Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّآ
maka tatkala
أَحَسَّ
menyadari
عِيسَىٰ
Isa
مِنۡهُمُ
dari mereka
ٱلۡكُفۡرَ
keingkaran
قَالَ
dia berkata
مَنۡ
siapa
أَنصَارِيٓ
menjadi penolong-penolongku
إِلَى
kepada/untuk
ٱللَّهِۖ
Allah
قَالَ
berkata
ٱلۡحَوَارِيُّونَ
orang-orang Hawariyun
نَحۡنُ
kami
أَنصَارُ
penolong-penolong
ٱللَّهِ
Allah
ءَامَنَّا
kami beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَٱشۡهَدۡ
dan saksikanlah
بِأَنَّا
bahwasanya kami
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang meyerahkan diri
فَلَمَّآ
maka tatkala
أَحَسَّ
menyadari
عِيسَىٰ
Isa
مِنۡهُمُ
dari mereka
ٱلۡكُفۡرَ
keingkaran
قَالَ
dia berkata
مَنۡ
siapa
أَنصَارِيٓ
menjadi penolong-penolongku
إِلَى
kepada/untuk
ٱللَّهِۖ
Allah
قَالَ
berkata
ٱلۡحَوَارِيُّونَ
orang-orang Hawariyun
نَحۡنُ
kami
أَنصَارُ
penolong-penolong
ٱللَّهِ
Allah
ءَامَنَّا
kami beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَٱشۡهَدۡ
dan saksikanlah
بِأَنَّا
bahwasanya kami
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang meyerahkan diri
Terjemahan
Ketika Isa merasakan kekufuran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawari (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.
Tafsir
(Maka tatkala diketahui oleh Isa kekafiran mereka) dan mereka bermaksud hendak membunuhnya (katanya, "Siapakah yang bersedia menjadi pembela-pembela aku) penolong-penolong aku (kepada Allah.") untuk menegakkan agama-Nya? (Berkata orang-orang Hawari, "Kamilah pembela-pembela Allah) artinya penolong-penolong agama-Nya dan mereka ini ialah teman-teman dekat Isa dan yang mula-mula beriman kepadanya. Jumlah mereka 12 orang, dan 'hawari' itu asalnya dari kata-kata 'hur' yang berarti putih bersih. Ada pula yang mengatakan bahwa mereka itu adalah orang yang pendek-pendek dan selalu memakai pakaian putih (Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah) wahai Isa (bahwa kami orang-orang Islam).
Tafsir Surat Ali-'Imran: 52-54
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil), berkatalah dia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyun menjawab, "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).
Ya Tuhan kami, kami beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul. Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)."
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Ayat 52
Allah ﷻ berfirman: “Maka tatkala Isa mengetahui.” (Ali Imran: 52)
Yakni Isa a.s. merasakan kebulatan tekad mereka dalam kekufuran dan kesesatannya, maka ia berkata: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” (Ali Imran: 52)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'siapakah yang akan mengikutiku menegakkan agama Allah?'.
Sufyan Ats-Tsauri dan lain-lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku bersama dengan Allah?'
Pendapat Mujahid lebih dekat kepada kebenaran. Menurut makna lahiriahnya, Nabi Isa bermaksud ‘siapakah orang-orang yang mau menjadi penolong-penolongku untuk menyeru manusia menyembah Allah.’
Keadaannya sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Nabi ﷺ dalam musim-musim haji sebelum hijrah, yaitu: “Siapakah yang mau membantuku sehingga aku dapat menyampaikan kalam Tuhanku, karena sesungguhnya orang-orang Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan kalam Tuhanku!” Hingga beliau ﷺ berjumpa dengan orang-orang Anshar, lalu mereka memberinya perlindungan dan pertolongan. Kemudian Nabi ﷺ berhijrah ke mereka, lalu mereka semuanya yang terdiri atas berbagai bangsa ada yang berkulit hitam dan ada yang berkulit merah membantunya dan melindunginya; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka (orang-orang Anshar) dan semoga Allah memberi mereka pahala yang memuaskan. Demikian pula halnya Nabi Isa a.s. Ia dibantu oleh segolongan orang dari kalangan Bani Israil, lalu mereka beriman kepadanya, membela dan menolongnya serta mengikuti cahaya yang diturunkan oleh Allah kepadanya.
Ayat 53
Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh Allah ﷻ: “Para hawariyyun menjawab, ‘Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang beserah diri (kepada Allah). Ya Tuhan kami, kami beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul. Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)’.” (Ali Imran: 52-53)
Al-hawariyyun, menurut suatu pendapat mereka adalah orang-orang yang bertubuh pendek.
Menurut pendapat lain, mereka dinamakan hawariyyun karena pakaian yang selalu mereka kenakan berwarna putih. Menurut' pendapat yang lain lagi, mereka adalah para pemburu. Menurut pendapat yang shahih, arti hawari adalah penolong. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Shahihain, bahwa ketika Rasulullah ﷺ menganjurkan kaum muslim dalam Perang Ahzab untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, maka sahabat Az-Zubair membantu Nabi ﷺ dan mengambil alih tugas ini, lalu Az-Zubair menyerukan hal tersebut kepada mereka. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Setiap nabi mempunyai penolong, dan penolongku adalah Az-Zubair.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami israil, dari Samak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi.” (Ali Imran: 53) Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ialah menjadi saksi bersama-sama umat Muhammad ﷺ. Sanad atsar ini jayyid.
Kemudian Allah ﷻ menceritakan tentang segolongan orang-orang terkemuka Bani Israil dalam rencana mereka yang hendak membinasakan Nabi Isa a.s. Mereka bertujuan ingin menimpakan kejahatan terhadapnya dan menyalibnya. Mereka semuanya bergabung untuk menentangnya dan menghasutnya ke hadapan raja di masa itu yang kafir. Mereka menyampaikan berita hasutan kepada si raja bahwa di sana ada seorang lelaki yang menyesatkan orang-orang banyak, menghalang-halangi mereka untuk taat kepada raja, merusak rakyat serta memecah-belah antara seorang ayah dan anaknya; dan hasutan-hasutan lainnya yang bisa mengakibatkan sanksi yang berat bagi pelakunya.
Mereka melemparkan tuduhan terhadap Nabi Isa sebagai seorang pendusta, dan bahwa dia adalah anak zina. Hal tersebut membangkitkan kemarahan si raja, lalu ia mengirimkan orang-orangnya untuk menangkap dan menyalibnya serta menyiksanya. Ketika mereka mengepung rumah Nabi Isa dan mereka mengira pasti dapat menangkapnya, maka Allah menyelamatkan Nabi Isa dari sergapan mereka. Allah mengangkatnya dari atap rumah tersebut ke langit.
Kemudian Allah memiripkan rupa seorang lelaki yang ada di dalam rumah tersebut dengan Nabi Isa a.s. Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu, mereka mengira lelaki tersebut sebagai Nabi Isa dalam kegelapan malam, lalu mereka menangkapnya dan menghinanya serta menyalibnya, lalu meletakkan duri di atas kepalanya. Hal tersebut merupakan tipu daya dari Allah terhadap mereka, karena Dia akan menyelamatkan Nabi-Nya dan mengangkatnya dari hadapan mereka ke langit, serta meninggalkan mereka bergelimangan dalam kesesatan.
Mereka mengira bahwa mereka telah berhasil mencapai sasarannya. Dan Allah menempatkan di dalam hati mereka kekerasan dan keingkaran terhadap kebenaran. Hal ini melekat di hati mereka, dan Allah menimpakan kepada mereka kehinaan yang tidak pernah lekang dari diri mereka sampai hari kiamat nanti. Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman:
Ayat 54
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali Imran: 54)
Meski Nabi Isa telah berupaya untuk mengajak mereka kepada tauhid dan diperkuat oleh berbagai mukjizat, mereka tetap menolak bahkan mengancam akan menyalibnya. Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka, Bani Israil, dia berkata, Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk menegakkan agama Allah' Para a'awa'riyyun, sahabat-sahabat setianya, menjawab, Kamilah penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim, yaitu orang-orang yang benar-benar berserah diri kepada Allah
Kemudian para penolong agama Allah tersebut berdoa, Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang Engkau turunkan kepada rasulMu, Isa, berupa kitab Injil, dan kami telah mengikuti ajaran Rasul-Mu, karena itu tetapkanlah kami bersama golongan orang yang memberikan kesaksian bahwa Isa telah melaksanakan tugas kerasulannya.
Pada ayat ini dan ayat berikutnya diterangkan hubungan Nabi Isa, dengan kaumnya, dan apa yang telah dijalaninya dari mereka; baik berupa hambatan-hambatan, tantangan, kekerasan, serta rencana-rencana untuk membunuhnya. Selain itu Allah juga menerangkan pertolongan-pertolongan yang telah diberikan kepada golongan orang yang mengakui keesaan Allah, serta ancaman-ancaman-Nya yang disampaikan kepada orang-orang kafir, dan siksaan yang menimpa mereka di dunia dan di akhirat.
Tatkala Isa a.s. meyakini bahwa kaumnya Bani Israil tetap dalam kekafiran dan menemui penolakan yang keras dari mereka, bahkan bermaksud menyakitinya, bertanyalah dia "Siapakah penolong-penolongku kepada Allah?" Isa benar-benar menemui tantangan yang keras dari orang Yahudi, mereka mengerumuninya dan memperolok-oloknya. Mereka berkata, "Apakah yang telah dimakan oleh si anu tadi malam, apa yang disimpannya di rumahnya untuk besok pagi?" Walaupun Isa a.s. dapat menjawabnya, namun mereka tetap memperolok-oloknya.
Pada cerita ini terdapat pelajaran bagi Nabi Muhammad saw, dan sekaligus menjadi penghibur baginya. Di sini terbukti bahwa walaupun banyak dikemukakan mukjizat-mukjizat para nabi, tidaklah dengan sendirinya membawa kepada iman. Keimanan itu tergantung kepada manusia yang diajak apakah bersedia untuk menerimanya.
Pada saat meningkatnya tantangan dan ancaman itulah Isa mengatakan kepada kaum Hawari, siapa yang bersedia menyerahkan jiwanya kepada Allah dan menolong rasul-Nya. Hawariyun menjawab, "Kamilah penolong agama Allah", mereka menyediakan tenaga mereka untuk memperteguh dakwah Rasul Allah dan bersedia memegang teguh ajaran-ajarannya serta meninggalkan ajaran-ajaran yang lalu yang salah. Pertolongan yang diminta Isa a.s. ini tidak menuntut mereka mengikuti peperangan tapi cukup dengan mengamalkan ajaran agama dan dakwahnya.
Hawariyun adalah segolongan orang di antara Bani Israil yang beriman kepada Almasih, dan bersedia membantu, menolongnya dan mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya (As-shaff/61:14). Mereka menyatakan kepada Isa a.s. bahwa mereka beriman kepada Allah dan memohon kesaksian bahwa mereka adalah orang-orang yang berserah diri". Pernyataan ini merupakan faktor yang membawa kemenangan dalam menghadapi perlawanan musuh-musuhnya. Mereka memohon agar mereka dimasukkan ke dalam golongan orang yang mengakui keesaan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KAUM ISA TIDAK MAU PERCAYA
Ayat 52
“Maka tatkala terasa oleh Isa kekafiran mereka."
Segala seruannya dibantah dan ditolak, segala mukjizat yang telah beliau perlihatkan hanya menambah keingkaran mereka belaka."Berkatakan dia, ‘Siapakah yang akan menolongku pada Allah?'" Yaitu siapakah kiranya yang akan sudi menolong dan membelaku di dalam menegakkan jalan Allah ini? “Menjawablah Hawariyun, ‘Kamilah penolong-penolong Allah!" Artinya, kamilah yang akan berdiri di samping engkau, wahai al-Masih, membela engkau di dalam menegakkan jalan Allah itu.
"Kami percaya kepada Allah dan kami bersaksi bahwa kami ini adalah menyerahkan diri."
Siapakah yang akan sudi berkorban, meninggalkan kepentingan lain untuk menegakkan kehendak Allah? Siapa yang sudi menderita karena menegakkan kebenaran? Kadang-kadang terpisah dari keluarga yang dikasihi, kampung halaman, dan kesukaan-kesukaan yang lain? Hawari telah menjawab bahwa mereka telah menyediakan diri untuk itu. Hawari ialah gelar kemuliaan yang diberikan kepada pemuda-pemuda yang telah menyediakan jiwa raga untuk membela al-Masih karena kesucian ajarannya. Menurut cara sekarangnya ialah kader-kader pilihan yang telah tahan diterpa. Al-Qur'an tidak menjelaskan berapa bilangan mereka. Yang mengatakan bahwa bilangan mereka adalah 12 orang, 13 orang dengan Yudas yang mengkhianati lalu diganti dengan yang lain, adalah Injil-Injil catatan orang. Kristen. Hawari itu telah menyatakan iman kepada Allah dan telah menyerahkan diri dan taat kepada Isa walaupun apa penderitaan yang akan mereka tanggungkan. Sebagaimana diketahui, bagi penyerahan diri yang sungguh-sungguh itu tidak ada kata lain melainkan Islam dan orang-orangnya ialah Muslimin.
Pengakuan kesetiaan mereka itu mereka kuatkan lagi,
Ayat 53
“Ya, Tuhan kami! Kami telah percaya kepada apa yang Engkau turunkan,"
telah percaya kepada wahyu-wahyu itu ataupun mukjizat-mukjizat itu. Satu pun tidak ada yang kami bantah atau mungkiri lagi, “Dan kami pun telah mengikut Rasul itu," yaitu Isa al-Masih. Segala jejak langkahnya telah kami ikuti, perintah Engkau yang disampaikannya telah kami junjung tinggi,
“Sebab itu, tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang-orang yang telah menyaksikan."
Masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang setia kepada Engkau, ya Ilahi. Karena, segenap kehidupan kami ini telah kami sediakan buat Engkau, untuk menegakkan jalan Engkau.
Demikianlah tiap-tiap nabi mempunyai pembela, di samping orang-orang yang menolak dan menentang dia. Sebagaimana pada Nabi Muhammad ﷺ dari para sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan ada yang bergelar Hawari pula, yaitu Zubair bin Awwam, termasuk dalam sepuluh sahabat yang istimewa maka Nabi Isa al-Masih mempunyai Hawari sebagaimana tersebut itu. Nabi Isa al-Masih tidak sanggup menyusun kekuatan bersenjata sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ. Karena, beliau menghadapi dua kekuatan, pertama pemerintahan yang dipegang oleh bangsa Romawi yang kuat di masa itu, kedua kaumnya sendiri Bani Israil, yang kadang-kadang lebih suka mengambil-ambil muka kepada penguasa bangsa Romawi itu daripada menerima seruan Isa. Di saat yang begitulah amat penting pengikut setia yang sudi mengorbankan segala-galanya walau jiwa sekalipun.
Ayat 54
“Dan mereka telah membuat tipu daya."
yaitu kaum Nabi Isa a.s. yang tidak mau percaya kepada risalah beliau itu, kaum Bani Israil. Mereka telah mengatur siasat-siasat yang buruk hendak menyingkirkan Nabi Isa al-Masih dari muka bumi, tegasnya hendak membunuh beliau, “Tetapi Allah pun telah menipu daya pula." Artinya, tipu daya mereka yang busuk itu, hendak membunuh seorang utusan Allah, telah dibalas oleh Allah dengan tipu daya-Nya pula. Tipu daya si kafir dengan jalan yang jahat dan maksud yang jahat, sedangkan tipu daya Allah tidak lain daripada jalan yang baik dan maksud yang baik, sehingga Nabi Isa al-Masih terlepaslah dari bahaya tipu daya mereka itu.
“Dan Allah adalah sepandai-pandai (pembatas) tipu daya."
Kalau manusia yang mempunyai maksud buruk mengadakan tipu daya agar maksud buruknya itu tercapai maka Allah pun lebih pandai mengadakan tipu daya dengan maksud-Nya yang baik, sehingga kalahlah maksud tipu daya mereka itu oleh tipu daya Allah. Dengan ini, nyatalah kalau di dalam Al-Qur'an tersebut Allah membalas tipu daya manusia yang salah, bukanlah berarti Tuhan mengadakan tipu daya yang buruk sebagaimana manusia yang bermaksud jahat itu.
Pada ayat selanjutnya diterangkan Allah bagaimana pandainya Dia menjawab tipu daya manusia yang jahat itu terhadap Nabi Isa al-Masih ‘alaihis salam sehingga beliau terlepas dari bahaya maut yang telah mereka atur, yaitu supaya Nabi Isa hendaknya mati disalib.
Ayat 55
“(Ingatlah) tatkala Allah berkata. Wahai, hal Sesungguhnya, Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir."
Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa al-Masih mati dihukum bunuh, sebagaimana yang dikenal, yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Akan te-tapi, Nabi Isa al-Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Allah ke tempat yang mulia di sisi-Nya, dan bersihlah diri beliau dari gangguan orang yang kafir-kafir itu.
Kata mutawaffika telah kita artikan menurut logatnya yang terpakai arti asal itu diambillah arti ‘mematikan' sehingga wafat berarti mati, mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi bertambah kuat arti wafat ialah mati, mewafatkan ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu dalam Al-Qur'an ayat-ayat, yang di sana disebutkan tawaffa, tawaffahumul-malaikatu, yang semuanya itu bukan menurut arti asal, yaitu mengambil sempurna ambil, melainkan berarti mati. Sehingga, sampai kepada pemakaian bahasa yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan ambil, tetapi pada umumnya diartikan mati juga. Oleh karena itu, arti yang lebih dahulu dapat langsung dipahamkan apabila kita membaca ayat ini ialah, “Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari tipu daya orang yang kafir." Dia akan diangkat ke sisi Allah, ialah sebagaimana Nabi Idris yang diangkat derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surah Maryam: 53. Sebagaimana juga orang yang mati syahid di dalam surah Aali ‘Imraan ini juga ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.
Akan tetapi, meskipun demikian, arti ayat ini yang mula-mula masuk langsung ke dalam pikiran setelah membacanya, tetapi dalam penafsirannya telah terjadi perselisihan pendapat atau khilafiyah yang panjang di antara ahli-ahli tafsir. Satu Golongan besar ahli tafsir mengatakan bahwa arti ayat bukanlah sebagaimana yang mula-mula dipahamkan itu. Akan tetapi, inni mutawaffika artinya ialah ‘sesungguhnya Aku akan mengambil engkau jadi bukan berarti sesungguhnya Aku akan mematikan engkau. Tegasnya, Nabi Isa ‘alaihis salam, tubuh dan ruhnya dalam hidup-hidup diambil Allah dari alam ini wa rafi'uka ilayya ‘dan mengangkat engkau kepada-Ku', artinya sesudah beliau diambil dari dunia ini lalu diangkat ke langit hidup-hidup. Di langit itulah beliau sampai sekarang ini, dan di akhir zaman akan turun kembali ke dunia membunuh Dajjal.
Golongan ini menafsirkan demikian karena memang bertemu beberapa hadits yang menerangkan bahwa di akhir zaman Nabi Isa akan turun ke dunia kembali. Malahan mereka mengeluarkan pendapat bahwasanya ulama-ulama sejak zaman dahulu telah ijmak mengatakan bahwa Nabi Isa telah diangkat ke langit dan kelak dekat-dekat akan Kiamat dia akan turun ke dunia membunuh babi dan menghancurkan salib.
Dan alasan mereka pula, ketika Nabi Muhammad ﷺ Mi'raj, beliau bertemu Nabi Isa bersama Nabi Yahya.
Akan tetapi, oleh karena di dalam agama Islam benar-benar ada kebebasan pikiran di dalam menafsirkan ayat-ayat Allah, meskipun yang menafsirkan demikian itu golongan besar yang disebut dalam istilah berita dengan jumhur, (hanya sekali) dan ada yang mengatakan bahwa paham menafsirkan itu telah ijmak, telah sama pendapat seluruh ulama, tetapi yang mengeluarkan pendapat berbeda sangat dengan tafsiran itu telah timbul pula.
Al-Alusi di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani, setelah memberikan keterangan beberapa pendapat tentang arti mutawaffika, akhirnya menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya ‘telah mematikan engkau', yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalika) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.
Dan beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi'uka ilayya ‘dan mengangkat engkau kepada-Ku', telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau, mendudukkan beliau di tempat yang tinggi, yaitu Ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Al-Alusi lalu mengemukakan beberapa kata rafa'a yang berarti angkat itu terdapat pula dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang tiada lain artinya daripada mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.
Syekh Muhammad Abduh menerangkan tentang tafsir ayat ini demikian, “Ulama di dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang Pertama dan yang masyhur ialah bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum di antara manusia dengan syari'at kita.... Dan, jalan penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa'a (angkat) ialah ruhnya diangkat sesudah beliau mati...."
Dan kata beliau pula, “Golongan yang mengambil tafsir cara yang kedua ini terhadap hadits-hadits yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua kesimpulan (takhrij). Kesimpulan pertama: hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang bersangkut paut dengan soal (kepercayaan), sedangkan soal-soal yang bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat diambil kalau tidak qath'i (tegas). Padahal dalam perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir." Kemudian beliau terangkan pula takhrij (kesimpulan) golongan kedua ini tentang nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di akhir zaman) itu. Menurut golongan ini, kata beliau, turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan datang masanya pengajaran isa yang asli bahwa inti sari pelajaran beliau yang penuh rahmat, cinta, dan damai, dan mengambil maksud pokok dari syari'at, bukan hanya semata-mata memang kulit, yang sangat beliau cela pada perbuatan kaum Yahudi ketika beliau datang dahulu, akan bangkit kembali. Demikianlah keterangan Syekh Muhammad Abduh.
Sayyid Rasyid Ridha pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia. Bunyi pertanyaan, “Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat innii mutawaffika wa rafi'uka ilayya. Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagai di dunia ini, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani-haiwani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluk-Nya?"
Sayyid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat-pendapat ahli tafsir tentang ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan, “Jumlah kata, tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang makan beliau sehari-hari. Dan, tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani, sedangkan mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini dalam kalangan kaum Muslimin." Lalu beliau teruskan lagi, “Masalah ini adalah masalah khilafiyah sampai pun tentang masih diangkat ke langit dengan Ruh dan badannya itu."46
Dan berkata pula Syekh Mustafa al-Maraghi, Syekh Jami al-Azhar yang terkenal sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan orang tentang ayat ini, “Tidak ada dalam Al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s. diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu, dan bahwa dia sampai sekarang masih hidup, dengan tubuh nyawanya. Adapun Firman Tuhan mengatakan, ‘Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir itu." Jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mematikannya dan mengangkatnya, zahirlah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris a.s. dikatakan Allah, ‘Dan Kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi/ Dan ini pun jelas pula, yang jadi pendapat setengah ulama-ulama Muslimin, bahwa beliau diwafatkan Allah, wafat yang biasa, kemudian diangkatkan derajatnya. Maka, dia pun hiduplah dalam kehidupan ruhani, sebagaimana hidupnya orang-orang yang mati syahid dan kehidupan nabi-nabi yang lain juga."
Akan tetapi, jumhur ulama menafsirkan bahwa beliau diangkat Allah dengan tubuh dan nyawanya sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan nyawa, karena berpegang kepada hadits yang memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan Al-Qur'an disejalankan dengan maksud hadits-hadits itu.
Lalu kata beliau, “Tetapi hadits-hadits ini tidaklah sampai kepada derajat hadits-hadits yang mutawatir, yang wajib diterima sebagai aqidah. Sebab, aqidah tidaklah wajib melainkan dengan nash Al-Qur'an dan hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu, tidaklah wajib seorang Muslim beritikad bahwa Isa al-Masih hidup sekarang dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah itu tidaklah kafir dari syari'at Islam."
Berkata pula Syekh Mahmoud Syaltout, Syekh Jami' al-Azhar (meninggal tahun 1963), tentang hadits-hadits bahwa Nabi Isa akan turun. Demikian kata beliau, “Riwayat-riwayat itu adalah kacau-balau, berlain-lain saja lafalnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacaubalauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan, di atas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Ka'ab al-Ahbar, keduanya itu ialah Ahlul Kitab yang kemudian memeluk Islam, dan sudahlah dikenal derajat keduanya dalam penilaian ahli-ahli jarh dan ta'dil (ahli penyelidik nilai hadits)."
Meskipun hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun ada pula, apabila hadits itu shahih, tetapi dia adalah hadits ahad. Dan, ulama telah ijmak bahwasanya hadits Ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan-urusan yang gaib.
Kemudian datanglah lanjutan ayat, “Dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau lebih atas dari orang-orang yang kafir itu sampai Hari Kiamat" Artinya, orang-orang yang teguh memegang ajaran Nabi Isa al-Masih yang asli, yaitu tauhid, akan tetap lebih atas karena kebenarannya, tidak dapat dijatuhkan, dan kepercayaan-kepercayaan yang kuat itu kian lama kian hilang pasarannya dari muka bumi, Pengetahuan manusia akan bertambah maju. Kemajuan pengetahuan akhir-kelaknya tidaklah akan sampai kepada mengatakan bahwa Allah itu bertiga dalam satu dan satu dalam tiga. Bertambah orang menyelidiki kebenaran dan suka membebaskan dirinya dari paksaan taklid kepada pemimpin agama dan pendeta, bertambahlah akan tampak kemenangan orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran dalam dunia ini. Sebab, Allah itu sendiri adalah kebenaran: Al-Haq."Maka kepada Akulah tempat kamu kembali." Artinya, meskipun betapa perselisihan dan pertengkaran, yang satu mengatakan dia saja yang benar dan yang lain tidak mau menerima jika semuanya akan kembali kepada-Nya, untuk mempertanggungjawabkan segala keyakinan dan anutan kita pada masa hidup di dunia yang fana ini.
“Maka akan Aku putuskan nanti antara kamu, dati hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu."
Ujung ayat ini sangatlah dalam artinya bagi mendidik kita di dalam menempuh pergolakan hidup. Adalah satu kenyataan bahwa kita telah terdiri atas berbagai golongan. Kadang-kadang kita bertengkar dan bertukar pikiran, kadang-kadang berebut pasaran dan pengaruh. Sehingga, lantaran bertengkar kadang-kadang kita lupa akan kewajiban kita yang sebenarnya, yaitu mengabdikan diri kepada Allah.
Ayat 56
“Maka, adapun orang-orang yang kafir itu maka akan Aku siksalah mereka dengan siksaan yang sangat di dunia dan di akhirat."
Di dalam ayat ini tampak bahwasanya ajaran agama bukanlah semata-mata untuk keselamatan akhirat saja. Bahkan terlebih dahulu siksaan dunia akan dirasainya. Di dalam ilmu akhlak diterangkan betapa hidup yang lurus di dunia ini, dengan kebersihan akhlak, moral, dan mental. Tanggung jawab kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama manusia. Kufur, tidak mau percaya kepada Allah sebagai unit, sebagai pusat dan pokok pangkal tempat bertolak di dalam hidup, akan menyebabkan hidup itu sendiri penuh dengan siksaan.
"Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong."
Cobalah kita pikirkan baik-baik, siapakah yang akan dapat menolong kita sekiranya kita sendiri yang dari semula telah memilih jalan salah? Kita telah menentang Al-Haq (kebenaran), sedangkan kebenaran itu hanya satu, Allah itu sendiri bernama Kebenaran. Maka, siapakah orang lain yang akan sudi menolong kita dalam menempuh jalan yang di luar kebenaran itu? Padahal, kebenaran itu hanya satu?
Ayat 57
“Dan adapun orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang saleh maka akan Dia sempurna ganjaran-ganjaran meneka."
Kalau pada ayat yang terdahulu dikatakan bahwa orang yang menolak ajaran Allah akan mendapat siksaan di dunia dan di akhirat maka orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang saleh pun akan diberi Allah ganjaran dengan sempurna, sejak dari dunia sampai ke akhirat. Bila iman telah tumbuh di dalam jiwa, belumlah mereka akan puas kalau itu belum dibuktikan dengan amal. Bilamana satu amal sudah selesai dengan baik, sebab kewajiban yang timbul dari dalam seruan baik telah dilaksanakan. Amal usaha yang banyak memberikan kepuasan di dalam diri sendiri sebab hidup telah bernilai. Dan, kelak di akhirat akan mendapat bahagia lipat ganda lagi.
“Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang aniaya."
Sebesar-besar aniaya ialah mendustai diri sendiri. Ayat ini menjelaskan bahwa kalau kita menganiaya diri, adalah itu di luar kesukaan Allah. Melainkan pilihan kita sendiri. Kalau Allah telah menyatakan tidak menyukainya, tandanya kita dilarang mendekat kepada sikap aniaya.
Ayat 58
“Demikianlah telah Kami bacakan dia kepada engkau."
Yaitu telah diceritakan betapa Bani Israil, tegasnya Yahudi, mencoba segala tipu daya mereka hendak menjerumuskan Isa al-Masih ke dalam lembah kesengsaraan, bahkan hendak membunuhnya sekali, karena mereka telah kafir tidak mau menerima risalah Nabi Isa. Maksud mereka hendak menghinakan beliau tidak tercapai, bahkan al-Masih bertambah dimuliakan Allah. Mereka hendak membunuh beliau, tetapi Allah memeliharanya. Dan, si penolak kebenaran itu tidaklah berdaya dalam usahanya, melainkan mendapat kegagalan total. Yang dikisahkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ ini adalah,
“Sebagian dan ayat-ayat dan peringatan yang amat bijaksana."
Dijelaskan di ujung ayat ini bahwasanya kisah kemuliaan Nabi Isa ini barulah sebagian kecil saja dari ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Isinya pun ialah satu peringatan bahwasanya ke-curangan pasti gagal dan seorang yang dimuliakan oleh Allah, tidak ada makhluk yang sanggup menghinakanya. Lalu ditekankan di ujung ayat tentang hal bijaksana, yaitu kalau kita pelajari dari hanya sebagian ayat yang dikisahkan Allah ini dan kita bandingkan pula kepada kejadian-kejadian yang lain, akan selalu kelihatan betapa kebijaksanaan Ilahi di dalam mengatur siasat-Nya.