Ayat
Terjemahan Per Kata
فَإِن
maka jika
لَّمۡ
tidak
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
وَلَن
dan tidak akan
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
فَٱتَّقُواْ
maka takutlah kalian
ٱلنَّارَ
api neraka
ٱلَّتِي
yang
وَقُودُهَا
bahan bakarnya
ٱلنَّاسُ
manusia
وَٱلۡحِجَارَةُۖ
dan batu
أُعِدَّتۡ
disediakan
لِلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang kafir
فَإِن
maka jika
لَّمۡ
tidak
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
وَلَن
dan tidak akan
تَفۡعَلُواْ
kalian kerjakan
فَٱتَّقُواْ
maka takutlah kalian
ٱلنَّارَ
api neraka
ٱلَّتِي
yang
وَقُودُهَا
bahan bakarnya
ٱلنَّاسُ
manusia
وَٱلۡحِجَارَةُۖ
dan batu
أُعِدَّتۡ
disediakan
لِلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang kafir
Terjemahan
Jika kamu tidak (mampu) membuat(-nya) dan (pasti) kamu tidak akan (mampu) membuat(-nya), takutlah pada api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.
Tafsir
Tatkala mereka tidak mampu memenuhi permintaan itu, maka Allah ﷻ berfirman, (Dan jika kamu tidak dapat melakukan) apa yang disebutkan itu disebabkan kelemahan dan ketidakmampuanmu (dan kamu pasti tidak akan dapat melakukannya) demikian itu untuk selama-lamanya disebabkan terhalang mukjizat Al-Qur'an itu, (maka jagalah dirimu dari neraka) dengan jalan beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Al-Qur'an itu bukanlah ucapan manusia (yang kayu apinya terdiri dari manusia), yakni orang-orang kafir (dan batu), misalnya yang dipakai untuk membuat patung-patung atau berhala-berhala mereka. Maksudnya api neraka itu amat panas dan tambah menyala dengan bahan bakar manusia dan batu jadi bukan seperti api dunia yang hanya dapat dinyalakan dengan kayu bakar atau yang lainnya (yang disediakan bagi orang-orang kafir) sebagai alat untuk menyiksa mereka. Kalimat belakang ini dapat menjadi kalimat baru atau menunjukkan keadaan yang lazim.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 23-24
Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) seperti Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian memang benar. Maka jika kalian tidak dapat membuatnya dan pasti kalian tidak akan dapat membuatnya, maka peliharalah diri kalian dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.
Ayat 23
Kemudian Allah ﷻ menetapkan masalah kenabian sesudah menetapkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Untuk itu, Allah mengarahkan khitab-Nya kepada orang-orang kafir melalui firman-Nya: “Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami” (Al-Baqarah: 23). Yang dimaksud dengan hamba Kami adalah Nabi Muhammad ﷺ. Maka datangkanlah sebuah surat seperti yang didatangkan olehnya. Apabila kalian menduga bahwa Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, maka tantanglah Al-Qur'an dengan hal seperti yang didatangkan olehnya. Mintalah pertolongan kepada orang-orang yang kalian kehendaki selain Allah, karena sesungguhnya kalian pasti tidak akan mampu melakukan hal tersebut. Menurut Ibnu Abbas, syuhada-ukum artinya penolong-penolong kalian. Menurut As-Suddi, dari Abu Malik, syuhada-ukum artinya sekutu-sekutu kalian.
Dengan kata lain adalah kaum selain kalian yang membantu kalian untuk melakukan hal tersebut. Mintalah pertolongan kepada tuhan-tuhan kalian agar mereka membantu dan menolong kalian. Mujahid mengatakan bahwa makna wad'u syuhada-akum adalah orang-orang yang akan menyaksikannya, mereka adalah juri-juri dari kalangan orang-orang yang fasih dalam berbahasa. Allah ﷻ menantang mereka untuk melakukan hal tersebut di ayat lain dari Al-Qur'an, yaitu dalam surat Al-Qashash: Katakanlah, "Datangkanlah oleh kalian sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kalian memang benar" (Al-Qashash: 49). Di dalam surat Al-Isra disebutkan melalui firman-Nya: “Katakanlah, sungguh jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat kitab yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuatnya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain" (Al-Isra: 88).
Di dalam surat Hud Allah ﷻ berfirman: “Bahkan mereka mengatakan, "Muhammad telah membuat-buat Al-Qur'an itu." Katakanlah, "(Jika demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kalian sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang benar" (Hud: 13). Di dalam surat Yunus Allah ﷻ telah berfirman: “Tidak mungkin Al-Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al-Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan, "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah, "(Kalau benar apa yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian memang benar" (Yunus: 37-38). Semua ayat ini Makkiyyah, kemudian Allah menantang mereka dengan tantangan yang sama dalam surat-surat Madaniyyah. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman dalam ayat berikut: “Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang serupa Al-Qur'an itu” (Al-Baqarah: 23). Demikian pendapat Mujahid dan Qatadah, dipilih oleh Ibnu Jarir At-Tabari, Az-Zamakhsyari dan Ar-Razi, dinukil dari Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri, dan kebanyakan ulama ahli Tahqiq.
Pendapat ini dinilai kuat berdasarkan peninjauan dari berbagai segi yang antara lain adalah Allah ﷻ menantang mereka secara keseluruhan, baik secara terpisah maupun secara gabungan; yang dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang-orang ummi dari kalangan mereka dan orang-orang yang pandai baca tulis dari mereka. Itu lebih sempurna tantangannya dan lebih menyeluruh daripada tantangan yang hanya ditujukan kepada individu dari kalangan mereka yang ummi, yaitu orang-orang yang tidak dapat baca tulis dan tidak memperhatikan suatu ilmu pun. Sebagai buktinya adalah firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat untuk menyamainya” (Hud: 13). “Niscaya meraka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya” (Al-Isra 88). Sebagian ulama mengatakan bahwa bimitslihi artinya dari orang yang serupa dengan Muhammad ﷺ yakni dari seorang lelaki yang ummi (buta huruf) seperti dia. Tetapi pendapat yang shahih adalah yang pertama, karena tantangan ini bersifat umum bagi mereka semua. Padahal mereka adalah orang-orang yang paling fasih, dan Allah menantang mereka dengan tantangan ini di Mekah dan di Madinah beberapa kali karena mereka sangat memusuhi Nabi ﷺ dan sangat membenci agamanya. Akan tetapi, sekalipun mereka adalah orang-orang yang fasih, ternyata mereka tidak mampu membuatnya.
Ayat 24
Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “Maka jika kalian tidak dapat (membuatnya), dan pasti kalian tidak akan dapat membuatnya” (Al-Baqarah: 24). Huruf lan bermakna menafikan untuk selamanya di masa mendatang, yakni kalian tidak akan mampu melakukannya untuk selama-lamanya. Hal ini merupakan suatu mukjizat tersendiri bahwa Allah ﷻ mengemukakan suatu berita yang pasti mendahului segalanya tanpa rasa khawatir dan takut bahwa Al-Qur'an ini tiada yang dapat membuat hal yang serupa dengannya untuk selama lamanya. Memang kenyataannya demikian, sejak diturunkan dari Allah ﷻ sampai sekarang tiada yang dapat membuat hal yang serupa dengannya. Tidak mungkin dan mustahil ada manusia yang dapat melakukannya.
Al-Qur'an merupakan Kalamullah Tuhan Yang Menciptakan segala sesuatu, mana mungkin kalam Yang Maha Pencipta dapat diserupakan dengan kalam makhluk-Nya. Bagi orang yang memikirkan Al-Qur'an, niscaya dia akan menjumpai di dalamnya berbagai mukjizat keindahan-keindahan yang lahir dan yang tersembunyi yang berkaitan dengan segi lafal dan segi maknanya. Allah ﷻ telah berfirman: “Alif lam ra, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara rinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Waspada” (Hud: 1). Lafal-lafal disusun dengan rapi dan kokoh, makna-maknanya dijelaskan secara rinci, atau sebaliknya menurut pendapat yang berbeda-beda.
Setiap lafal dan makna Al-Qur'an adalah fasih belaka, tiada yang dapat menandinginya, tiada pula yang dapat sejajar dengannya. Allah ﷻ menceritakan banyak hal yang terjadi di masa silam yang kisah-kisahnya terpendam, lalu kisahnya diangkat kembali sesuai dengan kejadiannya tanpa ada kekurangan sama sekali. Allah menyuruh semua perkara yang baik dan melarang setiap perbuatan yang buruk. Allah ﷻ berfirman: “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil” (Al-An'am: 115). Dengan kata lain, benar dalam pemberitaan dan adil dalam hukum; semuanya adalah hak, benar, adil, dan petunjuk. Di dalam Al-Qur'an tidak terdapat spekulasi, tiada dusta, dan tiada buat-buatan, sebagaimana yang dijumpai dalam banyak syair Arab dan lain-lainnya yang dipenuhi dengan kedustaan dan spekulasi yang tidak akan indah syair-syair mereka bila tidak disertai dengan kedustaan dan spekulasi.
Sebagaimana dikatakan bahwa syair yang paling indah adalah yang paling dusta. Dijumpai dalam kasidah-kasidah yang panjang lagi bertele-tele, kebanyakan isinya hanya menceritakan wanita, kuda, khamr; atau memuji orang tertentu, unta, peperangan, kejadian, hal yang menakutkan atau sesuatu pemandangan yang tiada mengandung suatu faedah selain hanya menunjukkan kemampuan si penyair yang bersangkutan dalam menggambarkan sesuatu yang samar lagi halus, atau menampilkannya ke dalam gambaran yang jelas. Kemudian dijumpai satu bait, dua bait, atau lebih mencakup isi seluruh kasidah, sedangkan yang lainnya tidak ada gunanya dan tidak ada faedahnya selain hanya bertele-tele.
Adapun Al-Qur'an, maka seluruhnya fasih lagi ber-paramasastra sangat tinggi bagi orang yang mengetahui hal tersebut secara rinci dan secara global dari kalangan orang-orang yang mengerti bahasa Arab dan seni ungkapan mereka. Karena sesungguhnya jika kamu renungkan berita-beritanya, niscaya kamu menjumpainya sangat indah, baik yang diungkapkan dalam bentuk panjang ataupun ringkas. Sama saja apakah ungkapannya berulang atau tidak, sebab setiap kali berulang dirasakan bertambah indah dan anggun, tidak bosan membacanya, dan para ulama tidak pernah merasa jenuh. Apabila Al-Qur'an mengungkapkan suatu ancaman atau peringatan, hal ini diungkapkannya dalam bahasa yang membuat gunung yang bisu lagi kokoh itu akan bergetar, terlebih lagi kalbu manusia yang memahaminya.
Apabila mengemukakan suatu janji, diungkapkan dalam gaya bahasa yang membuat hati dan pendengaran manusia terbuka, merasa rindu kepada surga yang berada di sisi 'Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, sebagaimana yang dijelaskan dalam targhib melalui firman-Nya: “Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (As-Sajdah: 17). “Dan di dalam surga itu terdapat semua yang diinginkan oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya” (Az-Zukhruf: 71). Di dalam Bab "Tarhib" Allah ﷻ berfirman: “Maka apakah kalian merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian” (Al-Isra: 68). “Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang mengandung batu. Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (Al-Mulk: 16-17).
Dalam Bab "Peringatan" Allah ﷻ berfirman: “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya” (Al-Ankabut 40). Dalam Bab "Nasihat (Pelajaran)" Allah ﷻ berfirman: “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya” (Asy-Syu'ara: 205-207). Masih banyak ayat lain yang mengandung berbagai macam fashahah (jelas dan indah), paramasastra dan keindahan. Apabila ayat-ayat Al-Qur'an menerangkan perihal hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan, maka setiap perintah selalu mengandung semua perkara makruf, baik, bermanfaat, dan larangan terhadap setiap perbuatan yang buruk, hina, dan rendah. Ibnu Mas'ud dan lain-lain dari kalangan ulama Salaf mengatakan, "Apabila kamu mendengar Allah ﷻ berfirman di dalam Al-Qur'an, “Wahai orang-orang yang beriman,' maka pasanglah pendengaranmu dengan baik, karena sesungguhnya hal tersebut mengandung kebaikan yang akan diperintahkan oleh-Nya atau keburukan yang dilarang oleh-Nya." Allah ﷻ telah berfirman: “Yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka” (Al-A'raf: 157).
Apabila ayat-ayat menerangkan gambaran tentang hari kiamat berikut semua kesusahan dan kengerian yang terdapat di dalamnya, gambaran tentang surga, neraka, dan semua yang disediakan oleh Allah buat kekasih-kekasih-Nya serta musuh-musuhnya, yaitu kenikmatan dan neraka, serta perlindungan dan siksa yang pedih, maka diungkapkannya dalam bentuk berita gembira, larangan, serta peringatan. Yaitu ungkapan yang mendorong untuk mengerjakan semua kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran, mendorong untuk zuhud terhadap duniawi serta lebih suka kepada pahala di akhirat, dan memperteguh jalan yang penuh dengan keteladanan, memberikan petunjuk ke jalan Allah yang lurus dan syariatnya yang tegak, serta membersihkan hati dari kotoran setan yang terkutuk. Karena itu, telah ditetapkan di dalam kitab Shahihain dari Abu Hurairah ,bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiada seorang nabi pun melainkan telah dianugerahi suatu mukjizat yang disesuaikan dengan apa yang diimani oleh manusia di masanya.Dan sesungguhnya apa yang telah diberikan kepadaku hanyalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadaku, maka aku berharap semoga aku adalah nabi yang paling banyak pengikutnya di antara semua nabi-nabi kelak di hari kiamat.” Lafal hadits ini berasal dari Imam Muslim.
Dengan kata lain, sesungguhnya apa yang diberikan kepadaku hanyalah berupa wahyu; aku mempunyai kekhususan tersendiri di antara mereka (para nabi), yaitu diberi wahyu Al-Qur'an ini yang membuat seluruh umat manusia tidak sanggup untuk membuat hal yang serupa dengannya, lain halnya dengan kitab-kitab samawi lainnya. Karena sesungguhnya kitab-kitab samawi selain Al-Qur'an menurut kebanyakan ulama bukan merupakan mukjizat. Tetapi Nabi ﷺ selain memiliki mukjizat Al-Qur'an, memiliki pula mukjizat-mukjizat lain yang menunjukkan kenabian dan kebenaran apa yang didatangkan olehnya, dan hal ini jumlahnya cukup banyak hingga tak terhitung; segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah. Sebagian ulama ahli Kalam ada yang menetapkan unsur i'jaz di dalam Al-Qur'an dengan suatu metode yang mencakup antara pendapat ahli sunnah dan golongan mu'tazilah yang menyatakan shirfah (keadaan dimana Allah memalingkan manusia dari upaya membuat semacam al-Qur'an, sehingga seandainya tidak dipalingkan, maka manusia akan mampu).
Dia mengatakan, jika Al-Qur'an ini mengandung i'jaz (kemampuan untuk menundukkan dan menunjukkan dirinya melebihi yang lain) dengan sendirinya yakni manusia tidak akan mampu mendatangkan yang serupa dengannya dan di luar kemampuan mereka pula untuk menentangnya; berarti apa yang diakui benar-benar telah terjadi. Jika mereka mempunyai kemampuan untuk menentang Al-Qur'an dengan hal yang serupa dengannya, sedangkan mereka tidak mampu melakukannya, padahal mereka sangat memusuhinya, maka hal ini merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Al-Qur'an benar-benar dari sisi Allah; karena Allah men-shirfah (memalingkan) mereka untuk dapat menentangnya (Al-Qur'an), padahal mereka mempunyai kemampuan untuk menentangnya dengan hal yang serupa.
Analisis seperti ini sekalipun kurang dapat diterima mengingat Al-Qur'an itu sendiri mengandung mukjizat yang membuat manusia tidak mampu menentangnya dengan hal yang serupa, seperti yang telah kami sebutkan di atas. Hanya saja analisis ini dapat diterima dengan pengertian sebagai perumpamaan dan tantangan terhadap kebenaran. Metode inilah yang dipakai oleh Ar-Razi dalam menjawab hipotesisnya di dalam kitab tafsirnya menyangkut surat yang pendek-pendek, seperti surat Al-'Asr dan Al-Kautsar.
Allah ﷺ berfirman: “Peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 24) Yang dimaksud dengan al-waqud ialah sesuatu yang dicampakkan ke dalam api untuk membesarkannya, seperti kayu bakar dan lain-lain; seperti makna yang terkandung di dalam firman lain, yaitu: “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam” (Al-Jin: 15). Allah ﷻ berfirman pula: “Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah makanan Jahannam, kalian pasti masuk ke dalamnya” (Al-Anbiya: 98). Yang dimaksud al-hijarah dalam surat Al-Baqarah ini adalah batu pemantik api yang sangat besar, hitam, keras, dan berbau busuk. Batu jenis ini paling panas jika dipanaskan, semoga Allah melindungi kita darinya. Abdul Malik ibnu Maisarah Az-Zarrad meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: “Bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (Al-Baqarah: 24). Bahwa batu yang dimaksudkan adalah batu kibrit (pemantik api), Allah telah menciptakannya di saat Allah menciptakan langit dan bumi, yaitu di langit yang paling rendah, sengaja disediakan buat orang-orang kafir.
Riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan lafal seperti ini, diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadraknya; dia mengatakan dengan syarat Syaikhain (Bukhari Muslim). As-Suddi di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud dan dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna ayat ini.
Adapun yang dimaksud dengan al-hijarah adalah batu yang ada di dalam neraka, yaitu batu kibrit berwarna hitam; mereka (orang-orang kafir) diazab di dalam neraka dengan batu itu dan api neraka. Mujahid mengatakan bahwa hijarah ini berasal dari batu kibrit yang baunya lebih busuk daripada bangkai. Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali mengatakan bahwa batu tersebut adalah batu kibrit. Ibnu Juraij mengatakan, batu tersebut adalah batu kibrit hitam yang berada di dalam neraka.
Menurut Amr ibnu Dinar, batu tersebut jauh lebih keras dan lebih besar daripada yang ada di dunia. Menurut pendapat yang lain, batu tersebut dimaksudkan batu berhala dan tandingan-tandingan yang disembah selain Allah, sebagaimana dijelaskan dalam firman lainnya, yaitu: “Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah makanan Jahannam.” (Al-Anbiya: 98) Pendapat ini diriwayatkan oleh Al-Qurthubi dan Ar-Razi yang menilainya lebih kuat daripada pendapat di atas. Ar-Razi mengatakan, dikatakan demikian karena bukan merupakan hal yang diingkari bila api mengejar batu kibrit, untuk itu lebih utama bila bahan bakar tersebut diartikan sebagai batu-batuan jenis kibrit. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Ar-Razi masih kurang kuat, mengingat api itu apabila dibesarkan nyalanya dengan batu kibrit, maka panasnya lebih kuat dan nyalanya lebih besar. Terlebih lagi diartikan seperti yang telah dikatakan oleh ulama Salaf, bahwa batu-batuan tersebut adalah batu kibrit yang disediakan untuk tujuan tersebut. Selanjutnya merupakan suatu hal yang nyata pula bila api dapat membakar jenis batu-batuan lainnya, misalnya batu jas (kapur), jika dibakar dengan api, ia menyala, kemudian menjadi kapur. Demikian pula halnya semua batuan lainnya, bila dibakar oleh api pasti terbakar dan menjadi hancur.
Sesungguhnya hal ini dikaitkan dengan panasnya api neraka yang diancamkan kepada mereka. Juga dikaitkan dengan kebesaran nyalanya, sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya berikut ini: “Tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah bagi mereka nyalanya” (Al-Isra: 97). Demikian pendapat yang dinilai kuat oleh Al-Qurthubi. Disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah batu-batuan yang dapat menambah nyala api dan menambah derajat kepanasannya, dimaksudkan agar hal ini menambah keras siksaannya terhadap para penghuninya.
Al-Qurthubi mengatakan pula, telah disebut sebuah hadits dari Nabi ﷺ, bahwa beliau ﷺ bersabda: “Setiap yang menyakitkan pasti ada dalam neraka.” Hadits ini kurang dihafal dan kurang dikenal di kalangan ulama ahli hadits. Kemudian Al-Qurthubi mengatakan bahwa hadits ini diinterpretasikan dengan dua makna. Makna pertama menyatakan bahwa setiap orang yang mengganggu orang lain dimasukkan ke dalam neraka. Makna yang kedua mengartikan bahwa setiap yang menyakitkan para penghuninya seperti binatang buas, serangga beracun, dan lain-lain-nya terdapat pula di dalam neraka.
Ayat 24
Firman Allah, "U'iddat lil kafirin" menurut pendapat yang paling kuat dhamir yang terdapat di dalam lafal u'iddat kembali kepada neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu-batuan. Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa dhamir tersebut kembali kepada al-hijarah, sebagaimana tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud. Kedua pendapat tersebut tidak bertentangan dalam hal makna, karena keduanya saling berkaitan dengan yang lain. U'iddat, disediakan buat orang-orang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, dari Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa makna firman-Nya: "Disediakan bagi orang-orang kafir" (Al-Baqarah: 24) adalah 'buat orang yang kafir di antara kalian'. Banyak orang dari kalangan para imam sunnah yang menyimpulkan dalil dari ayat ini, bahwa neraka itu sekarang telah ada, yakni telah diciptakan Allah ﷻ atas dasar firman-Nya: “yang disediakan bagi orang-orang kafir” (Al-Baqarah: 24). Dengan kata lain, neraka itu telah dipersiapkan dan disediakan buat mereka yang kafir.
Banyak hadits yang menunjukkan pengertian ini (bahwa neraka telah ada), antara lain adalah hadits yang menceritakan bahwa surga dan neraka saling membantah. Hadits lainnya menyebutkan: Neraka meminta izin kepada Tuhannya. Untuk itu ia berkata, "Wahai Tuhanku, sebagian dariku memakan sebagian yang lain." Akhirnya ia diizinkan untuk mengeluarkan dua embusan, yaitu embusan di waktu musim dingin dan embusan lain di waktu musim panas. Demikian pula dalam hadits yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud : Kami pernah mendengar suatu suara gemuruh, lalu kami bertanya, "Suara apakah itu?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Itu adalah suara batu yang dilemparkan dari pinggir neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan sekarang baru sampai ke dasarnya." Hadits ini menurut lafal Imam Muslim. Juga hadits yang menceritakan shalat gerhana Nabi ﷺ, hadits mengenai malam isra, dan hadits-hadits lain yang menunjukkan makna yang sama dengan pengertian yang sedang dalam bahasan kita ini.
Akan tetapi, golongan Mu'tazilah menentang pendapat ini karena kebodohan mereka sendiri, tetapi pendapat mereka didukung oleh Kadi Munzir ibnu Sa'id Al-Balluti, kadi di Andalusia. Firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Maka buatlah satu surat saja yang serupa dengan Al-Qur'an” (Al-Baqarah: 23) dan firman Allah ﷻ di dalam surat Yunus, yaitu: “Sebuah surat serupa dengannya.” (Yunus: 38). Makna yang dimaksud mencakup semua surat Al-Qur'an baik surat yang panjang maupun yang pendek mengingat lafal surat diungkapkan dalam bentuk nakirah dalam konteks syarat. Lafal seperti itu bermakna umum, sama halnya dengan nakirah yang diungkapkan dalam konteks nafi menurut ahli tahqiq dari kalangan ulama Ushul; hal ini akan diterangkan nanti dalam pembahasan tersendiri.
Unsur i'jaz memang terkandung di dalam surat-surat yang panjang, juga surat-surat yang pendek. Sepengetahuan kami tidak ada ulama yang memperselisihkan pendapat ini, baik yang Salaf maupun yang Khalaf. Tetapi Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Buatlah satu surat (saja) yang serupa Al-Qur'an itu” (Al-Baqarah: 23). diartikan mencakup surat Al-Kautsar, Al-'Ashr, dan Al-Kafirun. Kita mengetahui bahwa membuat sesuatu yang serupa dengannya atau yang mendekatinya merupakan suatu hal yang mungkin dapat dilakukan dengan pasti. Karena itu, merupakan suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan jika dikatakan bahwa membuat hal yang serupa dengan surat-surat tersebut merupakan suatu hal yang di luar kemampuan manusia.
Apabila kita berpendapat seperti pendapat yang berlebihan ini, justru akibatnya akan mengurangi keagungan agama (Al-Qur'an) itu sendiri. Berdasarkan pengertian inilah kami memilih cara lain dalam menginterpretasikannya; dan kami katakan jika surat-surat tersebut tingkatan kefasihannya mencapai tingkatan i'jaz, berarti bukan menjadi masalah lagi. Tetapi jika tidak demikian keadaannya, berarti ketidakmampuan orang-orang kafir untuk menyainginya merupakan suatu mukjizat tersendiri, mengingat dorongan yang ada pada diri mereka untuk melecehkan Al-Qur'an benar-benar kuat. Atas dasar kedua hipotesis ini unsur i'jaz tetap ada. Demikian nukilan secara harfiah dari Ar-Razi.
Menurut pendapat yang benar, setiap surat dari Al-Qur'an merupakan mukjizat, manusia tidak akan mampu menandinginya, baik surat yang panjang maupun yang pendek. Imam Syafii rahimahullah mengatakan, "Jika manusia memikirkan makna yang terkandung di dalam surat berikut, niscaya sudah menjadi kecukupan bagi mereka," yaitu firman-Nya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran” (Al-'Asr: 1-3).
Kami meriwayatkan dari Amr ibnul Ash, bahwa sebelum masuk Islam dia pernah bertamu kepada Musailamah Al-Kazzab. Lalu Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah yang telah diturunkan kepada teman kalian (Nabi Muhammad) di Mekah di masa sekarang?" Maka Amr menjawabnya, "Sesungguhnya telah diturunkan kepadanya suatu surat yang ringkas lagi baligh." Musailamah bertanya, "Surat apakah?" Amr menjawab: “Demi masa. “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian” (Al-'Asr: 1-2). Maka Musailamah berpikir sejenak, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, "Sesungguhnya telah diturunkan pula kepadaku hal yang serupa dengannya." Amr bertanya, "Apakah itu?" Musailamah berkata, "Wahai kelinci, wahai kelinci, sesungguhnya kamu hanya terdiri atas dua telinga dan dada, sedangkan selain itu pendek dan kurus." Kemudian Musailamah bertanya, "Bagaimanakah menurut pendapatmu, wahai Amr." Amr menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa aku mengetahui kamu berdusta."
Jika kamu tidak mampu membuat surah yang serupa dengan-nya, dan kamu pasti tidak akan mampu melakukannya, sebab hal itu berada di luar kemampuanmu sebagai manusia, maka takutlah kamu akan api neraka dengan memelihara diri dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kamu ke dalamnya yang bahan bakarnya manusia yang ingkar/kufur dan batu yang berasal dari patung-patung sembahan dan lainnya, yang disediakan bagi orang-orang kafir dan setiap orang yang bersikap seperti mereka, yaitu menutupi kebenaran tanda kekuasaan Allah.
Dan jika demikian balasan yang akan diterima oleh orang-orang kafir, maka tidak demikian halnya dengan orang-orang yang beriman. Surga yang nyaman dan indah adalah tempat bagi mereka. Sampaikanlah kabar gembira yang menenteramkan jiwa kepada orang-orang yang beriman kepada Allah, Rasul, dan kitab-Nya tanpa keraguan sedikit pun, dan berbuat amal-amal kebajikan, bahwa untuk mereka Allah menyediakan di sisi-Nya surga-surga dengan kebun-kebun yang rindang dan berbuah, serta istana-istana yang menjulang tinggi, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki oleh Allah berupa buah-buahan dari surga, mereka berkata, Inilah rezeki yang serupa dengan yang pernah diberikan kepada kami dahulu. Mereka telah diberi buah-buahan yang serupa dari segi nama, bentuk, dan jenisnya, meski rasa dan kelezatannya jauh berbeda. Dan di sana mereka juga memperoleh pasangan-pasangan yang suci, tanpa cacat dan kekurangan sedikit pun. Mereka kekal hidup di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak akan pernah mati, dan tidak akan pernah keluar darinya.
.
Ayat ini menegaskan bahwa semua makhluk Allah tidak akan sanggup membuat tandingan terhadap satu ayat pun dari ayat-ayat Al-Qur'an. Karena itu hendaklah manusia memelihara dirinya dari api neraka dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Al-Qur'an. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah swt:
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain." (al-Isra'/17: 88).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 21-25
Ayat 21
“Wahai, manusia!"
Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir—"Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu."— Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup di atas bumi.—"Dan orang-orang yang sebelum kamu" Artinya, datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga, dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dicencang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka, orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh mengingat itu
“Supaya kamu terpelihara."
Pikirkanlah olehmu, hai manusia, akan Allah itu,
Ayat 22
“Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan,"
Terbentang luas sehingga kamu bisa hidup makmur di atas hamparannya itu."Dan langit sebagai bangunan" yang dapat dirasakan melihat awannya yang berarak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam, dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya."Dan diturunkan-Nya air dari langit'—dari atas—"Maka, keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu." Maka, pandang dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai langitnya, sampai pada turunnya air hujan yang menyuburkan bumi itu. Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa pun yang ditanam. Kebun subur, sawah subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapAllah diambil buat dimakan.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, ketahuilah olehmu bahwa Yang Mahakuasa hanyalah Dia sendiri-Nya. Yang menyediakan bumi untuk kamu hanya Dia sendiri, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendiri. Sebab itu, tidaklah pantas kamu menyekutukan Dia dengan yang lain. Padahal kamu sendiri merasa bahwa tidak ada yang lain yang berkuasa. Yang lain itu hanyalah bikin-bikin kamu saja.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukankah kemakmuran hidup kita sangat bergantung pada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi ter-tahan-tahan dan menimbulkan sungai-sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air. Pertalian langit dengan bumi, dengan adanya air hujan itu teratur dengan sangat rapinya sehingga kehidupan kita di atas bumi menjadi terjamin. Ayat ini menyuruh renungkan kepada kita bahwasanya semuanya itu pasti ada yang mencipta-kan; itulah Allah. Tak mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur itu. Sebab itu, datanglah ujung ayat mengatakan tidaklah patut kita menyembah kepada Tuhan yang lain selain Allah.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Kamu sudah tahu bahwa yang menghamparkan bumi dan membangun langit lalu menurunkan hujan itu, tidak dicampuri oleh kekuasaan yang lain.
Di sini, kita bertemu lagi dengan apa yang telah kita tafsirkan di dalam surah al-Faatihah. Di ayat 21, kita disuruh menyembah Allah, itulah Tauhid Uluhiyah; penyatuan tempat menyembah. Sebab, Dia yang telah menjadikan kita dan nenek moyang kita; tidak bersekutu dengan yang lain. Itulah Tauhid Rububiyah.
Di ayat 22, ditegaskan sekali lagi Tauhid Rububiyah, yaitu Dia yang menjadikan bumi sebagai hamparan, menjadikan langit sebagai bangunan dan Dia yang menurunkan hujan, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman untuk rezeki bagi kamu. Ini adalah Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, janganlah disekutukan Allah dengan yang lain; itulah Tauhid Ulubiyah.
Maka, pelajaran tauhid didapat langsung dari melihat alam.
Ayat 23
“Dan, jika kamu dalam kegaguan dari hal apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami."
Hamba Kami yang Allah maksudkan ialah Nabi kita Muhammad ﷺ, satu ucapan kehormatan tertinggi dan pembelaan atas diri beliau. Dan yang telah Kami turunkan itu adalah Al-Qur'an. Di ayat kedua permulaan sekali, Allah telah menyatakan bahwa Al-Kitab itu tidak ada lagi keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertakwa. Akan tetapi, sudah terbayang selanjutnya bahwa masih ada manusia yang ragu-ragu, yang menyebabkan mereka menjadi munafik. Sehingga, ada yang mulanya menyatakan percaya, tetapi hatinya tetap ragu.
Ditantangiah keraguan mereka itu dengan ayat ini, “Maka, datangkanlah sebuah surah yang sebanding dengan ia." Allah berfirman begini karena masih ada di antara yang ragu itu menyatakan bahwa Al-Qur'an itu hanyalah karangan Muhammad saja, sedangkan hamba Kami Muhammad ﷺ itu adalah manusia seperti kamu juga. Selama ini, tidaklah dia terkenal sebagai seorang yang sanggup menyusun kata begitu tinggi mutunya atas kehendaknya sendiri, dan bukan pula terkenal dia sebagai seorang kahin (tukang tenung) yang sanggup menyusun kata sastra. Maka, kalau kamu ragu bahwa sabda yang disampaikannya itu benar-benar dari Allah, kamu cobalah mengarang dan mengemukakan satu surah yang sebanding dengan yang dibawakan Muhammad itu!
Cobalah. Apa salahnya! Dan, kalau kamu tidak sanggup maka,
“Dan, panggillah saksi-saksi kamu selain Allah, jika adalah kamu orang-orang yang benar."
Panggillah ahli-ahli untuk membuktikan kebenaranmu. Kalau kamu tidak bisa, mungkin ahli-ahli itu bisa. Boleh kamu coba-coba.
Ayat yang begini dalam bahasa Arab namanya tahaddi yaitu tantangan.
Di zaman Mekah ataupun di zaman Madinah, bukan sedikit ahli-ahli syair dan ada pula kahin atau tukang mantra yang dapat mengeluarkan kata tersusun. Namun, tidak ada satu pun yang dapat menandingi Al-Qur'an. Bahkan sampai pada zaman kita ini pun bangsa Arab tetap mempunyai pujangga-pujangga besar. Mereka pun tidak sanggup membanding dan mengadakan tandingan dari Al-Qur'an. Sehingga dipindahkan ke dalam kata lain, meskipun dalam bahasa Arab sendiri untuk menyamai pengaruh ungkapan-ungkapan wahyu, tidaklah bisa, apalagi akan mengatasi.
Dr. Thaha Husain, pujangga Arab yang terkenal dan diakui kesarjanaannya dan diberi gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas Eropa, sebagaimana universitas di Spanyol, Italia, Yunani, yaitu sesudah dicapai-nya Ph.D. di Sorbonne, mengatakan bahwa bahasa Arab itu mempunyai dua macam sastra, yaitu prosa (manzhum) dan puisi (montsur), yang ketiga ialah Al-Qur'an. Beliau tegaskan bahwa Al-Qur'an bukan prosa, bukan puisi: Al-Qur'an ialah Al-Qur'an.
Tahaddi atau tantangan itu akan berlaku terus sampai akhir zaman. Dan, untuk merasakan betapa hebatnya tantangan itu dan betapa pula bungkamnya jawaban atas tantangan, seyogianyalah kita mengerti bahasa Arab dan dapat membaca Al-Qur'an itu. Dengan demikian, kita akan mencapai ainalyakin dari tantangan ini. Bertambah kita mendalaminya, mempelajari sastra-sastranya dan tingkat-tingkat kemajuannya, bahkan bertambah kita dapat menguasai istimewa itu, bertambah yakinlah kita bahwa tidak dapat dikemuka-kan satu surah pun untuk menandingi Al-Qur'an.
Ayat 24
“Maka, jika kamu tidak dapat membuat, dan sekali-kali kamu tidak akan dapat membuat, takutlah kamu pada neraka yang menyalakannya ialah manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang yang lain."
Kalau kamu sudah nyata tidak sanggup menandingi Al-Qur'an, dan memang selamanya kamu tidak akan sanggup, baik susun kata maupun makna yang terkandung di dalamnya maka janganlah diteruskan lagi penan-tangan itu, lebih baik tunduk dan patuhlah, serta terimalah dengan tulus ikhlas, jangan dilanjutkan lagi sikap yang ragu-ragu itu. Karena, meneruskan keraguan terhadap perkara yang sudah nyata, akibatnya hanyalah kecelakaan bagi diri sendiri. Jika kebenaran yang telah diakui oleh hati masih juga ditolak, berarti memilih jalan yang lain yang membawa kesesatan. Kalau dipilih jalan sesat, tentu nerakalah ujungnya yang terakhir. Neraka yang apinya dinyalakan dengan manusia yang dihukum yang dimasukkan ke dalamnya bercampur dengan batu-batu.
Ayat 25
“Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa untuk Mereka adalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Keras kepala nerakalah ancamannya, sedangkan kepatuhan dijanjikan masuk surga. Adapun yang diajak buat kepatuhan itu ialah hal yang masuk di akal dan hal untuk keselamatan hidup sendiri di dunia ini, bukan memaksa yang tidak dapat dikerjakan.
“Tiap-tiap kali diberikan kepada mereka ‘suatu pemberian dari semacam buah-buahan, mereka berkata, ‘Inilah yang telah dijanjikan kepada kita dari dahulu.' Dan diberikan kepada mereka akan dia serupa."
Baik juga kita ketahui pendapat lain di antara ahli-ahli tafsir tentang mafhum ayat ini. Penafsiran Jalaluddin as-Sayuthi membawakan arti demikian, “Inilah yang telah dikaruniakan kepada kita di waktu dahulu. Dan, diberikan kepada mereka serupa-serupa." Beliau, al-Jalal, memahami bahwa buah-buahan yang dihidangkan di surga itu serupa dengan buah-buahan yang telah pernah mereka diberi rezeki di dunia dahulu. Padahal, hanya rupa yang sama, tetapi rasa dan kelezatannya niscaya berlainan. Adakah sama rasa buah-buahan surga dengan buah-buahan dunia? Adapun penafsir-penafsir yang lain memaknakan ayat itu, “Inilah yang telah dijanjikan kepada kita di waktu dahulu." Artinya, setelah mereka menerima buah-buahan itu terkenanglah mereka kembali, memang benarlah dahulu waktu di dunia Allah telah menjanjikan itu buat mereka."Dan, diberikan kepada mereka berbagai ragam. Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci" Setengah ahli tafsir menafsirkan pengertian suci bersih di sini ialah istri di surga tidak pernah berhaid lagi sebab haid itu kotor, tetapi sebaiknya kita memahamkan lebih tinggi lagi dari itu.
“Dan, Mereka akan kekal didalamnya."
(ujung ayat 25)