Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
أَيُّ
manakah/siapakah
شَيۡءٍ
perkara
أَكۡبَرُ
lebih besar/kuat
شَهَٰدَةٗۖ
kesaksian
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُۖ
Allah
شَهِيدُۢ
menjadi saksi
بَيۡنِي
antara aku
وَبَيۡنَكُمۡۚ
dan antara kamu
وَأُوحِيَ
dan diwahyukan
إِلَيَّ
kepadaku
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانُ
Al Qur'an
لِأُنذِرَكُم
supaya aku memberi peringatan kepadamu
بِهِۦ
dengannya
وَمَنۢ
dan siapa/orang
بَلَغَۚ
ia telah sampai
أَئِنَّكُمۡ
apakah sesungguhnya kamu
لَتَشۡهَدُونَ
sungguh kamu mengakui
أَنَّ
bahwa
مَعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِ
Allah
ءَالِهَةً
Tuhan-Tuhan
أُخۡرَىٰۚ
yang lain
قُل
katakanlah
لَّآ
tidak
أَشۡهَدُۚ
aku mengakui
قُلۡ
katakanlah
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
هُوَ
Dia
إِلَٰهٞ
Tuhan
وَٰحِدٞ
satu/esa
وَإِنَّنِي
dan sesungguhnya aku
بَرِيٓءٞ
berlepas diri
مِّمَّا
dari apa yang
تُشۡرِكُونَ
kamu persekutukan
قُلۡ
katakanlah
أَيُّ
manakah/siapakah
شَيۡءٍ
perkara
أَكۡبَرُ
lebih besar/kuat
شَهَٰدَةٗۖ
kesaksian
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُۖ
Allah
شَهِيدُۢ
menjadi saksi
بَيۡنِي
antara aku
وَبَيۡنَكُمۡۚ
dan antara kamu
وَأُوحِيَ
dan diwahyukan
إِلَيَّ
kepadaku
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانُ
Al Qur'an
لِأُنذِرَكُم
supaya aku memberi peringatan kepadamu
بِهِۦ
dengannya
وَمَنۢ
dan siapa/orang
بَلَغَۚ
ia telah sampai
أَئِنَّكُمۡ
apakah sesungguhnya kamu
لَتَشۡهَدُونَ
sungguh kamu mengakui
أَنَّ
bahwa
مَعَ
bersama/disamping
ٱللَّهِ
Allah
ءَالِهَةً
Tuhan-Tuhan
أُخۡرَىٰۚ
yang lain
قُل
katakanlah
لَّآ
tidak
أَشۡهَدُۚ
aku mengakui
قُلۡ
katakanlah
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
هُوَ
Dia
إِلَٰهٞ
Tuhan
وَٰحِدٞ
satu/esa
وَإِنَّنِي
dan sesungguhnya aku
بَرِيٓءٞ
berlepas diri
مِّمَّا
dari apa yang
تُشۡرِكُونَ
kamu persekutukan
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?” Katakanlah, “Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku mengingatkan kamu dan orang yang sampai (Al-Qur’an kepadanya). Apakah kamu benar-benar bersaksi bahwa ada tuhan-tuhan lain selain Allah?” Katakanlah, “Aku tidak bersaksi.” Katakanlah, “Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa dan aku lepas tangan dari apa yang kamu persekutukan.”
Tafsir
(Katakanlah) kepada mereka ("Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?") menjadi tamyiz yang dialihkan dari mubtada (Katakanlah, "Allah.") jika kamu tidak mengatakannya, maka tidak ada jawaban lain bagimu selain itu. (Dia menjadi saksi antara aku dan kamu) yang menyaksikan kebenaranku. (Dan Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya aku memberi peringatan kepadamu) aku membuat kamu takut hai penduduk Mekah (dengannya dan kepada orang-orang yang sampai kepadanya Al-Qur'an) diathafkan kepada dhamir yang terdapat dalam Lafal undzirakum; artinya manusia dan jin yang sampai kepadanya Al-Qur'an. ("Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?") kata tanya mengandung arti ingkar. (Katakanlah) kepada mereka ("Aku tidak mengakui") hal tersebut. (Katakanlah, "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.") terhadap Allah.
Tafsir Surat Al-An’am : 17-21
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang sanggup menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? Katakanlah, "Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. Dan Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kalian mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain selain Allah?" Katakanlah, "Aku tidak mengakui." Katakanlah "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah)."
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat suatu kebohongan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan.
Ayat 17
Allah ﷻ memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Yang memiliki kemudharatan dan kemanfaatan. Dan bahwa Dialah yang mengatur makhluk-Nya menurut apa yang Dia kehendaki, tiada yang dapat menanyakan tentang keputusan-Nya, dan tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya.
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Al-An'am: 17)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang lain:
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Fatir: 2), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ sering berdoa dengan menyebutkan kalimat berikut:
“Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang Engkau tahan, dan tiada guna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya yang bisa menyelamatkannya dari azab-Mu.” Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Ayat 18
“Dan Dialah Yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya.” (Al-An'am: 18)
Yakni Dialah Tuhan yang semua jiwa tunduk kepada-Nya, semua orang yang perkasa tunduk kepada-Nya, semua wajah berserah kepada-Nya, segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya, semua makhluk tunduk kepada-Nya, dan segala sesuatu patuh dan tunduk kepada keagungan, kebesaran, ketinggian, dan kekuasaan-Nya. Segala sesuatu menjadi kecil di hadapan-Nya, semuanya berada dibawah kekuasaan dan hukum-Nya.
“Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”(Al-An'am: 18)
Yakni dalam semua perbuatan-Nya. Segala sesuatu berada pada tempat dan kedudukan yang telah ditentukan. Karena itu, Dia hanya memberi kepada mereka yang berhak menerima, dan Dia hanya menghalangi mereka yang berhak dicegah.
Ayat 19
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya’?” (Al-An'am: 19)
Yakni siapakah di antara semuanya yang paling kuat kesaksiannya?
“Katakanlah, ‘Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kalian’.”(Al-An'am: 19)
Yakni Dialah Yang mengetahui apa yang aku sampaikan kepada kalian dan apa yang kalian katakan kepadaku.
“Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Yakni artinya Al-Qur'an merupakan peringatan bagi orang-orang yang sampai Al-Qur'an kepadanya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
“Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (Hud: 17)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Said Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', Abu Usamah, dan Abu Khalid, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, maka seakan-akan dia melihat Nabi ﷺ. Menurut Abu Khalid ditambahkan ‘dan juga berbicara dengan Nabi ﷺ’.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui jalur Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, maka sungguh Nabi Muhammad ﷺ telah menyampaikannya kepadanya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman Allah ﷻ :
“Supaya dengan itu aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya).” (Al-An'am: 19)
Bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Sampaikanlah (Al-Qur'an) dari Allah.”
Maka barang siapa yang telah sampai kepadanya suatu ayat dari Kitabullah (Al-Qur'an), berarti telah sampai kepadanya perintah Allah.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, suatu keharusan bagi orang yang mengikuti Rasulullah ﷺ melakukan dakwah seperti dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, dan memberi peringatan dengan cara yang telah disampaikannya.
Firman Allah ﷻ : “Apakah sesungguhnya kalian mengakui, wahai orang-orang musyrik, adakah tuhan-tuhan yang lain selain Allah?” Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui’.” (Al-An'am: 19)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Jika mereka bersaksi, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka.” (Al-An'am: 150)
Firman Allah ﷻ : “Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah)’.” (Al-An'am: 19)
Kemudian Allah ﷻ berfirman, menceritakan perihal Ahli Kitab, “Mereka mengenal nabi yang Aku datangkan kepada mereka ini, sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri melalui kabar dan berita yang ada pada mereka dari para rasul dan para nabi yang terdahulu. Karena sesungguhnya semua rasul telah menyampaikan berita gembira akan kedatangan Nabi Muhammad ﷺ yang disertai dengan penyebutan sifat-sifatnya, ciri-ciri khasnya, negeri tempat tinggalnya, tempat hijrahnya, dan sifat-sifat umatnya.” Karena itu, pada ayat berikutnya disebutkan:
Ayat 20
“Orang-orang yang merugikan dirinya.” (Al-An'am: 20)
Yakni mereka mengalami kerugian yang sangat fatal.
“Mereka itu tidak beriman.”(Al-An'am: 20)
Yakni kepada perkara yang jelas dan gamblang ini, yaitu berita gembira yang telah disampaikan oleh para nabi dan yang telah di isyaratkan sejak zaman dahulu hingga saat pemunculannya.
Ayat 21
Kemudian dalam firman selanjutnya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat suatu kebohongan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya?” (Al-An'am: 21)
Yakni tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah, lalu ia mengakui bahwa dirinya diutus oleh Allah, padahal Allah tidak mengutusnya. Kemudian tidak ada orang yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, hujah-hujah-Nya, bukti-bukti-Nya, dan dalil-dalil-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan.” (Al-An'am: 21)
Yakni orang-orang yang terlibat dalam membuat-buat kebohongan dan berdusta, mereka semuanya tidak mendapatkan keberuntungan.
Katakanlah, wahai Rasulullah, kepada orang-orang musyrik ini, Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya dalam mengukuhkan kebenaranku sebagai utusan Allah' Katakanlah, Allah. Dia menjadi saksi antara aku tentang apa yang aku sampaikan kepada kamu bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada ibadah kecuali kepada-Nya, dan apa yang kamu ucapkan kepadaku berupa penolakan, kesombongan, dan olokolokan. Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku sebagai bukti bahwa aku adalah utusan Allah agar dengan Al-Qur'an ini aku memberi peringatan kepadamu tentang hidup sesudah mati, pertanggungjawaban manusia di hadapan Allah, dan aku memperingatkan pula dengan Al-Qur'an ini kepada orang yang sampai Al-Qur'an kepadanya, meskipun tidak berjumpa dan tidak sezaman denganku. Dapatkah kamu benar-benar bersaksi dengan menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa ada tuhan-tuhan lain bersama Allah' Katakanlah, wahai Rasulullah kepada orang-orang musyrik itu, Aku tidak dapat bersaksi untuk membuktikan ada tuhan-tuhan lain selain Allah. Katakanlah, kepada orang-orang yang menolak itu, Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada tuhan yang memberi manfaat dan mudarat kepada manusia selain Allah, dan aku berlepas diri secara total dari apa yang kamu persekutukan, dewa-dewa dan berhala yang kalian anggap sejajar dengan Allah. Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab kepadanya, yaitu orangorang Yahudi yang diberi kitab Taurat sehingga mereka disebut Ahlulkitab, bersama kaum Nasrani yang juga Ahlulkitab karena menerima kitab Injil, mengenal Nabi Muhammad, sifat, karakter, tugas pokok, dan fungsinya sebagai nabi dan rasul terakhir, karena sudah tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Pengenalan mereka tentang Nabi Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri, namun sebagian besar dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut termasuk orang-orang yang merugikan dirinya karena mereka itu tidak beriman kepada Rasulullah, akibat kedengkian mereka kepadanya.
.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan lagi kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Quraisy tentang syahadah (kesaksian pembuktian) yang lebih kuat yakni kesaksian yang tidak mungkin mengandung unsur kedustaan, kepalsuan atau kesalahan.
Syahadah ialah keterangan yang bersumber dari pengetahuan, pengenalan dan keyakinan yang didasarkan atas penyerapan indrawi atau tanggapan pikiran dan perasaan. Perkara apakah yang akan disaksikan itu? Lalu, siapakah yang menjadi saksi, agar kesaksian itu tidak diragukan?
Perkara yang diminta untuk disaksikan itu ialah kerasulan Muhammad dan keesaan Allah yang diajarkan beliau. Orang-orang kafir menolaknya. Untuk menghadapi hal ini, Allah meminta Rasul untuk bertanya, apakah kesaksian yang paling besar? Nabi Muhammad diminta untuk menjawab, bahwa kesaksian terbesar adalah kesaksian dari Allah bahwa Nabi telah beriman sedang kafir Quraisy telah ingkar. Juga bahwa mereka kemudian diminta kesaksian mereka, apakah betul ada tuhan-tuhan selain Allah. Nabi Muhammad diminta untuk menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyaksikan hal itu. Yang disaksikannya hanyalah bahwa Tuhan itu Esa, dan beliau tidak bertanggung jawab atas kesaksian mereka. Allah telah menurunkan Al-Qur'an kepada beliau untuk memperingatkan tentang azab bagi mereka yang mendustakan kenabiannya dan ajaran yang dibawanya yang sudah diperkuat dengan kesaksian Allah. Demikian juga, Al-Qur'an itu diturunkan untuk memberikan peringatan kepada semua orang yang telah sampai Al-Qur'an itu kepada mereka. Wajiblah atas mereka untuk mengikuti Al-Qur'an sampai hari Kiamat.
Kesaksian Allah atas kerasulan Muhammad ialah:
Pertama: Kitab Al-Qur'an sebagai mukjizat yang abadi. Manusia tidak mampu menirunya baik mengenai bahasa ataupun maknanya serta isinya yang mengandung berita-berita gaib, janji kemenangan bagi Rasul dan umatnya terhadap orang-orang musyrik. Dalam Al-Qur'an itu sendiri banyak pertanyaan-pertanyaan Allah tentang kenabian dan kerasulan Muhammad.
Kedua: Kitab-kitab samawi seperti Taurat dan Injil yang menggambarkan tentang kelahiran Nabi Muhammad serta sifat-sifat dan tanda-tanda kenabian beliau.
Adapun kesaksian Allah atas kemahaesaan-Nya dan kemahakuasaan-Nya untuk mengadakan hari kebangkitan, di samping kesaksian kitab-Nya ialah:
Pertama: Kejadian manusia dan alam semesta ini yang banyak di dalamnya menunjukkan bukti-bukti keesaan-Nya dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
Kedua: Hakikat tabiat manusia yang condong untuk percaya kepada keesaan Tuhan dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Kemudian Allah menyuruh Rasulullah mengatakan kepada orang musyrik bahwa mereka sebenarnya mengakui adanya Tuhan lain di samping Allah dan beliau tidak akan mengakui sebagaimana pengakuan mereka. Bahkan beliau diperintahkan untuk mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan itu Allah Yang Maha Esa, sebagai pernyataan keyakinan yang berlawanan sepenuhnya dengan keyakinan orang musyrik dan beliau bersih dari upaya menuhankan apa yang mereka pandang sebagai sekutu Allah seperti patung, berhala atau nama-nama lain yang semakna dengan pengertian sekutu itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 13
“Dan bagi-Nyalah apa yang tenang di malam hari dan siang. Dan Dia adalah mendengar lagi mengetahui."
Semuanya telah diadakan oleh Allah. Dengan demikian, apabila seorang manusia telah berpikir dengan tenang (sakana dari sakinah), dia pun melihat adanya alam ini dalam kete-nangannya. Terutama ketika sunyi sepi pada malam hari. Ini dapat dirasakan kalau kita bangun tengah malam buat mengerjakan shalat Tahajjud. Malam dalam keadaan sangat tenang sebab itu didahulukan menyebut ketenangan malam daripada ketenangan siang. Dan pada siang hari pun apabila kita sendiri berpikir dengan tenang, alam keliling kita pun akan terasa tenang. Lautan dan daratan tenang, angin sepoi pun tenang. Bahkan awan berarak di langit, kapal berlayar di laut, kereta api meluncur di darat, semuanya berjalan dengan tenangnya. Meskipun tenang, semuanya itu berjalan dengan peraturan tertentu dari Allah. Dengan tenangnya matahari beredar setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan detik. Tidak berubah-ubah sudah berjuta-juta tahun. Kita tenang dan perasaan kita tidak gelisah kalau terlambat satu atau dua jam. Jadi, bawalah hal itu berpikir pada peredaran alam. Semua ketenangan itu adalah bagi Allah. Menjadi tenang karena yang mengatur semuanya ialah Allah sendiri sehingga tidak pernah matahari terlambat, walaupun setengah detik dari waktunya sehingga kita manusia berani menghitung putarannya buat seribu tahun ataupun seratus ribu tahun. Sebab, Allah sendiri yang mengaturnya maka semuanya jadi begitu. All is running well, kata orang Inggris. Semua berjalan menurut mestinya. Dan Dia, yaitu Allah, adalah mendengar dan selalu mengetahui. Selalu menjaga dan membereskan. Laksana sebuah kapal besar berlayar di laut lepas, semua penumpang tidur dengan nyenyaknya, sebab mereka percaya bahwa nakhoda kapal itu menjamin keselamatan mereka, mendengar di mana kerusakan mesin, mengetahui apa yang kurang dan apa bahaya yang mengancam. Adapun Allah dengan sifat mendengar dan mengetahui, membuat seluruh alam ini, langit dan bumi, siang dan malam, dan segala apa perlengkapannya beredar dengan tenang. Nakhoda ialah Allah sendiri.
Ayat 14
Katakanlah, “Adakah yang selain Allah akan aku ambil jadi pemimpin?"
Begitu pimpinan Allah atas alam; begitu tenang jalannya edaran malam dan siang, begitu beresnya peraturan yang berlaku, masihkah aku akan mencari yang lain buat aku jadikan pimpinan? Akan aku gantikah pimpinan dengan yang selain Allah? “Pencipta langit dan bumi?" Sedangkan yang lain-lain itu tidak dapat mencipta apa-apa sama juga dengan aku sendiri."Dan Dia yang memberi makan dan bukan Dia yang diberi makan?" Mengapa aku akan memilih pemimpin yang lain daripada Allah? Sedangkan makanku dan makan orang yang akan aku jadikan pimpinan itu Allah Ta'aala sendiri yang menjamin? Sedangkan manusia yang dijadikan pimpinan itu, dia tidak mau memimpin kalau tidak diberi jaminan makanan!
Alangkah tepat apa yang difirmankan Allah itu. Aulia atau sesuatu yang kamu anggap menjadi pemimpin-pemimpin selain Allah, yang kamu katakan. Wali tempat berlindung itu, tidaklah sanggup memberi kamu makan, bahkan dialah yang kamu beri makan.
Seorang datang meminta tolong pada kuburan yang dianggapnya keramat. Sehabis meminta tolong, dia meletakkan sajian pada kubur. Seorang yang menyembah berhala menyediakan “makanan" buat berhala itu sebagaimana sering kita lihat saji-sajian yang penuh dihidangkan di muka toapekong yang dipuja oleh orang-orang China.
Orang yang percaya akan kesaktian keris, setiap malam Jum'at memandikan keris itu dengan air limau, kembang tujuh ragam, dan dibakarnya kemenyan. Rupanya keris pernah juga merasa gerah kepanasan. Demikian juga orang yang percaya dengan bunyi burung perkutut. Mereka tergila-gila menjaga bunyi burung itu, bagaimana gayanya, saat apa dia bernyanyi. Kadang-kadang, pada zaman modern ini ada orang yang menampung bunyi burung itu dengan tape recorder, untuk diputarkan kembali, untuk mengetahui apa maksud bunyi itu. Dan dia percaya bahwa bunyi burung itu mengandung arti yang berisi “ilham" tentang petunjuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu. Untuk itu, mereka terpaksa membuntukan pikiran dan logika (mantik) yang sehat lalu menumbuhkan sendiri kepercayaan bahwa bunyi burung itu mengandung ilham atau wahyu. Kemudian, ditanyakanlah kepada dukun apa yang mesti jadi makanan burung itu.
Manusia-manusia yang mabuk kekuasaan yang meminta supaya dirinya dipuja seperti memuja Tuhan dan meminta pula supaya apa saja perintahnya agar dipandang sebagai Al-Qur'an dan hadits yang pada lahirnya kelihatan gagah perkasa, diiringkan ke mana berjalan dengan dayang-dayang inang pengasuh, ada yang membawa kipas, ada yang membawakan payung, dan ada yang memegang tasnya, ada yang membawakan tempat ludahnya, dan ada yang memijit kakinya. Dan harus dikawal oleh sekian Jeep jalan di muka, sekian pula feep jalan di belakang, sekian puluh pula sepeda motor, dan diiringkan pula oleh sekian panser bersenjata lengkap, sekian puluh tim dokter pemeriksa kesehatan beliau. Beliau ini mesti dicukupkan makannya, dicukupkan pakaiannya, dicukupkan kendaraannya, dan dicukupkan berapa istana dia mau.
Dia adalah manusia biasa bahkan jiwanya lebih bobrok daripada manusia biasa. Seorang jahat, bajingan, tetapi bahunya penuh dengan bintang-bintang. Dia naik karena orang lain lekas turun. Dia merasa dirinya jadi dewa karena memang orang-orang di kiri-kanannya mendewakannya. Padahal, dia adalah seorang manusia lemah yang pernah menderita sakit dan pernah menderita lapar yang makan-minumnya mesti dijamin oleh orang-orang yang mendewakannya itu sendiri.
Dan kepada guru-guru kerap kali murid memuja-muja, kial-kiai atau alim pancita kerap kali dikultuskan, diagungkan, malahan peranan mereka itu didewakan sehingga sisa makannya jadi rebutan. Pengikut-pengikutnya yang bodoh berlomba memberinya pakaian, menghadiahkan keperluan hidupnya, dan menyediakan makannya. Saya sendiri, sebagai seorang mubaligh, guru dan banyak murid, imam dan banyak makmum, sungguh-sungguh kebanyakan sumber hidup saya karena bantuan dari murid-murid saya. Menjadi guru pun ujian besar bagi seseorang. Kalau dia tidak hati-hati dan tidak lekas membawa muridnya kepada tauhid yang sejati dengan tidak disadari bisa saja dipuja oleh murid-muridnya sehingga dengan tidak disadari dia telah dianggap sama dengan wali. Dan wali di sini sudah disalahartikan, tidak lagi menurut arti yang baik. Melainkan menjadi arti yang terlarang yang dijelaskan dalam ayat ini.
Oleh sebab itu, hendaklah seorang guru atau seorang yang dianggap ulama atau yang dianggap sebagai “Syekh Mursyid" dalam ilmu tasawuf berhati-hati di dalam membimbing murid-muridnya. Jangan sampai guru itu mencela muridnya kalau taklid kepada seorang ulama, wajib langsung pada Al-Qur'an dan hadits, tetapi dengan tidak disadari, si guru telah memaksakan dengan halus kepada muridnya supaya jika mereka memahamkan Al-Qur'an dan hadits wajiblah menurut yang dipahamkan oleh gurunya itu. Tanpa sadar, si guru telah mengangkat dirinya menjadi wali atau aulia selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada dan tidak mungkin ada selain Allah akan jadi aulia atau pemimpin atau pimpinan. Sebab, yang selain daripada Allah adalah bergantung semua nasibnya kepada Allah, baik langit maupun bumi yang demikian besar atau manusia yang mana pun dalam bumi ini. Semuanya, walaupun mereka digelari waliyullah, memerlukan makan dan yang menjamin makannya ialah Allah. Oleh karena itu, tidak ada lain jalan, lebih baik langsung menyerahkan diri kepada Allah."Katakanlah, ‘Sesungguhnya disuruh supaya menjadi orang yang mula-mula menyerah diri.'" Karena yang mencipta langit dan bumi hanya Allah, yang membuat tenang jalannya Dia juga, yang menjamin makan minum makhluk Dia juga, kepada siapa lagi aku mesti menyerah? Tentu kepada-Nya, lain tidak! Dia sendiri, Allah itu, yang memerintahkan kepadaku. Aku, Muhammad, hamba-Nya dan utusan-Nya. Muslim! Dan aku pun dilarang berbuat sebaliknya.
“Dan sekali-kali jangan engkau jadi dari golongan orang-orang yang musyrik."
Alangkah mendalam dan amat halusnya dakwah ini. Rasul ﷺ disuruh membawa segala soal itu kepada dirinya sendiri. Dia yang bertanya dan dia yang disuruh menjawab. Namun, apa yang dituju adalah umat yang masih kufur itu untuk membuka mata dan hati mereka.
Disampaikan dengan penuh kasih sayang. Satu tanggung jawab besar. Yang diri beliau sendiri tidak terletak dari dalamnya. Dia menyeru pada Islam, menyerah diri kepada Allah. Namun, dia yang dahulu sekali. Dia melarang orang musyrik, tetapi dia yang lebih dahulu menerima larangan itu. Dan sambungan ayat lebih menegaskan lagi.
Ayat 15
Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut jikalau aku mendurhaka kepada Tuhanku, akan adzab di hari yang besar."
Ayat ini pun satu cara dakwah yang lebih mendalam lagi. Setelah penulis tafsir ini merenungkannya, patutlah apa yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat Rasulullah dan tabi'in itu bahwa surah yang sebuah ini ketika diturunkan, telah diiringkan oleh 70 ribu malaikat. Rasulullah ﷺ yang maksum dari dosa, masih saja menyatakan takutnya akan kehebatan hari Kiamat itu bahwa kalau dia diadzab Allah lantaran durhaka, tidak ada orang lain yang dapat mengelakkan. Dia sendiri pun merasa takut akan hari itu. Kalau-kalau ada amalnya yang menimbulkan murka Allah. Bertambah beliau menyatakan ini, bertambah yakin kita bahwa beliaulah Rasulullah ﷺ Dan orang yang masih juga kufur, moga-moga terbukalah hatinya mendengar ini.
Ayat 16
“Barangsiapa yang dipalingkan daripada (adzah itu) pada hari itu maka sesungguhnya Dia telah memberi rahmat kepadanya dan itulah dia kemenangan yang nyata."
Ayat ini menjelaskan lagi tentang ayat 12 sebelumnya bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada diri-Nya sendiri memberikan rahmat kepada hamba-Nya. Dan rahmat itu bukan hanya sekadar di dunia ini saja. Rahmat di dunia belum berarti apa-apa dibandirigkan rahmat di akhirat, asal si hamba pandai menampung rahmat itu di dunia sehingga terus diterimanya sampai ke akhirat. Namun, kalau dia durhaka dan tidak beriman, bukan rahmat yang akan diterimanya di sana, melainkan adzab. Kalau makhluk insani dipalingkan dari adzab itu dan barulah dia beroleh kemenangan yang nyata, sesudah berpayah-payah berjuang melawan musuh dalam dunia ini, yaitu hawa nafsu dan tipu daya setan.
Lanjutan ayat masih saja dibawa oleh Rasul kepada dirinya sendiri untuk dicamkan oleh orang yang berpikiran:
Ayat 17
“Dan jika Allah mengenakan engkau dengan suatu bahaya maka tidak seorang pun yang bisa melepaskannya kecuali Dia. Dan jika Dia mengenakan engkau dengan suatu kebaikan maka adalah Dia atas tiap-tiap sesuatu Mahakuasa."
Entah engkau ditimpa satu kemalangan, entah engkau ditimpa sakit, payah, miskin, duka cita, kematian, kena fitnah orang, dan lain-lain yang pasti terjadi dalam pergolakan hidup ini yang berpasang naik berpasang turun, tidaklah ada yang lain yang akan dapat melepaskan engkau dari bahaya itu, melainkan Allah saja. Tidak ada yang lain tempat mengadu, tidak ada orang lain yang akan dijadikan pemimpin, seperti disebutkan sebelumnya. Suatu saat, pasti engkau akan mera-sakan karena bahaya yang menimpa dirimu bahwa tidak ada tempat mengadu melainkan Dia saja.
Dia saja yang akan melepaskan dan orang lain tidak. Ke mana pun engkau mengadu, segala pinta akan tertutup, orang lain tidak berdaya. Kalau engkau tidak menginsafi hal ini engkau akan sansai sendirian. Kadang-kadang, engkau dilepaskannya dengan sebab engkau lalui usaha yang mengandung sebab dan akibat. Kadang-kadang, terlepas engkau dari bahaya itu karena Allah mengaruniakan ke dalam hati engkau perasaan bahwa itu bukan bahaya, tetapi ujian Allah atas imanmu kepada-Nya. Artinya, tanda kasih-Nya dan terkadang engkau dilepaskan-Nya bukan ka-rena ikhtiarmu sendiri, melainkan semata-mata karunia-Nya. Sebab, karunia Allah itu tiada batas. Segala pujilah bagi-Nya. Sebaliknya, apabila Dia mengenakan engkau dengan satu kebajikan, misalnya badan sehat, harta ada, anak istri menyenangkan hati, kedudukan dalam masyarakat ditinggikan dan disegani orang, makan cukup, rumah ada, hidup terjamin, dan sebagainya. Dan Dia pulalah yang Mahakuasa menjaganya dan memeliharanya. Dari Dialah semuanya itu, bukan dari orang lain. Dan kalau ada sebab dari orang lain maka orang lain itu hanya sebab saja sebagai penyalur. Hakikat sejati adalah dari Allah. Sebab Allah Yang Mahakuasa. Oleh karena itu, walaupun engkau datang berulang-ulang ke Kuburan Keramat Luar Batang minta dihindarkan dari bahaya atau minta naik pangkat, percumalah perbuatan itu sebab keramat tersebut tak berkuasa apa-apa. Itulah sebabnya pangkal surah al-An'aam dimulai dengan ‘Alhamdulillah", segala puji-pujian hanya kepunyaan Allah!
Kata ahli tafsir, dalam ayat ini tersembunyi suatu rahasia yang harus diperhatikan. Yaitu mendahulukan menyebut ditimpa bahaya daripada dikenakan kebaikan. Mengapa demikian? Karena pada hakikatnya, bila Allah mengenakan sesuatu bahaya, tidaklah itu sesuatu kejahatan dari Allah, tetapi sebagai pendidikan guna melatih jiwa hamba-Nya. Dengan adanya malapetaka yang menimpa, si hamba dapat melatih dirinya. Kegelisahan bisa bertukar menjadi ketenangan. Akhlak dapat dibentuk, adab bisa ditingkatkan, ilmu bisa bertambah, dan pengalaman menambah kaya jiwa sehingga malapetaka bisa menjadi nikmat. Kadang-kadang, memang pahit malapetaka itu. Namun, karena diri dipakai meminumnya, sembuhlah penyakit dalam jiwa. Bahkan sebaliknya, kesenangan, kemuliaan, dan kebaikan, kalau tidak pandai menyambutnya, bisa bertukar menjadi peracun jiwa.
Ayat 18
“Dan Dialah yang Mahaperkasa atas hamba-hamba-Nya dan Dia adalah Mahabijaksana lagi sangat meneliti."
Al-Qaahir, kita artikan Mahaperkasa atau sangat berwibawa sehingga si hamba tidak dapat melepaskan diri pada jalan apa yang telah Dia tentukan. Mau tidak mau, dia mesti menuruti jalan yang telah digariskan-Nya itu. Sehingga pribSdi seorang hamba tidak sang
gup si hamba itu menukarnya dengan pribadi lain. Aku telah ditentukan menjadi aku, tidak boleh keluar dari garis yang telah ditentukan buat aku. Si Ahmad tak dapat menjadi si Ali dan si Zakiyah tak bisa menjadi si Fauziyah.
Telah ditentukan oleh Al-Qaahir mesti begitu sejak dari dalam rahim bunda, bahkan lebih dahulu dari itu. Itu sebabnya, tidak ada dua orang manusiayangsama bentuknya, sama perangainya, sama rupa mukanya, atau sidik jarinya. Namun dia, selain dari Al-Qaahir, ada pula bijaksana. Dengan penuh kebijaksanaan-Nya, tiap-tiap hamba-Nya itu Dia bawa menempuh jalan yang telah digariskan tadi. Kadang-kadang, si makhluk itu sendiri pun heran, betapa pintar dan bijaksananya Allah menentukan jalan hidupnya. Ingatlah cerita Nabi Yusuf yang oleh Allah al-Qaahir telah ditentukan akan menjadi nabi, rasul, dan menteri besar. Namun, dengan kebijaksanaan Allah, al-Qaahir, dia terlebih dahulu mesti dicampakkan saudara-saudaranya masuk ke sumur, lalu dijadikan orang menjadi budak yang diperjualbelikan, lalu masuk penjara. Karena dari ketiga perangkat penderitaan itu, dia akan dipanggil dari dalam penjara untuk menjadi menteri besar. Untuk menentukan itu semuanya, selain Dia adalah al-Qaahir dan al-Hakim, sangat bijaksana, Dia pun al-Qaahir, sangat mendalam pengetahuan-Nya atas segala soal itu dan sangat teliti sekali serta je-limet.
Untuk mendalami tafsir ini, baiklah masing-masing bisa meniliknya pada kejadian diri sendiri terutama kalau kita sudah agak berumur. Mengapa aku sampai begini? Terkadang yang kita rencanakan tidak terjadi, tetapi rencana Allah yang langsung! Sehingga kita sampai ke tempat yang Dia telah tentukan, tidak atas kehendak kita.
Ayat 19
Katakanlah, “Apakah yang terlebih besar kesaksiannya?"
Seperti tadi pula, Allah memerintahkan kepada Rasul ﷺ memulai pertanyaan, yaitu pertanyaan yang akan timbul dari orang-orang yang tengah dihadapi dan diberi dakwah itu. Artinya, kalau misalnya mereka bertanya kepada engkau, wahai utusan-Ku, manakah saksi yang lebih besar untuk membuktikan kebenaran yang engkau bawa itu? Atau, apa jaminan atas kebenarannya?
“Katakanlah, ‘Allah-lahyang menjadi saksi di antara aku dan di antara kamu.'" Artinya, jika demikian pertanyaan mereka, hendaklah engkau jawab bahwasanya saksi atas kebenaran risalah yang aku bawa kepada kamu dan seruan yang aku sampaikan, bukan orang lain, melainkan Allah sendiri. Bahwa Allah itulah yang mengangkat aku menjadi utusan-Nya."Dan telah diwahyukan kepadaku Al-Qur'an ini," langsung dari Allah sendiri “untuk memberi ancaman kepada kamu dengan dia dan kepada barangsiapa yang telah sampai." Adapun Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku untuk disampaikan kepada kamu, demikian juga untuk melanjutkan kepada barangsiapa jua pun yang sampai kepadanya seruan ini. Memberikan ancaman siksaan Allah dan adzab-Nya bagi barangsiapa yang mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dengan inilah ditegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah semata-mata diturunkan kepada manusia di Mekah kala Nabi Muhammad ﷺ hidup saja, melainkan kepada seluruh manusia yang sampai kepadanya bunyi dan isi Al-Qur'an ini. Di mana pun dia berdiam dan pada masa yang mana pun sesudah itu, walaupun setelah Rasulullah ﷺ wafat. Seruan Al-Qur'an tetap berlaku asal saja Al-Qur'an masih tetap sampai dan disampaikan kepada mereka.
SUDAHKAH SAMPAI SERUAN ITU?
Telah empat belas abad wahyu Ilahi turun dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad ﷺ Dan, diwajibkan Nabi ﷺ menyampaikan bunyi wahyu itu kepada manusia. Untuk kelanjutan menyampaikan itu maka khalifah Rasulullah yang pertama, Sayyidiria Abu Bakar ash-Shiddiq telah berusaha mengumpulkan wahyu itu menjadi satu mushaf. Setelah beliau meninggal, mushaf Abu Bakar itu tersimpan pada Sayyidiria Umar bin Khaththab. Kemudian, disalin menjadi beberapa naskah oleh Amiril Mukminin Sayyidiria Utsman bin Affan.
Kita bersyukur kepada Allah karena Al-Qur'an itu telah dikumpul menjadi satu, diriamai mushaf al-Imam atau mushaf Utsmani. Dan, beruntunglah bangsa Arab sebab Al-Qur'an itu diturunkan dalam bahasanya. Dan satu hal yang mengagumkan pula bahwa agama Islam telah dianut oleh berpuluh macam bangsa dengan berpuluh bahkan beratus macam bahasa, tetapi mereka bersatu dalam bahasa Arab. Namun, patutlah diakui bahwa sampai sekarang belumlah seluruh umat manusia mengerti bahasa Arab. Bahkan umat yang menganut Islam itu sendiri pun masih banyak yang belum mengerti bahasa itu.
Kita mengakui bahwa dalam masa 14 abad yang telah berlalu itu, ulama-ulama Islam telah berusaha menyampaikan isi Al-Qur'an itu. Baik dengan cara menyebarkan bahasa Arab sebagai usaha pertama dan utama maupun dengan menyalin dari bahasa Arab, bahasa Al-Qur'an ke dalam bahasa yang lain. Inilah yang menyebabkan tersebarnya Islam di muka dunia ini, sedangkan yang berkhidmat dalam menyampaikan seruan ini bukan saja orang Islam berkebangsaan Arab. Beratus ulama Islam dari bangsa Iran (Persia), beratus dari bangsa Hindustan, beratus dari Turki. Semua penulis dalam bahasa Arab. Sebab, tidak ada orang Islam yang sadar akan agamanya yang mengatakan bahwa bahasa Arab itu hanya kepunyaan orang Arab, melainkan terus dipegang teguh bahwa bahasa Arab adalah bahasa agama Islam. Namun, sejak pengaruh penjajahan Barat masuk ke negeri-negeri Islam 300 tahun terakhir, bangsa penjajah berusaha menanamkan perasaan kebangsaan, membela bangsa sendiri, membela bahasa sendiri dengan anti berangsur-angsur menanamkan perasaan antipati pada bahasa Arab. Di Indonesia ini perasaan itu masuk secara berangsur, tetapi di Turki perasaan itu masuk secara revolusioner atas anjuran Kemal Atta-turk. Ketika Kemal Attaturk mengambil tindakan menghapuskan bahasa Arab dan tulisan Arab, seluruh negeri-negeri Barat memuja Kemal Attaturk setinggi langit, sebab dia “revolusioner".
Dan di Indonesia sendiri, menggelegaknya rasa nasionalisme dengan membangkit-bangkitkan kebesaran Gajah Mada, mulailah terdengar usaha hendak membentuk agama Islam secara nasionalistis dan sayup-sayup mulai terdengar kata bersihkan tanah air dari pengaruh Arab. Namun, mubaligh-mubaligh dan guru-guru Islam bekerja keras membendung gelombang bikinan itu. Perkumpulan-perkumpulan Islam bekerja keras menyampaikan seruan Islam, baik dengan menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Melayu, Indonesia, dan bahasa daerah maupun dengan menyebarkan bahasa Arab itu sendiri.
Menilik pada segala usaha hendak memojokkan Al-Qur'an itu yang sudah terang berasal dari usaha kaum kolonial, penjajah jasmani, ruhani, zendirig, dan misi Kristen yang tidak senang dengan kebangkitan Islam, atau usaha kaum Komunis yang nyata-nyata anti agama maka kegiatan pemuka-pemuka Islam yang merasa dirinya bertanggung jawab lahir-batin, dunia-akhirat amat beratlah sekarang untuk menyampaikan Al-Qur'an ini, baik terhadap umat Islam sendiri yang baru bernama Islam karena keturunan maupun terhadap pihak lain yang pada zaman modern ini sangat haus ruhaninya pada bimbingan Al-Qur'an.
Demikianlah bunyi ayat tadi, yaitu bahwa Al-Qur'an diwahyukan kepada nabi kita Muhammad ﷺ untuk memberi ancaman kepada umat manusia kalau mereka berbuat suatu kesalahan terhadap Allah dan peringatan kepada orang yang telah sampai kepadanya seruan ini.
Menurut sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Abu Na'im dan al-Khathib, dari Ibnu Abbas r.a., berkata Rasulullah ﷺ:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an, samalah artinya bahwa dia telah bercakap-cakap langsung dengan aku." (HR Ibnu Mardawih, Abu Na'im dan al-Khatib)
Keterangan Rasulullah ﷺ yang disampaikan oleh Ibnu Abbas ini dapat dipahamkan sebab Al-Qur'an itu diterima secara mutawatir, dari satu keturunan (generasi) kepada satu keturunan yang mustahil akan sepakat satu golongan membuat susunan ayat secara dusta, baik lafazhnya maupun maknanya. Memang lantaran sebab yang demikian, walaupun sudah berlalu 14 abad lamanya, tetapi lafazh Al-Qur'an dan maknanya masih tetap sebagaimana yang diterima oleh Rasul. Tidak ada tambahan baru dan tidak ada pengurangan sehingga satu Al-Qur'an yang salah cetak saja, kekurangan satu baris atau satu titik, seluruh Muslimin di dunia dapat mengetahui dan menegurnya.
Dirawikan pula oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Dharis, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh dari Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi.
Dia berkata:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an, samalah artinya dia celah melihat wajah Rasulullah ﷺ." (HR Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Dharis, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Abusy-Syaikh)
Dan dalam riwayat yang lain pula:
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an lalu dipahamkannya dan diperhatikannya dengan akal waras, samalah artinya dia dengan orang yang telah. melihat Nabi ﷺ dengan mata kepalanya sendiri dan bercakap-cakap dengan Nabi ﷺ"
Oleh sebab itu, wajiblah atas orang yang telah mengerti, walaupun baru satu ayat, supaya menyampaikannya pula kepada orang yang belum mengetahuinya. Sebagaimana tersebut di dalam satu hadits:
“Sampaikanlah di atas namaku, walaupun satu ayat."
Setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan memikul kewajiban untuk me-nyampaikan seruan Islam kepada orang lain. Baik kepada teman seagama sendiri yang belum paham arti agamanya maupun kepada orang lain yang belum memeluk Islam.
Amat penting diperhatikan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy-Syaikh daripada Ubay bin Ka'ab bahwa pada suatu ketika dibawalah kepada Rasulullah ﷺ, beberapa orang tawanan perang. Setelah orang-orang itu menghadap, bertanyalah Rasulullah kepada mereka:
“Sudahkah kamu diseru (didakwahi) kepada Islami"
Mereka menjawab, “Belum!" Kemudian, bersabdalah Rasulullah kepada para sahabat yang hadir,
“Lepaskanlah, mereka pergi sehingga mereka sampai kembali ke tempat aman mereka! Sebab kepada mereka belum sampai dakwah." (HR Abusy-Syaikh)
Kejadian dengan tawanan ini dapat men
jadi pertimbangan bagi kita kaum Muslimin. Kalau ada orang yang belum mengerti Islam, lalu mereka tertarik pada agama lain bukanlah mereka yang salah, melainkan kita umat Islam yang telah lama menerima pusaka Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang salah karena kita belum menyampaikan dakwah kepada mereka.
Kita teruskan penafsiran lanjutan ayat: Sekarang mereka pula yang ditanya, “Apakah kamu menyaksikan bahwa beserta Allah itu ada tuhan-tuhan yang lain?" A ku telah berani menegaskan bahwa saksiku adalah Allah sendiri, Dia yang mengutusku, Al-Qur'an dan Dia aku terima. Sekarang kamu ini menyembah berhala, jadi, sanggupkah kamu menunjukkan siapakah yang menyaksikan kebenaran pendirianmu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu? “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidaklah menyaksikan itu."‘ Aku sendiri tidak dapat memberikan kesaksian atas kebenaran perbuatan kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu. Namun, yang dapat aku saksikan ialah bahwa Allah itu Esa jua adanya.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Satu dan sesungguhnya aku berlepas diri daripada apa yang kamu persekutukan itu.'"
Sesudah menunjukkan dalil-dalil, seruan, dan dakwah dari hati ke hati yang dapat membangkitkan pikiran mereka yang bersih, lepas dari pengaruh hawa nafsu, akhirnya diberilah kesimpulan dari segenap pertukaran pikiran itu, yaitu bahwa Allah tetap satu, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Mempersekutukan Allah dengan yang lain bukanlah pekerjaan yang benar dan tidaklah ada alasannya tidah masuk akal dan pikiran. Dan, tidak dapat disaksikan kebenarannya oleh siapa pun juga selama manusia masih diberi berkebebasan memakai akalnya.
“Barangsiapa yang telah sampai kepadanya Al-Qur'an lalu dipahamkannya dan diperhatikannya dengan akal waras, samalah artinya dia dengan orang yang telah. melihat Nabi ﷺ dengan mata kepalanya sendiri dan bercakap-cakap dengan Nabi ﷺ"
Oleh sebab itu, wajiblah atas orang yang telah mengerti, walaupun baru satu ayat, supaya menyampaikannya pula kepada orang yang belum mengetahuinya. Sebagaimana tersebut di dalam satu hadits:
“Sampaikanlah di atas namaku, walaupun satu ayat."
Setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan memikul kewajiban untuk me-nyampaikan seruan Islam kepada orang lain. Baik kepada teman seagama sendiri yang belum paham arti agamanya maupun kepada orang lain yang belum memeluk Islam.
Amat penting diperhatikan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy-Syaikh daripada Ubay bin Ka'ab bahwa pada suatu ketika dibawalah kepada Rasulullah ﷺ, beberapa orang tawanan perang. Setelah orang-orang itu menghadap, bertanyalah Rasulullah kepada mereka:
“Sudahkah kamu diseru (didakwahi) kepada Islami"
Mereka menjawab, “Belum!" Kemudian, bersabdalah Rasulullah kepada para sahabat yang hadir,
“Lepaskanlah, mereka pergi sehingga mereka sampai kembali ke tempat aman mereka! Sebab kepada mereka belum sampai dakwah." (HR Abusy-Syaikh)
Kejadian dengan tawanan ini dapat menjadi pertimbangan bagi kita kaum Muslimin. Kalau ada orang yang belum mengerti Islam, lalu mereka tertarik pada agama lain bukanlah mereka yang salah, melainkan kita umat Islam yang telah lama menerima pusaka Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang salah karena kita belum menyampaikan dakwah kepada mereka.
Kita teruskan penafsiran lanjutan ayat: Sekarang mereka pula yang ditanya, “Apakah kamu menyaksikan bahwa beserta Allah itu ada tuhan-tuhan yang lain?" A ku telah berani menegaskan bahwa saksiku adalah Allah sendiri, Dia yang mengutusku, Al-Qur'an dan Dia aku terima. Sekarang kamu ini menyembah berhala, jadi, sanggupkah kamu menunjukkan siapakah yang menyaksikan kebenaran pendirianmu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu? “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidaklah menyaksikan itu."‘ Aku sendiri tidak dapat memberikan kesaksian atas kebenaran perbuatan kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah itu. Namun, yang dapat aku saksikan ialah bahwa Allah itu Esa jua adanya.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Satu dan sesungguhnya aku berlepas diri daripada apa yang kamu persekutukan itu.'"
(ujung ayat 19)