Ayat
Terjemahan Per Kata
ذِكۡرُ
peringatan/penjelasan
رَحۡمَتِ
rahmat
رَبِّكَ
Tuhanmu
عَبۡدَهُۥ
hambaNya
زَكَرِيَّآ
Zakariya
ذِكۡرُ
peringatan/penjelasan
رَحۡمَتِ
rahmat
رَبِّكَ
Tuhanmu
عَبۡدَهُۥ
hambaNya
زَكَرِيَّآ
Zakariya
Terjemahan
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
Tafsir
Ini adalah (penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya) lafal 'abdahu menjadi Maf'ul dari Rahmah (Zakaria) sebagai penjelasan dari kata 'hamba' tadi.
Tafsir Surat Maryam: 1
Kaf Ha Ya 'Ain Shad. (yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.
Pembahasan mengenai huruf hijaiyah yang terdapat di permulaan surat-surat Al-Qur'an telah diketengahkan dalam tafsir permulaan surat Al-Baqarah. Mengenai firman Allah ﷻ: (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2) Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu Zakaria. Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut: ". (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2) Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya.
Zakaria adalah seorang nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu. Firman Allah ﷻ: yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak dituduh sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar dikaruniai seorang putra.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi. Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa karena kecintaannya kepada Allah ﷻ seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan. Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut.
Maka Tuhannya berfirman kepadanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu." Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah. (Maryam: 4) Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4) Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam. Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya: ......... Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api. Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Firman Allah ﷻ: dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4) Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan kepada-Mu.
Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5) Kebanyakan ulama qiraat membacanya dengan mawaliya karena dianggap sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai, ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan. Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki. Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialah kalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan, yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku. Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk terhadap manusia.
Maka ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta peninggalannya.
Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya. Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah. Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut: Kami para nabi tidaklah diwaris. Dengan demikian, berarti makna firman-Nya: maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam: 5-6) Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6) Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya: Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16) Yakni kenabiannya.
Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya, tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta benda tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus, tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan: ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub. (Maryam: 6) bahwa peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub. Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya. As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'. Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub. (Maryam: 6) Yakni kenabian mereka. Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada keluarga yang kuat. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Semoga Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan harta warisan saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub.
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Firman Allah ﷻ: dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6) Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan akhlaknya."
Wahai Nabi Muhammad, apa yang dibacakan kepadamu ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhanmu Yang Maha Pengasih kepada hamba-Nya, Zakaria, insan pilihan yang saleh dan taat beribadah. 3. Yaitu rahmat Tuhanmu kepadanya ketika dia berdoa dengan khusyuk kepada Tuhannya dan mengajukan permohonan yang disampaikannya dengan suara yang lembut dan penuh pengharapan.
Yang dibaca ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhanmu yang dilimpahkan kepada seorang hamba-Nya yang sudah tua, yaitu Nabi Zakaria a.s. ketika beliau berdoa supaya diberi seorang anak yang saleh. Nabi Zakaria berasal dari keturunan Bani Israil yang menjadi nabi setelah Nabi Yunus untuk memimpin kaumnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH MARYAM
(SITI MARYAM)
SURAH KE-19, 98 AYAT DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1 -98)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih
Ayat 1
“KaafHaa Yaa ‘Ain Shaad."
Semuanya adalah huruf-huruf hijaiyyah, yang seperti telah banyak kita uraikan, sepintas lalu dapat dikatakan tidak ada arti yang terkandung di dalam huruf-huruf. Sehingga banyak ahli tafsir mengatakan saja ‘Allahu a'lamu bi muradihi"; Allah-lah yang lebih tahu apa maksudnya. Tetapi sungguhpun demikian terdapat juga beberapa riwayat yang oleh ahli-ahli tafsir bahwa huruf-huruf itu ada artinya. Menurut satu riwayat yang diterima dari lbnu Abbas; keempat huruf itu adalah potongan dari nama-nama Allah. Huruf (Kaf) adalah potongan dari nama Allah al-Kabir yang berarti Mahabesar.
Huruf (Ha) potongan dari nama Allah, yaitu al-Hadi, yang berarti; Yang Memberikan Petunjuk.
Huruf (Ya) berikut dengan huruf (Ain) adalah dari al-Aziz; Yang Mahakuasa atau Mahaperkasa.
Huruf (Shad) potongan dari ash-Shadiq; Yang Mahajujur.
Dan satu tafsiran lagi diterima dari Abdullah bin Mas'ud dan beberapa sahabat Rasulullah ﷺ yang lain; Kaf potongan dari al-Malik; ialah nama Allah yang berarti Maharaja. Huruf Ha potongan atau akhir dari kalimat Allah itu sendiri. Ya dan ‘Ain dari kalimat al-Aziz sebagai arti yang di atas tadi juga. Sedang Huruf Shad ialah potongan nama salah satu nama Allah lagi, yaitu al-Mushawwir artinya yang memberi rupa dan bentuk bagi sesuatu.
Dan terdapat juga penafsiran-penafsiran yang lain yang hampir sejalan. Lalu akhirnya orang kembali lagi kepada sebutan yang terkenal itu, “Allah-lah yang lebih tahu apa arti huruf-huruf itu."
NABI ZAKARIYA A.S.
Ayat 2
“Inilah peringatan rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya Zakariya."
Inilah peringatan, atau inilah kenang-kenangan terhadap rahmat yang pernah di-anugerahkan Allah kepada hamba-Nya yang bernama Zakariya.
Zakariya adalah nama dari salah seorang nabi atau rasul dari Bani Israil.
Ayat 3
“Seketika dia menyerui Tuhannya dengan setuan lemah, lembut."
Diterangkanlah dalam ayat 3 ini bahwa Zakariya telah menyeru Allah, Tuhannya, dengan seruan yang lemah lembut. Seruan yang tidak perlu kedengaran oleh orang lain, sesuai dengan adab sopan santun seorang hamba terhadap Tuhannya, apatah dia seorang nabi. Seperti tersebut dalam adab sopan santun berdoa, di dalam surah al-A'raaf ayat 55
“Serulah Tuhan kamu di dalam keadaan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut; karena sesungguhnya Dia tidaklah suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (al-A'raaf: 55)
Dapatlah kita pikirkan sendiri bagaimana seorang Rasul yang usianya telah tua, hendak mengemukakan suatu permohonan yang bagi orang lain mungkin dianggap lucu. Yaitu me-mohonkan keturunan yang akan menyambung tugas bila dia meninggal dunia. Lebih baiklah doa semacam ini disampaikan dengan berbisik saja. Memenuhi adab berdoa dan jangan sampai menjadi tertawaan orang lain.
Ayat 4
“Dia berkata, ‘Tuhanku! Sesungguhnya telah lemah tulang-belulangku dan telah nyata kepalaku oleh uban."
Diakuinyalah dalam doanya bahwa dia benar-benar telah tua. Tanda tua yang tidak dapat dielakkan lagi dari diri ialah bila tulang-belulang telah mulai lemah. Sedang tulang adalah penguat seluruh tubuh. Jika tulang yang telah lemah, segala bagian tubuh yang lain tidaklah dapat bertahan lagi, dan gigi sebagai bagian dari tulang tentulah berturut menjadi gugur. Dan kepalaku mulailah menyala lantaran uban.
Ungkapan ayat menyatakan bahwa kepala mulai menyala lantaran uban adalah suatu ungkapan yang tepat di dalam bahasa Arab dan dapat pula dijadikan ungkapan bahasa Indonesia. Sebab seseorang yang seluruh kepalanya sudah lebih banyak ubannya daripada rambut hitam, benar-benarlah dia laksana menyala karena kilatan uban itu.
Dan Zakariya bermunajat selanjutnya,
“Dan tidaklah pernah aku, di dalam mendoa kepada-Mu, ya Tuhanku, merasakan kecewa."
Artinya, bahwa di dalam pengalaman hidupku selama ini, sejak aku masih muda belia pun belumlah pernah Engkau, ya Tuhanku mengecewakan harapanku. Jaranglah doaku yang tidak makbul. Oleh sebab itu sekarang aku ulangi lagi permohonanku dan penuhlah kepercayaanku bahwa doa ini akan terkabul.
Hampir samalah doa Zakariya dengan kisah tiga orang yang terkurung di dalam sebuah gua, karena pintu gua dihantam petus sehingga tertutup dan mereka tidak dapat keluar. Lalu masing-masing mengemukakan permohonan kepada Aliah agar segera dikeluarkan dari kurungan itu, dengan menyebut segala amalan baik yang pernah mereka kerjakan, sebagaimana tersebut di dalam hadits Nabi ﷺ.
Setelah mengakui bahwa dia memang telah tua, sehingga jika melihat sebab-sebab yang lahir tidaklah mungkin permohonan akan terkabul, maka dikemukakannya jugalah kekhawatiran yang menyenak dalam hatinya:
Ayat 5
“Dan sesungguhnya aku khawatit akan keluarga-keluarga di belakangku."
Oleh karena aku sudah tua, tulang sudah sangat lemah, uban sudah menyala di kepala, sedang keturunan yang akan menyambung tidak ada, timbullah khawatir atau rasa cemas dalam hatiku jika aku meninggal dunia. Bagaimanalah nasib dari kaum keluarga terdapat yang selama ini mengharapkan pimpinan dan bimbinganku. Siapa yang akan aku harapkan membimbing dan memimpin mereka. Beranak pun aku tidak bisa lagi. Karena selain aku telah tua begini."Sedang istriku adalah mandul" Orang perempuan yang mandul niscaya tidak diharapkan buat beranak. Maka kalau permohonanku supaya dianugerahi putra yang akan menyambung keturunanku sukar untuk dikabulkan.
“Sebab itu anugerahilah aku (da'll karunia) langsung dari Engkau seorang pengganti."
“Min ladunka" Aku memohonkan karunia langsung dari Engkau. Karena yang lain tidaklah ada yang sanggup mengabulkan permohonanku.
Dengan kalimat karunia langsung dari Allah, harapan hati kecil Zakariya masih terungkap dalam doanya. Tampak bahwa doa ini mengandung dua permohonan. Pertama, permohonan yang umum dan lahir. Kedua, permohonan yang tersembunyi dan sangat diharap.
Karunia untuk kepentingan umum itu ialah waliyyan, atau seorang pengganti atau penyambung tugas. Seorang yang akan mengepalai keluarga jika beliau meninggal dunia. Moga-moga Allah dapat mengabulkan permohonan yang umum ini. Tetapi permohonan yang lebih tersembunyi lagi, kalau boleh pengganti tugas beliau atau pemimpin yang akan menggartikan tugas beliau itu dapatlah kiranya Allah memberinya anugerah putra.
Di dalam surah al-Anbiyaa' ayat 89 (lihat Tafsir al-Azhar Juz 17) pernah dijelaskan oleh Allah permohonan Zakariya itu. Beliau memohon kepada Allah agar dia jangan diberikan Allah hidup sendirian di dunia ini.
Artinya hidup dengan tidak ada keturunan. Tetapi oleh karena dia seorang yang saleh dan tawakal, di ujung permohonan itu dibayangkannya jua, meskipun Allah tetap menghendaki bahwa dia tidak akan beroleh keturunan buat selama-lamanya, sehingga tidak ada waris yang akan menerima peninggalannya, namun Allah adalah pewaris yang lebih baik dari segala pewaris.
Dan di dalam ayat 38 dari surah Aali Tmraan dijelaskan lagi permohonan Zakariya itu. Dia memang memohon kepada Allah agar diberinya keturunan yang baik.
Tetapi caranya meminta itu tetaplah seperti tersurat dalam surah Maryam ini, yaitu dengan rendah hati, suara lemah lembut, menekur dengan sikap merendahkan diri. Dan terkandunglah dalam permohonan itu, kalau kerinduannya akan keturunan tak dapat diberi, namun seorang waliyyan, seorang pimpinan keluarga yang akan menyambung hendaklah diberikan jua. Siapanya kata Allah, terserahlah.
Karena Allah adalah Mahabijaksana.
Disebutkannya pula cita-cita yang terkandung dalam hati sanubarinya tentang ke-pentingan wali atau pemimpin atau pengganti itu pada ayat selanjutnya.
Ayat 6
“Yang akan mewanisiku doa mewarisi ketuanya Ya'qub."
Yang akan mewarisi atau akan memusakai dirinya sendiri sebagai Nabi Zakariya, dan mewarisi pula apa yang dipusakakan oleh Nabi Ya'qub, nenek moyang mereka dengan seluruh keluarga keturunannya yang banyak nabi-nabi itu.
Teranglah di sini bahwa yang beliau maksud bukanlah warisan harta benda. Pertama, karena warisan harta benda itu tidaklah kekal. Dia akan habis dibawa masa. Berapa banyaknya kekayaan yang diwariskan nenek moyang atau sekalipun punah dan licin tandas pada anak dan pada cucu. Dan belum tentu harta benda yang diwariskan itu akan membawa bahagia. Maka tidaklah mungkin pewarisan yang dikehendaki Zakariya itu ialah harta benda.
Yang kedua, sejalan dengan apa yang pernah disabdakan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ dalam sebuah hadits yang shahih:
“Kami sekalian Nabi-nabi tidaklah menurunkan waris; apa yang kami tinggalkan adalah menjadi shadaqah."
Inilah sabda Rasulullah ﷺ, sehingga seketika Fatimah, putri beliau, menuntut agar harta benda beliau dibagi setelah beliau wafat kepada waris-warisnya, tidaklah dikabulkan oleh Khalifah beliau Sayyidina Abu Bakar.
Dalam surah an-Naml ayat 16 ada pula disebutkan bahwa Nabi Sulaiman menerima warisan dari ayahnya Nabi Dawud. Tetapi dalam ayat itu juga terberita bahwa yang diwariskan itu ialah ilmu dan hikmat, keahlian memerintah dan mengatur negara.
Itulah yang diminta oleh Zakariya kepada Allah. Mohon kiranya diberi dia karunia pewaris tugas yang mulia ini, yang akan menyambung kerjanya memimpin manusia, yaitu warisan turun-temurun yang telah diterima dari Ya'qub, nenek moyang Bani Israil. Nama kecil Ya'qub itu sendiri ialah Israil. Jangan putus hendaknya sampai selama-lamanya. Dan kalau boleh, alangkah bahagianya kalau pewaris pertama itu ialah putranya sendiri. Alangkah bahagianya jika Allah memberinya fatwa, walaupun dia insaf bahwa dirinya telah tua dan istrinya mandul.
Pewarisan menegakkan Keesaan Allah di atas dunia ini janganlah kiranya terputus. Dan Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa pewarisan itu sekali-kali tidak akan putus. Nabi ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Ulama (orang-orang yang berilmu) adalah penerima waris dari nabi-nabi.
Dan nabi-nabi itu tidaklah mewariskan dinar dan dirham, yang mereka wariskan ialah ilmu pengetahuan." (HR Abu Dawud)
Seterusnya ujung ayat sebagai permohonan Zakariya:
“Dan jadikanlah dia —Tuhanku — seorang yang diridhai."
Seorang yang diridhai ialah yang dicintai, disukai terutama oleh Allah karena salehnya dan disukai juga oleh manusia karena akhlak budi sopan santunnya.
Tiba-tiba datanglah malaikat Jibril sebagai utusan dari Allah menyampaikan sambutan Allah atas permohonannya itu.
Ayat 7
“Ya Zakariya! Sesungguhnya Kami akan menggembirakan engkau dengan seorang putra, namanya Yahya."
Di dalam surah yang datang kemudian di Madinah, surah Aali ‘Imraan ayat 39 dijelaskan lagi bahwa malaikat itu datang sedang dia berdiri shalat atau berdoa di dalam mihrab. Berita gembira itu yang amat diharapkannya itu telah disampaikan, bahwa permohonannya terkabul. Dia akan diberi seorang putra laki-laki. Telah disediakan namanya sekali, yaitu Yahya. Maka kata malaikat itu selanjutnya,
“Belum pernah Kami jadikan baginya yang senama."
Artinya, pada sebelum itu belumlah pernah ada seorang yang bernama Yahya.
Nama Yahya inilah yang disebut oleh orang Yunani dengan Yohanes, atau Yohana atau John.
Dalam sabda yang disampaikan malaikat Jibril ini terdapatlah tiga berita gembira yang disampaikan kepada Zakariya.
Pertama, permohonannya supaya diadakan baginya penggarti atau pewaris.
Anugerah yang demikian itu adalah karamah.
Kedua, dijelaskan kepadanya bahwa pengganti itu ialah anaknya sendiri. Dia akan diberi putra laki-laki, sebagaimana yang di-harap-harapkannya sejak berpuluh tahun. Pemberian yang kedua ini adalah sesuatu yang bernama quwwah, kekuatan atau sandaran. Seorang yang telah merasa dirinya telah tua, lalu diberi putra akan merasakan kekuatannya dipulihkan kembali.
Ketiga, anak itu telah diberi nama sekali. Namayangbelumpernahdipakaiorangsebelum itu, yaitu Yahya. Maka dengan menjelaskan bahwa namanya Yahya dan dikatakan ghulam diberilah Zakariya kegembiraan yang ketiga, yaitu bahwa anak yang akan diberikan itu ialah laki-laki. Sehingga dengan demikian bila dia telah dewasa kelak, akan dapatlah dia menjalankan tugas sebagaimana yang diharapkan oleh ayahnya. Bukan seperti nadzar istri Imran, mengharap anak laki-laki namun yang diberikan perempuan, seperti yang terdapat susunan ceritanya di dalam surah Aali ‘Imraan.
Ada juga satu penafsiran yang diterima oleh Ali bin Abu Thalhah dan lbnu Abbas bahwa maksud ujung ayat “belum pernah Kami jadikan baginya yang senama", ialah belum pernah orang mandul dapat beranak.
Wahyu Ilahi mengabulkan permohonannya yang berisi tiga kegembiraan itu sangatlah mengharukan hati Zakariya. Dan sangat terharunya:
Ayat 8
“Dia berkata, Tuhanku! Bagaimana kiranya akan ada bagiku seorang putra, padahal istriku adalah mandul, sedangkan aku dalam ketuaanku sudah serba lemah."
Pertanyaan seperti ini sekali-kali bukanlah karena kurang terima atau kurang percaya akan kekuasaan Allah, melainkan membayangkan rasa terharu dan takjub atas kebesaran Ilahi. Laksana Nabi Ibrahim seketika dia memohon ketenangan kepada Allah bagaimana caranya Allah akan menghidupkan kembali kelak orang yang telah mati, Allah bertanya, “Apakah engkau tidak percaya?" Ibrahim menjawab, “Bukan begitu, ya Ilahi! Melainkan hanya sekedar buat men-tenteramkan hatiku." (Lihat tafsir juz 3, surah al-Baqarah ayat 260)
Bagaimana ini, ya Ilahi! Kehendak-Mu akan berlaku. Aku akan diberi juga putera laki-laki, telah sedia sekali namanya, padahal istriku mandul dan tua. Apatah lagi aku sendiri, telah tua nyanyuk. Telah lemah segala persendian. Zat-zat hormon yang merangsang syahwat bersetubuh sudah kering tak ada lagi. Usianya menurut setengah riwayat di waktu itu telah 90 tahun. Menurut ukuran biasa dalam usia sekian mani laki-laki telah jalang. Perempuan yang tidak mandul dalam usia 45 tahun pun tidak mempunyai bibit lagi. Betapa perempuan yang mandul!
“Berkata dia," (Yaitu Malaikat Jibril yang diutus Allah menyampaikan berita gembira itu),
Ayat 9
“Demikianlah telah berkata Tuhan engkau."
Artinya bahwa itu adalah satu kehendak dari Allah sendiri yang tidak akan berubah lagi. Adapun pertanyaanmu bagaimana Allah akan melaksanakannya, padahal istriku mandul dan aku telah tua, namun maka Allah pun telah memesankan, “Dia itu bagi-Ku adalah mudah." Memberi berisi hormon pada mani orang yang telah tua, untuk hanya melahirkan seorang anak, dan memberikan rangsangan bagi seorang perempuan yang mandul, walaupun untuk sekali setubuh, bagi Allah adalah perkara mudah saja. Bukan perkara sulit. Semua isi alam ini Allah yang menguasainya; Allah dapat mengatur semua.
Maka janganlah engkau lupa.
“Dan sesungguhnya telah Aku ciptakan engkau dari sebelumnya, padahal engkau belum jadi sesuatu apa pun."
Artinya, bahwa engkau dahulunya pun belum ada sama sekali, lalu Aku adakan daripada yang tidak ada itu. Sebelum engkau lahir belum ada orang yang bernama Zakariya! Setelah Aku adakan baru engkau ada. Maka demikian pulalah putra keturunanmu dan pengganti yang sangat engkau harapkan itu. Mudah saja bagiku menjadikan dan mencipta-kannya.
Ayat 10
“Berkata dia, yaitu Zakariya, “Tuhan! adalan kiranya bagiku sesuatu tanda!"
Dengan ini Zakariya memohon kepada Allah supaya kiranya diadakan untuknya suatu ayat, yaitu tanda bukti. Sempurnakanlah nikmat itu dengan suatu pertanda agar hatiku bertambah tenteram, supaya lebih jelas bahwa yang disuruh Allah menyampaikan berita gembira itu benar-benar malaikat, bukan setan.
Permohonannya itu dikabulkan pula oleh Allah, lalu malaikat menyampaikannya.
"Berkata Dia, Tanda engkau latah bahwa engkau tidak akan bercakap-cakap dengan manusia tiga malam lamanya, sedang engkau dalam keadaan sehat."
Artinya, seperti tersebut juga dalam surah Aali ‘Imraan ayat 41 ialah bahwa tiga malam lamanya Zakariya tidak akan dapat mengangkat suaranya akan bercakap-cakap. Kelu saja lidahnya dan tidak keluar suaranya. Di dalam ayat ini dikatakan tiga malam dan pada ayat 41 surah Aali ‘Imraan itu disebutkan tiga hari. Maka menjadi bertambah jelaslah bahwa lidahnya dikelukan Allah tiga hari tiga malam lamanya. Kalau dia hendak bercakap, hanyalah dengan isyarat saja. Meskipun begitu beliau tidak sakit. Beliau sehat wal'afiat,
“Maka ketuantah dia kepada kaumnya dari mihnab."
Mihrab pada waktu itu ialah tempat yang tersisih dan ditinggikan dan diistimewakan untuk beribadah di salah satu bagian dari masjid. Di dalam Al-Qur'an terdapat dua nabi yang mempunyai mihrab tempat beribadah sendiri itu; Nabi Zakariya ini, karena beliau memang pengawal Rumah Allah, pengatur ibadah di dalamnya. Kedua ialah Mihrab Nabi Dawud (Lihat surah Shaad ayat 21). Kemudian nama mihrab telah dipakai untuk ruang kecil yang dijorokkan ke muka pada masjid-masjid tempat Imam berdiri seorang dirinya dan di belakangnya terdapat shaf yang pertama.
Maka keluarlah Nabi Zakariya dari mihrab tempatnya beribadah, menemui kaumnya dan murid-muridnya."Lalu diisyaratkannya kepada mereka," sebab lidahnya tidak dapat diangkatnya lagi dan suaranya pun tidak keluar.
Kalimat yang tersebut di dalam ayat ialah diwahyukannya. Arti wahyu di sini ialah isyarat; mulutnya tidak terbuka, tetapi isyarat tangannya mengandung arti yang dapat di-pahamkan. Yang diisyaratkannya kepada mereka itu ialah
“Supaya hendaklah kamu bertasbih pagi dan petang."
Ayat 11
Tegasnya, meskipun lidah beliau telah kelu dan suara tidak kedengaran lagi, namun tugas beliau memimpin kaumnya tidaklah berhenti. Beliau masih saja memimpin dan mengajak mereka supaya tetap memuja Allah, mengucapkan tasbih, mengucapkan kesucian bagi Allah pagi dan petang, siang dan malam. Dan beliau sendiri pun demikian meskipun lidah telah kelu dan suara tidak kedengaran selama tiga hari tiga malam itu, namun perintah Allah untuk dzikir, ingat kepada Allah tidaklah pernah diabaikannya (lihat kembali surah Aali ‘Imraan ayat 41). Malahan pertandaan atau ayat Allah yang amat ganjil itu menambah yakin dan dekat Nabi yang telah tua kepada Allah Rabbul ‘Alamin.