Ayat
Terjemahan Per Kata
مَّثَلُ
perumpamaan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُنفِقُونَ
(mereka) menafkahkan
أَمۡوَٰلَهُمۡ
harta mereka
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
كَمَثَلِ
seperti
حَبَّةٍ
biji/benih
أَنۢبَتَتۡ
ia tumbuh
سَبۡعَ
tujuh
سَنَابِلَ
tangkai
فِي
di/pada
كُلِّ
tiap-tiap
سُنۢبُلَةٖ
tangkai
مِّاْئَةُ
seratus
حَبَّةٖۗ
biji/benih
وَٱللَّهُ
dan Allah
يُضَٰعِفُ
Dia melipat gandakan
لِمَن
bagi siapa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
وَٱللَّهُ
dan Allah
وَٰسِعٌ
Maha Luas (karuniaNya)
عَلِيمٌ
Maha Mengetahui
مَّثَلُ
perumpamaan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُنفِقُونَ
(mereka) menafkahkan
أَمۡوَٰلَهُمۡ
harta mereka
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
كَمَثَلِ
seperti
حَبَّةٍ
biji/benih
أَنۢبَتَتۡ
ia tumbuh
سَبۡعَ
tujuh
سَنَابِلَ
tangkai
فِي
di/pada
كُلِّ
tiap-tiap
سُنۢبُلَةٖ
tangkai
مِّاْئَةُ
seratus
حَبَّةٖۗ
biji/benih
وَٱللَّهُ
dan Allah
يُضَٰعِفُ
Dia melipat gandakan
لِمَن
bagi siapa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
وَٱللَّهُ
dan Allah
وَٰسِعٌ
Maha Luas (karuniaNya)
عَلِيمٌ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.
Tafsir
(Perumpamaan) atau sifat nafkah dari (orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah) artinya dalam menaati-Nya (adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada masing-masing tangkai seratus biji.) Demikianlah pula halnya nafkah yang mereka keluarkan itu menjadi 700 kali lipat. (Dan Allah melipatgandakan) lebih banyak dari itu lagi (bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) siapa-siapa yang seharusnya beroleh ganjaran yang berlipat ganda itu.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 261
Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat 261
Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah ﷻ untuk menggambarkan pelipatgandaan pahala bagi orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridaan-Nya. Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.” (Al-Baqarah: 261)
Yang dimaksud dengan 'jalan Allah' menurut Sa'id ibnu Jubair ialah dalam rangka taat kepada Allah ﷻ. Menurut Makhul, yang dimaksud dengan 'jalan Allah' ialah menginfakkan hartanya untuk keperluan berjihad, seperti mempersiapkan kuda dan senjata serta lain-lainnya untuk tujuan berjihad.
Syabib ibnu Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa menginfakkan harta untuk keperluan jihad dan ibadah haji pahalanya dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: “Seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji.” (Al-Baqarah: 261) Perumpamaan ini lebih berkesan dalam hati daripada hanya menyebutkan sekadar bilangan tujuh ratus kali lipat, mengingat dalam ungkapan perumpamaan tersebut tersirat pengertian bahwa amal-amal saleh itu dikembangkan pahalanya oleh Allah ﷻ buat para pelakunya, sebagaimana seorang petani menyemaikan benih di lahan yang subur. Sunnah telah menyebutkan adanya pelipatgandaan tujuh ratus kali lipat ini bagi amal kebaikan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnur Rabi' Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Wasil maula Ibnu Uyaynah, dari Basysyar ibnu Abu Saif Al-Jurmi, dari lyad ibnu Gatif yang menceritakan bahwa kami datang ke rumah Abu Ubaidah dalam rangka menjenguknya karena ia sedang mengalami sakit pada bagian lambungnya.
Saat itu istrinya bernama Tuhaifah duduk di dekat kepalanya. Lalu kami berkata, "Bagaimanakah keadaan Abu Ubaidah semalam?" Tuhaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya dia menjalani malam harinya dengan berpahala." Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak menjalani malam hariku dengan berpahala." Saat itu Abu Ubaidah menghadapkan wajahnya ke arah tembok, lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah orang-orang yang menjenguknya dan berkata, "Janganlah kalian menanyakan kepadaku tentang apa yang telah kukatakan." Mereka berkata, "Kami sangat heran dengan ucapanmu itu, karenanya kami menanyakan kepadamu, apa yang dimaksud dengannya?" Abu Ubaidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta berlebih di jalan Allah, maka pahalanya dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat. Dan barang siapa yang membelanjakan infak buat dirinya dan keluarganya atau menjenguk orang yang sakit atau menyingkirkan gangguan (dari jalan), maka satu amal kebaikan diganjar (pahalanya) sepuluh kali lipat kebaikan yang serupa. Puasa adalah benteng selagi orang yang bersangkutan tidak membobolnya. Dan barang siapa yang mendapat suatu cobaan dari Allah ﷻ pada tubuhnya, maka hal itu baginya merupakan penghapus (dosa).”
Imam An-Nasai meriwayatkan sebagian darinya dalam Bab "Puasa" melalui hadits yang berpredikat mausul, sedangkan dari jalur lain berpredikat mauquf.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Amr Asy-Syaibani menceritakan hadits berikut dari Ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki menyedekahkan seekor unta yang telah diberi tali kendali, maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kamu akan datang di hari kiamat nanti dengan membawa tujuh ratus ekor unta yang telah diberi tali kendali.”
Imam Muslim dan Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafal yang sama.
Lafal menurut riwayat Imam Muslim adalah seperti berikut: Seorang lelaki datang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kendali, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, unta ini untuk sabilillah." Maka beliau ﷺ bersabda, "Kamu kelak di hari kiamat akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta karenanya."
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan: telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma' Abul Munzir Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah menjadikan suatu amal kebaikan anak Adam menjadi sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus kali lipat pahala kebaikan, selain puasa. Puasa (menurut firman Allah ﷻ) adalah untuk-Ku, Akulah yang membalasnya (secara langsung). Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain (diperolehnya) pada hari kiamat. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak misik (kesturi).”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Semua amal (kebaikan) anak Adam dilipatgandakan, satu amal baik menjadi sepuluh kali lipat pahala kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat, dan sampai bilangan yang dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, Akulah yang akan membalasnya (secara langsung); orang yang puasa meninggalkan makan dan minumnya karena demi Aku.’ Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain di saat ia berjumpa dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang puasa itu lebih wangi di sisi Allah (menurut Allah) daripada minyak kesturi. Puasa adalah benteng, puasa adalah benteng."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Sa'id Al-Asyaj, keduanya meriwayatkan hadits ini dari Waki' dengan lafal yang sama.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:Telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Zaidah, dari Ad-Dakin, dari Bisyr ibnu Amilah, dari Harim ibnu Fatik yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta di jalan Allah, maka pahalanya dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud; Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yahya ibnu Ayyub dan Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Zaban ibnu Faid, dari Sahl ibnu Mu'az, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya shalat, puasa, dan zikir dilipatgandakan pahalanya menjadi tujuh ratus kali lipat di atas membelanjakan harta di jalan Allah.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa: Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah ibnu Marwan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Al-Khalil ibnu Abdullah ibnul Hasan, dari Imran ibnu Husain, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: “Barang siapa yang mengeluarkan infak (perbelanjaan) di jalan Allah, lalu ia tinggal di dalam rumahnya, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya) menjadi tujuh ratus dirham di hari kiamat. Dan barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu ia membelanjakan hartanya untuk tujuan itu, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya menjadi) tujuh ratus ribu dirham.” Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: “Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah: 261) Hadits ini gharib.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadits Abu Usman An-Nahdi, dari Abu Hurairah yang menceritakan tentang pelipatgandaan suatu amal kebaikan sampai menjadi dua ribu kali lipat kebaikan, yaitu pada firman-Nya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menginfakkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih; telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ubaidillah ibnul Askari Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi dari Ibnu Umar. Disebutkan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.” (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Maka Nabi ﷺ berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” (Al-Baqarah: 245) Nabi ﷺ masih berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Hajib ibnu Arkin, dari Abu Umar (yaitu Hafs ibnu Umar ibnu Abdul Aziz Al-Muqri), dari Abu Ismail Al-Mu-addib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi', dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadits ini.
Firman Allah ﷻ: “Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah: 261) Yakni sesuai dengan keikhlasan orang yang bersangkutan dalam amalnya.
“Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261) Artinya, anugerah-Nya Maha Luas lagi banyak, lebih banyak daripada makhluk-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat pahala yang berlipat ganda dan siapa yang tidak berhak. Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya.
Setelah menjelaskan kekuasaan-Nya menghidupkan makhluk yang telah mati, Allah beralih menjelaskan permisalan terkait balasan yang berlipat ganda bagi orang yang berinfak di jalan Allah. Perumpamaan keadaan yang sangat mengagumkan dari orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan tulus untuk ketaatan dan kebaikan, seperti keadaan seorang petani yang menabur benih. Sebutir biji yang ditanam di tanah yang subur menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji sehingga jumlah keseluruhannya menjadi tujuh ratus. Bahkan Allah terus melipatgandakan pahala kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat atau lebih bagi siapa yang Dia kehendaki sesuai tingkat keimanan dan keikhlasan hati yang berinfak. Dan jangan menduga Allah tidak mampu memberi sebanyak mungkin, sebab Allah Mahaluas karunia-Nya. Dan jangan menduga Dia tidak tahu siapa yang berinfak di jalan-Nya dengan tulus, sebab Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima karunia tersebut, dan Maha Mengetahui atas segala niat hamba-Nya. Pada ayat berikut Allah menerangkan cara berinfak yang direstui Allah dan berhak mendapat pahala yang berlipat ganda. Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dalam bentuk aneka kebaikan, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang yang diberi, tidak pula membanggakannya, dan tidak menyakiti perasaan penerima dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang lain, mereka memperoleh pahala berlipat di sisi Tuhan mereka, seperti dijelaskan pada ayat terdahulu. Selain menerima ganjaran, tidak ada pula rasa takut pada diri mereka. Mereka tidak merisaukan apa yang akan terjadi di masa depan, seperti hilang dan berkurangnya harta di dunia, dan pahala serta siksa di akhirat, dan mereka tidak pula bersedih hati, yaitu keresahan akibat apa yang terjadi dan luput di masa lalu. Tidak jarang seseorang yang bersedekah atau akan bersedekah mendapat bisikan dari dalam diri atau dari orang lain agar tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak demi mengamankan harta yang akan menjadi jaminan bagi diri dan keluarganya di masa depan. Buanglah jauh-jauh pikiran dan perasaan semacam itu.
Hubungan antara infak ) dengan hari akhirat erat sekali. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari akhirat, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infak di jalan Allah. Betapa mujurnya orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah, orang tersebut seperti seorang yang menyemaikan sebutir benih di tanah yang subur. Benih itu menumbuhkan sebatang pohon, dan pohon itu bercabang menjadi tujuh tangkai, setiap tangkai menghasilkan buah, dan setiap tangkai berisi seratus biji, sehingga benih yang sebutir itu memberikan hasil sebanyak 700 butir. Ini berarti tujuh ratus kali lipat. Bayangkan, betapa banyak hasilnya apabila benih yang ditanamnya itu lebih dari sebutir.
Penggambaran seperti yang terdapat dalam ayat ini lebih baik, daripada dikatakan secara langsung bahwa "benih yang sebutir itu akan menghasilkan 700 butir". Sebab penggambaran yang terdapat dalam ayat tadi memberikan kesan bahwa amal kebaikan yang dilakukan oleh seseorang senantiasa berkembang dan ditumbuhkan oleh Tuhan sedemikian rupa, sehingga menjadi keuntungan yang berlipat ganda bagi orang yang melakukannya, seperti tumbuh kembangnya tanaman yang ditanam oleh seseorang pada tanah yang subur untuk keuntungan penanamnya.
Pengungkapan tentang perkembangan yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan seperti yang digambarkan dalam ayat ini telah membangkitkan minat para ahli tumbuh-tumbuhan untuk mengadakan penelitian dalam masalah itu. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa sebutir benih yang ditanam pada tanah yang baik dan menumbuhkan sebatang pohon, pada umumnya menghasilkan lebih dari setangkai buah bahkan ada yang berjumlah lebih dari lima puluh tangkai. Jadi, tidak hanya setangkai saja. Setiap tangkai berisi lebih dari satu biji, bahkan kadang-kadang lebih dari enam puluh biji. Dengan demikian jelas bahwa penggambaran yang diberikan ayat tadi bahwa sebutir benih dilipatgandakan hasilnya sampai menjadi tujuh ratus butir, bukanlah suatu penggambaran yang berlebihan, melainkan adalah wajar, dan sesuai dengan kenyataan.
Atas dasar tersebut, dapat kita katakan bahwa semakin banyak penyelidikan ilmiah dilakukan orang, dan semakin tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia, semakin tersingkaplah kebenaran yang terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur'an, baik mengenai benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, ruang angkasa dan sebagainya.
Banyak riwayat yang berasal dari Rasulullah ﷺ yang menggambarkan keberuntungan orang-orang yang menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, untuk memperoleh keridaan-Nya dan untuk menjunjung tinggi agama-Nya. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia berkata, "Seorang lelaki telah datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya ) lalu orang tersebut berkata, "Unta ini saya nafkahkan di jalan Allah". Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Dengan nafkah ini, Anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor unta yang juga bertali di hidungnya." (Riwayat Muslim)
Pada akhir ayat ini disebutkan dua sifat di antara sifat-sifat-Nya, yaitu Mahaluas dan Maha Mengetahui. Maksudnya, Allah Mahaluas rahmat-Nya kepada hamba-Nya; karunia-Nya tidak terhitung jumlahnya. Dia Maha Mengetahui siapakah di antara hamba-hamba-Nya yang patut diberi pahala yang berlipat-ganda, yaitu mereka yang suka menafkahkan harta bendanya untuk kepentingan umum, untuk menegakkan kebenaran, dan untuk kepentingan pendidikan bangsa dan agama, serta keutamaan-keutamaan yang akan membawa bangsa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Apabila nafkah-nafkah semacam itu telah menampakkan hasilnya untuk kekuatan agama dan kebahagiaan bangsa, maka orang yang memberi nafkah itu pun akan dapat pula menikmatinya baik di dunia atau di akhirat nanti.
Ajaran Islam mengenai infak sangat tinggi nilainya. Selain mengikis sifat-sifat yang tidak baik seperti kikir dan mementingkan diri sendiri, infak juga menimbulkan kesadaran sosial yang mendalam, bahwa manusia senantiasa saling membutuhkan, dan seseorang tidak akan dapat hidup seorang diri. Sebab itu harus ada sifat gotong-royong dan saling memberi sehingga jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dapat ditiadakan, persaudaraan dapat dipupuk dengan hubungan yang lebih akrab.
Menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib seperti zakat, maupun yang sunah seperti sedekah yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, untuk memberantas penyakit kemiskinan dan kebodohan, untuk penyiaran agama Islam dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan adalah sangat dituntut oleh agama, dan sangat dianjurkan oleh syara'. Sebab itu, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang membicarakan masalah ini, serta memberikan dorongan yang kuat dan memberikan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana beruntungnya orang yang suka berinfak dan betapa malangnya orang yang tidak mau menafkahkan hartanya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGORBANKAN HARTA
Ayat 261
“Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta benda mereka pada jalan Allah adalah laksana satu biji menumbuhkan tujuh …."
Ingatlah arai pinang atau arai kelapa. Kalau pada padi disebut tangkai."Pada tiap-tiap satu arai ada seratus biji." Dengan demikian, diberikanlah targhib bahwasanya satu kebajikan ditanamkan akan bergandalah hasilnya sampai tujuh kali seratus. Dengan demikian, dijelaskanlah bahwasanya pengorbanan harta menegakkan jalan Allah bukanlah merugikan, melainkan memberikan untung. Dimisalkan sebagai seorang hartawan-derma-wan mendirikan sebuah sekolah dasar dalam sebuah desa atau kampung yang miskin sehingga anak-anak tak usah belajar ke tempat jauh, dapat belajar di kampung mereka sendiri. Beratus anak dikirimkan orang menjadi murid tiap-tiap tahun dan beratus pula yang melanjutkan sekolahnya kepada yang lebih atas, dan beratus pula yang telah berkecimpung dalam masyarakat. Kadang-kadang orang yang mendirikan bermula itu telah lama meninggal, tetapi bekas tangannya sebuah rumah sekolah sebagai biji yang pertama, telah menghasilkan buah berpuluh ataupun beratus, bahkan beribu dari tahun ke tahun. Kalau Allah mengatakan bahwa hasil itu ialah tujuh ratus, bukanlah mesti persis tujuh ratus, melainkan beribu-ribu.
Yang dapat mengenal dan menginsafi hal ini tentu saja orang yang beriman. Adapun orang yang mementingkan diri sendiri dan diperbudak harta, yang dipandangnya hanyalah berat mengeluarkan yang sebiji dari dalam pundi-pundinya dan tidak diingatnya tujuh ratus laba keuntungan untuk membina jalan Allah yang akan dihasilkan oleh apa yang dikeluarkannya itu. Itu sebabnya, lanjutan ayat demikian bunyinya, “Dan Allah akan menggandakan (pahala) kepada barangsiapa yang dikehendaki-Nya." Padahal akan digandakan kepada barangsiapa yang dikehendaki. Artinya, sesudah yang tujuh ratus itu masih bisa dilipatgandakan lagi. Siapakah yang dikehendaki Allah buat digandakan pahalanya itu? Niscaya yang mengorbankan hartanya dengan ikhlas, bukan dengan riya dan bukan karena terpaksa dan segan-menyegan. Orang yang ikhlas itu menerima keuntungan dunia dan akhirat, berganda lipat, sehingga tidak sepadan besar pahala yang diterima dengan pengorbanan yang diberikan, sehingga timbul sesal mengapa hanya sebegitu aku berikan dahulu, padahal aku sanggup lebih.
“Dan Allah adalah Mahaluas, lagi Mengetahui."
Kemudian diterangkanlah adab sopan santun membelanjakan harta di jalan Allah.
Ayat 262
"Orang-orang yang membelanjakan benda-benda mereka pada jalan Allah, kemudian itu tidak mereka … apa yang telah mereka belanjakan itu dengan membangkit-bangkit dan tidak dengan menyakiti; untuk mereka pahala di sisi Tuhan meieka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita."
Pada ayat ini dituntun budi orang yang berkorban harta untuk jalan Allah yang luas itu supaya pemberian yang telah diberikan jangan hendaknya dibangkit-bangkit. Ini karena seorang yang membangkit-bangkit kembali pemberian yang telah diberikannya, nyatalah bahwa dia tidak memberi karena Allah. Seumpama seseorang yang telah memberikan bantuan mendirikan sebuah tempat belajar agama. Satu kali dia telah memberi, tetapi belum mencukupi. Pekerjaan itu belum selesai. Lalu orang datang lagi meminta perbantuannya. Tiba-tiba disebut-sebutnya pemberiannya yang lama, mengapa datang lagi, padahal tempo hari saya sudah memberi bantuan. Padahal kalau dia suka seribu kali tidaklah ada salahnya.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 263
“Suatu kata-kata yang patut dan menutup (rahasia) lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti; dan Allah adalah Mahakaya, lagiMahasabai."
Kadang-kadang sedang tidak ada yang dibantukan dan akan diberikan. Kadang-kadang keadaan diri sendiri sedang susah pula. Datang orang meminta bantu. Maka, bukanlah bantuan harta saja yang perlu bagi orang itu. Mulut manis dan kaya yang jujur kadang-kadang membuat hatinya puas juga walaupun dia tidak mendapat. Inilah yang dinarnai qaulun ma'rufun. Kata yang patut dan sopan, kata yang mengobat hati. Misalnya, “Saya sangat menyesal sekali kedatangan saudara kepada saya pada waktu ini terpaksa tidak berhasil sebab saya pun dalam kesusahan. Akan tetapi, sukakah saudara saya tolong dengan jalan lain? Bawalah surat kecil saya ini kepada si Fulan; pada pikiran saya dia dapat membantu saudara!" Itu pun sudah namanya pertolongan. Sebagaimana pepatah orang tua-tua kita, “Nasi dimakan akan habis, train dipakai akan lusuh, uang dibelanjakan akan habis. Akan tetapi, mulut yang manis dan budi bahasa yang baik lebih berkesan ke dalam hati daripada nasi, kain, dan uang." Kemudian dituntunkan lagi supaya menutup rahasia. Sebab, ada orang yang kadang-kadang amat malu membuka rahasia kesusahan hidupnya kepada orang lain. Kalau tidaklah sangat terdesak, tidaklah dia akan datang meminta bantuan kepada saudara. Dan, niscaya dia telah menduga-duga bahwa maksudnya tidak akan dihampakan. Kalau kejadian yang seperti itu dan saudara sanggup memberinya bantuan, berikanlah bantuan itu dengan diam-diam dan tutup rahasianya supaya jangan sampai ketahui orang lain bahwa dia pernah meminta bantuan kepada saudara. Biasakanlah mengirimkan pos wesel kepada orang yang patut dibantu dengan tidak menuliskan alamat sehingga dia sendiri pun tidak tahu dan mana dia mendapat bantuan. Di ujung ayat disebutkanlah sifat Allah bahwa Allah Mahakaya. Oleh sebab Allah Mahakaya, janganlah ragu-ragu membantu orang yang susah, pasti akan diganti Allah dengan yang lebih banyak. Disebut pula sifat Allah Mahasabar karena tidak lekas dinyata-kan-Nya hukuman-Nya kepada orang yang suka membangkit-bangkit dan menyakiti. Namun, lama-lama hukuman Allah itu akan datang juga. Orang-orang yang demikian, dengan tidak sadar, lama-lama akan bertukar menjadi budak dari hartanya, sesudah tadinya dia masih menguasai harta itu.