Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَنفِقُواْ
dan belanjakanlah
فِي
di/pada
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَلَا
dan jangan
تُلۡقُواْ
kamu menjatuhkan
بِأَيۡدِيكُمۡ
dengan tangan/dirimu
إِلَى
kepada/kedalam
ٱلتَّهۡلُكَةِ
kebinasaan
وَأَحۡسِنُوٓاْۚ
dan berbuat baiklah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
وَأَنفِقُواْ
dan belanjakanlah
فِي
di/pada
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَلَا
dan jangan
تُلۡقُواْ
kamu menjatuhkan
بِأَيۡدِيكُمۡ
dengan tangan/dirimu
إِلَى
kepada/kedalam
ٱلتَّهۡلُكَةِ
kebinasaan
وَأَحۡسِنُوٓاْۚ
dan berbuat baiklah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
Terjemahan
Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Tafsir
(Dan belanjakanlah di jalan Allah), artinya menaatinya, seperti dalam berjihad dan lain-lainnya (dan janganlah kamu jatuhkan tanganmu), maksudnya dirimu. Sedangkan ba sebagai tambahan (ke dalam kebinasaan) atau kecelakaan disebabkan meninggalkan atau mengeluarkan sana untuk berjihad yang akan menyebabkan menjadi lebih kuatnya pihak musuh daripada kamu. (Dan berbuat baiklah kamu), misalnya dengan mengeluarkan nafkah dan lain-lainnya (Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang berbuat baik), artinya akan memberi pahala mereka.
Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Wail mengatakan dari Huzaifah sehubungan dengan firman-Nya: Dan belanjakanlah (harta kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah memberi nafkah.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy. Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, ‘Atha’, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah, As-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan. Al-Laits ibnu Sa'd meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Aslam Abu Imran yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Muhajirin ketika di Qustantiniyah (Konstantinopel) maju sendirian melabrak barisan musuh hingga dapat menerobosnya (lalu kembali lagi), sedangkan bersama kami ada Abu Ayyub Al-Ansari.
Maka orang-orang mengatakan, "Dia telah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan." Maka Abu Ayyub menjawab, "Kami lebih mengetahui tentang ayat ini, sesungguhnya ia diturunkan berkenaan dengan kami. Kami selalu menemani Rasulullah ﷺ dan kami ikut bersamanya dalam semua peperangan, dan kami bantu beliau dengan segala kemampuan kami. Setelah Islam menyebar dan menang, maka kami orang-orang Anshar berkumpul mengadakan reuni. Lalu kami mengatakan, 'Allah telah memuliakan kita karena kita menjadi sahabat Nabi ﷺ dan menolongnya hingga Islam tersebar dan para pemeluknya menjadi golongan mayoritas. Kita lebih mementingkan Nabi ﷺ daripada keluarga, harta benda, dan anak-anak kita.' Setelah perang tiada lagi, lalu kami kembali kepada keluarga dan anak-anak kami serta kami tinggal bersama mereka.
Lalu turunlah firman-Nya: 'Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan ' (Al-Baqarah: 195). Maka kebinasaan itu terjadi bila kami bermukim mengurusi keluarga dan harta benda. Sedangkan jihad kami tinggalkan." Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Abdu ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya; dan Ibnu Abu Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu Mardawaih serta Al-Hafidzh Abu Ya'la di dalam kitab musnadnya; Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dan Imam Hakim di dalam kitab mustadraknya.
Semuanya meriwayatkan hadits ini melalui Yazid ibnu Abu Habib dengan lafal seperti yang disebutkan di atas. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, shahih, gharib. Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain, sedangkan keduanya tidak mengetengahkannya. Menurut lafal yang ada pada Imam Abu Dawud, dari Aslam Abu Imran, ketika kami berada di Konstantinopel, pemimpin pasukan kaum muslim dari Mesir dipegang oleh Uqbah ibnu Amir, dan dari negeri Syam dipegang oleh seorang lelaki kepercayaan Yazid ibnu Fudalah ibnu Ubaid.
Maka keluarlah dari kota Konstantinopel sepasukan yang berjumlah sangat besar dari pasukan Romawi; kami pun menyusun barisan pertahanan untuk menghadapi mereka. Kemudian ada seorang lelaki dari pasukan kaum muslim maju menerjang barisan pasukan Romawi, hingga sempat memorak-porandakannya, dan masuk ke tengah barisan musuh, setelah itu ia kembali lagi ke barisan kami. Melihat peristiwa tersebut pasukan kaum muslim berteriak seraya mengucapkan, "Subhanallah, dia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan!" Maka Abu Ayyub menjawab: Wahai manusia, sesungguhnya kalian benar-benar menakwilkan ayat ini bukan dengan takwil yang semestinya.
Sesungguhnya ayat ini hanya diturunkan berkenaan dengan kami, orang-orang Anshar. Sesungguhnya kami setelah Allah memenangkan agama-Nya dan banyak yang mendukungnya, maka kami berkata di antara sesama kami, "Sekiranya kita kembali kepada harta benda kita untuk memperbaikinya," maka turunlah ayat ini (Al-Baqarah: 195). Abu Bakar ibnu Iyasy meriwayatkan dari Abu Ishaq As-Subai'i yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Al-Barra ibnu Azib, "Jika aku maju sendirian menerjang musuh, lalu mereka membunuhku, apakah berarti aku menjerumuskan diriku ke dalam kebinasaan?" Al-Barra menjawab, "Tidak, Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman kepada Rasul-Nya: 'Maka berperanglah kalian pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri' (An-Nisa: 84).
Sesungguhnya ayat ini (yakni Al-Baqarah ayat 195) hanyalah berkenaan dengan masalah nafkah." Ibnu Mardawaih meriwayatkannya pula, dan Imam Hakim telah mengetengahkannya di dalam kitab Mustadrak melalui hadits Israil, dari Abu Ishaq; dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya, begitu pula Qais ibnur Rabi', dari Abu Ishaq, dari Al-Barra. Kemudian Al-Barra menuturkan hadits ini,dan sesudah firman-Nya: Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. (An-Nisa: 84) Ia mengatakan, "Kebinasaan yang sesungguhnya ialah bila seorang lelaki melakukan suatu dosa, sedangkan ia tidak bertobat darinya.
Maka dialah orang yang menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh (juru tulis Al-Al-Laits), telah menceritakan kepadaku Al-Al-Laits, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Khalid ibnu Musaflr, dari Ibnu Syihab, dari Abu Bakar ibnu Numair ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam, bahwa Abdur Rahman Al-Aswad ibnu Abdu Yagus telah menceritakan kepadanya bahwa mereka mengepung kota Dimasyq (Damaskus).
Maka berangkatlah seorang lelaki dari Azdsyanuah, ia maju dengan cepat menerjang musuh sendirian. Kaum muslim mencela perbuatannya itu, lalu perkaranya dilaporkan kepada Amr ibnul As (panglima pasukan kaum muslim). Kemudian Amr mengirimkan pesuruh untuk menyuruhnya kembali (ke barisan kaum muslim). Ketika lelaki itu datang ke hadapannya, maka Amr membacakan kepadanya firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) ‘Atha’ ibnus Saib meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini bukan berkenaan dengan masalah perang, melainkan berkenaan dengan masalah membelanjakan harta, yaitu bila kamu genggamkan tanganmu, tidak mau membelanjakan harta di jalan Allah, maka dikatakan, "Janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan." Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Adh-Dhahhak ibnu Abu Jubair yang menceritakan bahwa orang-orang Anshar biasa menyedekahkan dan menginfakkan sebagian dari harta mereka.
Pada suatu ketika paceklik menimpa mereka, karena itu mereka tidak lagi membelanjakan hartanya di jalan Allah. Lalu turunlah ayat ini: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Yang dimaksud ialah sifat kikir. Sammak ibnu Harb meriwayatkan dari An-Nu'man ibnu Basyir sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Maksudnya ialah ada seorang lelaki melakukan suatu dosa, lalu ia mengatakan bahwa dirinya tidak akan diampuni.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195) Demikianlah menurut riwayat Ibnu Mardawaih. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ubaidah As-Salmani, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Sirin, dan Abu Qilabah hal yang semisal, yakni yang semisal dengan apa yang telah diceritakan oleh An-Nu'man ibnu Basyir. Yaitu bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang melakukan suatu dosa, lalu ia berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan diampuni.
Karena itulah dia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Dengan kata lain, karena dia merasa tidak akan diampuni, maka ia memperbanyak berbuat dosa, dan akhirnya dia binasa. Karena itulah Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang pernah mengatakan bahwa kebinasaan adalah azab Allah. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakr, dari Al-Qurazi (yaitu Muhammad ibnu Ka'b), bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan takwil ayat ini: Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Ada suatu kaum yang sedang berjuang di jalan Allah, dan seseorang dari mereka membawa bekal yang paling banyak di antara teman-temannya.
Lalu ia menginfakkan perbekalannya itu kepada orang yang kekurangan, hingga tiada sesuatu pun yang tersisa dari bekalnya untuk menyantuni teman-temannya yang memerlukan pertolongan. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Ayyasy, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan firman-Nya: Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Demikian kisahnya, bermula dengan sejumlah kaum laki-laki yang berangkat mengemban misi yang ditugaskan oleh Rasulullah ﷺ ke pundak mereka tanpa bekal.
Ketiadaan bekal mereka adakalanya karena mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai mata pencaharian, atau adakalanya karena mereka adalah orang-orang yang mempunyai banyak tanggungan. Maka Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta perbelanjaan dari apa yang telah direzekikan Allah kepada mereka (kaum muslim), dan janganlah mereka menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan. Pengertian binasa ialah bila mereka yang bertugas mengemban misi ini binasa karena lapar dan dahaga atau karena jalan kaki.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada orang-orang yang mempunyai harta berlebih: Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195) Kesimpulan dari makna ayat ini ialah perintah membelanjakan harta di jalan Allah dan semua jalan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dan taat kepada-Nya, khususnya membelanjakan harta untuk memerangi musuh, kemudian mengalokasikannya buat sarana dan bekal yang memperkuat kaum muslim dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Melalui ayat ini Allah memberitakan kepada mereka bahwa jika hal ini ditinggalkan, maka akan berakibat kepada kehancuran dan kebinasaan bagi orang yang tidak mau membelanjakan hartanya untuk tujuan tersebut.
Kemudian di-'ataf-kan kepada perintah berbuat baik, yang mana hal ini merupakan amal ketaatan yang paling tinggi. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)"
Dan infakkanlah hartamu di jalan Allah dengan menyalurkannya untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, memberi beasiswa, membangun fasilitas umum yang diperlukan umat Islam seperti rumah sakit, masjid, jalan raya, perpustakaan, panti jompo, rumah singgah, dan balai latihan kerja. Dan janganlah kamu jatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dengan melakukan tindakan bunuh diri dan menyalurkan harta untuk berbuat maksiat. Tentu lebih tepat jika harta itu disalurkan untuk ber-buat baik bagi kepentingan orang banyak, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik dengan ikhlas.
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah dengan memenuhi syarat, wajib, rukun, maupun sunah-sunahnya dengan niat yang ikhlas semata-mata mengharapkan rida Allah, dalam keadaan aman dan damai, baik di perjalanan maupun di tempat-tempat pelaksanaan manasik haji. Tetapi jika kamu terkepung oleh musuh, dalam keadaan perang atau situasi genting sehingga tidak dapat melaksanakan manasik haji pada tempat dan waktu yang tepat, maka ada ketentuan rukhshah (dispensasi) dengan diberlakukannya dam (pengganti) sebagai berikut. Pertama, sembelihlah hadyu, yaitu hewan yang disembelih sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji, yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebagai tanda selesainya salah satu rangkaian ibadah haji sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya dengan tepat. Kedua, jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu dia bercukur sebelum selesai melaksanakan salah satu dari rangkaian manasik haji, maka dia wajib membayar fidyah atau tebusan yaitu dengan memilih salah satu dari berpuasa, bersedekah atau berkurban supaya kamu bisa memilih fidyah yang sesuai dengan kemampuan kamu. Ketiga, apabila kamu dalam keadaan aman, tidak terkurung musuh, dan tidak terkena luka, tetapi kamu memilih tamattu, yakni mendahulukan umrah daripada haji pada musim haji yang sama, maka ketentuannya adalah bahwa barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia wajib menyembelih hadyu yang mudah didapat di sekitar Masjidilharam. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya yakni tidak mampu dan tidak memiliki harta senilai binatang ternak yang harus disembelih, maka dia wajib berpuasa tiga hari dalam musim haji dan tujuh hari setelah kamu kembali ke tanah air. Itu seluruhnya sepuluh hari secara keseluruhan. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada, yakni tinggal atau menetap, di sekitar Masjidilharam melainkan berdomisili jauh di luar Mekah seperti kaum muslim Indonesia. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya bagi orang-orang yang tidak menaati perintah dan aturan-Nya.
Orang-orang mukmin diperintahkan membelanjakan harta kekayaannya untuk berjihad fi sabilillah dan dilarang menjatuhkan dirinya ke dalam jurang kebinasaan karena kebakhilannya. Jika suatu kaum menghadapi peperangan sedangkan mereka kikir, tidak mau membiayai peperangan itu, maka perbuatannya itu berarti membinasakan diri mereka.
Menghadapi jihad dengan tidak ada persiapan serta persediaan yang lengkap dan berjihad bersama-sama dengan orang-orang yang lemah iman dan kemauannya, niscaya akan membawa kepada kebinasaan. Dalam hal infaq fi sabilillah orang harus mempunyai niat yang baik, agar dengan demikian ia akan selalu memperoleh pertolongan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BERJUANG PADA JALAN ALLAH
Ayat 195
“Dan bernafkahlah pada jalan Allah."
Oleh karena menghadapi peperangan maka perbelanjaan akan berlipat ganda dari biasa. Pada saat-saat yang demikian sangatlah dikehendaki kesanggupan berkorban, sekali-kali jangan bakhil. Perbelanjaan di waktu perang berlipat ganda daripada belanja di waktu damai. Apatah lagi perang di dalam menegakkan jalan Allah.
“Dan janganlah kamu lemparkan diri kamu ke dalam kebinasaan." Melemparkan diri ke dalam kebinasaan ialah karena bakhil, takut mengeluarkan uang, malas berkorban. Karena malas berkorban, musuh dapat leluasa. Perang meminta perlengkapan senjata dan perbekalan makanan. Seluruh masyarakat pada waktu itu wajib sedia susah untuk mencapai kemenangan. Kelalaian Artinya, adalah kebinasaan. Yang kedua, apabila perang hendak dihadapi wajiblah dipelajari segala siasat perang, siasat penyerbuan, pertahanan, pengepungan, dan pe-naklukan musuh. Di antaranya ialah tunduk dan patuh kepada pimpinan (komando). Semangat yang berkobar-kobar, padahal ilmu perang tidak diketahui, atau tidak ada kesatuan komando, atau bertindak sendiri-sendiri adalah juga melemparkan diri ke dalam kebinasaan.
Selanjutnya, Allah berfirman, “Dan berbuat baiklah" atau majukanlah perbaikan. Karena wa ahsinu berarti selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki maka banyaklah maksud yang terkandung di dalamnya. Dia tersimpul dari kata ihsan. Terhadap Allah, ihsan itu ialah bahwa kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu lihat Allah itu.
“Sesungguhnya, Allah suka kepada orang-orang yang berbuat baik."