Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
apakah
حَسِبۡتُمۡ
kamu mengira
أَن
bahwa
تَدۡخُلُواْ
kamu akan masuk
ٱلۡجَنَّةَ
surga
وَلَمَّا
padahal belum
يَأۡتِكُم
datang kepadamu
مَّثَلُ
seperti (halnya)
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَلَوۡاْ
terdahulu
مِن
dari
قَبۡلِكُمۖ
sebelum kalian
مَّسَّتۡهُمُ
telah menimpa mereka
ٱلۡبَأۡسَآءُ
malapetaka
وَٱلضَّرَّآءُ
dan kesengsaraan
وَزُلۡزِلُواْ
dan mereka digoncangkan
حَتَّىٰ
sehingga
يَقُولَ
berkata
ٱلرَّسُولُ
Rasul
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مَعَهُۥ
bersamanya
مَتَىٰ
bilakah
نَصۡرُ
pertolongan
ٱللَّهِۗ
Allah
أَلَآ
ingatlah
إِنَّ
sesungguhnya
نَصۡرَ
pertolongan
ٱللَّهِ
Allah
قَرِيبٞ
amat dekat
أَمۡ
apakah
حَسِبۡتُمۡ
kamu mengira
أَن
bahwa
تَدۡخُلُواْ
kamu akan masuk
ٱلۡجَنَّةَ
surga
وَلَمَّا
padahal belum
يَأۡتِكُم
datang kepadamu
مَّثَلُ
seperti (halnya)
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
خَلَوۡاْ
terdahulu
مِن
dari
قَبۡلِكُمۖ
sebelum kalian
مَّسَّتۡهُمُ
telah menimpa mereka
ٱلۡبَأۡسَآءُ
malapetaka
وَٱلضَّرَّآءُ
dan kesengsaraan
وَزُلۡزِلُواْ
dan mereka digoncangkan
حَتَّىٰ
sehingga
يَقُولَ
berkata
ٱلرَّسُولُ
Rasul
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مَعَهُۥ
bersamanya
مَتَىٰ
bilakah
نَصۡرُ
pertolongan
ٱللَّهِۗ
Allah
أَلَآ
ingatlah
إِنَّ
sesungguhnya
نَصۡرَ
pertolongan
ٱللَّهِ
Allah
قَرِيبٞ
amat dekat
Terjemahan
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Tafsir
Ayat berikut diturunkan mengenai susah payah yang menimpa kaum muslimin: (Ataukah), maksudnya apakah (kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga. Padahal belum) maksudnya belum (datang kepadamu seperti) yang datang (kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kamu) di antara orang-orang beriman berupa bermacam-macam cobaan, lalu kamu bersabar sebagaimana mereka bersabar? (Mereka ditimpa oleh); kalimat ini menjelaskan perkataan yang sebelumnya (malapetaka), maksudnya kemiskinan yang memuncak, (kesengsaraan) maksudnya penyakit, (dan mereka diguncang) atau dikejutkan oleh bermacam-macam bala, (hingga berkatalah) baris di atas atau di depan artinya telah bersabda (Rasul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya) yang menganggap terlambatnya datang bantuan disebabkan memuncaknya kesengsaraan yang menimpa mereka, ("Bilakah) datangnya (pertolongan Allah) yang telah dijanjikan kepada kami?" Lalu mereka mendapat jawaban dari Allah, ("Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat") kedatangannya.
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. Firman Allah Swt: Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga. (Al-Baqarah: 214) Yakni sebelum kalian mendapat cobaan, ujian, dan kesengsaraan seperti apa yang pernah dialami oleh orang-orang sebelum kalian dari kalangan umat terdahulu? Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan: padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan. (Al-Baqarah: 214) Yaitu berupa berbagai macam penyakit, kesengsaraan, musibah, dan malapetaka.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Murrah Al-Hamdani, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi', As-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa al-ba-sa-u artinya kemiskinan, sedangkan ad-darra-u artinya penyakit. Wa-zul zilu artinya takut oleh musuh dengan takut yang sangat. Mereka mendapat cobaan yang sangat besar, seperti yang disebutkan di dalam hadits shahih dari Khabbab ibnul Art yang telah menceritakan hadits berikut:
Kami berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak meminta pertolongan buat kami, mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami?" Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian ada seseorang dari mereka yang diletakkan pada ubun-ubunnya sebuah gergaji, lalu ia, dibelah dengan gergaji itu sampai kepada kedua telapak kakinya, tetapi hal itu tidak: memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang antara daging dan tulangnya disisir dengan sisir besi, tetapi hal tersebut tidak menggoyahkan imannya dari agamanya." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Allah, sesungguhnya Allah pasti akan menyempurnakan agama ini hingga seorang pengendara berjalan dari San'a ke Hadramaut tanpa merasa takut kecuali kepada Allah dan serigala yang mengancam ternak kambingnya, tetapi kalian ini adalah kaum yang tergesa-gesa.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-'Ankabut: 1-3) Sesungguhnya hal seperti itu pernah dialami oleh para sahabat, yaitu cobaan yang sangat besar pada hari menjelang Perang Ahzab. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: . (Yaitu) ketika mereka datang kepada kalian dari atas dan dari bawah kalian, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (kalian) dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
Dan di situlah diuji orang-orang mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya." (Al-Ahzab: 10-12), dan ayat-ayat selanjutnya. Ketika Heraklius bertanya kepada Abu Sufyan, "Apakah kalian mememeranginya?" Abu Sufyan menjawab, "Ya." Heraklius bertanya kembali, "Bagaimanakah keadaan perang di antara kalian?" Abu Sufyan menjawab, "Silih berganti, terkadang dia mengalami kemenangan atas kami, dan adakalanya kami mengalami kemenangan atas dia." Heraklius menjawab, "Demikianlah para rasul mendapat cobaan, tetapi pada akhirnya akibat yang terpuji berada di pihak para rasul." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sebagaimana orang-orang yang terdahulu sebelum kalian. (Al-Baqarah: 214) Yakni sebagaimana hukum yang telah berlaku atas mereka.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Maka telah Kami binasakan orang-orang yang lebih besar kekuatannya daripada mereka itu (musyrikin Mekah) dan telah terdahulu (tersebut dalam Al-Qur'an) perumpamaan umat-umat masa dahulu. (Az-Zukhruf: 8) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" (Al-Baqarah: 214) Artinya, bilakah mereka mendapat kemenangan atas musuh-musuh mereka dan mereka berdoa di saat keadaan sempit dan susah agar pertolongan dan kemenangan disegerakan.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (Al-Baqarah: 214) Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6) Yakni sebagaimana ada kesusahan, maka akan diturunkan pula pertolongan yang semisal dengannya. Karena itulah maka disebutkan: Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214) Di dalam sebuah hadits dari Abu Ruzain disebutkan: Tuhanmu merasa heran dengan keputusasaan hamba-hamba-Nya, padahal saat pertolongan-Nya sudah dekat. Maka Tuhan memandang mereka yang dalam keadaan putus asa itu seraya tertawa karena Dia mengetahui bahwa jalan keluar mereka sudah dekat."
Ketika orang-orang mukmin di Madinah menderita kemiskinan karena meninggalkan harta benda mereka di Mekah dan juga akibat peperangan yang terjadi, Allah bertanya untuk menguji mereka. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan dan penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Allah' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Ayat ini memotivasi orang-orang beriman yang sedang menghadapi bermacam kesulitan dan menumbuhkan keyakinan bahwa tidak lama lagi akan datang pertolongan Allah yang membawa mereka menuju kemenangan. Diriwayatkan bahwa seorang pria lanjut usia dan kaya raya bernama Amr bin al-Jamuh al-Anshari bertanya kepada Rasulullah, Harta apa yang sebaiknya aku nafkahkan dan kepada siapa aku berikan' Allah lalu menurunkan ayat ini untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mereka bertanya kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, seperti saudara kandung, paman, bibi, dan anak-anak mereka, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Mereka hendaknya diprioritaskan untuk menerima infak sebelum orang lain. Infak pada ayat ini adalah sedekah yang bersifat anjuran, bukan zakat yang diwajibkan dalam agama dan telah ditentukan siapa yang berhak menerimanya seperti dibahas pada Surah at-Taubah/9: 60. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Dalam ayat ini kata al-khair disebut dua kali; yang pertama berarti harta (al-ma'l) dan yang kedua berarti kebajikan dalam arti umum.
.
Ada beberapa pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini. Pertama, pendapat dari Qatadah, as-Suddi, dan kebanyakan ahli tafsir yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada waktu perang Khandak ketika kaum Muslimin mengalami bermacam-macam kesulitan dan tekanan perasaan, sehingga mereka merasa gentar dan ketakutan.
Kedua, pendapat lain yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada waktu perang Uhud, ketika kaum Muslimin dipukul mundur oleh pasukan musuh. Dalam peperangan itu, Sayyidina Hamzah tewas dianiaya, dan Nabi pun menderita luka.
Ketiga, pendapat golongan lain, bahwa ayat ini turun untuk menghibur hati kaum Muhajirin ketika mereka meninggalkan kampung halamannya, dan harta kekayaannya dikuasai oleh kaum musyrikin, dan kaum Yahudi memperlihatkan permusuhan kepada Rasulullah ﷺ secara terang-terangan dan kesulitan-kesulitan lain yang dialaminya di Medinah. Ayat ini secara tidak langsung, memperkuat ayat-ayat sebelumnya, yaitu agar kaum Muslimin selalu tabah dan sabar dalam perjuangan.
Allah ﷻ berfirman:
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (al-Baqarah/2: 155)
dan firman-Nya:
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji? (al-'Ankabut/29: 2)
Makin berat dan makin tinggi cita-cita yang akan dicapai, makin besar pula rintangan dan cobaan yang akan dialami. Untuk mencapai keridaan Allah dan memperoleh surga, bukan suatu hal yang mudah dan gampang, tetapi harus melalui perjuangan yang gigih yang penuh rintangan dan cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu. Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, nabinya dibunuh, pengikutnya disiksa sampai ada di antara mereka digergaji kepalanya dalam keadaan hidup atau dibakar hidup-hidup. Oleh karena cobaan dan penderitaan yang dialaminya dirasakan lama, sekalipun mereka yakin bahwa bagaimanapun juga pertolongan Allah akan datang, maka rasul mereka dan pengikut-pengikutnya merasa gelisah lalu berkata, "Bilakah datang pertolongan Allah," pertanyaan itu dijawab oleh Allah, "Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." Pada saatnya nanti mereka akan menang dan mengalahkan musuh, penganiaya dan orang-orang zalim.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 211
“Tanyakanlah kepada Bani Israil berapakah sudah Kami berikan kepada mereka keterangan yang nyata?"
Kalau ditanyakan kepada mereka, berapa Musa telah memperlihatkan mukjizat? Berapa nabi-nabi yang lain berpuluh banyaknya telah membawa keterangan untuk menunjukkan mereka jalan yang benar? Niscaya Bani Israil akan mengakui bahwa mereka telah menerima banyak sekali. Kalau melihat riwayat Bani Israil itu tampaklah betapa kasih Allah kepada hamba-Nya. Benar-benar dituntun dan diberi penerangan, diberi nabi-nabi dan rasul-rasul berulang-ulang, sesudah pertolongan besar yang pertama yaitu pembebasan mereka dari penindasan Fir'aun dengan mukjizat yang luar biasa. Akan tetapi, bagaimana pula riwayat Bani Israil kemudiannya? Nikmat yang diberikan Allah berganda-ganda itu mereka sia-siakan, bahkan mereka lebih mengedepankan hawa nafsu. Peraturan Allah mereka tukar-tukar. Pemuka-pemuka agama membawa cara mereka sendiri-sendiri. Bagaimana jadinya Bani Israil kemudian? Bukankah mereka hancur lebur? Sampai bangsa Babil menawan, bangsa Mesir menawan, bangsa Yunani dan Romawi menawan sehingga habis kocar-kacir? Namun mereka masih berbangga mengatakan diri mereka “Bangsa pilihan Allah di muka bumi?" Maka berfirmanlah Tuhan tentang nasib mereka lantaran itu.
“Dan barangsiapa yang mengganti nikmat Allah sesudah datang kepadanya maka sesungguhnya Allah adalah amat keras siksaan-Nya."
Inilah undang-undang Tuhan yang berlaku terhadap Bani Israil, yang dapat dilihat nyata pada waktu ayat diturunkan. Maka, supaya bahaya begini jangan menimpa umat yang telah beriman kepada Muhammad ﷺ, pun yang telah disebut ummatan wasathan, sebaik-baik umat, sebagaimana kelak akan ditafsirkan dalam surah Aali Imraan. Untuk mencegah bahaya itulah maka pada ayat yang telah terdahulu tadi (ayat 208), umat yang beriman kepada Muhammad ﷺ disuruh memasuki Islam dalam keseluruhannya. As-silmi, mencari jalan damai, jalan bersatu, jangan berpecah memperturutkan hawa nafsu dan kehendak-kehendak sendiri. Yang satu pecahan tidak mau lagi mengenal kepada pecahan yang lain, semua pihak mengatakan bahwa merekalah yang benar, sedangkan semuanya masih mengakui orang Islam.
Kemudian, diberilah keterangan yang lebih jelas lagi, apa yang membawa pecah,
Ayat 212
“Dihiaskan bagi orang-orang yang kafir kehidupan dunia dan mereka hinakan orang-orang yang beriman."
Maksud kafir di sini tentu saja perangai dan dasar tempat tegak yang tidak benar. Terutama tidak mau menerima ajakan kepada persatuan, kepada as-silmi. Mengapa orang tidak mau diajak? Ialah karena mereka telah dirayu oleh kemegahan duniawi.
Hawa nafsu dan setan-setan itulah yang senantiasa menghabiskan keduniaan itu sehingga orang tetap di dalam kekafirannya. Segala kemegahan dunia, baik pangkat dan kedudukan yang tinggi, kekuasaan, kekayaan, maupun pengaruh, mengikatnya sehingga tidak kuat dia melepaskan diri, untuk masuk ke persatuan aqidah. Di Mekah, pemuka-pemuka Quraisy menolak Islam dengan keras karena ikatan adat lama pusaka usang, dan mereka terkemuka dalam hal itu. Orang kaya-kaya mereka menolak masuk kesatuan aqidah karena riba dihalangi, sedangkan kehidupan mereka ialah dari mengisap darah si miskin. Pemuka-pemuka Yahudi di Madinah tidak mau masuk meskipun kebenaran yang dibawa Muhammad ﷺ terang-terang sesuai dengan isi Taurat, yaitu tauhid, ialah karena dengki mengapa sekarang nabi bukan dari Bani Israil, dan pendeta-pendeta mereka keberatan masuk sebab kedudukan mereka menjadi pemuka agama sudah menjadi suatu kemegahan duniawi. Kaum munafik di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay tidak mau masuk, serba benci, mengapa sejak Muhammad datang, ke-pemimpinannya terhadap orang Madinah ke-lindungan oleh cahaya nubuwat Muhammad. Maka, semuanya itu merasa dirinya jatuh kalau sekarang menjadi orang yang beriman kepada Muhammad ﷺ, “Padahal orang-orang yang bertakwa itu akan lebih atas dari mereka di hari kiamat!' Maka, oleh sebab yang mereka pikirkan hanya kemegahan dunia, tidak memikirkan hari depan, hari bahagia karena iman, mereka tidak mau turut dalam rombongan orang yang bertakwa itu.
“Dan Allah mengaruniakan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tiada dihitung."
Kemudian, Tuhan terangkan tentang kesatuan umat manusia,
Ayat 213
“Adalah manusia itu umat yang satu."
Pangkal ayat ini adalah satu dasar ilmu sosiologi yang ditanamkan oleh Islam, untuk direntang panjang oleh alam pikiran yang cerdas dan sudi menyelidik. Manusia seluruhnya ini pada hakikatnya adalah umat yang satu. Artinya, walaupun berbeda warna kulitnya, berlainan bahasa yang dipakainya, berdiam di berbagai benua dan pulau, tetapi dalam perikemanusiaan mereka itu satu. Seluruh manusia sama-sama menggunakan akal untuk menyeberangi hidup ini. Hanya manusia saja di antara makhluk yang hidup di dalam bumi ini yang mempunyai akal. Dan, semua manusia itu pun satu dalam kehendak mencari yang bermanfaat dan menjauhi yang mudharat. Semua satu dalam keinginan akan laba dan ketakutan akan rugi.
Meskipun manusia satu pada hakikatnya, baik karena satu keturunannya dari Adam maupun karena satu corak jiwa dan akal, dalam kenyataannya dari mereka menjadi berpecah-belah. Dalam kenyataannya terjadi beribu macam bahasa. Dan, karena pengaruh iklim, terjadi perlainan warna kulit, ada yang sangat hitam, ada yang putih, ada yang merah, ada yang kuning. Dalam perbedaan itu, sekali-kali jelas juga kesatuannya. Oleh karena seluruh manusia berperasaan satu dan berkeadaan satu, dan satu perasaan mencari hakikat, berusahalah manusia itu dengan akal budi yang ada padanya mencari hakikat itu. Oleh sebab itu, bilamana digali orang bekas-bekas suku bangsa purbakala yang telah beribu tahun di satu daerah, yang kadang-kadang telah terbenam ke dalam lapis bumi sampai tiga puluh atau empat puluh meter, terdapatlah kehidupan manusia purbakala, baik di Mongolia dalam atau di Mohenjodaro (di wilayah Pakistan) sekarang atau di pulau-pulau Yunani bahwa ada persamaan keperluan hidup. Sampai kepada piring dan cangkir, perhiasaan badan, dan yang lebih menakjubkan lagi ialah terdapatnya persama-an kepercayaan bangsa-bangsa purbakala itu kepada Zat Yang Mahakuasa.
Macam-macam teori telah dikemukakan oleh ahli-ahli sejarah purbakala untuk menilai kenyataan yang didapati. Tanda-tanda kepercayaan kepada Tuhan terdapat pada timbunan di Yunani sebelum Homerus, serupa dalam banyak hal dengan yang didapati di Mongolia, dan ada pula perserupaan dengan yang didapati di Mohenjodaro. Penyelidikan sejarah itu semuanya membuktikan bahwa kepercayaan akan adanya Tuhan telah sama tumbuh dengan akal manusia. Dan, itulah yang dinamai “fitrah". Kepercayaan bukan semata kepercayaan, tetapi kepercayaan senantiasa diiringi oleh penyerahan diri, yang dalam bahasa Arab disebut “Islam" Sebab itu, dapatlah dikatakan bahwa sejak asal semula manusia terjadi, Islam telah ada.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini,"Adalah manusia umat yang satu, artinya, semuanya pada mulanya adalah Islam." Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim pun meriwayatkan daripada Ubay bin Ka'ab demikian, “Manusia itu adalah umat yang satu, yaitu seketika telah diperhatikan seluruh manusia itu dalam soal dan asal kejadian kepada Adam maka telah difitrahkan Allah dalam Islam dan telah mengikrarkan semua bahwa mereka menghambakan diri (ubudiyah) kepada Allah dan semuanya Islam. Sesudah Adam kemudian barulah mereka berselisih paham."
Lantas sambungan ayat, "Lalu Allah mengutus nabi-nabi membawa berita kesukaan dan berita ancaman, dan Dia turunkan bersama mereka akan kitab dengan kebenaran," Pada pangkal yang pertama sudah jelas bahwa manusia itu pada hakikatnya ialah satu. Dalam jiwanya pun adalah kesatuan kepercayaan sejak zaman purbakala bahwa ada Kekuasaan Mahatinggi atas alam ini, yang menurunkan hujan dan yang menjadikan awan, yang mem-berikan perlindungan dari ketakutan, dan juga yang memelihara ruh dari nenek yang telah mati. Berbagai usaha telah dibuat manusia untuk menghubungi Kekuasaan Mutlak itu. Tegasnya, bahwasanya dalam fitrah manusia ada kesatuan kepercayaan itu. Maka, kemudian itu, Yang Mahakuasa itu sendiri pun mengutuslah dalam kalangan manusia itu sendiri akan orang-orang pilihan yang disebut nabi atau rasul, menuntun kepercayaan yang murni itu dan mengakuinya. Memang Tuhan itu ada, memang Dialah Yang Mahakuasa. Dia bukan saja mengadakan, tetapi juga memelihara. Bukan saja memelihara, bahkan memberi kabar kesukaan bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan adzab bagi yang berbuat kejahatan. Dengan kedatangan nabi-nabi itu, kesatuan manusia tadi dipimpin melalui jalannya yang wajar sehingga benar-benar satu. Kepada manusia yang satu itu, tetapi selama ini belum tahu bahwa mereka adalah satu, oleh nabi-nabi itu diingatkanlah bahwa mereka memang adalah satu dan hakikat Kebenaran serta Kekuasaan Tertinggi itu pun adalah satu pula.
Bersama nabi-nabi itu diturunkan kitab dengan kebenaran, yaitu tuntunan bagi umat itu dalam mencari hakikat Yang Mahakuasa yang memang telah diakui adanya oleh akal murninya."Supaya (kitab) itu memberi keputu-san di antara manusia pada hal-hal yang mereka perselisihkan padanya',' terutama tentu pokok perselisihan sesudah mengakui akan ada-Nya, ialah tentang bagaimana keadaannya. Di sinilah yang kerap kali terjadi perselisihan manusia. Semuanya menurut fitrahnya mengakui ada. Akan tetapi, mereka berselisih apakah Dia itu satu atau berbilang? Secara istilah filsafat, apakah monoteisme atau polyteisme? Apakah tauhid atau syirik? Kitab-kitab itu menuntun kepada tauhid. Dalam sejarah perkembangan pikiran tentang ketuhanan memang selalu ada perselisihan di antara tauhid dan syirik. Dan, dalam sejarah pun terdapat bahwa pada pokoknya manusia tetap percaya akan satu Tuhan Yang Mahabesar, sedangkan tuhan-tuhan yang lain hanya di bawah kuasa-Nya jua. Orang Yunani mengakui bahwa Yang Mahakuasa Tertinggi hanya satu, yaitu Apollo!
Namun, setelah nabi-nabi itu datang dan pergi, dan kitab-kitab telah tinggal, ternyata timbul lagi perselisihan. Mengapa jadi timbul perselisihan? Lanjutan ayat menerangkan dengan jelas, “Dan tidaklah berselisih tentang (kitab) itu, melainkan orang-orang yang telah diberikan kepada mereka. Sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan, lantaran dengki di antara mereka." Inilah rahasianya!
Kitab-kitab sudah banyak, catatan pun ada, tetapi perselisihan timbul juga. Sebabnya ialah dengki. Walaupun manusia itu hakikatnya adalah satu, tetapi dalam dirinya sendiri-sendiri terdapat pula rangsangan-rangsangan hawa nafsu yang membawa perselisihan. Adapun orang-orang yang bersaudara seibu sebapak kadang-kadang berselisih dan bertengkar lebih hebat daripada perselisihan dan pertengkaran mereka dengan orang lain. Kadang-kadang orang mau bersatu semua, tetapi semuanya pula ingin memimpin. Semua ingin bersatu, tetapi tidak semua ingin dipimpin. Maka, terombang-ambinglah kebenaran oleh hawa nafsu manusia dan timbullah perpecahan umat yang pada hakikatnya adalah satu, oleh nafsu perpecahan yang ada pada manusia.
Akan tetapi, dapatkah manusia terlepas dari perselisihan ini? Ujung ayat memberikan penegasan, “Maka, Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman, dari hal yang diperselisihkan oleh orang-orang itu dengan kebenaran, atas izin-NyaMaka, dengan petunjuk Allah dapatlah orang-orang yang beriman itu, orang-orang yang percaya itu, mengatasi segala perselisihan dan langsung menuju kepada hakikat yang asli, yaitu bahwa umat manusia adalah umat yang satu. Satu sejak dalam fitrahnya, mengakui bahwa Allah itu Esa adanya. Dan, percayalah mereka kepada kesatuan seluruh kitab dan kesatuan seluruh nabi. Mereka akuilah sekalian nabi itu, baik yang tersebut namanya dalam Al-Qur'an maupun tidak. Dan, mereka pun berimanlah bahwa Nabi Musa pernah membawa kitab wahyu yang bernama Taurat dan Nabi Isa membawa kitab suci yang bernama Injil. Dan, nabi-nabi yang lain membawa pula Zabur-Zabur dan shuhuf. Semuanya itu diperkenalkan di dalam kitab yang terakhir yang mereka terima, yaitu Al-Qur'an. Mereka percaya bahwa kitab-kitab suci itu memang pernah ada. Dan, terhadap catatan-catatan yang sekarang ini, karena telah banyak campur tangan manusia, beratus kali salinan, telah banyaklah hal yang meragukan padanya. Meskipun kalau dicari dengan saksama, tetapi pelajaran kesatuan itu masih ada di dalamnya. Untuk menghilangkan keraguan beragama, dihimpunkanlah semuanya kepada kitab terakhir, ialah Al-Qur'an.
“Dan Allah memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus."
Oleh sebab janji Tuhan bahwa Dia akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, selalulah umat beriman berdoa dalam shalatnya yang sekurang-kurangnya lima waktu sehari semalam, supaya dia diberi petunjuk itu. Dan, orang yang lain pun, meskipun mereka dalam lingkungan Yahudi atau Nasrani; Budha ataupun Hindu, Khong Hu Chu atau Lao Tse, mudah saja bagi Allah memberi mereka petunjuk kalau Allah meng-hendaki-Nya. Sebab, kitab kebenaran masih terbuka terus untuk dibaca oleh semua orang.