Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
تَبَوَّءُو
(mereka)menempati
ٱلدَّارَ
rumah/kampung (kota)
وَٱلۡإِيمَٰنَ
dan keimanan
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
يُحِبُّونَ
dan mereka mencintai
مَنۡ
orang-orang
هَاجَرَ
hijrah/pindah
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mendapati/menaruh
فِي
pada
صُدُورِهِمۡ
dada mereka
حَاجَةٗ
hajat/keinginan
مِّمَّآ
terhadap apa
أُوتُواْ
mereka diberi
وَيُؤۡثِرُونَ
dan mereka mengutamakan
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
وَلَوۡ
walaupun
كَانَ
adalah
بِهِمۡ
mereka
خَصَاصَةٞۚ
kepapaan/kesusahan
وَمَن
dan barang siapa
يُوقَ
dipelihara
شُحَّ
kekikiran
نَفۡسِهِۦ
dirinya
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
تَبَوَّءُو
(mereka)menempati
ٱلدَّارَ
rumah/kampung (kota)
وَٱلۡإِيمَٰنَ
dan keimanan
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
يُحِبُّونَ
dan mereka mencintai
مَنۡ
orang-orang
هَاجَرَ
hijrah/pindah
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mendapati/menaruh
فِي
pada
صُدُورِهِمۡ
dada mereka
حَاجَةٗ
hajat/keinginan
مِّمَّآ
terhadap apa
أُوتُواْ
mereka diberi
وَيُؤۡثِرُونَ
dan mereka mengutamakan
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
وَلَوۡ
walaupun
كَانَ
adalah
بِهِمۡ
mereka
خَصَاصَةٞۚ
kepapaan/kesusahan
وَمَن
dan barang siapa
يُوقَ
dipelihara
شُحَّ
kekikiran
نَفۡسِهِۦ
dirinya
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
Terjemahan
Orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mencintai orang yang berhijrah ke (tempat) mereka. Mereka tidak mendapatkan keinginan di dalam hatinya terhadap apa yang diberikan (kepada Muhajirin). Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak. Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung.
Tafsir
(Dan orang-orang yang telah menempati kota) Madinah (dan telah beriman) yang dimaksud adalah sahabat-sahabat Anshar (sebelum kedatangan mereka, Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka) artinya mereka tidak iri hati (terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka) yakni apa yang telah diberikan oleh Nabi ﷺ kepada mereka berupa harta rampasan dari Bani Nadhir, yang memang harta itu khusus buat kaum Muhajirin (dan mereka mengutamakan, orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan) yakni mereka memerlukan apa yang mereka relakan kepada orang-orang Muhajirin. (Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya) dari ketamakannya terhadap harta benda (mereka itulah orang-orang yang beruntung).
Tafsir Surat Al-Hasyr: 8-10
(Juga) bagi para fuqara Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhaj irin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhaj irin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan /anganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menceritakan keadaan orang-orang fakir yang berhak untuk mendapatkan harta fai, bahwa mereka adalah: Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya). (Al-Hasyr: 8) Yakni mereka tinggalkan kampung halaman mereka dan menentang kaum mereka demi meraih rida Allah dan ampunan-Nya.
dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hasyr: 8) Yaitu merekalah orang-orang yang ucapan mereka bersesuaian dengan perbuatannya, mereka adalah para pemimpin kaum Muhajirin. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memuji sikap orang-orang Ansar dan menjelaskan keutamaan, kemuliaan, dan kehormatan yang ada pada diri mereka, serta ketulusan mereka dalam mementingkan nasib Muhajirin hingga kepentingan untuk diri mereka sendiri dikesampingkan, padahal mereka sangat memerlukannya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka telah menempati negeri hijrah sebelum kaum Muhajirin tiba, dan sebagian besar dari mereka telah beriman. Umar mengatakan, "Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar memperhatikan kaum Muhajirin yang pertama, hendaknya hak mereka tetap diberikan kepada mereka dan kehormatan mereka tetap dipelihara.
Aku juga berwasiat agar orang-orang Ansar diperlakukan dengan baik, yaitu mereka yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin). Hendaklah orang-orang yang baik dari mereka diterima, dan orang-orang yang berbuat buruk dari mereka dimaafkan." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam tafsir ayat ini. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. (Al-Hasyr: 9) Artinya, termasuk kemuliaan dan kehormatan diri mereka ialah mereka menyukai orang-orang Muhajirin dan menyantuni mereka dengan harta bendanya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa orang-orang Muhajirin berkata, "Wahai Rasulullah, kami belum pernah melihat hal yang semisal dengan kaum yang kami datang berhijrah kepada mereka. Yakni dalam hal memberi santunan kepada kami, orang-orang yang hidup sederhana dari mereka tidak segan menyantuni kami, dan orang yang hartawan dari mereka sangat banyak dalam memberi kami.
Sesungguhnya mereka telah menjamin semua kebutuhan kami dan bersekutu dengan kami dalam kesenangan, hingga kami merasa khawatir bila mereka memborong semua pahala." Maka Nabi ﷺ menjawab: Tidak, selama kamu memuji mereka dan mendoakan bagi mereka kepada Allah. Aku belum pernah melihat hadits ini di dalam semua kitab hadits yang diriwayatkan melalui jalur ini. [] Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yahya ibnu Sa'id.
Ia mendengar Anas ibnu Malik saat berangkat bersamanya menuju ke tempat Al-Walid mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah memanggil orang-orang Ansar dengan maksud akan memberikan bagian kepada mereka tanah Bahrain. Tetapi mereka menjawab, "Tidak, terkecuali jika engkau berikan hal yang sama kepada saudara-saudara kami dari kaum Muhaj irin." Nabi ﷺ bersabda: Jika tidak mau, maka bersabarlah sampai kamu menjumpaiku, dan sesungguhnya kelak kalian akan ditimpa oleh penyakit mementingkan diri sendiri. Imam Al-Bukhari meriwayatkan nadis ini secara munfarid melalui jalur ini. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah berkata, "Bagikanlah antara kami dan saudara-saudara kami (kaum Muhajirin) kebun kurma (kami)." Nabi ﷺ menjawab, "Jangan." Kaum Muhajirin berkata, "Maukah kalian menutupi semua pembiayaannya dan kami akan menggarapnya dengan imbalan bagi hasil dari buahnya?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami dengar dan kami taati syarat itu." Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini secara munfarid tanpa Imam Muslim.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni mereka tidak mempunyai rasa iri dalam hati mereka terhadap keutamaan yang telah diberikan oleh Allah kepada kaum Muhajirin berupa kedudukan, kemulian, dan prioritas dalam sebutan dan urutan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka. (Al-Hasyr: 9) Yaitu rasa dengki dan iri hati.
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah terhadap apa yang telah diberikan kepada saudara-saudara mereka dari kaum Muhajirin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid. Di antara dalil yang menunjukkan makna ini ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: ". ". telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Anas, bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ , lalu beliau ﷺ bersabda: Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga.
Maka muncullah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang jenggotnya masih meneteskan air bekas air wudunya, dia menjinjing kedua terompahnya dengan tangan kirinya. Pada keesokan harinya Rasulullah ﷺ mengucapkan kata-kata yang sama. Lalu muncullah lelaki itu seperti pada yang pertama kali. Dan pada hari yang ketiganya Rasulullah ﷺ mengucapkan kata-kata yang sama lagi, lalu muncullah lelaki itu dalam keadaan seperti pada yang pertama kali. Ketika Rasulullah ﷺ bangkit, maka lelaki itu diikuti oleh Abdullah ibnu Amr ibnul As, lalu ia berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah bertengkar dengan ayahku, maka aku bersumpah tidak akan pulang kepadanya selama tiga hari. Jika engkau sudi, bolehkah aku menginap di rumahmu, maka aku akan merasa senang sekali." Lelaki itu menjawab, "Silakan." Anas melanjutkan kisahnya, bahwa Abdullah telah menceritakan kepadanya bahwa ia menginap di rumah lelaki Ansar itu selama tiga malam, dan dia tidak melihatnya bangun malam untuk mengerjakan sesuatu dari shalat sunat, hanya saja bila ia berbalik di tempat peraduannya di tengah malam, ia berzikir kepada Allah dan mengucapkan takbir, hingga ia bangun dari peraduannya untuk mengerjakan shalat fajar (subuh).
Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa hanya saja ia tidak mendengarnya mengatakan sesuatu kecuali hanya kebaikan belaka. Dan setelah tiga malam berlalu dan hampir saja aku memandang remeh amal perbuatannya, maka aku berterus terang kepadanya, "Wahai hamba Allah, sebenarnya tidak ada pertengkaran antara aku dan ayahku dan tidak ada pula saling mendiamkan dengannya, tetapi aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami sebanyak tiga kali: Sekarang akan muncul kepada kalian seorang lelaki calon penghuni surga.
Ketika kulihat, ternyata engkau sebanyak tiga kali. Maka aku bermaksud untuk menginap di rumahmu guna menyaksikan apa yang engkau perbuat, lalu aku akan menirunya. Tetapi ternyata aku tidak melihatmu melakukan amal yang istimewa, lalu apakah yang menyebabkan engkau sampai kepada kedudukan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ ?" Lelaki itu menjawab, "Tiada yang kulakukan selain dari apa yang telah engkau lihat sendiri." Ketika aku pergi darinya, ia memanggilku dan berkata, "Tiada lain amal itu kecuali seperti yang engkau lihat, hanya saja dalam hatiku tidak terdapat rasa iri terhadap seorang pun dari kaum muslim dan tidak pula rasa dengki terhadap seorang pun atas kebaikan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya." Abdullah ibnu Amr berkata, "Rupanya amal itulah yang menghantarkan dirimu mencapai tingkatan itu, amal tersebut sulit untuk dilakukan dan amatlah berat." Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar dengan sanad yang sama.
Sanad ini shahih dengan syarat Sahihain, tetapi Aqil dan lain-lainnya telah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari seorang lelaki, dari Anas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9) Yakni terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin. Abdur Rahman mengatakan bahwa ada sebagian orang yang memperbincangkan harta Bani Nadir yang orang-orang Ansar tidak diberi bagian darinya.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menghukum mereka karena ucapannya yang demikian itu. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hasyr: 6); Abdur Rahman melanjutkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda (kepada kaum Ansar): Sesungguhnya saudara-saudara kalian ini (kaum Muhajirin) telah meninggalkan harta benda dan anak-anak mereka, lalu mereka keluar (berhijrah) kepada kalian. Orang-orang Ansar menjawab, "Kalau begitu, harta kami, kami rela berbagi dengan mereka." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimanakah kalau dengan cara selain itu?" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Mereka (kaum Muhajirin) adalah kaum yang tidak mengetahui pertanian, bagaimanakah kalau kalian menjamin mereka saja dengan cara bagi hasil buah-buahan dengan mereka?" Orang-orang Ansar menjawab, "Kami setuju, wahai Rasulullah." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Yang dimaksud dengan khasasah ialah keperluan. Yakni mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Di dalam kitab shahih telah disebutkan dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sedekah yang palingutama ialahjerih payah dari orang yang minim. Yaitu dari orang yang memerlukannya. Kedudukan ini lebih tinggi dari pada kedudukan orang yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan memberikan harta yang dicintainya. (Al-Baqarah: 177) Karena sesungguhnya mereka menyedekahkan apa yang mereka sendiri menyukainya, tetapi adakalanya mereka tidak memerlukannya dan tidak mempunyai kebutuhan darurat terhadapnya. Sedangkan mereka (golongan yang pertama) mengesampingkan kebutuhan mereka, padahal mereka dalam keadaan memerlukannya dan membutuhkan apa yang mereka sedekahkan. Dan termasuk ke dalam kedudukan ini ialah apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq karena dia telah menyedekahkan semua harta bendanya, hingga Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, "Lalu apa yang engkau sisakan buat keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku sisakan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula halnya air minum yang ditawarkan kepada Ikrimah dan teman-temannya pada Perang Yarmuk; masing-masing dari mereka memerintahkan agar diberikan kepada temannya, padahal Ikrimah sendiri dalam keadaan luka berat dan sangat memerlukan air minum, lalu temannya menyerahkan air itu kepada orang yang ketiga, dan belum sampai air itu ke tangan orang yang ketiga.
Akhirnya mereka mati semua dan tiada seorang pun dari mereka yang meminum air itu. Semoga Allah meridai mereka dan membuat mereka puas dengan balasan pahala-Nya. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim ibnu Kasir, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Gazwan, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim Al-Asyja'i, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ , lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku lapar." Maka Rasulullah ﷺ menyuruh seseorang ke rumah istri-istri beliau, dan ternyata tidak dijumpai makanan apa pun pada mereka.
Maka Nabi ﷺ bersabda, "Adakah seseorang yang mau menjamu orang ini malam ini, semoga Allah merahmatinya?" Maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan Ansar seraya berkata, "Akulah yang akan menjamunya, wahai Rasulullah." Kemudian lelaki itu pulang ke rumah keluarganya dan berkata kepada istrinya, "Orang ini adalah tamu Rasulullah ﷺ , maka jangan engkau simpan apa pun untuknya." Istrinya menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan untuk anak-anak." Suaminya berkata, "Jika anak-anak ingin makan malam, tidurkanlah mereka, lalu kemarilah dan matikanlah lampu, biarlah kita menahan lapar untuk malam ini." Istrinya melakukan apa yang diperintahkan suaminya itu.
Kemudian pada pagi harinya lelaki itu menemui Rasulullah ﷺ , maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah merasa kagum atau rida dengan apa yang telah dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Al-Hasyr: 9) Demikian pula Imam Al-Bukhari meriwayatkannya dalam tempat lain, juga Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai melalui jalur Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafal yang semisal. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Ansar tersebut, yaitu Abu Talhah Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9) Yakni barang siapa yang terbebas dari sifat kikir, maka sesungguhnya dia telah beruntung dan berhasil.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais Al-Farra, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jauhilah perbuatan aniaya, kerena sesungguhnya perbuatan aniaya itu adalah kegelapan kelak di hari kiamat; dan takutlah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang terdahulu sebelum kalian. Karena sifat kikir mendorong mereka untuk mengalirkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan mereka.
Imam Muslim mengetengahkan hadits ini secara munfarid, maka dia meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi, dari Daud ibnu Qais dengan sanad yang sama. ". Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnul Haris, dari Zuhair ibnul Aqmar, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Hindarilah oleh kalian perbuatan aniaya, karena sesungguhnya perbuatan aniaya itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan takutlah kalian terhadap perbuatan keji, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai kata-kata yang keji dan tidak pula perbuatan yang keji (kotor).
Jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena sesungguhnya sifat kikir itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian. Sifat kikir mendorong mereka berbuat aniaya, maka mereka berbuat aniaya; dan mendorong mereka untuk berbuat kedurhakaan, maka mereka berbuat kedurhakaan; dan mendorong mereka untuk memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskan pertalian silaturahmi.' Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud telah meriwayatkannya melalui jalur Syu'bah, sedangkan Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui jalur Al-A'masy.
Keduanya (Syu'bah dan Al-A'masy) dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Al-Al-Laits telah meriwayatkan dari Yazid ibnul Had, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Safwan ibnu Abu Yazid, dari Al-Qa'qa' ibnul Jallah, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak dapat terkumpul di dalam perut seorang hamba selamanya antara debu di jalan Allah dan asap neraka Jahanam. Dan tidak dapat terkumpul pula antara sifat kikir dan iman dalam hati seorang hamba selama-lamanya.
Ibnu Abu Hatirri mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Jami' ibnu Syaddad, dari Al-Aswad ibnu Hilal yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Abdullah, lalu berkata, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya aku takut bila diriku binasa." Abdullah bertanya, "Apakah yang kamu takutkan?" Lelaki itu menjawab bahwa ia telah membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan: Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 9) Sedangkan aku adalah orang yang kikir, hampir saja aku tidak pernah mengeluarkan sesuatu dari tanganku.
Maka Abdullah menjawab, "Bukan itu yang dimaksud dengan kikir yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya kikir yang dimaksud oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur'an itu tiada lain bila engkau memakan harta saudaramu secara aniaya. Tetapi yang itu adalah sifat kikir, dan seburuk-buruk sifat adalah kikir." Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Tariq ibnu Abdur Rahman, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abul Hayyaj Al-Asadi yang mengatakan bahwa ketika ia sedang tawaf di Baitullah, ia melihat seorang lelaki mengucapkan doa, "Ya Allah, peliharalah diriku dari kekikiran diriku." Hanya itu doa yang dibacanya, tidak lebih.
Lalu aku bertanya kepadanya, "Mengapa demikian?" Ia menjawab, "Jika aku dipelihara dari kekikiran diriku, berarti aku tidak akan mencuri, tidak berzina, dan tidak berbuat macam-macam dosa." Dan ternyata lelaki itu adalah sahabat Abdur Rahman ibnu Auf Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepada kami Majma' ibnu Jariyah Al-Ansari, dari pamannya Yazid ibnu Jariyah, dari Anas ibnu Malik, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Telah disembuhkan dari kekikiran orang yang menunaikan zakatnya, menjamu tamunya, dan memberi derma kepada yang terkena musibah.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Mereka adalah golongan yang ketiga dari kaum fakir mereka yang berhak mendapat bagian dari harta fai.
Pertama, adalah golongan Muhajirin. Kedua, golongan Ansar. Dan ketiga, adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. (At-Taubah: 100) Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik adalah orang-orang yang mengikuti jejak mereka yang baik dan sifat-sifat mereka yang terpuji, serta menyeru (orang lain) mengikuti jejak mereka, baik secara diam-diam maupun terang-terangan.
Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa. (Al-Hasyr: 10) Yaitu selalu mendoakan. Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami. (Al-Hasyr: 10) Yakni rasa dengki dan kebencian. terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Alangkah baiknya apa yang disimpulkan oleh Imam Malik rahimahullah dari ayat yang mulia ini, bahwa kaum Rafidah yang selalu mencaci para sahabat.
Mereka tidak punya hak dari harta fai ini, karena mereka tidak termasuk orang-orang yang bersifat seperti apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam rangka memuji mereka melalui firman-Nya: Ya Tuhan kami. beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (Al-Hasyr: 10) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim ibnu Muhajir, dari ayahnya, dari Aisyah; ia telah mengatakan bahwa mereka (orang-orang Rafidah) diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi para sahabat yang terdahulu, tetapi sebaliknya justru mereka mencacinya.
Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami. (Al-Hasyr: 10), hingga akhit ayat. ". Ismail ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan, "Kalian diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi sahabat-sahabat Muhammad ﷺ , tetapi kalian justru mencaci maki mereka. Aku telah mendengar Nabi kalian bersabda: 'Umat ini tidak akan lenyap sebelum orang-orang yang terkemudian dari mereka melaknat orang-orang yang terdahulunya'.
Al-Bagawi telah meriwayatkan hadits ini. Imam Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa Umar membaca firman-Nya: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6) Az-Zuhri melanjutkan, bahwa lalu Umar mengatakan bahwa yang ini khusus untuk Rasulullah ﷺ Dan kampung-kampung Arinah serta lain-lainnya termasuk di antara harta fai yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk kota-kota. Maka harta-harta fai itu adalah untuk Allah, Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, serta untuk orang-orang fakir Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar).
Maka ayat-ayat ini mencakup semua orang, hingga tiada seorang muslim pun melainkan baginya ada hak dari harta fai ini. Menurut Ayyub, mempunyai bagian terkecuali sebagian dari orang-orang yang kamu miliki, yaitu para budak. Demikianlah menurut riwayat Abu Dawud, tetapi dalam sanadnya terdapat inqita' (mata rantai yang tidak berhubungan). Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A' la, telah menceritakan kepada kami AbuSaur, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ikrimah ibnu Khalid, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan yang mengatakan bahwa Umar membaca firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. (At-Taubah: 60) sampai dengan firman-Nya: Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60) Kemudian Umar mengatakan bahwa ini adalah untuk mereka.
Lalu ia membaca firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Anfal: 41), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa ini untuk mereka, lalu ia membaca firman-Nya: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul. (Al-Hasyr: 7) sampai dengan firman-Nya: (juga) bagi para fuqara. (Al-Hasyr: 8), hingga akhir ayat. Kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). (Al-Hasyr: 9), hingga akhir ayat.
Lalu dilanjutkan dengan firman-Nya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar). (Al-Hasyr: 10), hingga akhir ayat. Kemudian Umar mengatakan bahwa semuanya ini mencakup kaum muslim secara umum, tiada seorang pun dari mereka melainkan mempunyai hak padanya. Lalu Umar mengatakan bahwa seandainya ia masih hidup, sungguh seorang penggembala yang sedang berada di Himyar di bawah sebuah pohon Sarwu akan kedatangan bagiannya dari harta itu tanpa harus memeras keringat dahinya untuk mendapatkannya."
Muhajirin, menurut ayat sebelumnya, adalah orang-orang yang terusir dari kampung halamannya di Mekah dan berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah demi menolong Allah dan Rasul-Nya. Pada ayat ini disebutkan sikap dan penerimaan kaum Ansar terhadap Muhajirin dengan cinta dan persaudaraan sejati. Dan orang-orang Ansar, para penolong, yang telah menempati kota Madinah jauh sebelum Rasulullah hijrah ke kota ini. Dan mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum kedatangan mereka, Muhajirin ke Madinah. Mereka, para penolong itu, mencintai Muhajirin, orang yang berhijrah ke tempat mereka, karena Allah. Dan mereka, orang-orang Ansar, ketika membantu Muhajirin yang berhijrah ke Madinah dengan harta dan berbagai fasilitas, tidak menaruh keinginan dalam hati mereka benda-benda yang diberikan itu, karena penuh keikhlasan, terhadap apa yang diberikan kepada mereka, baik harta maupun tenaga. Dan mereka mengutamakan kepentingan para sahabat Muhajirin atas dirinya sendiri, meskipun sebenarnya mereka juga memerlukan semua fasilitas yang diberikan itu. Sungguh ketentuan Allah menegaskan: dan siapa yang dijaga dirinya oleh Allah atas usaha dan perjuangan mereka dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung, karena berhasil melawan ego dan berhasil menjadi pribadi yang mulia. 10. Sesudah menjelaskan keberhasilan Muhajirin dan Ansar membangun persaudaraan sejati atas dasar iman, Allah lalu menjelaskan karakter orang-orang beriman generasi sesudah mereka. Dan orang-orang beriman, berilmu, dan beramal saleh yang datang sesudah mereka dari generasi ke generasi hingga hari Kiamat, mereka berdoa kepada Allah, 'Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan ampuni pula dosa-dosa saudara-saudara kami seiman yang telah beriman lebih dahulu dari kami, umat Rasulullah maupun umat para nabi sebelumnya dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman karena kedengkian itu menghapuskan amal saleh. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun kepada setiap hamba, Maha Penyayang kepada hamba yang beriman sehingga mereka mendapat kebaikan dunia dan akhirat. '
Dalam ayat ini diterangkan sikap orang-orang mukmin dari golongan Ansar dalam menerima dan menolong saudara-saudara mereka orang-orang Muhajirin yang miskin, dan pernyataan Allah yang memuji sikap mereka itu. Sifat-sifat orang Ansar itu ialah:
1. Mereka mencintai orang-orang Muhajirin, dan menginginkan agar orang Muhajirin itu memperoleh kebaikan sebagaimana mereka menginginkan kebaikan itu untuk dirinya. Rasulullah ﷺ memper-saudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang Ansar, seakan-akan mereka saudara kandung. Orang-orang Ansar menyedia-kan sebagian rumah-rumah mereka untuk orang-orang Muhajirin, dan mencarikan perempuan-perempuan Ansar untuk dijadikan istri orang-orang Muhajirin dan sebagainya.
'Umar bin al-Khaththab pernah berkata, "Aku mewasiatkan kepada khalifah yang diangkat sesudahku, agar mereka mengetahui hak orang Muhajirin dan memelihara kehormatan mereka. Dan aku berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Ansar, orang yang tinggal di kota Medinah dan telah beriman sebelum kedatangan orang Muhajirin, agar Allah menerima kebaikan mereka dan memaafkan segala kesalahan mereka."
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundhir dari Yazid bin al-Aslam diterangkan bahwa orang Ansar berkata, "Ya Rasulullah, bagi dia tanah kami ini, yang sebagian untuk kami kaum Ansar dan sebagian lagi untuk kaum Muhajirin." Nabi ﷺ menjawab, "Tidak, penuhi saja keperluan mereka dan bagi dualah buah kurma itu, tanah itu tetap kepunyaanmu." Mereka berkata, "Kami rida atas keputusan itu." Maka turunlah ayat ini yang menggambarkan sifat-sifat orang-orang Ansar.
2. Orang Ansar tidak berkeinginan memperoleh harta fai' itu seperti yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin. Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada orang-orang Ansar, "Sesungguhnya saudara-saudara kami (Muhajirin) telah meninggalkan harta-harta dan anak-anak mereka dan telah hijrah ke negerimu." Mereka berkata, "Harta kami telah terbagi-bagi di antara kami." Rasulullah berkata, "Atau yang lain dari itu?" Mereka berkata, "Apa ya Rasulullah?" Beliau berkata, "Mereka adalah orang yang tidak bekerja, maka sediakan tamar dan bagikanlah kepada mereka." Mereka menjawab, "Baik ya Rasulullah."
3. Mereka mengutamakan orang Muhajirin atas diri mereka, sekalipun mereka sendiri dalam kesempitan, sehingga ada seorang Ansar mempunyai dua orang istri, kemudian yang seorang diceraikannya agar dapat dikawini temannya Muhajirin.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidhi, dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah, ia berkata, "Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw, dan berkata, 'Aku lapar. Maka Rasulullah berkata kepada istri-istrinya menanyakan makanan, tapi tidak ada, beliau berkata, 'Apakah tidak ada seorang yang mau menerima orang ini sebagai tamu malam ini? Ketahuilah bahwa orang yang mau menerima laki-laki ini sebagai tamu (dan memberi makan) malam ini, akan diberi rahmat oleh Allah. Abu thalhah, seorang dari golongan Ansar, berkata, 'Saya ya Rasulullah. Maka ia pergi menemui istrinya dan berkata, 'Hormatilah tamu Rasulullah. Istrinya menjawab, 'Demi Allah, tidak ada makanan kecuali makanan untuk anak-anak. Abu thalhah berkata, 'Apabila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka, padamkanlah lampu biarlah kita menahan lapar pada malam ini agar kita dapat menerima tamu Rasulullah. Maka hal itu dilakukan istrinya. Pagi-pagi besoknya Abu thalhah menghadap Rasulullah ﷺ menceritakan peristiwa malam itu dan beliau bersabda, 'Allah benar-benar kagum malam itu terhadap perbuatan suami-istri tersebut. Maka ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu."
Diriwayatkan pula oleh al-Wahidi dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu 'Umar bahwa seorang sahabat Rasulullah ﷺ dari golongan Ansar diberi kepala kambing. Timbul dalam pikirannya bahwa mungkin ada orang lain lebih memerlukan dari dirinya. Seketika itu juga kepala kambing itu dikirimkan kepada kawannya, tetapi oleh kawannya itu dikirim pula kepada kawannya yang lain, sehingga kepala kambing itu berpindah-pindah pada tujuh rumah dan akhirnya kembali ke rumah orang yang pertama. Riwayat ini ada hubungannya dengan penurunan ayat ini.
Allah selanjutnya menegaskan bahwa orang-orang yang dapat mengendalikan dirinya dengan mengikuti agama Allah, sehingga ia dapat menghilangkan rasa loba terhadap harta, sifat kikir, dan sifat mengutamakan diri sendiri, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka telah berhasil mencapai tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan Allah.
Dalam sebuah hadis Nabi ﷺ dijelaskan bahwa beliau bersabda:
Tidak akan berkumpul debu-debu (yang lengket) pada wajah seseorang ketika berjuang di jalan Allah dengan asap neraka Jahannam selama-lamanya, dan tidak akan berkumpul pada hati seorang hamba sifat kikir dan keimanan selama-lamanya. (Riwayat an-Nasa'i)
Dalam hadis lain dijelaskan:
Rasulullah bersabda, "Peliharalah dirimu dari perbuatan zalim, sesungguhnya perbuatan zalim (menimbulkan) kegelapan di hari Kiamat, peliharalah dirimu dari sifat-sifat kikir, karena sesungguhnya kikir itu menghancurkan orang-orang yang sebelum kamu, menimbulkan pertumpahan darah di antara mereka dan akan menghalalkan yang mereka haramkan." (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan al-Baihaqi dari Jabir bin 'Abdullah)
Nabi ﷺ juga bersabda dalam hadis lain:
(Tiga golongan) yang terbebas dari sifat kikir, yaitu orang yang membayarkan zakat, memuliakan tamu, dan memberikan sesuatu kepada orang yang susah. (Riwayat ath-thabrani)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL-ANSHAR
“Dan orang-orang yang telah menetap di kota itu dan (tetap) beriman dari sebelum mereka." Itulah orang-orang Anshar, pembela dan penolong Rasul dan yang menampung beliau dan saudara-saudaranya yang hijrah dalam kemiskinan itu. Mereka adalah menetap dalam kota Madinah itu dan tetap pula dalam iman, lalu menunggu saudaranya yang hijrah dan meninggalkan kampung halamannya itu. “Mereka itu kasih kepada orang-orang yang telah berhijrah kepada mereka." Tidak ada rasa benci atau muak atau bosan dengan saudara sepaham yang baru datang itu, melainkan betas kasihanlah yang ada. “Dan tidak mereka dapati dalam dada mereka suatu keinginan pun dari apa yang telah diberikan kepada mereka." Artinya tidaklah ada rasa dengki atau iri hati kaum Anshar itu melihat Allah dan Rasul-Nya memberikan anugerah berlebih kepada saudara-saudara kaum Muhajirin itu. “Dan mereka lebih mengutamakan (saudara-saudara mereka yang baru datang itu), lebih dari diri mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesulitan." Nabi ﷺ setelah berkata kepada kaum Anshar itu, “Kalau kamu suka, bolehlah kamu bagi-bagikan untuk saudaramu kaum Muhajirin itu rumah-rumah kediaman dan harta benda kamu; dan aku bagikan kepada kamu harta rampasan itu sebagaimana telah aku bagikan kepada mereka; dan jika kamu kehendaki untuk mereka harta rampasan dan untuk kamu rumah-rumah dan harta benda kamu." Kaum Anshar menjawab, “Kami tidak mau begitu! Mau kami ialah menyerahkan sebagian rumah kami dan harta kami kepada mereka, dan harta rampasan itu biarlah mereka saja yang menerimanya, kami tidak usah!"
“Dan harangsiapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya." Sebab kikir atau bakhil adalah satu sifat pokok pada diri setiap orang. Oleh sebab itu barangsiapa yang dapat menguasai dan mengalahkan kikir yang menjadi sifat asli pada tiap-tiap diri seseorang itu. “Maka orang-orang inilah yang beroleh kemenangan." (ujung ayat 9). Yaitu terutama sekali kemenangan menguasai diri sendiri. Orang yang dapat mengatasi atau menekan sifat kikir yang jadi bawaan setiap diri, sehingga kikir itu tidak menghalanginya lagi buat berkorban adalah satu kemenangan utama bagi seseorang atas dirinya sendiri.
Maka kita dapati lima kelebihan dan pujian bagi kaum Anshar.
Pertama, mereka telah menunggu saudaranya Muhajirin di kota tempat mereka dengan tetap dalam iman.
Kedua, mereka mencintai saudara-saudara mereka yang datang menumpangkan diri itu.
Ketiga, mereka tidak merasa dengki ataupun keberatan jika kaum Muhajirin itu diberi pembagian lebih banyak, bahkan harta rampasan Bani Nadhir sebagian besar hanya untuk Muhajirin.
Keempat, mereka lebih mengutamakan saudara-saudara mereka yang baru hijrah itu, lebih dari mengutamakan diri mereka sendiri.
Kelima, mereka telah sanggup mengatasi sifat kikir mereka, sehingga mereka mendapat kemenangan.
“Dan (pula) orang-orang yang datang sesudah mereka." Ada dua tiga macam penafsiran tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar ini.
1. Setengah ulama menafsirkan ialah yang datang sesudah era sahabat, yang diberi sebutan tabi'in, yaitu mereka yang mendapati sahabat- sahabat Rasulullah dan berguru belajar kepada mereka.
2. Tetapi setengah ahli tafsir lagi menafsirkan bahwa yang datang sesudah Muhajirin dan Anshar itu ialah segala orang yang mengaku percaya kepada risalah Nabi Muhammad ﷺ, walaupun telah jauh jarak waktunya. Pertemuan di antara jiwa kaum Muslimin di seluruh tempat dan di seluruh zaman, tidaklah ada yang membatasinya. Walaupun kita yang empat belas abad sesudah Nabi ini, masuklah juga dalam golongan “orang-orang yang datang sesudah mereka", asal kita setia memegang teguh ajarannya, menjalankan Sunnah-nya.
Meskipun jarak sudah sejauh itu, namun jiwa ini masih terasa amat dekat, sehingga dibuktikan dengan doa, “Mereka itu berkata, ‘Ya Tuhan kami! Ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan iman.'" Oleh sebab mereka telah lebih dahulu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedang kami ini datang kemudian, sudilah kiranya Allah memberi ampun kepada kami kalau ada kesalahan kami, bersamaan juga hendaknya Engkau memberi ampunan kepada orang-orang yang beriman lebih dahulu dari kami. “Dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami rasa dengki kepada orang-orang yang beriman." Karena dengki adalah penyakit yang paling berbahaya dalam merusakkan iman itu sendiri dalam jiwa orang yang pendengki. “Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau adalah Maha Penyantun, Maha Penyayang." (ujung ayat 10) Tersebutlah di dalam hadits yang shahih,“Bahwasanya pada suatu ketika Nabi ﷺ pergi ke kuburan, lalu beliau baca, “Assalamu'alaikum wahai isi kampung yang beriman, dan sesungguhnyalah kami ini in syaa Allah akan menyusul kamu. Inginlah aku melihat ikhwanuna, saudara-saudara kita." Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah! Bukankah kami ini saudara-saudara engkau" Rasulullah menjawab, “Bahkan kamu ini adalah sahabat- sahabatku. Saudara-saudara kita belumlah datang sekarang. Aku akan menemui mereka di telaga al-Haudh." (HR Muslim)