Ayat
Terjemahan Per Kata
قُل
katakanlah
لَّوۡ
sekiranya
كَانَ
adalah
ٱلۡبَحۡرُ
lautan
مِدَادٗا
tinta
لِّكَلِمَٰتِ
untuk kalimat-kalimat
رَبِّي
Tuhanku
لَنَفِدَ
tentu habis
ٱلۡبَحۡرُ
lautan
قَبۡلَ
sebelum
أَن
akan
تَنفَدَ
habis
كَلِمَٰتُ
beberapa kalimat
رَبِّي
Tuhanku
وَلَوۡ
meskipun
جِئۡنَا
Kami datangkan
بِمِثۡلِهِۦ
dengan semisal/sebabnya itu
مَدَدٗا
tinta
قُل
katakanlah
لَّوۡ
sekiranya
كَانَ
adalah
ٱلۡبَحۡرُ
lautan
مِدَادٗا
tinta
لِّكَلِمَٰتِ
untuk kalimat-kalimat
رَبِّي
Tuhanku
لَنَفِدَ
tentu habis
ٱلۡبَحۡرُ
lautan
قَبۡلَ
sebelum
أَن
akan
تَنفَدَ
habis
كَلِمَٰتُ
beberapa kalimat
رَبِّي
Tuhanku
وَلَوۡ
meskipun
جِئۡنَا
Kami datangkan
بِمِثۡلِهِۦ
dengan semisal/sebabnya itu
مَدَدٗا
tinta
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Tuhanku selesai (ditulis) meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
Tafsir
(Katakanlah, "Kalau sekiranya lautan) airnya (menjadi tinta) yaitu sarana untuk menulis (untuk menulis kalimat-kalimat Rabbku) yang menunjukkan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan dan keajaiban-keajaiban ciptaan-Nya, seumpamanya hal itu ditulis (sungguh habislah lautan itu) untuk menulisnya (sebelum habis) dapat dibaca Tanfadza atau Yanfadza, yakni sebelum habis ditulis (kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan sebanyak itu) lautan yang sama (sebagai tambahan tintanya.") niscaya tambahan ini pun akan habis pula, sedangkan kalimat-kalimat Rabbku masih belum habis ditulis. Lafal Madadan dinashabkan karena menjadi Tamyiz.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 109
Katakanlah, "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (lagi)."
Allah ﷻ memberitahukan kepada Nabi-Nya, hendaklah dia mengatakan kepada manusia bahwa seandainya laut dijadikan sebagai tinta bagi pena yang mencatat semua kalimat Allah, hikmah-hikmah-Nya serta ayat-ayat (tanda-tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya, tentulah laut itu akan habis sebelum penulisannya selesai. "Meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (lagi)." (Al-Kahfi: 109) Yakni tinta yang sebanyak lautan itu, kemudian ditambahkan lagi hal yang semisal; dan seterusnya demikian, lautan tinta demi lautan tinta, tentulah kalimat-kalimat Allah tidak ada kunjung habisnya.
Keadaannya sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Luqman: 27) Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, sesungguhnya perumpamaan ilmu para hamba semuanya di dalam ilmu Allah, sama dengan setetes air bila dibandingkan dengan semua lautan. Allah ﷻ telah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan hal ini, yaitu: Katakanlah, "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku." (Al-Kahfi: 109) Bahwa seandainya semua lautan yang ada menjadi tintanya untuk menulis kalimat-kalimat Allah, dan semua pepohonan yang ada menjadi penanya, tentulah semua pena patah dan lautan itu menjadi kering; sedangkan kalimat-kalimat Allah masih tetap utuh, tiada yang dapat menghabiskannya.
Karena sesungguhnya seseorang tidaklah mampu memberikan penghormatan kepada-Nya dengan penghormatan yang semestinya, dan tiada seorang pun yang dapat memuji-Nya dengan pujian Allah terhadap diri-Nya sendiri. Sesungguhnya Tuhan kita adalah seperti apa yang dikatakan-Nya, tetapi di atas segala sesuatu yang kita katakan. Sesungguhnya perumpamaan kenikmatan dunia dari awal hingga akhir di dalam nikmat ukhrawi sama dengan perumpamaan sebiji sawi di dalam besarnya dunia ini secara keseluruhan.
109. Pada bagian sebelumnya banyak informasi yang Allah sampaikan, seperti kisah Ashabul Kahfi, Khidir, dan Zulkarnain. Kemudian, pada bagian akhir surah ini Allah menjelaskan betapa ilmu-Nya sangat luas. Wahai Nabi Muhammad, katakanlah kepada orang-orang kafir itu, 'Seandainya semua lautan di dunia ini menjadi tinta untuk menulis kalimat- kalimat Tuhanku yang mencakup semua pengetahuan, maka pasti akan habislah seluruh air lautan itu sebelum selesai penulisan kalimat-kalimat Tuhanku. Demikian juga keadaannya meskipun Kami datangkan tambahan lautan sebanyak itu pula untuk menuliskannya, kalimat-kalimat itu tidak akan habis. 110. Allah memerintah Nabi untuk menjelaskan jati dirinya. Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah diwahyukan kepadaku sesuai kehendak Allah bahwa sesungguhnya Tuhan kamu yang menjadi tujuan ibadah adalah Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam zat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Maka, barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya dan menghendaki ganjaran atas amal perbuatannya di akhirat kelak, maka hendaklah dia selalu mengerjakan kebajikan dan menjauhi semua hal keji dan mungkar serta janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. Hendaklah dia beribadah kepada-Nya dengan tulus, bukan karena ria, dan dilandasi niat untuk menggapai rida-Nya. '.
Diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad, "Engkau mengatakan bahwa kami telah diberi oleh Allah hikmah, sedang dalam kitab engkau (Al-Qur'an) terdapat ayat:
Dan barangsiapa dianugerahkan al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. (al-Baqarah/2: 269)
Kemudian engkau mengatakan pula sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (al-Isra/17: 85)
Mereka berpendapat, ada pertentangan antara kedua ayat ini, maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas kritikan mereka. Rasul diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka, "Katakanlah kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menuliskan (dengan pena) kalimat-kalimat Tuhanku dan ilmu-ilmu-Nya, maka akan habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku meskipun air laut itu ditambahkan sebanyak itu pula, karena lautan itu terbatas sedangkan ilmu dan hikmah Allah tidak terbatas."
Seperti firman Allah:
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (Luqman/31: 27).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 107
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berantai saleh, adalah bagi mereka surga-surga Firdaus kediamannya."
Maka selalulah kita bertemu dua sejoli hidup Mukmin itu, yaitu beriman dan beramal saleh. Iman kepercayaan dalam hati, amal saleh adalah bekas yang wajar dari iman. Dia dapat diumpamakan dengan gabungan dua kata menjadi satu, yaitu kebudayaan. Yang berasal dari budi yang terletak dalam sikap jiwa dan daya yang terletak pada kegiatan hidup. Dan sama juga dengan budi pekerti. Budi di nyawa, pekerti di sikap hidup. Tidak mungkin iman saja dengan tidak menghasilkan amal. Tidak mungkin amal saja, padahal tidak bersumber dari niat hati ikhlas. Dan ikhlas tidak akan ada, kalau tidak dari iman. Maka tempat yang telah disediakan Allah buat hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh itu ialah Jannatul Firdausi,
Maka terlukislah dalam ayat ini jannaatin dengan memanjangkan pada alif, yang berarti bukan satu surga melainkan banyak surga. Dan disebut pula nama surga itu, yaitu Firdaus. Dan tersebutlah di dalam sebuah hadits yang shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim,
“Apabila, kamu hendak memohonkan surga, mohonkanlah surga Firdaus, karena dialah puncak surga dan tengah-tengah surga, dan dari sanalah mengalir sungai-sungai di dalam surga itu." (HR Bukhari dan Muslim)
Diterima di sana orang-orang beriman dengan penuh penghormatan, jauh dapat diban-dingkan dengan penerimaan dan penyambutan seorang tamu agung sebuah negara dengan mengadakan jamuan kenegaraan yang besar. Jauh dari itu!
Ayat 108
“Kekal mereka di dalamnya, tidaklah mereka ingin berpindah lagi."
Kekal di dalamya, itu sudahlah terang. Tetapi diberi ujung kata oleh Allah bahwa mereka tidak ingin berpindah lagi dari sana. Sebab itu tidaklah dapat nikmat surga Jan-natun Na'im yang kekal itu dipersamakan dengan nikmat yang kita terima di dunia kita ini, namun lama-lama dia akan membosankan. Walaupun seseorang kaya raya, berkuasa, gagah perkasa, tinggal di dalam sebuah istana megah cukup lengkap apa yang diperlukan dalam istana itu, namun satu waktu dia pasti merasa bosan karena yang dilihat di keliling diri hanya itu ke itu juga. Sehingga orang itu ingin sekali-sekali keluar dari dalam istana megah itu bahkan kadang-kadang dia pun ingin juga hendak merasakan bagaimana hidup petani di pondok atau barung-barung yang miskin. Atau seperti Bani Israil setelah dilepaskan dari cengkeraman Fir'aun di Mesir dan mengembara di Padang Tih empat puluh tahun, disediakan makanan Manna dan Salwa, namun mereka pun akhirnya bosan juga. Mereka ingin kembali makan sayur dan bawang putih, kacang dan bawang merah. Bahkan sudah di tempat yang merdeka, telah lepas dari penjajahan, mereka masih saja ingat banyaknya sayur-sayuran tatkala mereka di Mesir tempo dulu. Sehingga Nabi Musa mengatakan, “Baliklah ke Mesir! Di sana akan kamu dapati apa yang kamu inginkan itu." Tidaklah demikian halnya lagi apabila manusia beriman dan beramal saleh itu telah sampai di dalam surga. Di sanalah mereka mendapat ketetapan yang sejati, tidaklah mereka ingin berpindah lagi!
Ayat 109
“Katakanlah, Jika adalah tautan itu laksana tinta bagi kalimat-kalimat Tuhanku".
Kita telah sama tahu bahwa bumi yang bulat ini hanyalah seperlima saja yang tanah daratan. Sedang empat per lima adalah lautan belaka. Lautan Atlantik, Lautan Teduh, Lautan Hindi atau Indonesia. Misalkanlah semua dijadikan tinta buat mencatatkan kalimat-kalimat Allah, ketentuan-ketentuan Ilahi, kud-rat dan iradat-Nya, yang berlaku di semua langit dan di bumi dan semua bintang dan di angkasa yang luas tak tentu di mana batas dan ujungnya. Letakkanlah air lautan itu semuanya dijadikan tinta buat pencatat kalimat-kalimat Allah itu, bahkan ditambah air sebanyak itu lagi, sebagaimana tersebut di dalam surah Luqmaan ayat 27.
“Niscaya akan keninglah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, dan walaupun kita datangkan lagi sebanyak itu bantuan."
Amannaa bih! Kita percaya dengan sepenuhnya firman Allah itu. Alam yang begini luasnya, sehingga daerah mana yang dapat dikuasai oleh manusia ataupun oleh penyelidikannya? Masa begini panjang, baik yang telah dilalui ataupun masa yang akan datang, hanya berapa saat saja manusia melalui masa itu di dunia ini?
Baru sedikit daerah yang diketahui, tenaga manusia sudah habis. Umurnya pun habis. Sedang alam masih penuh dengan rahasia.
Bukanlah manusia dilarang tersebab ayat ini buat melanjutkan penyelidikan. Bahkan teruskanlah menyelidikinya, supaya sampai keyakinan atas benarnya ayat ini. Sebagaimana suatu syair yang terkenal dari Imam Syafi'i,
Tiap-tiap Allah menambain ilmuku.
Bertambah yakinlah aku, bahwa aku ini masih bodoh!
Itulah pula sebabnya maka Allah menjelaskan di ayat yang lain,
“Hanyalah orang-orang yang berpengetahuan saja, dari antara hamba Allah itu yang akan takut kepada Allah" (Faathir: 28)
Sebagaimana kebiasaannya, Ilahi Rabbi telah menutup surah al-Kahf ini dengan penu-tupan yang indah sekali.
Ayat 110
“Katakanlah, “Tidak tain, aku ini hanyalah manusia seperti kamu."
Disuruh katakan hal yang seperti ini, bahwa beliau, Muhammad ﷺ adalah manusia seperti kamu, dan ini selalu di mana kesempatan yang baik diulang-ulangkan, ialah supaya manusia jangan merasa terlalu jauh dari Nabinya. Sampai ada yang takut kepada beliau, gemetar ketika berhadapan wajah dengan beliau, dari sebab wibawa dan kebesarannya, lalu beliau bujuk. Tak usah engkau takut kepadaku, aku hanya seorang manusia seperti engkau juga, ibuku pun memakan balur sebagai ibumu juga! Kelebihanku hanya dalam satu hal, yaitu, “Diwahyukan kepadaku," sedang kamu tidak mendapat wahyu. Dan diwajibkan pula kepadaku menyampaikan wahyu yang aku terima itu kepadamu sekalian. Inti wahyu itu hanyalah satu perkara jua, “Bahwa Tuhan kamu hanyalah Allah Yang Esa!"
Inilah laksana pangkal tempat memulai pelayaran, atau inilah laksana daratan yang dituju. Hanya pada satu perkara, tidak berbilang. Allah itu Maha Esa adanya, tidak ada bersekutu dengan yang lain, tidak dia beranak dan tidak dia diperanakkan. Segala pengajian, segala rasul dan nabi yang diutus, segala kitab yang diturunkan, satu perkara inilah inti ajaran yang diwahyukan kepada mereka dan ditebarkan kepada umat mereka dan kepada manusia seluruhnya, Allah!
Diyakinkan dalam hati, dibulatkan pikiran buat mencernakan kepercayaan itu, dikerahkan logika dan mantik, rasa periksa dan karsa untuk mencapai satu pegangan hidup: Allah Satu!
Setelah keyakinan itu tertanam, hidup yang akan jadi pakaian, mati yang akan dijadikan tumpangan, maka tumbuhkanlah harapan hendak membaktikan diri kepada-Nya. Tanamkanlah dalam hati satu keyakinan lagi, yaitu setelah menempuh hidup yang sekarang kita pun mati. Namun di sebalik kematian itu terdapatlah al-Hayatul-Baqiyah, atau hidup yang kekal. Dan kita percaya dalam kehidupan yang kekal itulah kelak kita akan berjumpa dengan Dia! Itulah yang disebut Liqaa'."Maka barangsiapayang berharap hendak pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan amalan yang saleh."
Di sini terdapat kata-kata berharap, sebagai makna dari yarjuu. Asal kata ialah dari rajaa' atau harapan.
Harapan itulah yang menjadi sebab ada gairah kita untuk hidup. Sebab kita yakin, kita iman, kita percaya, tegasnya jiwa kita tidak kosong dari harapan. Bahwa apa yang kita amalkan itu tidaklah akan terbuang tersia-sia, laksana air jatuh ke pasir. Dia tercatat sisi Allah dan disediakan penghargaan. Tetapi
“Dan jangan dia mempersekutukan dalam menyembah Tuhannya dengan sesuatu pun."
Kalau kita telah mengaku inti Sari dari wahyu ialah bahwa Allah itu Maha Esa dan berdiri sendirinya, adakah patut menurut akal yangsehatkita beramal dengan menduakannya atau mempersekutukan-Nya dengan lain?
Kalau kita telah mengaku bahwa hanya Satu Tuhan Pencipta Alam, yang disebut Tauhid Rububiyah, mengapa kita akan menyembah atau memuja atau berbakti yang selain dari Dia. Yaitu Tauhid Uluhiyah?
Dan coba renungkan, Siapa “yang lain" itu? Padahal yang lain ini semuanya hanya terjadi karena dijadikan-Nya. Dia berkata, “Kun!", maka semuanya pun terjadilah!
Surah al-Kahf ditutup dengan keyakinan hidup ini. Mengakui Muhammad sebagai ma-nusia, hamba Allah, dan utusannya, tetapi penunjuk jalan bagi kita, menuju kepada tujuan yang Satu, tujuan yang Tunggal, Yang Maha Esa, Allah!
Dengan aqidah begini barulah kita tahu nilai hidup.
Karena pengaruh semangat dan cahaya dari aqidah ini, tujuh pemuda dan delapan dengan anjingnya berani meninggalkan hidup mewah, menyisihkan diri ke dalam sebuan gua di gunung, sampai ditidurkan 309 tahun lamanya.
Didorongkan oleh semangat ini pula Musa mencari guru yang lebih pintar daripada dia. Dan dia berani mengembara huqubaa, entah berlarat-larat bertahun-tahun tidak akan berhenti, sebelum bertemu dengan yang dicari.
Dan didorongkan oleh keyakinan ini pula Dzulqarnain tidak mabuk karena kemenangan menaklukkan negeri, malahan berjanji akan berlaku adil sehingga terlukislah keadilannya itu dari zaman menempuh zaman.
Dan dengan keyakinan ini pula, Insya Allah, engkau sendiri hai Faqiir, akan menyebut segala percobaan Tuhanmu Yang Esa, sebagai ujian atas kasihmu kepada-Nya.
Selesai pada Hari Sabtu
6 Ramadhan 1384
9 Januari 1965
Dalam tahanan di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun.