Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَكُونُواْ
kalian menjadi
كَٱلَّتِي
seperti orang perempuan
نَقَضَتۡ
merusak/mengurai
غَزۡلَهَا
benangnya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
قُوَّةٍ
kuat
أَنكَٰثٗا
tenunan/pintal
تَتَّخِذُونَ
kamu menjadikan
أَيۡمَٰنَكُمۡ
sumpahmu
دَخَلَۢا
tipu daya
بَيۡنَكُمۡ
diantara kamu
أَن
bahwa
تَكُونَ
kamu adalah
أُمَّةٌ
umat/golongan
هِيَ
ia
أَرۡبَىٰ
lebih banyak
مِنۡ
dari
أُمَّةٍۚ
umat/golongan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَبۡلُوكُمُ
mengujimu
ٱللَّهُ
Allah
بِهِۦۚ
dengannya
وَلَيُبَيِّنَنَّ
dan sungguh Dia akan menjelaskan
لَكُمۡ
bagi kalian
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
مَا
apa
كُنتُمۡ
kalian adalah
فِيهِ
didalamnya
تَخۡتَلِفُونَ
kamu perselisihkan
وَلَا
dan jangan
تَكُونُواْ
kalian menjadi
كَٱلَّتِي
seperti orang perempuan
نَقَضَتۡ
merusak/mengurai
غَزۡلَهَا
benangnya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
قُوَّةٍ
kuat
أَنكَٰثٗا
tenunan/pintal
تَتَّخِذُونَ
kamu menjadikan
أَيۡمَٰنَكُمۡ
sumpahmu
دَخَلَۢا
tipu daya
بَيۡنَكُمۡ
diantara kamu
أَن
bahwa
تَكُونَ
kamu adalah
أُمَّةٌ
umat/golongan
هِيَ
ia
أَرۡبَىٰ
lebih banyak
مِنۡ
dari
أُمَّةٍۚ
umat/golongan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَبۡلُوكُمُ
mengujimu
ٱللَّهُ
Allah
بِهِۦۚ
dengannya
وَلَيُبَيِّنَنَّ
dan sungguh Dia akan menjelaskan
لَكُمۡ
bagi kalian
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
مَا
apa
كُنتُمۡ
kalian adalah
فِيهِ
didalamnya
تَخۡتَلِفُونَ
kamu perselisihkan
Terjemahan
Janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan tenunannya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu karena ada (kecenderungan memihak kepada) satu golongan yang lebih banyak kelebihannya (jumlah, harta, kekuatan, pengaruh, dan sebagainya) daripada golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu dan pasti pada hari Kiamat Allah akan menjelaskan kepadamu apa yang selalu kamu perselisihkan.
Tafsir
(Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan) merusak (benangnya) hasil apa yang telah dipintalnya (yang sudah dipintal dengan kuat) sudah dijadikan benang (menjadi cerai-berai kembali) lafal ankaatsan berkedudukan menjadi hal, bentuk jamak daripada lafal naktsun; artinya mencerai-beraikan benang yang sudah dipintal kuat. Hal ini merupakan gambaran tentang seorang wanita penduduk kota Mekah; ia setiap hari memintal benang, tetapi sesudah benang itu jadi, lalu ia uraikan kembali; wanita itu dikenal sebagai wanita yang tolol (kalian menjadikan) lafal tattakhidzuuna menjadi hal dari dhamir lafal takuunuu; artinya janganlah kalian seperti wanita yang tolol itu, yaitu kalian menjadikan (sumpah kalian sebagai alat penipu) arti dakhalan ialah memasukkan sesuatu bukan pada tempatnya dan ia bukan merupakan bagian daripadanya; makna yang dimaksud ialah menimbulkan kerusakan atau tipu muslihat (di antara kalian) seumpamanya kalian merusak sumpah itu (disebabkan) lafal an di sini asalnya lian (adanya satu golongan) satu kelompok (yang lebih banyak) jumlahnya (dari golongan yang lain). Disebutkan bahwa mereka mengadakan sumpah perjanjian pertahanan dengan suatu golongan, tetapi bila mereka melihat ada golongan yang lain yang lebih kuat dan lebih banyak jumlahnya, lalu mereka merusak dan membatalkan perjanjiannya dengan golongan yang pertama itu, kemudian mereka mengadakan perjanjian pertahanan dengan golongan yang baru dan yang lebih kuat itu. (Sesungguhnya kalian dicoba) diuji (oleh Allah dengannya) yakni dengan perintah supaya kalian memenuhi sumpah, agar Dia melihat siapakah yang taat di antara kalian dan siapa yang durhaka. Atau membuat suatu umat yang kuat agar Dia melihat apakah mereka memenuhi janjinya atau tidak. (Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan itu) sewaktu di dunia menyangkut masalah sumpah dan masalah-masalah lainnya; kelak Dia akan mengazab orang yang melanggar sumpahnya dan akan memberi pahala kepada orang yang memenuhinya.
Tafsir Surat An-Nahl: 91-92
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya, sedangkan kalian telah menjadikan Allah sebagai saksi kalian (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya daripada golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan itu. Apa yang.disebutkan dalam ayat di atas mengandung perintah Allah, antara lain menepati janji, ikrar, serta memelihara sumpah yang telah dikukuhkan. Untuk itulah Allah ﷻ berfirman: dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91) Tiada kontradiksi antara apa yang disebutkan oleh ayat ini dan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: Janganlah kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian sebagai penghalang. (Al-Baqarah: 224), hingga akhir ayat. Yang demikian itu adalah kifarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kalian langgar).
Dan jagalah sumpah kalian. (Al-Maidah: 89) Dengan kata lain, janganlah kalian meninggalkan sumpah tanpa membayar kifaratnya. Tidak ada pertentangan pula dengan sabda Nabi ﷺ yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, yaitu: ". Sesungguhnya aku, demi Allah, jika Allah menghendaki, tidak sekali-kali aku bersumpah, lalu aku melihat bahwa ada hal yang lebih baik dari sumpahku itu, melainkan aku akan mengerjakan hal yang kupandang lebih baik, lalu aku bertahallul dari sumpahku. Dalam riwayat lain disebutkan, lalu aku bayar kifarat sumpahku.
Pada garis besarnya tidak ada pertentangan di antara semua dalil di atas dengan ayat yang disebutkan dalam surat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91) Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah Al Aiman (sumpah-sumpah) ini termasuk ke dalam pengertian janji-janji dan ikatan-ikatan, bukan hanya sekadar sumpah-sumpah yang diutarakan untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya. Karena itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah mengukuhkannya. (An-Nahl: 91) Yakni sumpah, jelasnya sumpah pakta Jahiliah.
Pendapat ini didukung oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: ". telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir dan Abu Usamah, dari Zakaria (yakni Ibnu Abu Zaidah), dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari ayahnya, dari Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada sumpah sepakta dalam Islam; dan sumpah sepakta mana pun yang terjadi di zaman Jahiliah, maka sesungguhnya Islam tidak menambahkan kepadanya melainkan menambah kekukuhannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Abu Syaibah dengan sanad yang sama. Makna hadis menunjukkan bahwa dengan keberadaan agama Islam tidak diperlukan lagi adanya sumpah pakta yang biasa dilakukan di masa Jahiliah; karena sesungguhnya dengan berpegang kepada agama Islam sudah merupakan kecukupan untuk tujuan itu tanpa memerlukan lagi apa yang dahulu biasa mereka lakukan (di masa Jahiliah).
Adapun apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Asim Al-Ahwal, dari Anas r.a., yang mengatakan: Rasulullah ﷺ pernah mengikat sumpah pakta di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di kampung halaman kami. Makna yang dimaksud dari hadis ini ialah, Rasulullah ﷺ mempersaudarakan di antara sesama mereka menjadi saudara-saudara angkat. Dahulu setelah adanya pakta ini mereka saling mewaris di antara sesamanya, hingga Allah menghapusnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Imarah Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Laila, dari Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berbaiat (menyatakan janji setia) kepada Nabi ﷺ Tersebutlah bahwa orang yang masuk Islam berbaiat kepada Nabi ﷺ untuk menolong Islam.
Lalu turunlah firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Yakni janji setia yang kalian baiatkan untuk menolong Islam ini. dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91) Artinya, janganlah sekali-kali kenyataan minoritas pengikut Nabi Muhammad dan mayoritas kaum musyrik mendorong kalian membatalkan baiat yang telah kalian ikrarkan untuk membela Islam. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi' yang mengatakan bahwa tatkala orang-orang (kaum muslim) memecat Yazid ibnu Mu'awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan semua anaknya dan keluarganya, kemudian ia membaca syahadat, lalu berkata, "Amma ba'du, sesungguhnya kita telah membaiat lelaki ini (yakni Yazid) dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya bagi seorang pengkhianat itu akan dipancangkan untuknya sebuah panji nanti di hari kiamat, lalu dikatakan bahwa panji ini adalah panji pengkhianatan si Fulan.
Dan sesungguhnya pengkhianatan yang paling besar terkecuali terhadap perbuatan mempersekutukan Allah ialah bila seseorang lelaki membaiat lelaki yang lain dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mengkhianati baiatnya (janji setianya).' Maka janganlah sekali-kali ada seseorang di antara kalian mencabut kembali baiatnya, dan janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian menyimpang dalam urusan ini, maka hal itu akan menjadi pemisah antara aku dan dia." Sebagian dari hadis ini yang berpredikat marfu', ada di dalam kitab Sahihain.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Abdur Rahman ibnu Abis, dari ayahnya, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa mensyaratkan bagi saudaranya suatu syarat dengan niat tidak akan memenuhi syarat itu kepada saudaranya, maka keadaannya sama dengan orang yang menjerumuskan orang yang dilindunginya ke dalam keadaan tanpa perlindungan. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. (An-Nahl: 91) Ayat ini mengandung makna ancaman dan peringatan terhadap orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya.
Firman Allah ﷻ: Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya sesudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92) Abdullah ibnu Kasir dan As-Saddi mengatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita yang kurang akalnya, ia tinggal di Mekah di masa silam. Apabila telah memintal sesuatu, ia menguraikannya kembali sesudah kuat pintalannya. Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan, hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya.
Pendapat ini lebih kuat dan lebih jelas, tanpa memandang apakah di Mekah ada wanita yang menguraikan pintalannya itu ataukah tidak. Firman-Nya: menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92) Dapat diartikan bahwa lafaz ankasa ini adalah isim masdar, artinya 'wanita itu menguraikan kembali pintalannya menjadi cerai-berai'. Dapat pula diartikan sebagai badal dari khabar kana, yakni 'janganlah kalian menjadi orang yang gemar melanggar sumpahnya', bentuk jamak dari berasal dari .
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian. (An-Nahl: 92) Yakni makar dan tipu muslihat. disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak dari golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Artinya, kalian mau berpakta dengan orang lain bila mereka lebih banyak jumlahnya daripada jumlah kalian demi ketenangan kalian. Tetapi bila kalian mempunyai kesempatan untuk berkhianat, maka kalian berkhianat terhadap mereka. Karenanya Allah ﷻ melarang sikap tersebut, sebagai gambaran pihak yang sedikit terhadap pihak yang lebih banyak. Bilamana dalam keadaan demikian Allah ﷻ melarangnya, maka terlebih lagi bila disertai dengan kemampuan dan kekuatan (untuk berbuat khianat), tentunya lebih dilarang.
Dalam surat Al-Anfal telah kami ceritakan kisah Mu'awiyah, ketika terjadi perjanjian gencatan senjata antara dia dengan Raja Romawi. Manakala perjanjian gencatan senjata itu hampir habis; Mu'awiyah berangkat bersama pasukannya menyerang mereka. Dan tepat di saat habisnya masa gencatan senjata, Mu'awiyah telah berada di dekat negeri mereka, maka Mu'awiyah langsung menyerang mereka tanpa menyadari bahwa Mu'awiyahlah pihak yang menyerang (yang memulai dahulu).
Maka berkatalah Amr ibnu Anbasah kepadanya, "Allah Mahabesar, hai Mu'awiyah. Tepatilah perjanjianmu, janganlah kamu berbuat khianat! Karena aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Barang siapa yang antara dia dan suatu kaum terdapat suatu perjanjian, maka janganlah dia melepaskan ikatannya sebelum habis masa berlakunya'. Maka Mu'awiyah r.a. surut mundur dan pulang bersama pasukannya. Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak daripada golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Arba artinya lebih banyak, yakni lebih kuat. Mujahid mengatakan, dahulu di masa Jahiliah mereka biasa mengadakan perjanjian pakta di antara sesama mereka.
Bilamana suatu golongan menjumpai golongan lain yang lebih banyak jumlahnya daripada diri mereka serta lebih kuat, maka dirusaknyalah perjanjian pakta yang ada, lalu mereka mengadakan perjanjian pakta yang baru dengan golongan yang lebih kuat itu. Maka dilaranglah mereka dari perbuatan seperti itu. Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semisal. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. (An-Nahl: 92) Sa'id ibnu Jubair mengatakan, makna yang dimaksud ialah Allah menguji mereka dengan adanya golongan yang lebih banyak.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah sengaja menguji kalian melalui perintah-Nya yang menganjurkan agar kalian memenuhi janji kalian. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan. (An-Nahl: 92) Kemudian Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan baik buruk amalnya."
Dan janganlah kamu, dalam hal mengingkari janji yang telah diikrarkan dan sumpah yang telah diucapkan, seperti halnya seorang perempuan
yang menguraikan kembali benangnya yang sudah dipintal dengan kuat
sehingga menjadi cerai berai kembali. Sesungguhnya kamu tahu bahwa
itu adalah tindakan bodoh dan buruk. Tindakan seperti itu sama halnya dengan kamu menjadikan sumpah dan perjanjian-mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya, lebih banyak hartanya, lebih kuat kedudukannya, atau lebih
tinggi posisinya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan
hal itu, yakni dengan adanya kelompok manusia yang lebih kaya dan
berkedudukan lebih tinggi, dapatkah kamu tetap menepati janji dan
memenuhi sumpahmu. Dan pasti pada hari Kiamat kelak akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. Allah akan
memberi balasan sesuai perbuatan yang telah kamu lakukan. Usai mengisyaratkan adanya perselisihan di antara umat manusia
dalam beberapa persoalan kehidupan, pada ayat ini Allah menyatakan kekuasaannya untuk menghilangkan perselisihan itu seandainya Dia
berkehendak. Dan jika Allah menghendaki kamu menjadi satu umat, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat yang memiliki satu pendapat saja,
tanpa ada perselisihan sedikit pun di antara kamu, tetapi Allah tidak
berbuat demikian karena Dia memberi manusia kebebasan untuk memilih jalan sesuai kemauannya: yang sesat atau yang lurus. Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki atas pilihannya memilih jalan kesesatan,
dan memberi kemampuan untuk melaksanakan petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki, juga atas pilihannya memilih jalan petunjuk. Tetapi,
kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. Kamu
akan diminta pertanggungjawaban dan mendapat balasan atas amal
perbuatan kamu.
Dalam ayat ini, Allah mengumpamakan orang yang melanggar perjanjian dan sumpah itu sebagai seorang wanita yang mengurai benang yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Demikian itu adalah gambaran tingkah laku orang gila dan orang bodoh.
Pelanggaran terhadap bai'at perjanjian atau sumpah berarti menjadikan sumpah sebagai alat penipuan sesama manusia. Sebab jika satu golongan atau seseorang membuat perjanjian dengan golongan lain yang lebih besar dan kuat daripadanya untuk menenteramkan hati mereka, kemudian jika ada kesempatan, dia mengkhianati perjanjian itu, maka tingkah laku seperti demikian itu dipandang sebagai suatu penipuan.
Allah ﷻ melarang tingkah laku demikian karena termasuk perbuatan bodoh dan gila, walaupun dia dari golongan yang kecil berhadapan dengan golongan yang besar. Lebih terlarang lagi jika golongan besar membatalkan perjanjian terhadap golongan yang lebih kecil.
Diriwayatkan bahwa Mu'awiyah, khalifah pertama Dinasti Bani Umaiyyah, pernah mengadakan perjanjian damai dengan Kaisar Romawi dalam jangka tertentu. Menjelang akhir perjanjian damai tersebut, Mu'awiyah membawa pasukannya ke perbatasan dengan rencana bila saat perjanjian itu berakhir dia langsung akan menyerang. Lalu seorang sahabat bernama Amr bin Anbasah berkata kepadanya, "Allahu Akbar, wahai Mu'awiyah, tepatilah janji, jangan khianat, aku pernah mendengar Rasul ﷺ bersabda:
Barang siapa ada perjanjian waktu antara dia dengan golongan lain, maka sekali-kali janganlah dia membatalkan perjanjian itu sampai habis waktunya. (Riwayat Imam Ahmad)
Setelah Mu'awiyah mendengarkan peringatan temannya itu, dia pun pulang membawa kembali pasukannya. Demikianlah Islam menetapkan ketentuan-ketentuan dalam tata pergaulan antara manusia untuk menguji di antara mereka siapakah yang paling kuat berpegang kepada perjanjian yang mereka adakan sendiri, baik perjanjian itu kepada Allah dan rasul-Nya seperti bai'at, ataupun kepada sesama manusia. Pada hari kiamat kelak akan kelihatan: mana yang hak dan mana yang batil serta mana yang jujur dan mana yang khianat. Segala perselisihan akan dijelaskan, masing-masing akan mendapat ganjaran dari Allah ﷻ
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 81
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu, dari apa-apa yang telah dijadikan-Nya, untuk tempat berlindung."
Dengan sedikit kata ini, perhatian orang musafir yang tengah kepanasan dalam perjalanan jauh, telah diperingatkan pula akan nikmat Allah yang tampaknya kecil saja, tetapi amat diperlukan oleh musafir itu. Dalam perjalanan yang jauh, dalam panas sangat teriknya, Dan jauh telah kelihatan serumpun pohon tumbuh di padang, atau pinggir tebing. Mereka dapat berhenti sebentar ke sana melepaskan lelah dan berlindung dari teriknya panas."Dan dijadikan-Nya untuk kamu dari gunung-gunung akan tempat berteduh." Berlindung ketika kepanasan, berteduh ketika kehujanan atau kemalaman. Juga mengenai orang musafir tadi. Gunung-gunung itu banyak mempunyai lubang-lubang luas yang dinamai gua atau ngalau, yang dapat dijadikan tempat berteduh kalau hujan datang atau bermalam kalau kemalaman."Dan dijadikan-Nya untuk kamu pakaian-pakaian yang menjaga kamu dari panas." Yang meskipun memang manusia yang menenunnya, namun bahan yang akan ditenun, baik berupa kapas atau berupa bulu-bulu binatang, adalah dari Allah belaka."Dan pakaian penjaga kamu di waktu peperangan kamu." Baik baju besi, ketopong, zirah ataupun pakaian seragam tentara yang kita pergunakan di zaman sekarang untuk berperang, yang bahannya ataupun warnanya sudah tentu berbeda dengan pakaian di waktu damai."Demikianlah disempunnakan-Nya nikmat-Nya kepada kamu, supaya kamu menyenah dini."
Ayat 82
“Namun apabila mereka berpaling, lain tidak kewajiban engkau hanyalah menyampaikan yang terang."
Artinya menjadi kewajibanlah bagi Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan seruan itu, menablighkannya, dengan terang, meskipun mereka akan berpaling juga. Dengan mem-peringatkan manusia akan hubungan hidupnya sehari-hari dengan alam yang ada di sekelilingnya, mudah-mudahan dia insaf akan kebesaran Allah dan kedudukan dirinya di tengah-tengah alam itu. Alam keliling ini adalah jadi pertanda akan adanya Allah. Manusia mesti diinsafkan kepada yang demikian. Kewajiban Nabi Muhammad ﷺ sebagai rasul ialah menyampaikan yang demikian itu.
Demikianlah, sampai kepada ayat 81 itu, Allah menarik perhatian manusia yang halus untuk melihat alam sekelilingnya, guna pendekatan hatinya kepada Allah, guna merasakan nikmat kasih Allah. Di sinilah perbedaan anjuran dan tarikan Al-Qur'an dengan berdebat-debat tentang ketuhanan yang dibuat oleh manusia. Maka dengan ayat-ayat seperti ini, timbullah suatu perasaan yang pasti (positif) tentang adanya Allah, demi setelah melihat bekas perbuatan-Nya. Tidaklah Al-Qur'an menyuruh membicarakan tentang zat Allah, cukuplah bicarakan sifat-sifat kemulia-an-Nya karena melihat bekasnya pada per-buatan-Nya. Di ayat 82 Nabi Muhammad ﷺ diperingatkan supaya jangan bosan-bosan me-nyampakkan dan menyadarkan perasaan yang halus itu, yang menimbulkan al-Akhlaq al-Karimah. Budi pekerti yang mulia pada insan terhadap Allah,
Ayat 83
“Mereka mengenal nikmat Allah, kemudian mereka ingkari akan dia."
Apa sebab jadi demikian? Sebabnya kebanyakan karena perhatian hanya tertuju kepada diri sendiri dan pandangan tidak diluaskan, sehingga alam menjadi sempit, padahal begitu lapang.
“Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang melupakan budi."
Apalah arti kemanusiaan kalau budi sudah lupa? Sedang jasa sedikit dari sesama manusia, telah dididik kita oleh pergaulan yang sopan supaya mengucapkan terima kasih; maka betapa terhadap Allah?
Betapa terhadap Allah, padahal sudah pasti kita kelak akan berhadapan juga dengan Dia pada hari yang telah ditentukan? Bagaimana jawaban kalau ditanyakan ke mana engkau pergunakan nikmat yang telah Aku limpahkan?
Ayat 84
“Dan (ingatlah) hari yang akan Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi"
Karena kepada setiap umat telah diutus Allah Rasul-Nya, menyampaikan ajaran Allah. Maka pada hari Kiamat, ketika dijalankan pemeriksaan, rasul-rasul itu akan didatangkan sebagai saksi, apakah dia telah menyampaikan ajaran Allah itu kepada mereka? Niscaya ajaran sudah sampai dan orang-orang kafir yang tengah diperiksa itu tidak dapat mengelak lagi dan mencari dalih lagi."Kemudian itu, tidaklah akan diizinkan kepada orang-orang yang tidak percaya itu." Tidak akan diizinkan lagi mengemukakan alasan-alasan untuk membela diri, karena perkaranya sudah terang.
“Dan tidak akan diminta mereka membuat keridhaan."
Artinya, di akhirat itu tidaklah dapat lagi orang berkata sekarang saya hendak tobat dan memohon keridhaan Allah, sebab bukan waktunya lagi, Kalau hendak berbuat amal yang baik bukan di akhirat, tetapi dahulu semasa di dunia. Di dunia beramal, dan balasannya adalah di akhirat. Di akhirat menerima balasan dan tidak ada amal lagi.
Ayat 85
“Dan apabila orang-orang yang zalim itu melihat adzab, maka tidaklah akan diringankan, dan tidaklah mereka akan diberi kesempatan."
Zalim bagaimana yang dimaksud di sini? Apakah karena dia menganiaya orang lain? Adapun zalim karena menganiaya orang lain, sudahlah tersedia sendiri hukumnya. Kezaliman yang paling hebat dan paling zalim, ialah zalim kepada diri sendiri. Bila kita berbuat dosa dan sudah terang bahwa dosa itu akan membawa kita masuk neraka, tidak juga kita mau menghentikan kejahatan itu, bukankah itu zalim namanya? Kejam dan tidak merasa kasihan kepada diri sendiri. Lebih terasalah hendaknya dari hidup kita yang sekarang ini akan kezaliman itu. Sebab bila masanya itu tiba kelak, adzab itu tidak akan diringankan, dan kesempatan untuk kembali ke dunia memperbaiki jalan hidup tidak ada lagi.
Ayat 86
“Dan apabila melihatlah orang-orang yang musyrik akan sekutu-sekutu mereka itu."
Yaitu berhala-berhala atau orang-orang yang mereka jadikan sebagai tuhan pula di samping Allah."Mereka akan berkata, “Ya Allah! Mereka inilah sekutu-sekutu kami, yang telah kami seru selain Engkau." Dengan demikian tergambarlah penyesalan terhadap diri sendiri dan rasa kejengkelan kepada orang yang telah menyesatkan mereka. Tetapi apa lagi daya, semua sudah percuma.",Maka mereka" sekutu-sekutu yang dituhankan itu
“hadapkanlah kepada mereka itu perkataan,
“Sesungguhnya kamu adalah pendusta!"
Dengan terus terang di hadapan Allah, orang-orang yang telah dijadikan sekutu, yang disembah dipuja oleh orang-orang yang kufur itu mengatakan bahwa segala perkataan mereka adalah dusta. Sebab mereka, sekutu itu, tidak pernah mengajak orang buat mengatakan dirinya Allah. Sebagaimana kejadian dengan diri Nabi Isa sendiri misalnya, tidaklah bertemu satu kalimat dalam Injil, walau Injil yang mereka sahkan sekarang sekalipun, yang menyuruh manusia menyembah dirinya sebab dia tuhan! Melainkan sesudah beliau meninggal pengikut-pengikutnya membuat berbagai keputusan, konferensi dan konsili buat merumuskan supaya dia dijadikan tuhan pula di samping Allah, malahan dia yang dikatakan Allah.
Ayat 87
“Dan mereka hadapkan kepada Allah, pada hari itu, penyerahan."
Mengakui terus terang kesalahan diri dan menyerah kepada Allah, apa yang akan ditimpakan oleh Allah!
“Dan hilanglah dari mereka apa yang mereka ada-adakan itu,"
Tinggallah diri masing-masingberhadapan dengan Allah, menunggu keputusan. Dan su-dah terang pula apa yang akan diputuskan oleh Allah.
Sebab perbuatan buruk tidaklah akan dibalas dengan baik. Dan berhala atau pujaan-pujaan yang dipertahankan dengan segenap tenaga di waktu hidup itu, mana dia? Sudah hilang! Tidak kelihatan lagi, karena semuanya itu pada hakikatnya memang tidak ada.
Ancaman Allah ditegaskan dari sekarang.
Ayat 88
"Orang-orangyang tidak pencaya."
Kepada keesaan Allah, tidak percaya kepada rasul-rasul, tidak percaya akan hari Pem-balasan."Dan berpaling dari jalan Allah." Lebih suka menuruti jalan setan.
“Kami tambah untuk mereka adygb di atas adzgb, kanena mereka telah mengadakan kenusakan."
Demikianlah ancaman itu, yang sebab turunnya (Nuzulnya) ialah kekufuran kaum musyrikin di Mekah seketika Rasulullah Muhammad ﷺ menyampaikan seruan, maka sampai kepada saat kita ini pun dapatlah kita mengukur diri kita sendiri, kalau-kalau masih ada sisa yang demikian dalam batin kita, yaitu tidak mau percaya dan berpaling dari jalan Allah, menuruti jalan hawa nafsu dan rayuan setan, walaupun kita masih memakai nama seperti orang Islam.
Ayat 89
“Dan (ingatlah) hari yang akan kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi di antara mereka."
Saksi itu ialah rasul yang dibangkitkan dalam kalangan keluarga mereka sendiri sebagai Muhammad anak Quraisy, dibangkitkan dalam keluarga Quraisy."Dan Kami datangkan (pula) engkau jadi saksi atas mereka." jadi saksi atas umat yang mengaku percaya kepada Muhammad sebagai rasul, yaitu umat Muhammad ini, adakah benar-benar mereka pegang teguh ajaran Muhammad itu, atau bohong saja:
“Dan telah Kami turunkan kepada engkau kitab yang menerangkan tiap-tiap sesuatu, petunjuk, rahmat dan kaban gembira bagi Muslimin."
Dengan ayat ini, mulailah ditukikkan pandang kepada kaum Muslimin sendiri. Jika sebelumnya telah dinyatakan adzab siksa yang akan diderita oleh musyrikin, maka kelak di hadapan Allah, Muhammad akan dipanggil menjadi saksi tentang caranya Muslimin menyambut dan menjalankan agama yang dibawa Muhammad, yang telah diterimanya dengan iman. Niscaya tidaklah cukup kalau hanya pengakuan, tidak diiringi bukti dan bakti. Sedang Nabi Muhammad ﷺ telah datang membawa keterangan lengkap dengan kitab A)-Qur'an itu. Apa saja keperluan Muslimin, telah cukup dijelaskan di dalamnya, urusan dunia dan akhiratnya, sampai urusan nikah dan faraidh, urusan perang dan damai, pemerintahan dan musyawarah, ibadah dan muamalah; dan petunjuk menempuh jalan yang diridhai Allah, dan rahmat untuk persaudaraan sesama manu-sia, dan kabar gembira, yaitu janji surga bagi Muslimin.
Kaum Muslimin akan disaksikan oleh Nabi Muhammad ﷺ kelak di akhirat. Apakah yang telah diamalkan sekarang?
TIGA PERINTAH TIGA LARANGAN
Ayat 90
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan) dan memberi kepada keluanga yang terdekat."
Tiga hal yang diperintahkan oleh Allah supaya dilakukan sepanjang waktu sebagai tanda dari taat kepada Allah. Pertama jalan adil, yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar, mengembalikan hak kepada yang empunya dan jangan berlaku zalim aniaya. Lawan dan adil ialah zalim, yaitu memungkiri kebenaran karena hendak mencari keuntungan bagi diri sendiri, mempertahankan perbuatan yang salah, sebab yang bersalah itu ialah kawan atau keluarga sendiri. Maka selama keadilan itu masih terdapat dalam masyarakat pergaulan hidup manusia, selama itu pula pergaulan akan aman sentosa, timbul amanah dan percaya-mempercayai.
Sesudah itu diperintahkan pula melatih diri berbuat ihsan. Arti ihsan ialah mengandung dua maksud. Pertama selalu mempertinggi mutu amalan, berbuatyang lebih baik daripada yang sudah-sudah, sehingga kian lama tingkat iman itu kian naik. Di dalam hadits Rasulullah ﷺ yang shahih disebut
“Al-lhsan ialah bahwa engkau sembah Allah, seakan-akan engkau lihat Allah itu. Maka jika engkau tidak lihat Dia, namun Dia tetap melihat engkau. “
Maksud ihsan yang kedua ialah kepada sesama makhluk, yaitu berbuat lebih tinggi lagi dari keadilan. Misalnya kita memberi upah kepada seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kita berikan kepadanya upah yang setimpal dengan tenaganya. Pembayaran upah yang setimpaKtu adalah sikap yang adil. Tetapi jika kita lebihi daripada yang semestinya, sehingga hatinya besar dan dia gembira, maka pemberian yang berlebih itu dinamai ihsan. Lantaran itu maka ihsan adalah latihan budi yang lebih tinggi tingkatnya daripada adil. Misalnya pula ialah seorang yang berutang kepada kita. Adalah suatu sikap yang adil jika utangnya itu kita tagih. Tetapi dia menjadi ihsan kalau utang itu kita maafkan.
Yang ketiga ialah memberi kepada keluarga yang terdekat. Ini pun adalah lanjutan daripada ihsan. Karena kadang-kadang orang yang berasal dari satu ayah dan satu ibu sendiri pun tidak sama nasibnya. Ada yang murah rezekinya lalu menjadi kaya raya dan ada yang hidupnya tidak sampai-menyampai. Maka orang yang mampu itu dianjurkan berbuat ihsan kepada keluarganya yang terdekat, sebelum dia mementingkan orang lain.
Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya,
“Maka sesungguhnya Allah suka sekali hamba-Nya berbuat ihsan sesama makhluk, sampai pun kepada burung yang engkau pelihara dalam sangkarnya, dan kucing di dalam rumah. Jangan sampai mereka itu tidak merasakan ihsan dari engkau."
“Dan melarang dari yang keji dan yang dibenci dan aniaya." Inilah pula tiga larangan Allah yang seyogianya dijauhi oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah. Allah melarang segala perbuatan yang keji-keji, yaitu dosa yang amat merusak pergaulan dan keturunan. Biasa di dalam Al-Qur'an, kalau disebut al-Fahsyaa' yang dituju ialah segala yang berhubungan dengan zina. Segala pintu yang menuju kepada zina, baik berhubungan dengan pakaian yang membukakan aurat, atau cara-cara lain yang menimbulkan nafsu syahwat yang menuju ke sana. Itu hendaklah ditutup mati. Dan yang dibenci atau yang mungkar ialah segala perbuatan yang tidak dapat diterima baik oleh masyarakat yang memupuk budi yang luhur, dan segala laku tingkah perangai yang membawa pelanggaran atau aturan agama. Dan aniaya, yaitu segala perbuatan yang sikapnya menimbulkan permusuhan terhadap sesama manusia, karena mengganggu hak dan kepunyaan orang lain.
“Dimslhati-Nya kamu, supaya kamu ingat."
Ketiga perintah yang wajib kamu kerjakan itu dan larangan yang wajib kamu jauhi itu ialah untuk keselamatan dirimu sendiri supaya kamu selamat dalam pergaulan hidup. Pengajaran dan nasihat ini adalah langsung datang dari Allah sendiri. Kalau kamu kerjakan tiga yang disuruhkan, kamu pun selamat. Kalau kamu jauhi tiga yang dilarang, hidupmu pun akan bahagia.
Menurut riwayat dari Ibnu Jarir bahwasanya Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat yang paling jelas memberi petunjuk mana yang baik dan mana yang jahat.
Dan tersebut pula dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad bahwa asal mula Utsman bin Mazh'un akan menjadi salah seorang sahabat setia dari Rasulullah ﷺ ialah disebabkan ayat ini. Pada suatu hari dia lewat di hadapan rumah Rasulullah ﷺ sedang Rasul duduk-duduk. Mulanya Utsman acuh tak acuh saja, malahan diseringaikannya giginya. Dia dipanggil Nabi dan disuruh ke dekat beliau. Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat ini lalu dibaca oleh Rasulullah ﷺ supaya didengar oleh Utsman. Berkata Utsman, “Menyelinaplah ayat itu ke dalam hatiku hingga meneguhkan imanku, dan menjadi sangat cintalah aku kepada Muhammad ﷺ"
Tersebut pula di dalam tafsir Ibnu Katsir bahwasanya Aktsam bin Shaifi yang terkenal dan dahulunya pemeluk agama Nasrani mengatakan kepada kaum keluarganya yang pernah menemui Nabi Muhammad ﷺ lalu diterangkan Nabi Muhammad ﷺ ayat ini kepada mereka. Setelah mereka kembali kepada Aktsam bin Shaifi, berkatalah dia kepada kaumnya itu, “Kalau demikian dia ini adalah menyuruhkan kita agar berpegang kepada akhlak yang mulia dan mencegah kita dari akhlak yang hina. Oleh sebab itu saya anjurkan kepada kamu semuanya supaya segeralah kita terima ajakan orang ini, kita langsung menjadi pengikutnya. Hendaklah kamu semuanya dalam hal ini menjadi kepala-kepala yang terkemuka, jangan hanya menjadi ekor-ekor yang di belakang-belakang.
lkrimah bercerita bahwa ayat ini pun pernah dibaca Rasulullah di hadapan seorang pe-muka Quraisy yang termasuk penentangnya selama ini, bernama Walid bin Mughirah. Setelah didengarnya, dia pun berkata, “Hai anaksaudaraku! Ulang sekali lagi!" Lalu diulang oleh Nabi ﷺ. Maka berkatalah Walid, “Demi Allah, susun katanya lemak manis. Senang sekali telinga mendengarkannya. Pucuknya mendatangkan buah, uratnya penuh dengan kesuburan. Ini bukan kata sembarang kata, ini bukan kata-kata manusia."
Artinya, meskipun dia seorang penentang, payah dia buat memungkiri bahwa perkataan ini bukanlah perkataan Muhammad, melainkan wahyu.
Setelah terjadi pertentangan yang begitu hebat di antara golongan Ali dengan Mu'awiyah, yang berakhir dengan kemenangan Mu'awiyah, terutama setelah Ali bin Abi Thalib mati terbunuh, maka kaum Bani Uma-yyah, telah mempergunakan khutbah-khut-bah Jum'at untuk maksud-maksud politik. Lalu pada khutbah yang kedua di seluruh mimbar masjid yang dikuasai oleh Bani Umayyah, ditambahkanlah khutbah mengutuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan berlakulah yang demikian itu bertahun-tahun lamanya. Maka setelah jabatan khalifah jatuh ke atas diri Sayyidina Umar bin Abdul Aziz, beliau perintahkan menghentikan ucapan mencela dan mengutuk Ali bin Abi Thalib itu, dan beliau suruh menggantinya dengan ayat 90 dari surah an-Nahl ini. Menjadi kebiasaanlah pada tiap-tiap khutbah Jum'at yang kedua menutupnya dengan ayat ini, dan berlakulah pusaka Umar bin Abdul Aziz itu pada khutbah yang kedua di serata-rata negeri Islam yang memegang sunnah sampai masa sekarang ini. Sehingga terhitunglah ini salah satu bekas yang mulia dan tangan beliau.
Ayat 91
“Dan sempurnakanlah perjanjian dengan Allah apabila kamu telah berjanji."
Artinya, apabila telah bersumpah dengan memakai nama Allah akan mengerjakan sesuatu pekerjaan atau tidak mengerjakan sesuatu, itu namanya telah berjanji dengan Allah sendiri. Maka hendaklah janji dengan Allah itu dipenuhi. Sebab itu lanjutan ayat lebih menjelaskan lagi."Dan jangan kamu pecahkan sumpah sesudah kamu teguhkan, dan telah kamu jadikan Allah sebagai peneguh.'' Artinya janganlah seenaknya saja melalaikan sumpah yang telah diteguhkan dengan memakai nama Allah, seumpama “Demi Allah", atau “utangku kepada Allah" dan sebagainya.
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
Dalam ayat ini terdapatlah tuntunan bagi Mukmin yang menghargai diri sendiri supaya sumpahnya jangan dipermain-mainkannya. Sumpah adalah termasuk taat dan kebajikan dan takwa juga. Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim,
“Berkata Nabi ﷺ, “Sesungguhnya aku, demi Allah, in syaa Allah, tidaklah aku bersumpah dengan suatu persampahan, lalu kemudian aku pandang ada perbuatan lain yang lebih baik daripada yang telah aku sumpahkan itu, melainkan segeralah aku kerjakan yang lebih baik itu, lalu aku lepaskan diriku dari ikatan sumpah pertama." Dalam satu riwayat lagi," Lalu aku bayar kaffarah sumpahku itu." (HR Bukhari dan Muslim)
Kaffarah atau denda dari sumpah itu telah tersebut dengan jelas di dalam surah al-Maa'idah ayat 89, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin dengan pertengahan yang kamu berikan kepada ahli kamu atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan budak. Kalau semuanya itu tidak sanggup hendaklah puasa tiga hari berturut-turut.
Ayat 92
“Dan janganlah kamu jadi seperti perempuan yang merombak tenunannya selembar -selembar sesudah selesai."
Demikianlah dalam ayat ini tentang orang-orang yang tadinya telah mengikat janji yang teguh, misalnya tidak akan berperang atau akan tetap berdamai. sehingga kuat teguhlah janji itu laksana teguhnya kain yang baru selesai ditenun. Tetapi kemudian kain tenunan yang telah kuat dan selesai itu mereka orak kembali satu demi satu. Atau serupalah keadaannya dengan perempuan menenun kain. Setelah selesai tenunan itu dirombaknya sehelai demi sehelai, sehingga terbuang percuma tenaganya selama ini."(Yaitu) kamu jadikan sumpah-sumpah kamu sebagai tipu daya di antara kamu." Untuk melepaskan diri ketika terdesak saja dan kalau sudah dapat jalan untuk mengelakkan diri, tidak merasa berat melanggar janji yang telah diikat “Lantaran satu golongan lebih banyak dari satu golongan." Yaitu tidak segan-segan mengikat pula perjanjian yang baru dengan golongan lain yang lebih besar, lebih kuat, lebih banyak orangnya dan lebih kaya, karena mengharapkan keuntungan benda, padahal perjanjian dengan yang dahulu, belum habis waktunya dan mereka setia menjalankan janji.
Tetapi mereka telah ditinggalkan karena golongannya kecil dan keuntungan yang diha-rapkan darinya tidak seberapa, “Lain tidak, Allah hanya hendak menguji kamu dengan dia." Manakah yang kamu pentingkan, harga budikah atau benda? Keuntungan besar dengan melengahkan janjikah atau keuntungan kecil tetapi setia memegang janji? Sampai hatikah kamu merombak janjimu dengan tidak semena-mena, hanya karena mengharapkan keuntungan yang lebih besar, padahal kamu kerugian dalam hal harga iman dalam hubungan manusia sesama manusia?
“Dan niscaya akan ditenangkan-Nya kepada kamu di hari Kiamat dari hal apa yang kamu perselisihkan."
Merombak apa yang telah dijanjikan dengan cara yang demikian karena mengharapkan membuat janji dengan yang lebih kuat dan lebih banyak, sehingga tidak memedulikan lagi nilai sopan santun adalah perangai orang jahiliyyah yang tidak mempunyai pokok-pokok kepercayaan, maka tidaklah sepatutnya dia menjadi akhlak Muslim. Sebab itu maka diberikanlah perumpamaan dalam ayat ini dengan halus sekali kecelaan perbuatan demikian, yaitu laksana perempuan bertenun kain. Telah selesai tenunannya lalu dirombaknya kembali, diaraknya barang selembar demi selembar, dan habis terbuanglah tenaganya dengan tidak ada sebab yang lain, hanyalah karena pikirannya yang kacau saja.
Maka tersebutlah dalam satu riwayat bahwasanya seketika Mu'awiyah berkuasa, beliau telah membuat suatu perjanjian dengan Raja Romawi, tidak akan serang-menyerang selama sekian waktu. Maka tatkala telah dekat habis masa perjanjian itu Mu'awiyah membawa ten-taranya ke dekat negeri Raja Romawi tersebut, dengan maksud menyerbu tiba-tiba apabila waktu yang dijangkakan itu habis, dan pihak musuh niscaya diserang sedang tidak bersedia.
Mendengar maksud yang demikian, berkatalah Amer bin Anbasah kepada Mu'awiyah, “Allahu Akbar, ya Mu'awiyah! Pegang teguhlah janji yang telah diperbuat, jangan dikhianati. Sebab saya mendengar dari Rasulullah ﷺ,
“Barangsiapa ada di antaranya dengan suatu kaum suatu janji, maka janganlah dia buka sendiri buhul janji itu sebelum habis waktunya."
Mendengar teguran Amer bin Anbasah itu, mundurlah Mu'awiyah dengan tentaranya, dan tidak jadi menyerang secara tiba-tiba ke negeri Romawi sebab yang demikian adalah mungkir janji.