Ayat
Terjemahan Per Kata
كَيۡفَ
bagaimana
وَإِن
dan jika
يَظۡهَرُواْ
mereka menampakkan/mengalahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
لَا
tidak
يَرۡقُبُواْ
mereka memelihara
فِيكُمۡ
terhadap kamu
إِلّٗا
kerabat
وَلَا
dan tidak
ذِمَّةٗۚ
perjanjian
يُرۡضُونَكُم
mereka menyenangkan kamu
بِأَفۡوَٰهِهِمۡ
dengan mulut mereka
وَتَأۡبَىٰ
dan menolak/enggan
قُلُوبُهُمۡ
hati mereka
وَأَكۡثَرُهُمۡ
dan kebanyakan mereka
فَٰسِقُونَ
orang-orang fasik
كَيۡفَ
bagaimana
وَإِن
dan jika
يَظۡهَرُواْ
mereka menampakkan/mengalahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
لَا
tidak
يَرۡقُبُواْ
mereka memelihara
فِيكُمۡ
terhadap kamu
إِلّٗا
kerabat
وَلَا
dan tidak
ذِمَّةٗۚ
perjanjian
يُرۡضُونَكُم
mereka menyenangkan kamu
بِأَفۡوَٰهِهِمۡ
dengan mulut mereka
وَتَأۡبَىٰ
dan menolak/enggan
قُلُوبُهُمۡ
hati mereka
وَأَكۡثَرُهُمۡ
dan kebanyakan mereka
فَٰسِقُونَ
orang-orang fasik
Terjemahan
Bagaimana (mungkin ada perjanjian demikian,) padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak pula (mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan kamu dengan mulut mereka, sedangkan hati mereka enggan. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Tafsir
(Bagaimana bisa) ada perjanjian bagi orang-orang musyrikin (padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kalian) mereka mendapat kemenangan atas kalian (mereka tidak memelihara) tidak lagi mengindahkan (hubungan kekerabatan) hubungan kefamilian (dan tidak pula mengindahkan perjanjian) bahkan mereka akan berupaya sekuat tenaga untuk menyakiti dan mengganggu kalian. Jumlah syarat merupakan hal atau kata keterangan. (Mereka menyenangkan hati kalian dengan mulutnya) yakni melalui kata-kata manis mereka (sedangkan hatinya menolak) untuk menunaikan perjanjian itu. (Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik) selalu merusak perjanjian.
Tafsir Surat At-Taubah: 8
Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kalian, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan kalian dan tidak (pula menepati) perjanjian. Mereka menyenangkan hati kalian dengan mulutnya, sedangkan hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian).
Allah ﷻ berfirman memberikan semangat kepada kaum mukmin dalam memusuhi orang-orang musyrik dan berlepas diri dari mereka, seraya menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu tidak layak untuk mendapat perjanjian karena kemusyrikannya terhadap Allah dan kekafirannya kepada Rasulullah ﷺ. Demikian pula seandainya mereka beroleh kemenangan atas kaum muslim serta dapat mengalahkannya, niscaya mereka tidak akan membiarkan kaum muslim hidup dan tidak akan mengindahkan lagi hubungan kekerabatan dan jaminan keamanan.
Ali ibnu Abu Talhah, Ikrimah, dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-illu artinya hubungan kekerabatan, sedangkan az-zimmah ialah perjanjian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan As-Suddi. Sehubungan dengan pengertian lafal ini Tamim ibnu Muqbil dalam salah satu bait syairnya mengatakan: “Perbuatan melanggar perjanjian telah merusak manusia di masa silam, mereka memutuskan hubungan kekerabatan dan pertalian silaturahmi.”
Hissan ibnu Sabit telah berkata dalam salah satu bait syairnya: “Kami jumpai mereka mendustakan kekerabatannya dan sebenarnya orang yang mempunyai hubungan kerabat dan terikat dengan perjanjian tidak pantas berdusta.”
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan kalian dan tidak pula (menepati) perjanjian.” (At-Taubah: 8) Yang dimaksud dengan al-illu ialah Allah. Menurut riwayat lain, mereka tidak lagi mempedulikan Allah, tidak pula yang lain-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sulaiman, dari Abu Mijlaz sehubungan dengan firman Allah ﷻ: “Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap kalian dan tidak pula (menepati) perjanjian.” (At-Taubah: 8) Kalimat ayat ini perumpamaannya sama dengan perkataan Jibril, Mikail, dan Israfil.
Seakan-akan bermaksud bahwa mereka sama sekali tidak mempedulikan Allah. Tetapi pendapat pertamalah yang kuat dan terkenal serta dianut oleh kebanyakan ulama. Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa al-illu artinya perjanjian; sedangkan menurut Qatadah, al-illu artinya sumpah.
Ayat berikut ini memberikan alasan lain mengapa harus dilakukan pemutusan perjanjian dengan kaum musyrik. Bagaimana mungkin kamu tetap melakukan perjanjian damai dengan kaum musyrik Mekah yang jelas-jelas memusuhimu dan merusak perjanjian, padahal, di samping memusuhimu, mereka juga selalu menyembunyikan sikap khianat kepada kalian. Hal ini bisa dilihat dari sikap mereka. Jika mereka memperoleh kemenangan atas kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan denganmu dan tidak pula mengindahkan perjanjian. Di samping itu, ketika mereka masih lemah, mereka juga senantiasa menunjukkan sikap menipu dengan cara menyenangkan hatimu baik dengan mulut maupun sikapnya, sedang hatinya menolak. Demikian ini, karena kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik, yaitu mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah.
' Sikap kefasikan itu juga menjadikan mereka berani memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah, yakni ditukar dengan hal-hal yang bersifat duniawi, padahal ayat-ayat tersebut secara jelas telah menjadi bukti atas keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Maka, dengan sikapnya itu sesungguhnya mereka telah menghalang-halangi mereka sendiri dan orang lain dari jalan Allah. Sungguh, sikap yang demikian itu menunjukkan betapa buruknya apa yang mereka kerjakan, yakni perilaku sesat dan menyesatkan.
Di antara sebab pembatalan perjanjian itu ialah apabila kaum musyrikin memperoleh kemenangan terhadap kaum Muslimin, kemudian mereka tidak peduli lagi dengan hubungan kekerabatan dan ikatan perjanjian damai. Mereka pandai menarik simpati kaum Muslimin dengan kata-kata yang manis, padahal hati mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka berbuat demikian karena kebanyakan mereka orang fasik yang tidak mengenal akidah yang benar dan akhlak yang baik, sehingga mereka berbuat menurut dan mengikuti hawa nafsunya. Jadi kaum musyrikin yang sudah demikian bencinya terhadap Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimin, tentu tidak ada gunanya mengadakan perjanjian dengan mereka, bagaimanapun corak dan bentuknya. Mereka pada umumnya telah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Akhir ayat ini menerangkan bahwa kebanyakan mereka adalah orang fasik.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 7
“Bagaimana akan ada bagi orang-orang musyrikin itu suatu janji di sisi Allah dan Rasul-Nya?"
Bagaimana? Berupa pertanyaan bahwa orang-orang yang musyrikin itu, bagaimana akan tahu harga janji dengan Allah dan Rasul? Mereka tidak mengenal kesetiaan kepada janji. Ini diperingatkan kepada Muhammad ﷺ dan kepada kaum Muslimin bahwasanya betapa pun baik hubungan dengan mereka, walaupun kalau ada yang datang melindungkan diri ke dalam masyarakat orang Islam, namun pada umumnya mereka tidaklah mengenal penghargaan terhadap janji. Terutama apabila mereka merasa kuat. Oleh sebab itu, jika mereka mungkiri janji, janganlah heran, sebab yang demikian sudah kebiasaan mereka, lantaran tidak merasa ada tempat pertanggungan jawab. Dan, ini telah kejadian dengan kaum Quraisy yang telah melanggar Perjanjian Hudaibiyah yang beberapa pasal itu, di antaranya tidak akan membantu kalau ada kabilah yang berikatan janji dengan Quraisy berperang dengan kabilah yang berikatan janji dengan Rasulullah ﷺ agar janganlah mereka bantu kabilah itu, sebagaimana Nabi ﷺ pun takkan membantu kabilah yang berikat janji dengan beliau. Tetapi janji ini dilanggar Quraisy sehingga itu yang menjadi sebab Mekah diserang oleh Rasul ﷺ.
Di dalam Perjanjian Hudaibiyah atau perdamaian di Hudaibiyah itu diikat janji bahwa tidak akan terjadi peperangan dalam masa sepuluh tahun. Tentu kalau janji ini dipegang teguh oleh Quraisy, pada tahun keenam belas Hijriahlah baru habis masa perjanjian itu. Tetapi takdir Allah yang telah tertulis di dalam al-Lauh al-Mahfuzh rupanya bahwa orang Quraisy sendiri yang melanggar janji itu sebelum berjalan dua tahun. Sehingga di dalam rentetan sejarah kita lihat: tahun keenam Perdamaian Hudaibiyah, tahun ketujuh Rasu-lullah ﷺ mengerjakan Umratul Qadha. Di antara tahun ketujuh dengan tahun kedelapan, Quraisy memungkiri janji karena membantu kabilah kawan mereka yang berperang de-ngan kabilah yang berjanji dengan Rasulullah ﷺ Tahun kedelapan Nabi ﷺ menaklukkan Mekah, sebab perjanjian telah dirobek-robek oleh Quraisy dengan pengkhianatannya.
Tahun kesembilan, Abu Bakar memimpin haji dan Ali membacakan proklamasi. Tahun kesepuluh, Rasulullah ﷺ naik haji dan pada bulan Rabi'ul Awwal tahun kesebelas Rasulullah ﷺ wafat.
Padahal kalau Quraisy tidak terlebih dahulu mengkhianati janji tentu penaklukkan atas Mekah belum akan terjadi sampai habis masa janji tahun keenam belas.
Kemudian datang lanjutan ayat,
“Kecuali orang-orang yang telah kamu ikat janji dengan mereka di Masjidil Haram. Maka selama mereka masih berlaku lurus kepada kamu, maka hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka."
Di dalam beberapa tafsir, di antaranya tafsiran Ibnu Abbas, salah satu bunyi Perjanjian Hudaibiyah, selain tidak akan berperang selama sepuluh tahun, ada beberapa kabilah Arab yang turut dalam perjanjian itu bahwa mulai tahun ketujuh, tidak akan diganggu dan kalau ada orang-orang Muslimin dari Madinah naik haji atau umrah, akan dibiarkan mengerjakan umrah dan hajinya dengan baik, tidak akan diganggu. Kabilah-kabilah itu ialah kabilah Bani Bakr. Mereka berdiam di luar Mekah. Kabilah ini teguh memegang janji dan tidak ikut melanggar sebagai Quraisy dahulu. Sekarang setelah Mekah ditaklukkan pada tahun kedelapan, niscaya kekuasaan atas Mekah telah jatuh ke dalam tangan Rasulullah ﷺ. Maka di dalam ayat ini diterangkan bahwa terhadap mereka yang telah membuat janji di Masjidil Haram itu, yaitu Bani Bakr, Allah menyuruh mengecualikan janji itu. Mereka tidak akan diganggu jika datang ke Mekah mengerjakan haji, meskipun dalam masa yang lebih dari empat bulan itu. Kalau diingat bahwa Perjanjian Hudaibiyah yang dilanggar orang Quraisy itu bahwa takkan berperang selama sepuluh tahun yang dibuat pada tahun keenam Hijriyah, bolehlah Bani Bakr tidak diperangi sampai kepada tahun keenam belas Hijriah. Dari ayat di atas tadi ternyata bahwa mereka tidak akan diperangi selama masa sepuluh tahun, asal mereka tidak melanggar janji itu. Tetapi kalau mereka langgar, niscaya mereka akan diperangi dan dibinasakan. Cuma kota Mekah tertutup bagi mereka buat mengerjakan haji, kalau mereka masih musyrik juga. Tetapi di dalam perkembangan keadaan, tidaklah sampai Bani Bakr bertahan tetap dalam kemusyrikan selama sepuluh tahun. Dalam masa Nabi ﷺ masih hidup juga, mereka pun telah berboyong masuk Islam. Maka di dalam ayat ini ditegaskan kepada kaum Muslimin sekali lagi tentang harga janji. Kalau mereka berlaku lurus dan setia memegang janji, pihak kita pun hendaklah lebih menjaga dan setia lagi memelihara janji itu.
“Sesungguhnya Allah amat suka kepada orang-orang yang bertakwa."
Ayat ini menjelaskan sekali lagi tentang takwa. Meskipun mengikat janji dengan orang yang masih musyrik, janji itu mesti dipegang teguh jangan sampai pelanggaran janji timbul dari orang yang beriman. Sebab hal yang demikian ialah tanda hubungan dengan Allah tidak dipelihara, padahal arti takwa ialah memelihara hubungan baik.
Arti yang kedua dari takwa itu pun terdapat dalam ayat ini, yaitu awas dan waspada.
Sebab takwa yang berarti memelihara, bukan saja memelihara hubungan dengan Allah, melainkan termasuk juga memelihara diri dan bersiap, jangan sampai terkecoh dan tertipu. Sebab, kalau orang yang beriman meneguhi janji dengan manusia karena takwanya kepada Allah, orang-orang yang tidak takut kepada Allah tidaklah akan memegang janji itu. Kalau kita terlengah sedikit saja, mereka akan bertindak berbuat curang. Sebab itu hendaklah takwa, yang berarti awas.
Sambungan ayat memperjelas tafsiran ini. Berfirman Allah selanjutnya, “Bagaimana'." Artinya, cobalah pikir dan renungkan!
Ayat 8
“Padahal jika mereka menang atas kamu, tidaklah mereka akan memerhatikan kekeluargaan pada kamu dan tidak (pula) jaminan janji."
Pada ayat tujuh, kaum Muslimin disuruh takwa dalam menjaga dan memelihara janji, yaitu jangan lengah sedikit pun, baik dalam memperdekat diri kepada Allah dengan mem-perbanyak ibadah, maupun mengukuhkan kesatuan sesama sendiri dan selalu awas dan waspada. Sebabnya dijelaskan pada pangkal ayat delapan ini bahwa kalau kita lengah, kaum yang kafir itu mendapat kesempatan, tidaklah mereka mengenal belas kasihan. Me-reka kejam, mereka tidak mengenal hubungan kekeluargaan, dan bagi mereka janji itu ha-nyalah secarik kertas yang sewaktu-waktu bisa saja dirobek, asal kesempatan ada.
Dinyatakan lagi pada lanjutan ayat: “Mereka menyatakan suka kepada kamu dengan mulut mereka, namun hati mereka enggan." Sebab dari semula mereka telah berpendirian menolak kebenaran, janganlah dipercayai bahwa mereka akan tunduk kepada kebenaran. Mereka hanya tunduk karena terpaksa, melihat kenyataan bahwa mereka tidak dapat melawan lagi, namun hati mereka tidaklah tunduk. Kalau ada kesempatan, mereka niscaya akan belot.
dan khianat dari janji, sebab,
“Dan kebanyakan mereka adalah fasik."
Maka kalau dipilih-pilih di antara mereka itu mana yang jujur dan mana yang selalu berniat hendak memungkiri janji, yang terlebih banyak ialah mencari dalih buat me-lepaskan diri dari janji itu. Dan kalau janji itu telah mereka mungkiri, janganlah diharap bahwa mereka akan bersikap belas kasihan. Segala kekejaman, balas dendam, melepaskan sakit hati, yang kaum beriman tidak akan sampai hati melakukannya, bagi mereka itu adalah perkara biasa.
Sebab itu maka di segala zaman, di segala negeri, kaum Muslimin itu senantiasa menjadi pusat perhatian mereka. Selalu disoroti. Tidak pernah mereka melepaskan niat hendak menghancurkan kaum Muslimin itu. Rasa kasihan, rasa kekeluargaan, tidak ada dalam kamus mereka. Kalau mereka tampaknya kasihan, lain tidak hanyalah karena mereka belum kuat atau belum ada kesempatan.
Apa yang dikatakan oleh wahyu pada ayat ini adalah peringatan bagi kaum Muslimin untuk segala zaman, terus-menerus. Sebab itu, kalau kaum Muslimin lalai menjaga takwa kepada Allah dan siap waspada menghadapi pengkhianatan musuhnya, dia akan hancur. Deretan sejarah membuktikan ayat ini. Baik di zaman sebelum Muhammad ﷺ ataupun sesudahnya. Baik di zaman Islam masih kuat, apatah lagi kalau dia lemah.
Ketika bangsa Mongol dan Tartar dapat menaklukkan Baghdad pada 656 H (1258 M.), terjadilah suatu penyembelihan besar-besaran, yang bila pada zaman sekarang kita mem-bacanya di dalam catatan sejarah, walaupun jaraknya sudah 700 tahun, bulu roma kita ma-sih berdiri mengingat betapa ngerinya. Abul-fida menulis dalam syarahnya, al-Bidayah wan Nihayah.
“Mereka masuk ke dalam kota, lalu mereka bunuhlah sekalian orang yang mereka temui di jalan, laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua-tua dan orang muda. Banyak orang yang lari sembunyi ke dalam sumur atau ke dalam belukar dan timbunan sampah. Di sana mereka sembunyi berhari-hari lamanya. Setengahnya lagi berkumpul ke dalam kedai, lalu mereka kunci dari dalam. Datanglah orang-orang Tartar itu, mereka rombak pintu dengan paksa, baik dengan menghancurkan pintu atau membakarnya, lalu mereka masuk ke dalam. Ada yang sempat lari ke tempat yang lebih tinggi, mereka kejar juga sampai ke sana dan mereka bunuh sehingga mengalirlah darah dari orang-orang yang mati di sutuh-sutuh rumah, atau dari polongan air: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Demikian juga mereka lakukan dalam masjid-masjid dan dalam rubat-rubat tempat ibadah. Tidak ada yang terlepas kecuali ahli zimmah, seperti Yahudi dan Nasrani, dan orang-orang yang datang meminta perlindungan kepada Yahudi dan Nasrani yang mendapat jaminan (zimmi) dari islam itu. Atau lari memperlindungkan diri ke rumah Menteri Besar al-Alqami ar-Rafidhi, atau kepada beberapa orang saudagar yang telah diberi jaminan hidup oleh musuh yang menang itu, dengan membayar uang jaminan yang sangat banyak, supaya mereka selamat dan juga sisa harta mereka selamat. Sejak itu, jadilah Baghdad kota mati, setelah beratus tahun lamanya menjadi kota makmur dan hidup. Sejak itu dia hanya didiami sisa-sisa manusia, dalam keadaan takut, lapar, hina, dan sedikit."
Tentang Yahudi dan Nasrani yang disebut ahli zimmah tadi, sejarah pun mengatakan bahwa mereka itu; yang beratus tahun lamanya hidup aman dengan jaminan khalifah, me-rekalah yang lebih dahulu menyatakan taat setia kepada penakluk, menolong melancarkan penaklukan, bahkan sudah ada dari kalangan mereka yang mengadakan hubungan rahasia dengan bangsa Tartar sebelum Tartar masuk ke Baghdad.
Ahli-ahli sejarah berbeda tafsirannya tentang berapa orang Islam yang mati terbunuh di Baghdad seketika tentara Mongol dan Tartar itu menghancurkan Baghdad. Yang paling kecil taksirannya ialah 800.000 orang. Tetapi ada pula yang mengatakan 1.000.000 (sejuta) dan ada juga yang mengatakan 2.000.000. Mereka masuk di permulaan Muharram dan sampai 40 hari sesudah itu, yaitu di pertengahan Shafar, mereka masih mempermainkan pedangnya memotong kepala siapa saja yang bertemu. Khalifah Bani Abbas yang penghabisan, al-Musta'shim Billah, mereka bunuh pada 14 hari bulan Shafar tahun 656 H dalam usia baru 46 tahun 4 bulan, setelah memerintah 15 tahun 8 bulan dan beberapa hari. Bersama dia dibunuh pula putranya Abui Abbas Ahmad, dalam usia 25 tahun. Bersama dia dibunuh pula putranya yang tengah, Abui Fadhl Abdurrahman, dalam usia 23 tahun. Lalu ditawan putranya yang bungsu, Mubarrak, bersama dengan ketiga saudara perempuannya: Fatimah, Khadijah, dan Maryam.
Yang turut terbunuh ialah Guru Istana Khalifah, Syekh Muhyiddin Yuusuf bin Syekh Abil Faraj ibnul Jauzi. Sebab dia adalah musuh dari Menteri Besar ar-Rafidhi. Dan dibunuh pula tiga anaknya: Abduliah, Abdurrahman, dan Abdulkarim. Dan juga orang-orang besar kerajaan satu demi satu. Di antaranya Duwi-dar Kecil Mujahidduddin Aibak, Syihabuddin Sulaiman Syah, dan satu jamaah dari ulama-ulama Sunni dan pemuka-pemuka negeri. Ada orang disuruh menghadap bersama anak-anak istrinya, diantar terus menuju pekuburan, semuanya disembelih seperti menyembelih kambing-kambing kurban. Anak-anak gadis-nya dan jariah-jariahnya dijadikan tawanan. Dibunuh juga Syekhusy-Syuyukh Guru dari Khalifah, yang bernama Shadruddin as-Sajjar. Segala khatib-khatib dan imam-imam dan pembaca-pembaca (Qari'ul Qur'an) semuanya disapu habis sehingga berbulan-bulan lamanya masjid-masjid kosong, dan Jum'at tak berdiri.
Lepas dari 40 hari itu, didapatilah Baghdad menjadi negeri kosong; tidak ada manusia yang patut disebut manusia lagi, bangkai bertimbun di jalan-jalan. Jatuhlah hujan, maka berubahlah wajah bangkai-bangkai itu dan tersebarlah bau busuk di seluruh kota mati itu, dan berjangkitlah penyakit kolera, yang dibawa oleh angin ke negeri Syam dan menular pula beberapa lamanya di sana. Banyaklah orang yang mati karena udara telah rusak dan angin membawa penyakit. Maka berkumpullah kemahalan harga, penyakit kolera, dan kema-tian tiba-tiba, mati tersungkur dan ta'un: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Setelah diserukan bahwa Baghdad telah diberi keamanan, tiba-tiba keluarlah sisa-sisa manusia yang masih bersembunyi, muncul dari dalam lubang-lubang, dari sumur-sumur tua, dari polongan-polongan air, dari kuburan-kuburan tua, seakan-akan mereka itu mayat-mayat hidup yang dibongkar dari dalam kubur layaknya; sehingga yang satu tidak lagi mengenal yang lain, ayah tidak lagi mengenal anak, saudara tidak lagi mengenal saudaranya. Mereka pun dikejar-kejar penyakit dan banyak pula yang mati, mengiringi yang telah mati terlebih dahulu karena dibunuh."
Sekian saja kita salinkan peristiwa kejatuhan Baghdad.
Kemudian itu mari ingatkan lagi bagaimana pula ketika kaum Salib dapat merampas Palestina, karena negeri-negeri Islam pada masa itu berpecah-pecah dan lemah, yaitu pada 15 Juli 1099.
Kita ambil saja kesaksian dari orang Kristen sendiri, yaitu ahli sejarah Goustave Le Bon dalam bukunya The Civilization of Arab (Kebudayaan Arab);
“Perbuatan kaum Salib ketika masuk ke dalam kota Jerusalem, berbeda sekali dengan perbuatan Umar bin Khaththab terhadap orang Nasrani ketika beberapa abad sebelum itu beliau masuk ke sana. Pendeta kota Luboy, Reymond Dagell berkata, Terjadilah satu hal yang sangat Heran orang Arab menerimanya,
ketika kaum kita telah dapat menguasai parit rentang Kota Jerusalem dan benteng-benteng pertahanannya. Dipotongi kepala-kepala mereka. Itulah hukum yang paling ringan! Atau dikorek perut mereka sampai terbusai isinya. Atau disuruh melompat dari dinding kota yang tinggi itu sehingga remuk sampai di bawah. Setengahnya lagi dibakar sesudah disiksa dengan berbagai siksaan yang lama. Sehingga yang dilihat di jalan-jalan raya lain tidak adalah timbunan kepala-kepala yang telah cerai dari badan atau potongan-potongan tangan kaki-kaki orang Arab sehingga ke mana saja pun pergi, hanya terpandang bangkai-bangkai yang putus-putus. Itu hanyalah sebagian dari siksaan yang mereka terima. Yang lain banyak lagi."
Pendeta Reymond Dagell menceritakan pula tentang 40.000 kaum Muslimin yang dibunuh di dalam masjid Umar. Katanya,
“Kaum kita telah menumpahkan darah dengan sangat berlebih-lebihan di Haikal Sulai-man. Bangkai-bangkai orang-orang yang dibunuh bergelimpangan di sana-sini dalam masjid. Tangan-tangan dan kaki-kaki terserak di sana-sini, seakan-akan hendak menjemba salah satu bangkai di dekatnya, hendak mele-kapkan diri kepada bangkai yang bukan pa-sangannya. Kalau dicoba menghubungkan satu potongan tangan dengan satu tubuh, tidaklah sesuai. Serdadu-serdadu yang melakukan itu sampai tidak kuat menahan bau anyir darah yang keluar dari bangkai-bangkai itu."
Kaum Salib yang sangat “saleh" itu rupanya belum juga puas. Kemudian, diadakan rapat membulatkan suara bahwa seluruh penduduk Kota Jerusalem, Musliminnya, atau Yahudi-nya, atau orang-orang Nasrani yang dipandang tidak setia, yang jumlah seluruhnya tinggal 60.000 orang, semuanya mesti dibinasakan. Maka dijalankanlah keputusan itu dalam masa delapan hari sehingga habislah seluruh penduduk kota, tidak terkecuali perempuan, anak-anak, atau orang-orang tua.
Selanjutnya Goustave Le Bon menulis.
“Kemudian diusirlah kaum Salib dari Jerusalem oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang terkenal. Sesudah Mesir dan negeri Arab, Irak, jatuh ke dalam genggamannya, masuklah dia ke Syria, lalu ditaklukkannya Jerusalem dan dikalahkannya Raja Jerusalem yang malang,
Guy Delozinian, ditawannya raja itu dan diambilnya kembali Baitul Maqdis pada 1187.
Tetapi Salahuddin tidaklah berbuat kepada kaum Salib seperti yang dilakukan oleh kaum Salib dahulu itu. Tidaklah beliau musnah hancurkan kaum Salib Nasrani yang kalah itu. Beliau cukupkan saja dengan memungut jizyah (upeti) yang kecil dan beliau larang keras tentaranya merampas harta benda mereka. Dengan demikian, runtuhlah Kerajaan Latin yang telah didirikan sejak 88 tahun itu."
Demikian ditulis oleh Goustave.
Kemudian itu mari kita lihat pula nasib kaum Muslimin Andalusia (Spanyol) yang tujuh abad lamanya menjadikan Semenanjung Iberia itu tanah air mereka, dan meraka kem-bangkan kebudayaan yang tinggi di sana. Lalu karena kelalaian dan perpecahan mereka sendiri, akhirnya pada 1492, kekuasaan mereka yang terakhir bisa dihapuskan dari negeri itu, dengan kekalahan Abu Abdillah, Raja Granada (Gharnathah) berhadapan dengan Raja suami istri Ferdinand dari Castillia dan Isabella dari Aragon.
Setelah kaum Muslimin kalah, sisa yang masih tinggal di negeri itu mulanya diberi perlindungan, diberi kebebasan memeluk agama Islam, dijanjikan tidak akan diganggu. Tetapi pada 1499 (tujuh tahun) setelah kekalahan itu, mulailah segala janji itu dimungkiri. Mereka dipaksa memeluk agama Kristen. Kardinal Xemenes, menjelaskan kepada Ratu Isabella bahwa kalau Ratu masih saja memegang teguh janjinya dengan orang-orang Islam itu, dia akan dikutuk oleh Yesus Kristus, dia akan berdosa besar. Maka karena takut akan berdosa lantaran memegang janji, mulailah dilakukan pemaksaan-pemaksaan yang kejam dan ngeri. Dan, mulai pulalah Kardinal Xemenes mengusulkan kepada Ratu agar orang-orang itu disuruh memilih, masuk Kristen atau diusir keluar Spanyol. Sejak itu mulailah masjid-masjid ditutup dan kitab-kitab Islam dikumpulkan dan dibakar.
Akhirnya, habis licin tandaslah orang-orang Islam dari Spanyol sampai sekarang ini. Yang kita dapati hanyalah gereja-gereja yang dahulunya adalah masjid-masjid. Penunjuk jalan saya, ketika saya ziarah ke Istana Alhambra (1968) mengatakan bahwa 80% dari gereja-gereja itu adalah bekas masjid. Dan, sisa-sisa yang tercecer dari kitab-kitab agama Islam, dalam segala segi ilmu pengetahuan, lama kemudian baru disuruh kumpulkan, lalu didirikan Perpustakaan Escurial yang terkenal. Kalau kita masuk ke dalamnya, untuk melihat-lihat saja akan memakan waktu berjam-jam. Padahal yang telah dipustakakan itu tidaklah cukup sepersepuluh dari yang telah dibakar.
Sedangkan Pusat Gereja Patrick Konstan-tinople masih tetap berada di Istambul sampai sekarang ini, meskipun Kerajaan Byzantium telah ditaklukkan bangsa Turki 1453. Pusat Gereja Koptik masih tetap di Iskandariyah dan dua juta bangsa Koptik masih tetap menjadi warga negara negeri Islam Mesir. Demikian juga di Syria dan Libanon pun masih menjadi saksi hidup dengan adanya Kristen Maronis, baik di Libanon atau di Syria (Syam) atau Koptik di Mesir itu mendapat perlindungan Islam sejak zaman sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ.
Oleh karena itu, Andalusia adalah saksi yang hidup tentang tidak ada toleransi mereka itu kepada Islam, dan kaum Kristen di Syria (Syam), Mesir, dan Libanon saksi yang hidup pula dari toleransi Islam.
Dalam sejarah Kerajaan Bani Utsman (Turki) terdapatlah perjanjian suci di antara Sultan Murad II tahun 1444 M. (848 H.), akan berdamai sepuluh tahun lamanya. Sultan Murad memerang Al-Qur'an dan Hynade Raja Maghyar memegang Injil. Namun, Kardinal Cesarini memberi fatwa bahwa memegang teguh janji tersebut adalah satu dosa besar. Dan kekalahan tentara sekutu kaum Salib saat berperang memungkiri janji itu dengan Sultan Murad, sampai Hynade sendiri tewas di medan perang itulah rupanya yang menyebabkan timbulnya dendam Kardinal Xemenes di Andalusia sehingga dendam itu ditumpahkan kepada orang Islam (1499 M).
Pada tahun 1570 De Mesquita, Gubernur Portugis, membunuh Sultan Khairun di Ter-nate dalam satu jamuan makan, yaitu sesudah mengikat janji dengan Al-Qur'an dan Injil pula.
Sampai pada zaman modern kita sekarang ini, cara-cara yang begini masih kedapatan. Tegasnya ayat yang tengah kita tafsirkan ini adalah peringatan yang sangat penting bagi kaum Muslimin. Mereka wajib selalu takwa kepada Allah dan siap serta waspada. Kalau mereka kehilangan apa arti kekeluargaan dan apa arti janji perlindungan.
Ketika Pakistan terpaksa memisahkan diri dari India karena ingin bebas merdeka hidup dalam lingkungan kebudayaan sendiri, yang sangat berbeda dengan kebudayaan Hindu, beribu-ribu bahkan mencapai ratusan ribu, kaum Muslimin yang mencoba meninggalkan India menuju Pakistan, dibunuhi di tengah jalan seperti membunuh anjing saja. Meskipun 60 juta bilangan kaum Muslimin dalam India merdeka, tetapi sampai saat sekarang ini tidaklah mereka merasakan keamanan jiwa. Golongan Hindu yang mayoritas dan ber-kuasa, rupanya belum puas hati sebelum sisa kaum Muslimin yang masih tinggal di India itu dimusnahkan.
Haile Salassi Kaisar Kristen di Afrika, dalam salah satu pidatonya ketika dia menjadi tetamu pemerintah Amerika, menjamin dan membanggakan bahwa dalam masa 20 tahun lagi dia sanggup menyapu habis kaum Muslimin dari seluruh negeri yang berada di bawah kuasanya. Tanah-tanah kaum Muslimin diserahkan begitu saja kepada orang Kristen. Zending Kristen dan Misinya mendapat bantuan dari Kaisar, sedangkan rakyatnya yang Muslim tidak mendapat keleluasaan menyebarkan agama dalam kalangan mereka sendiri. Perjalanan mubaligh-mubaligh Islam dari satu daerah ke daerah lain sangat dibatasi, bahkan dihalang-halangi.
Bahkan di negeri yang mayoritasnya adalah orang islam, seperti di Indonesia ini, yang sejak beratus tahun hidup damai minoritas Kristen dengan mayoritas Islam, tidaklah hal itu diterima baik oleh pihak Kristen, bahkan dihamburkan uang berjuta-juta untuk mengkristenkan umat Islam itu. Berlomba segala negeri Kristen menyebarkan agama mereka dengan ratusan sektenya ke negeri-negeri orang Islam.
Yang sangat mencolok mata lagi ialah kejadian di Nigeria. 60% penduduk Nigeria adalah Islam. Pemimpin yang menerima kemerdekaan dari Inggris ialah pemimpin-pemimpin Islam, seperti Abu Bakar Tafawa Balewa dan Ahmadu Bello. Namun, minoritas Kristen berontak, lalu seluruh pemimpin yang Islam itu dibunuh. Akhirnya, kekuasaan yang telah jatuh ke tangan Kristen, tetapi tidak tulen mempertahankan Kristen diberontaki oleh negara bagian Biafra yang menuntut negara Kristen sejati. Sejak dari Paus di Roma, sampai kepada negeri Perancis, dan beberapa negeri Katolik yang lain memberikan bantuannya dengan terang-terang kepada Biafra.
Semuanya ini adalah kenyataan. Orang Yahudi yang terpencar-pencar di seluruh dunia diberi kebebasan mendirikan negara di tengah-tengah Tanah Arab, Tanah Islam, dengan bantuan Amerika dan Rusia. Ketika terjadi perang Juni 1967, sebagian besar tanah-tanah wilayah negeri-negeri Islam dicaplok oleh Yahudi. Baitul Maqdis diduduki, kemudian dibakar. Orang Islam hanya sanggup mengadakan konferensi, berembuk, bermusyawarah, namun kekuatan tidak ada, Apabila bertambah lama, mereka akan bertambah ditindas. Bahkan dihancurkan dan dihapus dari seluruh muka bumi. Dan memang itulah program mereka. Mereka, bangsa-bangsa Barat yang berlatar-belakang Kristen itu, yang telah mewarisi kebencian dan dendam terhadap Islam, sejak Perang Salib, sangat kecewa karena negeri-negeri Islam satu demi satu terlepas dari penjajahan yang telah mereka tekankan sejak 300 tahun. Oleh karena itu, mereka masih saja hendak meneruskan penjajahan itu dengan bentuk lain. Di antaranya ialah dengan jalan memerangi pikiran tentang Islam, supaya kekuatan kaum Muslimin itu menjadi hilang, sebab aqidah yang akan mereka pertahankan itu tidak ada lagi dalam diri mereka. Di dalam ayat dijelaskan: “Mereka menyatakan suka kepada kamu, dengan mulut mereka, namun hati mereka enggan." Itulah ungkapan yang tepat sekali. Kata-kata politik dan diplomasi yang halus akan dikeluarkan untuk membujuk agar kaum Muslimin melepaskan pendiriannya. Oleh sebab itu, susunan kata yang keluar diatur demikian rupa, supaya kaum Muslimin melepaskan keyakinan hidupnya,
Ayat 9
“Mereka jual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit."
Di dalam bahasa Arab yang terangkai dalam ayat ialah yasytaruna yang berarti mereka beli. Hanya karena perbedaan pemakaian bahasa, terpaksa kita artikan mereka jual. Dan, lebih cocok lagi bila kita ambil arti mereka nilai ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit Ayat ini menunjukkan bahwa kaum yang musyrik itu pun mengenal juga ayat-ayat Allah. Ayat-ayat Allah ialah kebenaran Allah yang tidak dapat dibantah. Ayat-ayat Allah itu telah diterima hati mereka, tetapi mereka tolak.
Karena mereka sangat berat untuk melepaskan kebiasaan yang buruk itu. Menyembah berhala, berlaku zalim, menganiaya orang yang lemah, memakan riba, dan segala kejahatan yang lain. Dan, mereka telah sangat senang dengan adat yang buruk-buruk itu. Maka kalau ada seruan kebenaran, mereka tolak dan mereka perangi: “Lalu mereka hambat dari jalan-Nya." Jalan Allah yang direntangkan dan dipimpinkan oleh Rasul ﷺ mereka hambat dan mereka halangi:
“Sesungguhnya mereka amat jahatlah apa yang telah mereka kerjakan."
Diterangkanlah di ujung ayat bahwasanya perbuatan menghalangi jalan Allah, menilai ayat Allah dengan harga yang sedikit, semuanya itu adalah perbuatan jahat, Apalagi me-nilai ayat Allah dengan harga yang sedikit, itu adalah puncak dari kejahatan. Karena ayat Allah tidaklah dapat dinilai dengan benda. Walaupun sampai tersundak ke langit harga benda yang diambil penilai dan pengganti ayat Allah, masihlah semua itu sedikit, sangat sedikit.
Ayat 10
“Mereka itu tidak memerhatikan kekeluargaan pada orang yang beriman dan tidak pula janji."
Ayat ini adalah penguatkan apa yang telah diterangkan pada tafsir ayat delapan di atas tadi. Dalam mempertahankan pendirian yang salah itu, mereka tidak memerhatikan kekeluargaan (illlan), kasar, busuk hati. Anak mereka sendiri akan mereka bunuh kalau tegak pada kebenaran dan keluar dari pendirian yang sesat itu, Janji-janji yang telah diperbuat, mudah sajalah bagi mereka memungkirinya. Seumpama perjanjian pada Perdamaian Hudaibiyah. Merekalah yang melanggarnya lebih dahulu sehingga ketika Abu Sufyan datang ke Madinah pergi meminta maaf atas pelanggaran janji itu, tidaklah dipedulikan lagi oleh Rasul sehingga kesalahan mereka memungkiri janji yang telah tertulis itulah yang menyebabkan Mekah diserbu. Sebab dari semua kejadian ini ialah
“Karena mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas."
Ibarat orang main sport (olahraga), mereka selalu telah melanggar batas-batas yang ditentukan sehingga mereka bermain dengan curang. Karena memperturutkan hawa nafsu, tidaklah mereka ingat lagi bahwa perbuatan melewati batas itu adalah merugikan diri me-reka sendiri.
PINTU TOBAT SELALU TERBUKA
Ayat 11
“Tetapi jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara kamu dalam agama."
Ayat ini menunjukkan dan membuktikan bahwa orang-orang yang selama ini menentang itu, yang tidak mengenal kekeluargaan dan janji, menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Apabila mereka telah tobat dan tobat itu betul-betul tobat sehingga tobat telah diiringi dengan shalat menyembah Allah, dan mengeluarkan zakat, berkhidmat kepada masyarakat, orang seperti itu tidak boleh dianggap musuh lagi. Dia adalah kawan seagama. Sebab itu permusuhan telah habis. Hal yang lama-lama tidak boleh dibangkit-bangkit lagi;
“Dan Kami jelaskan ayat-ayat itu kepada kaum yang hendak mengetahui."
Artinya, inilah peraturan Allah. Yaitu kalau sudah tobat dan sudah bershalat, dan sudah mengeluarkan zakat, mereka adalah kawanmu. Maksud dakwah Islam, bukanlah menumpuk dendam, membongkar-bongkar kesalahan yang lama. Berpuluh ribu orang yang dahulunya memusuhi Islam, setelah Futuh Mekah dan Perang Hunain, berduyun masuk Islam. Permusuhan habis dan mereka kemudian menjadi tulang punggung Islam, ketika perjuangan mengembangkan Islam ke Persia dan Romawi.