Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلشَّهۡرُ
bulan
ٱلۡحَرَامُ
haram
بِٱلشَّهۡرِ
dengan bulan
ٱلۡحَرَامِ
haram
وَٱلۡحُرُمَٰتُ
dan sesuatu yang dihormati
قِصَاصٞۚ
qishash
فَمَنِ
maka barang siapa
ٱعۡتَدَىٰ
menyerang
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
فَٱعۡتَدُواْ
maka seranglah
عَلَيۡهِ
atasnya
بِمِثۡلِ
seperti/seimbang
مَا
apa
ٱعۡتَدَىٰ
ia menyerang
عَلَيۡكُمۡۚ
atas kalian
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
مَعَ
beserta
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
ٱلشَّهۡرُ
bulan
ٱلۡحَرَامُ
haram
بِٱلشَّهۡرِ
dengan bulan
ٱلۡحَرَامِ
haram
وَٱلۡحُرُمَٰتُ
dan sesuatu yang dihormati
قِصَاصٞۚ
qishash
فَمَنِ
maka barang siapa
ٱعۡتَدَىٰ
menyerang
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
فَٱعۡتَدُواْ
maka seranglah
عَلَيۡهِ
atasnya
بِمِثۡلِ
seperti/seimbang
مَا
apa
ٱعۡتَدَىٰ
ia menyerang
عَلَيۡكُمۡۚ
atas kalian
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
مَعَ
beserta
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
Terjemahan
Bulan haram dengan bulan haram dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) kisas. Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.
Tafsir
(Bulan haram), artinya bulan suci harus dibalas pula (dengan bulan haram), maksudnya sebagaimana mereka memerangi kamu pada bulan suci, perangilah pula mereka pada bulan itu sebagai sanggahan atas sikap kaum muslimin yang menghormati bulan suci (dan pada semua yang patut dihormati) jamak dari hurmatun (berlaku hukum kisas), maksudnya bila kehormatan itu dilanggar, maka hendaklah dibalas dengan perbuatan yang setimpal (Maka barang siapa yang menyerang kamu) dalam suatu pelanggaran di tanah suci, di waktu ihram atau di bulan-bulan haram, (maka seranglah pula dia dengan suatu serangan yang seimbang dengan serangan terhadap kamu). Tindakan pembalasan itu disebut 'serangan' karena sama dengan timpalannya dalam bentuk dan rupa (Dan bertakwalah kepada Allah) dalam membela diri, jangan melampaui batas (Dan ketahuilah olehmu bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa), yakni memberi bantuan dan kemenangan.
Bulan haram dengan bulan haram dan pada sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Ikrimah, Adh-Dhahhak, As-Suddi, Qatadah, Miqsam, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan ‘Atha’ serta lain-lainnya (dari kalangan tabi'in) telah mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah ﷺ berangkat melakukan umrah pada tahun keenam Hijriah, kaum musyrik melarangnya masuk ke kota Mekah dan sampai ke Baitullah.
Kaum musyrik menghambat Nabi ﷺ dan kaum muslim yang bersamanya pada bulan ZulQa'dah, yaitu termasuk bulan haram, hingga beliau ﷺ mengqadainya bersama kaum muslim pada tahun berikutnya. Akhirnya beliau ﷺ dapat memasukinya bersama-sama kaum muslim pada tahun selanjutnya sebagai qisas dari Allah terhadap kaum musyrik. Maka turunlah ayat tersebut berkenaan dengan firman-Nya: Bulan haram dengan bulan haram dan pada sesuatu yang patut dihormati berlaku hukum qisas. (Al-Baqarah: 194) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-Laits ibnu Sa'd, dari Abuz Zubair, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan: Rasulullah ﷺ belum pernah berperang dalam bulan haram kecuali bila diserang dan dipaksa untuk berperang. Apabila datang bulan haram, maka beliau menunggunya hingga ia lewat. Sanad hadits ini shahih.
Karena itu, ketika sampai suatu berita kepada Nabi ﷺ yang sedang berkemah di Hudaibiyyah bahwa sahabat Usman telah terbunuh padahal Usman sedang diutus beliau untuk menyampaikan sepucuk surat kepada kaum musyrik maka beliau membaiat semua sahabatnya yang berjumlah seribu empat ratus orang di bawah sebatang pohon untuk memerangi kaum musyrik. Akan tetapi, ketika sampai lagi suatu berita yang menyatakan bahwa Usman sebenarnya tidak dibunuh, maka beliau mencegah diri dari perang dan cenderung kepada perdamaian, hingga terjadilah di masa itu apa yang telah terjadi (yakni dilarang oleh kaum musyrik memasuki Mekah tahun itu, melainkan boleh untuk tahun depannya).
Demikian pula ketika beliau selesai memerangi kabilah Hawazin dalam Perang Hunain, lalu sisa-sisa Hawazin berlindung di balik benteng kota Taif. Beliau menghentikan perang, dan yang beliau lakukan hanya mengepungnya saja karena bulan Zul-Qa'dah telah masuk. Nabi ﷺ mengepung kota Taif dengan manjaniq (meriam batu), hal ini dilakukannya selama empat puluh hari. Seperti apa yang disebutkan di dalam kitab Shahihain, dari Anas yang mengatakan, "Setelah banyak orang terbunuh dari kalangan sahabatnya, maka beliau pergi meninggalkan Taif dan tidak jadi membukanya.
Kemudian beliau kembali ke Mekah, lalu melakukan umrah dari Ji'ranah yang di tempat itu dibagi-bagikan ganimah Perang Hunain. Umrah kali ini beliau lakukan pada tahun delapan Hijriah, tepatnya pada bulan Zul-Qa'dah." Firman Allah Swt: Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194) Ayat ini menganjurkan berbuat adil, sekalipun terhadap kaum musyrik (musuh). Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126) Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40) Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa firman-Nya: Oleh karena itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194) Ayat ini diturunkan di Mekah di masa tidak ada kekuatan dan tidak ada jihad, kemudian di-mansukh oleh ayat perang yang diturunkan di Madinah.
Pendapat ini diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dan ia mengatakan bahkan ayat ini diturunkan di Madinah sesudah umrah qada. Ibnu Jarir menisbatkan pendapatnya ini kepada Mujahid. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 194) Allah memerintahkan mereka untuk taat dan bertakwa kepada-Nya, sekaligus memberitahukan kepada mereka bahwa Allah subhanahu wa ta’ala selalu bersama orang-orang yang bertakwa melalui pertolongan-Nya dan dukungan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat."
Bulan haram dengan bulan haram. Jika umat Islam diserang oleh orang-orang kafir pada bulan-bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab, yang sebenarnya pada bulan-bulan itu tidak boleh berperang, maka diperbolehkan membalas serangan itu pada bulan yang sama. Dan terhadap sesuatu yang dihormati berlaku hukum kisas. Kaum Muslim menjaga kehormatan tanah, tempat, dan keadaan yang dimuliakan Allah seperti bulan haram, tanah haram, yakni Mekah, dan keadaan berihram untuk umrah dan haji dengan melaksanakan hukum kisas serta memberlakukan dam (denda) bagi yang melanggar larangan pada waktu berihram, baik untuk umrah maupun haji. Oleh sebab itu barang siapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu. Jadi, tindakan kaum muslim memerangi orang-orang musyrik pada bulan yang diharamkan Allah itu merupakan balasan setimpal atas sikap mereka yang memulai menyerang kaum muslim pada bulan yang diharamkan untuk berperang. Kaum muslim berada pada posisi membela diri dan membela kehormatan agama. Bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan apa yang diwajibkan dan menjauhi apa yang diharamkan, dan ketahuilah bahwa keridaan dan kasih sayang Allah beserta orang-orang yang bertakwa setiap waktuDan infakkanlah hartamu di jalan Allah dengan menyalurkannya untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, memberi beasiswa, membangun fasilitas umum yang diperlukan umat Islam seperti rumah sakit, masjid, jalan raya, perpustakaan, panti jompo, rumah singgah, dan balai latihan kerja. Dan janganlah kamu jatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dengan melakukan tindakan bunuh diri dan menyalurkan harta untuk berbuat maksiat. Tentu lebih tepat jika harta itu disalurkan untuk ber-buat baik bagi kepentingan orang banyak, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik dengan ikhlas.
.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa apabila kaum musyrikin menyerang kaum Muslimin pada bulan haram, maka kaum Muslimin dibolehkan membalas serangan itu pada bulan haram, termasuk apabila kaum Muslimin mendapat serangan dari kaum musyrikin pada 'umratul qadha', karena ayat ini dengan tegas telah membolehkan kaum Muslimin mengadakan balasan, meskipun pada bulan haram. Ini lebih dipertegas lagi dengan dibolehkannya membalas dengan balasan yang setimpal setiap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang harus dihormati. Jika kaum Muslimin mengadakan pembalasan, maka sekali-kali tidak dibolehkan dengan berlebih-lebihan dan mereka harus berhati-hati agar jangan melampaui batas, serta harus bertakwa kepada Allah, karena Allah selalu bersama orang-orang yang bertakwa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 194
“Bulan yang mulia dengan bulan yang mulia."
Artinya, jika kamu mereka perangi terlebih dahulu pada bulan yang suci dan kehormatan bulan itu telah mereka langgar, hendaklah kamu tangkis serangan mereka walau di dalam bulan suci sekalipun."Dan segala yang mulia itu ada padanya qishash." Di ayat ini disebut hurumaatu, yaitu kata jamak dari hurmah, yang berarti suci. Ada terdapat berbagai kesucian di sana. Pertama bulan yang suci itu sendiri (Asy-syahrul haram). Kedua tanah itu sendiri tanah suci. Ketiga masjidnya suci, Masjidil Haram, sehingga barangsiapa yang masuk saja ke dalamnya dijamin keamanannya. Dan, keempat ialah mengerjakan haji dan umrah itu sendiri, sehingga pakaian yang kita pakai di waktu itu diberi nama pakaian ihram, yang berarti bahwa di saat itu kita sedang mengerjakan ibadah yang suci (hurumatul ihram). Maka, segala pekerjaan suci itu diharamkan oleh syara mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan yang akan merusak kesuciannya. Akan tetapi, betapa pun sucinya, semua suasana itu kalau sekiranya kamu diserang terlebih dahulu, kamu wajib mengambil qishashnya, yaitu pukul lawan pukul, hantam lawan hantam. Lanjutan ayat menegaskan lagi, “Maka, barang-siapa yang melanggar kepada kamu hendaklah langgar pula atasnya, yang setinpal dengan pelanggarannya atas kamu itu" Melanggar di sini ialah memulai penyerangan.
Maksud tafsir dari ayat ini akan lebih jelas lagi apabila kita ketahui sebab turunnya. Menurut riwayat dari Ibnu Jarir, tafsiran dari Ibnu Abbas ialah bahwa ketika Rasulullah telah bermimpi bahwa beliau akan naik me-lakukan umrah dengan selamat maka pada tahun keenam dari Hijriyah beliau ajaklah 1.200 orang sahabat-sahabatnya menunaikan umrah itu, di dalam bulan Dzulqaidah, yaitu salah satu dari empat bulan suci (Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab). Akan tetapi, sesampai di Hudaibiyah beliau dihambat melanjutkan perjalanan umrah itu. Beliau tidak boleh meneruskan perjalanan ke Mekah. Lalu, diadakan perundingan bahwa tahun itu mereka tidak boleh ke Mekah, tetapi tahun depan boleh! Karena tahun ini Dzulqaidah, mereka boleh ke Mekah bulan Dzulqaidah juga tahun depan. Inilah yang dimaksud dengan bulan yang mulia dengan bulan yang mulia. Artinya, bulan yang mulia diganti dengan bulan yang mulia pula.
Dalam Perjanjian Hudaibiyah diterangkan pula bahwa selama mengerjakan umrah itu orang Mekah tidak akan mengganggu, sesuai dengan peraturan suci yang telah berlaku berabad-abad. Bahkan, mereka bersedia me-ninggalkan kota selama kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah masih melakukan ibadah umrah. Maka, pada tahun ketujuh, Nabi dan pengiringnya melakukan Umratul Qadha itu, pengganti umrah yang tidak jadi. Pada waktu itulah turun ayat ini, memberikan peringatan kepada kaum Muslimin bahwa ibadah umrah itu wajib dilakukan, tidak boleh mundur, Sebagai tentara Islam yang telah banyak pengalaman dengan kaum musyrikin itu, mereka tidak boleh melupakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Kaum Muslimin tidak boleh melanggar peraturan dan melanggar janji-janji yang telah ditandatangani kedua belah pihak. Akan tetapi, kemungkinan musuh melanggar janji ada saja. Kalau itu kejadian, tidaklah boleh kaum Muslimin lengah. Walaupun bulan yang mulia tahun yang lalu telah diganti dengan bulan yang mulia tahun ini, ada saja kemungkinan segala kemuliaan dan kesucian itu dirobek-robek oleh kaum musyrikin itu. Kalau ini kejadian bahwa segala kesucian dan kemuliaan itu ada qishashnya, gayung disambut, kata dijawab; kalau mereka melanggar terlebih dahulu, hendaklah tangkis dengan langgaran yang seimbang pula. Bagaimana yang mereka lakukan kepadamu, lakukan pula kepada mereka semacam itu.
“Dan takwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang takwa."