "Dan aku mohon juga dari keturunanku." Pada mulanya Allah menolak, kemudian berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim.” (Al-Baqarah:124)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan takwil firman-Nya: Ibrahim berkata, "(Dan aku mohon) juga dari keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 124) Ayat ini merupakan pemberitahuan kepadanya bahwa di antara keturunannya kelak akan ada orang yang zalim; dia tidak akan memperoleh janji ini, dan tidaklah layak bagi Allah menguasakan sesuatu pun dari perintah-Nya kepada orang yang zalim itu, sekalipun orang yang zalim itu berasal dari keturunannya. Hanya orang baik dari kalangan keturunannyalah yang akan memperoleh doa ini dan sampai kepadanya apa yang dimaksud dari doanya itu.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 124) Tidak ada perintah bagimu untuk menaati (mendoakan) orang yang berbuat kezaliman dalam sepak terjangnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah, dari Israil, dari Muslim Al-A'war, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim” (Al-Baqarah: 124) Yaitu tidak ada janji bagi orang-orang yang zalim. Jika engkau mengadakan perjanjian dengannya, maka batallah (rusaklah) perjanjian itu. Hal yang mirip telah diriwayatkan dari Mujahid, ‘Atha’, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Ats-Tsauri meriwayatkan dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa bagi orang yang zalim tiadalah janji yang harus ditaati.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, tentang takwil firman-Nya: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 124) Janji Allah tidak akan teruntuk orang-orang yang zalim kelak di akhirat. Adapun di dunia, adakalanya orang yang zalim mendapatkannya hingga ia beroleh keamanan, dapat makan dan hidup berkat janji tersebut. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, ‘Atha’, Al-Hasan, dan Ikrimah.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, janji Allah yang ditetapkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya ialah agama-Nya. Allah ﷻ berfirman bahwa orang-orang yang zalim tidak berada pada jalan agama-Nya. Hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya: “Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (Ash-Shaffat: 113) Yakni tidak semua keturunanmu, wahai Ibrahim, berada pada jalan kebenaran. Hal yang sama diriwayatkan dari Abul Aliyah, ‘Atha’, Muqatil, dan Ibnu Hayyan.
Juwaibir meriwayatkan dari Dahhak, bahwa tidak memperoleh ketaatan kepada-Ku orang yang menjadi musuh-Ku, yaitu orang yang durhaka kepada-Ku; dan Aku tidak akan memberikannya kecuali hanya kepada seorang kekasih yang taat kepada-Ku.
Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Sa'id Ad-Damani, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali ibnu Abu Thalib, dari Nabi ﷺ yang bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 124) Bahwa makna yang dimaksud ialah: Tidak ada ketaatan kecuali dalam kemakrufan (kebajikan).
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Janji-Ku (ini) tidak untuk orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 124) Yang dimaksud dengan ahdi ialah kenabian-Ku. Demikianlah pendapat Mufassirin Salaf mengenai ayat ini menurut apa yang telah dikutip oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini sekalipun makna lahiriahnya menunjukkan tidak akan memperoleh janji Allah, yakni kedudukan imam, seorang yang zalim, tetapi di dalamnya terkandung pemberitahuan dari Allah ﷻ kepada Nabi Ibrahim kekasih-Nya; kelak akan ada di kalangan keturunanmu orang-orang yang menzalimi dirinya sendiri, seperti yang telah disebutkan terdahulu dari Mujahid dan lain-lainnya. Ibnu Khuwaiz Mindad Al-Maliki mengatakan, orang yang zalim tidak layak menjadi khalifah, hakim, mufti, saksi, tidak layak pula sebagai perawi.
Dan ingatlah juga, wahai Nabi Muhammad, kisah ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat, yakni sejumlah tugas dan kewajiban, lalu dia melaksanakannya dengan sangat baik dan sempurna. Dia, Allah, berfirman, Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin dan teladan bagi seluruh manusia. Dia, Ibrahim, berkata, Dan apa kah janji-Mu itu berlaku juga bagi sebagian dari anak cucuku' Allah berfirman, Benar, tetapi janji-Ku itu tidak berlaku bagi orang-orang zalim. Dan ingatlah, wahai Nabi Muhammad, ketika Kami menjadikan rumah ini, yakni Kakbah, sebagai tempat berkumpul yang sering dikunjungi, baik pada hari-hari biasa maupun pada musim umrah dan haji, dan juga tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqa'm Ibrahim itu, yakni pijakan Ibrahim ketika membangun Kakbah, sebagai tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, Bersihkanlah rumah-Ku dari segala bentuk najis, kemusyrikan, dan hal-hal yang tidak pantas diletakkan dan dilakukan di sana sesuai tuntunan agama untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang salat yang selalu melakukan rukuk dan sujud!
Ibrahim a.s. diuji Tuhan dengan beberapa kalimat dengan menugaskan perintah dan larangan, seperti membangun Ka'bah, membersihkannya dari segala macam kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail a.s., menghadapi raja Namrud, dan sebagainya.
Menurut Mahmud Zahram, Ibrahim a.s. telah diberi oleh Allah ber-macam-macam pengalaman ujian dan cobaan. Dia diperintahkan Allah menyembelih anaknya, perjalanan pulang pergi antara Syam dengan Hijaz untuk melihat anak dan istrinya yang berada di kedua tempat itu, dan sebagainya. )
Allah tidak menerangkan macam-macam kalimat yang telah ditugaskan kepada Nabi Ibrahim. Hal ini memberi petunjuk bahwa tugas yang telah diberikan Allah itu adalah besar, berat dan banyak. Sekalipun demikian Ibrahim a.s. telah melaksanakan tugas dan beban itu dengan sebaik-baiknya yang membawanya ke tempat kedudukan yang sempurna.
Dan (lembaran-lembaran) Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (an-Najm/53:37)
Perkataan, "Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia," tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebelumnya, karena tidak ada kata penghubung ('atf) pada permulaan kalimat tersebut.
Menurut Muhammad Abduh ), kalimat tersebut adalah kalimat yang berdiri sendiri, tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebelumnya. Maksudnya ialah bahwa pangkat imam (nabi dan rasul) adalah semata-mata pangkat yang dianugerahkan oleh Allah dan hanya Dia sendiri yang menetapkan kepada siapa pangkat itu akan diberikan-Nya. Tidak semua manusia dapat mencapainya sekalipun dia telah melaksanakan segala perintah dan menghentikan segala larangan Allah.
Dengan perkataan lain, pangkat imam yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Ibrahim itu ditetapkan atas kehendak-Nya, bukan ditetapkan karena Nabi Ibrahim telah menyelesaikan dan menyempurnakan tugas yang diberikan kepadanya, agar dia menyadari bahwa pangkat yang diberikan Allah itu sesuai baginya, dan agar dia merasa dirinya mampu melaksanakan tugas dan memikul beban yang telah diberikan.
Setelah dianugerahi pangkat "imam" itu, Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah agar pangkat "imam" dianugerahkan pula kepada keturunannya di kemudian hari. Doa Nabi Ibrahim ini doa yang sesuai dengan sunatullah. Menurut sunatullah, anak dan keturunan sambungan hidup bagi seseorang. Suatu cita-cita yang tidak sanggup dicapai semasa hidup di dunia diharapkan agar anak dan keturunan dapat menyampaikannya.
Tugas imam merupakan tugas yang suci dan mulia karena pemberian tugas itu bertujuan hendak mencapai cita-cita yang suci dan mulia pula. Ibrahim a.s. merasa dirinya tidak sanggup mencapai semua cita-citanya yang terkandung di dalam tugasnya selama hidup di dunia. Karena itu dia berdoa kepada Allah agar anak cucunya dianugerahi pula pangkat imam itu, sehingga cita-cita yang belum dapat dicapai semasa hidupnya dapat dilanjutkan dan dicapai oleh anak cucu dan keturunannya.
Dari ayat di atas dapat dipahami pula bahwa cara Nabi Ibrahim berdoa sesuai dengan sunatullah sehingga merupakan cara berdoa yang benar dan termasuk doa yang dikabulkan Allah. Terbukti, di kemudian hari bahwa semua rasul yang diutus Allah sesudahnya berasal dari keturunannya.
Dari firman Allah, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim" dapat dipahami bahwa di antara keturunan Nabi Ibrahim itu ada orang-orang zalim. Pada ayat lain Allah menerangkan bahwa keturunan Ibrahim itu ada yang zalim dan ada yang berbuat baik. Allah berfirman:
Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishak. Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. (as-saffat/37:113)
Allah berfirman:
Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu). (az-Zukhruf/43:28)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan bagi keturunannya. Jika di antara mereka ada yang mempersekutukan Allah, mereka diminta kembali kepada kalimat tauhid.
"Zalim" (aniaya) itu bermacam-macam. Zalim terhadap diri sendiri ialah tidak melaksanakan perintah dan tidak meninggalkan larangan Allah sehingga mendapat kemurkaan dan azab Allah yang membawa bencana kepada diri sendiri. Zalim terhadap makhluk-makhluk Allah, seperti berbuat kerusakan di bumi, memutuskan silaturahmi, zalim terhadap manusia dan sebagainya.
Dari perkataan "zalim" dapat dimengerti bahwa bagi seorang imam tidak boleh ada sifat zalim. Mustahil pangkat itu diberikan kepada orang yang kotor jiwanya, orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN NABI IBRAHIM
Setelah menyampaikan peringatan-peringatan yang semacam itu banyaknya, terlebih dikhususkan kepada Bani Israil, yang diharapkan moga-moga ada perhatian mereka menerima ajaran kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ, di samping pengharapan kepada kaum musyrikin Arab sendiri, tetapi tidak juga lepas pertaliannya dengan Bani Israil, maka dengan ayat yang akan datang ini, di antara Bani Isma'il (Arab) diper-temukan dengan Bani Israil pada pokok asal, yaitu Nabi Ibrahim. Sebab orang Arab sendiri, terutama Arab Adnan atau Arab Musta'ribah, mengakui dan membanggakan bahwa mereka adalah keturunan Ibrahim dan Isma'il diikuti oleh Arab yang lain (Qahthan).
Ayat 124
“Dan (Ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim oleh Tuhan-Nya dengan berapa kalimat."
Dengan ini, diperingatkan kembali siapa Ibrahim, yang dibanggakan oleh kedua suku bangsa Bani Israil dan Bani Isma'il sebagai nenek moyang mereka. Itulah seorang besar yang telah lulus dari berbagai ujian. Allah telah mengujinya dengan beberapa kalimat, artinya beberapa ketentuan dari Allah. Dia telah diuji ketika menentang orang negerinya dan ayahnya sendiri yang menyembah berhala. Dia telah diuji sampai dibakar orang. Dia telah diuji, apakah kampung halaman yang lebih dikasihinya atau keyakinannya?
Dia telah tinggalkan kampong halaman karena menegakkan keyakinan. Dia telah diuji karena sampai tua tidak beroleh putra. Dan setelah dia tua mendapatkan putra yang diharapkan, maka diuji pula, disuruh me-nyembelih putranya yang dicintainya itu. Dan berbagai ujian yang lain."Maka telah dipenuhinya semuanya" Artinya, telah dipenuhinya sekalian ujian itu, telah dilaluinya dengan selamat dan jaya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, “Kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya itu dan telah dipenuhinya semuanya. Dia telah memisahkan dari kaumnya karena Allah memerintahkannya memisahkan diri. Perdebatannya dengan Raja Nambrudz tentang kekuasaan Allah meng-hidupkan dan mematikan. Kesabaran hatinya tatkala dia dilemparkan ke dalam api bernyala, tidak lain karena mempertahankan pendiriannya tentang keesaan Allah. Setelah itu, dia hijrah dari kampung halamannya karena Allah yang menyuruh. Ujian Allah kepadanya ketika dia didatangi tetamu (ketika tetamu itu singgah kepadanya dalam perjalanan membawa adzab kepada kaum Luth) dan ujian kepadanya dengan menyuruh menyembelih putranya."
Di dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abdullah bin Humaid, Ibnu |arir, dan Ibnu Abi Hatim dari al-Hasan, dia berkata, “Ibrahim telah diuji dengan kelap-kelipnya bintang, dia pun lulus. Dia diuji dengan bulan, dia pun lulus. Kemudian diuji dengan matahari, itu pun dia lulus. Diuji dengan hijrah, dia pun lulus. Diuji pula dengan menyuruh menyembelih anak kandungnya sendiri, itu pun dia lulus. Padahal waktu itu usianya telah delapan puluh tahun."
Setelah dilaluinya segala ujian itu dan dipenuhinya dengan sebaik-baiknya, “Dia pun berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku hendak menjadikan engkau imam bagi manusia!"
Di sini, kita mendapat suatu pelajaran yang dalam sekali tentang jabatan yang begitu mulia yang dianugerahkan Allah kepada seorang di antara rasul-Nya. Setelah beliau lulus dalam berbagai ujian yang berat itu dan diatasinya segala ujian itu dengan jaya, barulah Allah memberikan jabatan kepadanya, yaitu menjadi imam bagi manusia. Imam ialah orang yang diikut, orang yang menjadi pelopor, yang patut ditiru diteladari, baik berkenaan dengan agama, ibadah, maupun akhlak.
Setelah jabatan imam itu diberikan Allah, Ibrahim pun mengemukakan permohonan, “Dan juga dari antara anak-cucuku." Sebagai seorang ayah atau nenek yang besar yang bercita-cita jauh, Ibrahim memohonkan supaya jabatan imam itu pun diberikan pula kepada orang-orang yang dipilih Allah dari kalangan anak-cucunya. Moga-moga timbullah kiranya orang-orang yang akan menyambung usahanya. Permohonan itu disambut oleh Allah,
“Tidaklah akan mencapai perjanjian-Ku itu kepada orag-orang yang zalim."
Permohonannya dikabulkan Allah bahwasanya dalam kalangan anak-cucu keturunannya memang akan ada yang dijadikan Imam pula, sebagai pelanjut dari usahanya. Akan ada imam, tetapi janji itu tidak akan berlaku pada anak-cucunya yang zalim. Keutamaan budi, ketinggian agama, dan ibadah bukanlah didapat karena keturunan. Yang akan naik hanyalah orang yang sanggup menghadapi ujian, sebagaimana Ibrahim juga. Ibrahim telah memenuhi segala ujian dengan selamat; baru setelah itu diangkat menjadi imam. Bagaimana anak-cucunya akan langsung saja menjadi imam kalau mereka tidak lulus dalam ujian atau zalim di dalam hidup. Imam yang dimaksud di sini adalah imamat agama, bukan kerajaan dan bukan dinasti yang dapat diturunkan kepada anak. Sebab itu, keturunan Ibrahim tidaklah boleh membanggakan diri karena mereka keturunan imam besar. Malahan kalau mereka zalim, bukanlah kemuliaan yang didapat lantaran mereka keturunan Ibrahim, melainkan berlipat gandalah dosa yang akan mereka pikul, kalau mereka yang terlebih dahulu melanggar apa yang dianjurkan oleh amanah nenek moyangnya.
Keturunan Ibrahim terbagi dua, yaitu Bani Isma'il dan Bani Israil. Pada kedua cabang turunan ini, terdapAllah beberapa orang imam ikutan orang banyak. Terakhir sekali Muhammad ﷺ, imam dunia dari keturunan Isma'il.
Ayat 125
“Dan (Ingatlah) tatkala telah Kami jadikan rumah itu tempat berhimpun bagi manusia."
Di dalam ayat ini disuruh mengingat kembali bahwasanya Allah Ta'aala telah menyuruhkan kepada Ibrahim menjadikan berjadikan rumah itu, yaitu Ka'bah atau Masjidil Haram, menjadi tempat berhimpun manusia, yaitu tempat beribadah dari seluruh manusia yang telah memercayai keesaan Allah, supaya mereka dapat berkumpul ke sana mengerjakan haji setiap tahun, sebagaimana yang dijelaskan pula di dalam surah al-Hajj, “Dan (tempat) aman." Sekalian dari tempat berkumpul seluruh manusia mengerjakan ibadah, tempat itu pun dijadikan tempat yang aman sentosa. “Dan jadikanlah sebagian dari makam Ibrahim menjadi tempat shalat Di sini tersebutlah pula suatu tanda sejarah yang amat penting, yaitu Makam (Maqam) Ibrahim. Banyaklah bertemu hadits-hadits dan riwayat tentang Makam Ibrahim itu. Di dalam hadits-hadits yang shahih ada tersebut yang menunjukkan bahwa Makam Ibrahim, yang berarti tempat berdiri Ibrahim, ialah sebuah batu tempat Nabi Ibrahim berdiri ketika beliau membangun Ka'bah. Bilamana bertambah tinggi dinding Ka'bah itu, datanglah Isma'il putranya mengantarkan batu-batu bangunan ke tangan beliau dan naiklah pula Isma'il ke atas batu itu. Demikian riwayat Bukhari. Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, dahulu batu Makam Ibrahim itu termasuk menjadi dinding Ka'bah. Menurut suatu riwayat dari al-Baihaqi dari Abdul Razzaq, Umar bin Khaththablah yang membawa batu itu dari Ka'bah dan membinanya di tempat tersendiri. Menurut Ibnu Abi Hatim dari hadits Jabir, ketika Rasulullah ﷺ mengerjakan haji dan thawaf, di antara yang mengiringkan beliau ialah Umar bin Khaththab. Sesampai di makam itu, beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Makam Ibrahim?" Rasulullah menjawab, ‘Ya!" Menurut hadits yang dirawikan oleh Muslim, setelah selesai beliau thawaf, lalu beliau shalat dua rakaat di belakang Makam Ibrahim itu.
Menurut suatu riwayat lagi dari tabi'in yang terkenal, Mujahid, yang dikatakan Makam Ibrahim itu ialah seluruh pekarangan Masjidil Haram itu. Maka terIngatlah kita tentang usaha Raja Saud dari Saudi Arabia pada tahun 1958 merombak dan memperbesar Masjidil Haram, yang menurut bentuk maketnya yang baru, terpaksa letak Makam Ibrahim digeser, tetapi ulama-ulama Mekah tidak mau Makam Ibrahim digeser. Rupanya pihak Kerajaan berpegang kepada pendapat Mujahid dan ulama-ulama mempertahankan tradisi. Di dalam rangka memperluas tempat thawaf mengelilingi Ka'bah, pada bulan Rajab 1387 (1967 Masehi), Raja Faisal Ibnu Abdil Aziz telah merombak bangunan yang melingkungi makam yang lama lalu menggantinya dengan satu bangunan kecil memakai keranda tembaga. Di dalamnya beliau lingkungi dengan keranda kaca (kaca pembesar) sehingga batu makam itu telah jelas kelihatan. Di zaman raja-raja yang dahulu, rupanya di bekas jejak kaki Nabi Ibrahim tempat beliau berdiri itu telah diberi pertanda dengan perak sehingga bekas telapak kaki itu lebih jelas kelihatan.
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il supaya mereka berdua membersihkan rumah-Ku itu untuk orang-orang berthawaf dan orang-orang yang iktikaf dan orang-orang yang ruku' serta sujud."
Pertama sekali, bersihkan rumah-Ku. Tuhan menyebut rumah itu sebagai rumah-Ku sehingga dia pun disebut Baitullah, rumah Allah, untuk mengangkat kehormatan rumah itu. Dia wajib bersih daripada persembahan yang selain Allah. Ketika Ibrahim telah meninggalkan negeri Babil dan Mesir serta tempat-tempat yang lain, sudah terang beliau menolak tegas segala persembahan kepada berhala. Maka di tanah yang telah diamankan ini, di sana rumah Allah telah berdiri, hendaklah dia bersih dari berhala. Ini diingatkan kembali kepada bangsa Arab sebab mereka telah tersesat menyembah berhala. Rumah itu mesti dibersihkan dari syirik dan perbuatan yang tidak patut sehingga tetaplah dia untuk orang yang thawaf, yaitu mengelilingi Ka'bah itu tujuh kali, dengan mengambil jalan kanan, serta untuk orang yang iktikaf, artinya orang yang duduk bermenung tafakur mengingat Allah di dalam masjid itu. Juga untuk mereka mengerjakan ruku' dan sujud, yaitu mengerjakan shalat.
Dengan demikian, bertambah jelaslah bahwa Ibrahim yang dibantu oleh putranya Isma'il telah diperintahkan Allah menjadikan tanah itu menjadi Tanah Haram.
Ayat 126
“Dan (Ingatlah) tatkala bericala Ibrahim, ‘Ya, Tuhanku! Jadikanlah negeri ini negeri yang aman."
Dimohonkanlah oleh Ibrahim, hendaknya negeri itu tetap aman sentosa selama-lamanya sehingga tenteramlah jiwa orang-orang yang melakukan ibadah berthawaf dan beriktikaf, shalat dengan ruku' dan sujudnya, menurut peraturan shalat yang ada pada masa itu."Dan karuniakanlah pada penduduknya dari berbagai buah-buahanOleh karena wadi (lembah) itu amat kering, tidak ada sesuatu yang dapat tumbuh di dalamnya, dimohonkan pula oleh Nabi Ibrahim agar penduduk lembah itu jangan sampai kekurangan makanan, supaya hati mereka pun tidak bosan tinggal di sana menjaga peribadahan yang suci mulia itu. Akan tetapi. Nabi Ibrahim memberi alasan permohonannya, “Yaitu barangsiapa yang beriman di antara mereka itu kepada Allah dan Hari Kemudian." Sebagai seorang hamba Allah yang patuh, Nabi Ibrahim memohonkan agar yang diberi makanan cukup dan buah-buahan yang segar ialah yang beriman kepada Allah saja. Namun, Allah telah menjawab, “Dan orang-orang yang kafir pun, akan Aku beri kesenangan untuk dia sementara." Dengan penjawaban ini Allah telah memberikan penjelasan bahwasanya dalam soal makanan atau buah-buahan, Allah akan berlaku adil juga. Semuanya akan diberi makanan, semuanya akan diberi buah-buahan, baik mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat maupun mereka kufur. Oleh sebab itu, dalam urusan dunia ini, orang beriman dan orang kafir akan sama-sama diberi makan. Beratus tahun Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il wafat, telah banyak penduduk di dalam lembah Mekah itu yang menyembah berhala, namun makanan dan buah-buahan mereka dapat juga. Sebab, demikianlah keadilan Allah dalam kehidupan dunia ini,
“Kemudian akan Kami Unikkan dia kepada siksaan neraka (yaitu) seburuk-buruk tujuan."
Di dunia mendapat bagian yang sama di antara Mukmin dan kafir. Malahan kadang-kadang rezeki yang diberikan kepada kafir lebih banyak daripada yang diberikan kepada orang yang beriman. Tetapi banyak atau sedikit pemberian Allah di atas dunia ini, dalam soal kebendaan belumlah boleh dijadikan ukuran. Nanti di akhirat baru akan diperhitungkan di antara iman dan kufur. Yang kufur kepada Allah, habislah reaksinya sehingga hidup ini saja. Ujian akan diadakan lagi di akhirat. Betapapun kaya raya banyaknya tanam-tanaman, buah-buahan di dunia ini, tidak akan ada lagi setelah gerbang maut dimasuki. Orang yang kaya kebendaan, tetapi miskin jiwa, gersang dan sunyi daripada iman, adalah neraka yang menjadi tempatnya.
Semuanya itu disuruh-ingatkan kembali kepada kaum musyrikin Arab supaya mereka kenangkan bahwasanya kedudukan yang aman sentosa di negeri Mekah itu adalah atas kehendak dari karunia Allah, yang disuruh laksanakan kepada kedua rasul-Nya, Ibrahim dan isma'il,yaitu nenek moyang mereka. Negeri itu telah mereka dapati aman, buah-buahan dan sayur-sayuran diangkut orang dari negeri-negeri di luar Mekah, dari Thaif ataupun lembah-lembah yang lain. Diperingatkan kepada mereka asal mula segala kejadian itu, yaitu supaya mereka menyembah Allah Yang Maha Esa, bersih dari berhala dan segala macam kemusyrikan. Mereka akan dapati sentosa, makmur dan subur, tempat kediaman mereka menjadi pusat peribadatan seluruh manusia sejak zaman purbakala, telah beratus beribu tahun.
Lalu, diperingatkan lagi tentang asal-usul berdirinya Ka'bah itu,
Ayat 127
“Dan Ingatlah tatkala Ibrahim mengangkat sendi-sendi dari rumah itu, dan Isma'il."
Di sini diperingatkan kembali bahwa lbrahimlah, dibantu oleh putranya Isma'il, yang mengangkat sendi-sendi rumah itu, yaitu Ka'bah. Sendi-sendi atau batu pertama, Ibrahim sendiri yang meletakkannya. Kemudian ber-angsur-angsur sehingga menjadi dinding. Sebab itu, disebut beliau mengangkatnya seterusnya membangun sampai tinggi.
Di dalam kitab-kitab tafsir, macam-macamlah ditulis tentang bagaimana caranya sendi-sendi itu dibangun dan dari batu-batu mana diambil serta diangkut. Ibnu Katsir menulis di dalam tafsirnya, demikian juga Ibnu Jarir. Dengan mengingatkan ini, terkenanglah hendaknya mereka kembali bahwa nenek moyang mereka Nabi Ibrahim, dibantu oleh putranya Isma'il, bukan saja meramaikan dan mengamankan negeri itu atas perintah Allah, bahkan lebih dari itu, merekalah yang memulai membangun rumah yang pertama di tempat itu, yaitu rumah yang pertama ditentukan buat tempat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
Demi setelah selesai ibrahim dibantu oleh Isma'il mendirikan rumah itu, mereka pun bermunajat kepada Allah,
“Ya, Tahan kami. Terimalah daripada kami!' Artinya bahwa pekerjaan yang Engkau perintahkan kepada kami berdua, ayah dan anak, mendirikan Ka'bah sudah selesai. Sudilah kiranya menerima pekerjaan itu."Sesung-guhnya, Engkau adalah Maha Mendengar," akan segala pemohonan kami dan doa kami.
“Maha Mengetahui."
Yaitu, Maha Mengetahui jika terdapat kekurangan di dalam pekerjaan kami ini, Engkaulah yang lebih tahu.
Setelah dengan segenap kerendahan hati, kedua makhluk bapak dan anak itu, Ibrahim dan Isma'il, yang telah menjadi manusia terpilih di sisi Allah, memohonkan supaya amalan mereka diterima oleh Allah, mereka teruskanlah munajat itu. Si ayah yang berdoa dan si anak mengaminkan.
Ayat 128
“Ya, Tuhan kami! Jadikanlah kami keduanya ini orang-orang yang berserah diri kepada Engkau."
Setelah rumah atau Ka'bah itu selesai mereka dirikan, mereka berdua pulalah orang yang pertama sekali menyatakan bahwa mereka keduanya: muslimaini laka ‘muslimin kami keduanya kepada Engkau'! Yang berpokok kepada kata-kata Islam yang berarti berserah diri. Berjanjilah keduanya bahwa rumah yang suci itu hanyalah untuk beribadah dari pada orang-orang yang berserah diri kepada Allah, tidak bercampur dengan penyerahan diri kepada yang lain.
“Dan dari keturunan-keturunan kami pun (hendaknya) menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Engkau." Bukan saja Ibrahim mengharapkan agar penyerahan dirinya dan putranya Isma'il kepada Allah agar diterima Allah. Bahkan dia pun memohonkan kepada Allah agar anak-cucu dan keturunannya yang datang di belakang pun menjadi orang-orang yang berserah diri, menjadi orang-orang yang Muslim atau Islam, Sehingga cocoklah dan sesuailah hendaknya langkah dan sikap hidup anak-cucu keturunannya dengan dasar pertama ketika rumah itu didirikan,
“Dan tunjukkan kiranya kepada kami cara-cara kami beribadah" Cara-cara kami beribadah, kita artikan dari manasikana."
Setelah Ibrahim dan membawa juga nama putranya lsma'il mengakui bahwa Allah-lah tempat mereka berserah diri serta telah bulat hati mereka kepada Allah, tidak bercampur dengan yang lain, dan diharapkannya pula kepada Allah agar anak-cucu keturunannya yang tinggal di sekeliling rumah itu semuanya mewarisi keislaman itu pula, barulah Ibrahim memohonkan kepada Allah agar ditunjuki bagaimana caranya beribadah, yang disebut juga manasik. Manasik bisa diartikan umum untuk seluruh ibadah dan bisa pula dikhususkan untuk seluruh upacara ibadah haji.
“Dan ampunilah kiranya kami, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Penyayang."
Kita sudah maklum bahwasanya Rasul Allah adalah ma'shum, suci dari dosa, terutama dosa yang besar. Tetapi orang-orang yang telah mencapai derajat iman yang sempurna sebagai Ibrahim dan Isma'il, tidaklah berbangga dengan anugerah Allah kepada mereka dengan ma'shum itu.
Nabi Ibrahim memohonkan tobat untuk dirinya dan untuk anaknya ini adalah suatu teladan bagi kita agar selalu ingat dan memohonkan ampun kepada Allah. Makna yang asal daripada tobat ialah kembali. Kita bertobat kepada Allah. Dan Allah mengabulkan permohonan kita dengan memakai perkataan ‘ala, yang berarti ke atas. Bertambah suci manusia, bertambah pula mereka merasa kekurangan.
Ayat 129
“Ya, Tuhan kami! Bangkitkanlah di antara Mereka itu seorang rasul dari Mereka sendiri."
Di dalam beberapa ayat disebut bahwa salah satu bawaan budi Nabi Ibrahim itu ialah awwaah, artinya penghiba, amat halus perasaan, tidak tega hati. Dan perasaan beliau yang halus itu terdapat di dalam nama beliau sendiri, yaitu Ibrahim.
Maka ayah yang penyayang ini tidaklah merasa puas dengan menyatakan menyerahkan dirinya bersama putranya Isma'il saja kepada Allah, menjadi muslimaini laka (berdua menyerahkan diri kepada Engkau), malahan mohonkannya pula anak-cucunya sehingga tetaplah terpelihara Rumah Allah atau Ka'bah itu, jangan sampai menjadi rumah-rumah tempat berhala. Tetapi ayah yang penyayang itu rupanya amat jauh pandangannya ke zaman depan, berkat berkat tuntunan Allah. Tidak puas hanya memohon anak-cucunya menjadi Islam semua, bahkan beliau memohonkan pula agar di antara anak dan cucunya itu di kemudian hari dibangkitkan seorang yang menjadi rasul Allah, “yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau' yaitu perintah-perintah Ilahi untuk memupuk dasar yang telah ditinggalkan oleh beliau di dalam mengakui keesaan Allah.
“Dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmat." Kitab ialah kumpulan daripada wahyu-wahyu yang diturunkan Ilahi, yang bernama Al-Qur'an itu, sedangkan hikmat ialah kebijaksanaan di dalam cara menjalankan perintah, baik di dalam perkataan maupun perbuatan atau sikap hidup Nabi itu sendiri, yang akan dijadikan contoh dan teladan bagi umatnya."Dan yang akan membersihkan mereka" Baik ayat-ayat maupun kitab itu, ataupun hikmat kebijaksanaan yang dibawakan oleh Rasul itu adalah maksudnya membersihkan mereka seluruhnya. Bersih daripada kepercayaan yang karut-marut, syirik dan menyembah berhala, dan bersih pula kehidupan sehari-hari daripada rasa benci, dengki, dan khianat. Yuzakkihim, untuk membersihkan mereka pada ruhani dan jasmani. Sehingga dapat memperbedakan mana kepercayaan yang kotor dengan yang bersih. Kebersihan itulah yang akan membuka akal dan budi sehingga selamat dalam kehidupan.
“Sesungguhnya, Engkau adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana."
Kepada Allah yang satu di antara sifat-Nya ialah Aziz, yaitu Mahagagah, Ibrahim telah menggantungkan pengharapan kepada Allah di dalam sifat kegagahan-Nya itu bahwa meskipun betapa besarnya rintangan dan halangan akan bertemu di dalam perjalanan sejarah, namun kehendak Allah mesti terjadi. Tetapi di samping sifat gagah perkasa itu, Allah pun mempunyai sifat bijaksana, yaitu bahwa kehendak-Nya mesti berlaku, tetapi menurut arah jalan yang masuk di akal dan mengagumkan.