Ayat
Terjemahan Per Kata
فَإِن
maka jika
كَذَّبُوكَ
mereka mendustakan kamu
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
كُذِّبَ
telah didustakan
رُسُلٞ
Rasul-Rasul
مِّن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
جَآءُو
mereka datang
بِٱلۡبَيِّنَٰتِ
dengan keterangan-keterangan yang nyata
وَٱلزُّبُرِ
dan Zabur
وَٱلۡكِتَٰبِ
dan Kitab
ٱلۡمُنِيرِ
yang memberikan cahaya
فَإِن
maka jika
كَذَّبُوكَ
mereka mendustakan kamu
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
كُذِّبَ
telah didustakan
رُسُلٞ
Rasul-Rasul
مِّن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
جَآءُو
mereka datang
بِٱلۡبَيِّنَٰتِ
dengan keterangan-keterangan yang nyata
وَٱلزُّبُرِ
dan Zabur
وَٱلۡكِتَٰبِ
dan Kitab
ٱلۡمُنِيرِ
yang memberikan cahaya
Terjemahan
Maka, jika mereka mendustakanmu (Nabi Muhammad), sungguh rasul-rasul sebelummu pun telah didustakan. Mereka datang dengan (membawa) mukjizat-mukjizat yang nyata, zubur, dan Alkitab yang memberi penjelasan yang sempurna.
Tafsir
(Jika mereka mendustakanmu, maka sesungguhnya rasul-rasul yang sebelum kamu pun telah didustakan pula, padahal mereka membawa keterangan-keterangan yang nyata) yakni mukjizat (dan zubur) maksudnya shuhuf-shuhuf seperti shuhuf Nabi Ibrahim (dan Alkitab) menurut satu qiraat dengan memakai 'ba' pada al-kitab dan az-zubur (yang terang) yakni Taurat dan Injil, maka bersabarlah kamu sebagaimana mereka telah bersabar.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 181-184
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya." Kami akan catat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah oleh kalian azab yang membakar."
(Azab) itu adalah disebabkan perbuatan tangan kalian sendiri, dan bahwa Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.
(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang dimakan api." Katakanlah, "Sesungguhnya telah datang kepada kalian beberapa orang rasul sebelumku membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kalian sebutkan, maka mengapa kalian bunuh mereka jika kalian memang orang-orang yang benar."
Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.
Ayat 181
Sa'id ibnu Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Orang-orang Yahudi mengatakan, "Wahai Muhammad, apakah Tuhan-mu miskin hingga meminta pinjaman kepada hamba-hambanya?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya’." (Ali Imran: 181), hingga akhir ayat. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah yang menceritakan kepadanya, dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat Abu Bakar As-Siddiq memasuki Baitul Madaris (tempat orang-orang Yahudi membaca kitabnya), dan ia menjumpai banyak orang Yahudi di dalamnya telah berkumpul mendengarkan seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Fanhas.
Fanhas adalah salah seorang ulama dan rahib mereka; ia ditemani oleh seorang rahib yang dikenal dengan nama Asy-ya'. Abu Bakar berkata kepada Fanhas, ''Celakalah kamu, wahai Fanhas, takutlah kamu kepada Allah dan masuk Islamlah. Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan dari sisi Allah, ia telah datang kepada kalian dengan membawa kebenaran dari sisi-Nya. Kalian menemukan hal itu termaktub di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada kalian."
Fanhas menjawab, "Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami tidak mempunyai suatu keperluan pun kepada Allah karena Dia miskin, dan sesungguhnya Dia benar-benar berhajat kepada kami. Kami tidak meminta-minta kepada-Nya sebagaimana Dia meminta-minta kepada kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang kaya, tidak memerlukan Dia. Seandainya Dia tidak memerlukan kami, niscaya Dia tidak akan meminta utang kepada kami seperti yang dikatakan oleh teman kamu (maksudnya Nabi ﷺ). Dia melarang kalian melakukan riba, tetapi Dia membolehkan kami. Seandainya Dia kaya, niscaya Dia tidak memberi kami riba."
Mendengar kata-kata tersebut amarah Abu Bakar memuncak, lalu ia memukul wajah Fanhas dengan pukulan yang keras (hingga membekas), dan berkata, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sekiranya tidak ada perjanjian perdamaian antara kami dan kamu, aku benar-benar akan menebas batang lehermu, wahai musuh Allah. Bohongilah kami semampu kalian, jika memang kalian adalah orang-orang yang benar."
Fanhas berangkat menemui Rasulullah ﷺ, lalu mengadu, “Wahai Muhammad, lihatlah apa yang telah dilakukan oleh temanmu kepada diriku." Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian terhadapnya, wahai Abu Bakar'?" Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya musuh Allah ini telah mengucapkan kata-kata yang sangat kurang ajar. Ia mengatakan bahwa Allah miskin dan bahwa mereka tidak memerlukan Allah karena dia kaya. Setelah dia mengatakan demikian, aku marah demi membela Allah yang penyebabnya tiada lain adalah kata-katanya itu. Maka kupukul wajahnya."
Fanhas berkilah dan mengingkari hal tersebut seraya berkata, “Aku tidak mengatakan demikian." Maka sehubungan dengan perkataan Fanhas ini Allah ﷻ menurunkan Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya’." (Ali Imran: 181), hingga akhir ayat. Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: “Kami akan catat perkataan mereka itu.” (Ali Imran: 181)
Makna ayat ini mengandung ancaman dan peringatan. Karena itu maka pada firman selanjutnya disebutkan:
“Dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar.” (Ali Imran: 181) Dengan kata lain, begitulah perkataan mereka terhadap Allah dan demikianlah perbuatan mereka terhadap utusan-utusan Allah.
Ayat 182
Kelak Allah akan membalas perbuatan mereka itu dengan pembalasan yang paling buruk. Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
“Kami akan mengatakan (kepada mereka), ‘Rasakanlah oleh kalian azab yang membakar’. (Azab) itu adalah disebabkan perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamha-Nya.” (Ali Imran: 181-182)
Yakni dikatakan hal tersebut kepada mereka sebagai teguran, celaan, penghinaan dan ejekan.
Ayat 183
Firman Allah ﷻ: “(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang dimakan api’." (Ali Imran: 183)
Allah ﷻ mengatakan demikian sebagai bantahan terhadap mereka yang mengira bahwa Allah telah memerintahkan kepada mereka melalui kitab-kitab mereka, bahwa janganlah mereka beriman kepada seorang rasul pun sebelum membuktikan salah satu mukjizatnya yang nyata bahwa barang siapa mengeluarkan suatu sedekah dari kalangan umatnya, lalu sedekahnya itu diterima darinya, maka akan ada api yang turun dari langit melahap sedekahnya itu, Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas dan Al-Hasan serta selain keduanya.
Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya telah datang kepada kalian beberapa orang rasul sebelumku, membawa keterangan-keterangan yang nyata’."(Ali Imran: 183) Yaitu hujah-hujah (argumen) dan bukti-bukti.
“Dan membawa apa yang kalian sebutkan.” (Ali Imran: 183)
Yakni adanya api yang melahap korban-korban yang diterima.
“Maka mengapa kalian membunuh mereka.”(Ali Imran: 183)
Dengan kata lain, mengapa kalian membalas mereka dengan mendustakan mereka, menentang mereka, dan mengingkari mereka, bahkan kalian berani membunuh mereka.
“Jika memang kalian adalah orang-orang yang benar.” (Ali Imran: 183)
Bahwa kalian mengikuti kebenaran dan taat kepada rasulullah.
Ayat 184
Selanjutnya Allah berfirman menghibur Nabi Muhammad melalui ayat berikut: “Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Ali Imran: 184). Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi lemah karena mereka mendustakan kamu. Engkau mempunyai teladan dan contoh dari rasul-rasul sebelum kamu yang didustakan mereka, padahal para rasul itu datang dengan membawa keterangan-keterangan, yakni hujah-hujah dan bukti-bukti yang nyata. Az-Zabur, makna yang dimaksud ialah kitab-kitab yang berupa lembaran-lembaran yang diturunkan kepada rasul-rasul. Al-Kitabul Munir artinya Al-Kitab yang jelas dan gamblang.
Maka jika mereka mendustakan dan menolak risalah engkau, wahai Nabi Muhammad, serta berpaling dari agama, maka ketahuilah bahwa rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustaka pula, mereka membawa mukjizat-mukjizat atau bukti-bukti yang nyata, Zubur kitab samawi yang berisi hikmah-hikmah yang terang serta nasihat-nasihat yang memikat, dan Kitab samawi lainnya; Taurat, Injil, dan Al-Qur'an, yang memberi penjelasan yang sempurna tentang hukum-hukum syariatPada ayat lalu dijelaskan sikap orang-orang munafik yang menduga bahwa mereka dapat menghindar dari kematian. Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa kematian dialami oleh setiap makhluk dan bisa terjadi kapan saja. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati tanpa terkecuali. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasan kamu dari amal perbuatan baik dan buruk yang kamu lakukan selama di dunia. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kebahagiaan hakiki bukanlah berupa kedudukan dan pangkat yang tinggi, harta yang melimpah, rumah dan istana yang mewah. Semua itu akan musnah. Karena itu, jangan jadikan seluruh perhatian kamu pada kehidupan kini dan sekarang, karena kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya setiap orang yang hanya mementingkan kebahagiaan sementara.
Kalau mereka masih juga tetap mendustakan kamu, sekalipun kamu telah menunjukkan mukjizat-mukjizat yang nyata dan Kitab yang membimbing ke jalan yang benar, maka janganlah engkau gusar dan cemas atas kekerasan hati dan kekufuran mereka.
Hal yang seperti itu telah dialami pula oleh rasul-rasul sebelummu. Mereka telah diberi apa yang telah diberikan kepada kamu seperti mukjizat-mukjizat yang nyata. Allah telah mendatangkan suhuf, yaitu lembaran-lembaran yang berisi wahyu yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum kamu yang isinya mengandung hikmah dan juga telah mendatangkan Kitab yang memberikan penjelasan yang sempurna, berisi hukum syariat seperti Taurat, Injil dan Zabur. Mereka tetap sabar dan tabah menghadapi perbuatan yang menyakitkan hati dari orang-orang yang mengingkari mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat yang lalu telah menerangkan bahaya bakhil. Kebakhilan adalah batu penarungyang paling besar dalam membangunkan agama. Maka, kadang-kadang orang yang mengeluarkan kata-kata yang sangat berbau kufur adalah seperti perkataan yang pernah keluar dari mulut orang-orang Yahudi pada zaman Rasulullah ﷺ
Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur'an guna membangkitkan perasaan dermawan dalam hati Muslim, yaitu Allah menyeru, siapa agaknya yang sudi meminjami Allah pinjaman yang baik, sehingga kelak akan dibayar Allah kembali dengan bayaran yang bagus? (Lihat kembali surah al-Baqarah ayat 245 atau surah al-Hadiid ayat 11, dan lain-lain)
Kalau telah ada dasar iman dalam hati orang, tentu dia mengerti bahwa ayat ini adalah targhib, yaitu untuk membangkitkan semangat berkurban dan berjuang. Sekali-kali tidaklah orang berpikir bahwa ayat ini menunjukkan Allah miskin, fakir, melarat, dan sangat memerlukan bantuan. Akan tetapi, orang Yahudi pada zaman itu, setelah mendengar ayat ini, karena memang sengaja hendak menantang Nabi dan melecehkan Al-Qur'an saja, telah berani menyalahkan artinya. Seorang Yahudi, guru agama mereka bernama Fanhaash bin Azura, ketika dengan baik-baik diajak oleh Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq masuk Islam—karena amat perlu bagi ketaatan jiwa kepada Allah, apatah lagi sifat-sifat Nabi Muhammad ﷺ telah bertemu dalam kitab Taurat mereka—telah menolak ajakan itu dengan kata-kata yang sangat kafir. Kata-kata itu sekali-kali tidak patut keluar dari mulut orang yang mengaku beragama, walaupun agama Yahudi. Dia menjawab kepada Abu Bakar, “Demi Allah, wahai Abu Bakar! Bukan kami yang memerlukan Allah, tetapi Dia yang memerlukan kami. Bukan kami yang meminta bantuan kepada-Nya, tetapi Dia yang meminta bantuan kepada kami. Kami lebih kaya daripada Dia, kalau bukan begitu, niscaya Dia tidak minta pinjam kepada kami, sebagaimana yang disebutkan oleh kawan kamu itu! (Nabi Muhammad ﷺ) Kalian dilarangnya makan riba, tetapi kami tidak dilarang-Nya, sebab Dia amat memerlukan bantuan kami."
Orang yang sezaman dengan beliau tahu benar bahwa Abu Bakar tidaklah pemarah atau jarang marah. Akan tetapi, bukan main murkanya Abu Bakar ketika mendengar kata yang sangat kurang ajar itu, sehingga ditempe-lengnya Fanhaash. Fanhaash langsung menghadap Rasulullah mengadukan bahwa dia ditempeleng oleh Abu Bakar dan meminta keadilan dari Nabi. Lalu Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Bakar mengapa dia berbuat demikian. Abu Bakar menerangkan mulut Fanhaash yang amat jahat itu. Akan tetapi,
Fanhaasb mungkir dan mengatakan bahwa dia tidak pernah berkata demikian.
Ini adalah riwayat dari Ibnu Ishaq, Ibnu jarir, dan Ibnu Abi Hatim, dari jalan Ikrimah yang diterimanya dari Ibnu Abbas. Dan ada pula riwayat dari Ibnul Mundzir yang diterimanya dari Qatadah, bahwa Huyai bin Akhtab, pemimpin Yahudi yang terkenal membenci Nabi itu pun pernah pula menyalahkan ayat Allah meminjam itu, bertanya, ‘Apakah Allah itu miskin? Sehingga Dia meminjam dari kita?" Dan ada riwayat dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa ketika ayat pinjam itu turun, ada beberapa Yahudi datang kepada Nabi dan bertanya, “Ya Muhammad! Apakah Tuhan kita itu fakir? Sampai Dia meminjam kepada hamba-Nya?"
Menilik ketiga riwayat ini nyatalah bahwa dalam masyarakat Yahudi ketika itu ada suatu aksi lagi, yaitu dengan sengaja menyalahgunakan arti Al-Qur'an karena semata-mata tidak mau percaya. Maka, turunlah ayat ini,
Ayat 181
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang berkata, ‘Bahwasanya Allah itu miskin dan kami kaya!'"
Kalau misalnya ditanyakan orang kepada mereka, “Apa alasanmu berkata demikian?" Tentu mereka akan menjawab, “Al-Qur'an sendiri mengatakan!" Maka mengancamlah Allah, “Akan Kami tuliskan yang mereka katakan itu." Sebab kata demikian adalah sangat jahatkarena menyalahartikan maksud Allah. Yang tidak patut keluar dari mulut orang yang mengaku beragama. Kalau kamu belum mau percaya kepada ajaran yang dibawa Muhammad, tidaklah kamu dipaksa mengikutinya, biarlah kita hidup berdampingan secara damai dan bersahabat.
Tetapi membelokkan arti firman Allah karena sengaja hendak menentang, bukanlah kelakuan orang yang berbudi. Maka, dian-camlah mereka oleh Allah, bahwa kata sejahat itu—mengatakan kami kaya dan Allah miskin, sebab Al-Qur'an sendiri mengakuinya—adalah kata jahat yang tidak akan lepas dari catatan Allah sebagai suatu dosa yang besar. “Dan juga pembunuhan mereka atas nabi-nabi dengan tidak wajar." Memang mereka terlalu! Sekarang mereka berani mengatakan Allah melarat, miskin, dan mereka kaya raya. Sedang nenek moyang mereka dahulu kala membunuhi beberapa nabi Allah. Kononnya sampai 70 orang. Karena nabi-nabi itu membawa ajaran yang menyakitkan hati mereka, sebab menyuruh ubah kebiasaan mereka yang buruk. Meskipun nenek moyang mereka yang membunuh nabi-nabi, bukan mereka yang datang setelahnya, tetapi keberanian mereka mengatakan Allah miskin itu adalah karena pengaruh lingkungan dan pendidikan turun-temurun, sehingga walau zaman telah berganti dan jarak sudah lama, tetapi anak cucu masih meneruskan dosa besar orang tua-tua dahulu.
“Dan akan Kami katakan, ‘Rasailah olehmu siksa pembakaran.'"
Rasakanlah oleh kamu, baik kamu atau nenek moyang kamu, rasailah adzab pembakaran api neraka. Karena dosa yang kamu buat adalah sama besarnya,
Ayat 182
“Yang demikian itu adalah lantaran dosa yang telah dilakukan oleh tangan-tangan kamu."
Artinya, kalau kamu mendapat siksa disuruh merasakan betapa pedihnya api neraka adalah itu karena bekas tanganmu sendiri. “Tangan mencencang, bahu memikul1'.
“Dan sesungguhnya Allah tidaklah aniaya terhadap hamba-hamba-Nya."
Jika kamu disuruh merasakan betapa pedihnya siksa pembakaran, terbakar semangat kamu ketika hidup, terbakar di akhirat sesudah mati, janganlah itu kamu sesalkan kepada Allah. Sebab, hukum Allah adalah hukum yang adil; orang yang tidak bersalah tidaklah akan dianiaya.
Ancaman ayat sekeras ini kepada orang yang mempersenda-sendakan ayat Allah, sehingga disamakan dosanya dengan membunuh nabi-nabi, bukan saja berlaku terhadap orang Yahudi, bahkan berlaku juga terhadap umat Muhammad sendiri, kalau mereka berlaku demikian pula. Yakni orang yang dengan mudah saja mengalihkan arti Al-Qur'an atau Hadits, sesuai dengan hawa nafsunya. Sebagaimana seorang pemabuk mengambil alasan meninggalkan shalat, dari Al-Qur'an, “Jangan kamu dekati shalat, dalam hal engkau sedang mabuk." (an-Nisaa' ayat 141) Atau seumpama orang meninggalkan shalat mengambil alasan dari surah al-Maa'uun, “Masuk neraka wailun orang yang sholat" Dipotongnya ujung lanjutan ayat, yaitu orang yang lupa di dalam shalat.
Ayat 183
“Orang-orang berkata, ‘Sesungguhnya Allah memesankan kepada kami, supaya kami tidak beriman kepada seorang Rasul, kecuali kalau dia bawakan kepada Kami suatu kerbau yang dimakan oleh api.'"
Maksud ayat ialah menerangkan yang di-kemukakan oleh orang-orang Yahudi itu juga. Kata mereka, nenek moyang mereka telah menyampaikan pesan dan pesan itu adalah sebagai wahyu dari Allah, bahwa kalau datang seorang mendakwakan dirinya menjadi rasul, jangan lekas percaya sebelum dia mengemukakan suatu mukjizat yang ganjil. Yaitu hendaklah Rasul itu menyembelih kurban, binatang ternak, baik sapi maupun kambing. Setelah ternak itu disembelih, menurut wasiat nenek moyang itu, hendaklah datang api putih dari langit menelan habis hangus binatang kurban itu. Kalau nabi itu telah sanggup mengemukakan mukjizat demikian, barulah mereka mau percaya.
Menurui Mufassir al-Kalby beberapa pemuka Yahudi datang menemui Rasulullah.
Mereka itu ialah Ka'ab bin al-Asyaraf, Malik bin Shaifi, Wahab bin Yahudza, Zaid bin Tabut, Fanhaash bin Azura, dan Huyai bin Akhtab. Mereka berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ, “Engkau mengakui dirimu menjadi Rasul dan engkau datang membawa suatu kitab. Sedang di dalam kitab Taurat yang kami pegang ada tersebut bahwa kami tidak boleh langsung beriman saja kepada seorang yang mengakui dirinya Rasul utusan Allah, sebelum dia datang kepada kami dengan suatu kurban, yang langsung dimakan api."
Menurut riwayat dari ahli-ahli tafsir, sebagai yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, ataupun oleh al-Wahidi dari as-Suddi, Bani Israil itu menerangkan bahwa berkurban itu adalah suatu bagian penting dalam agama mereka. Barangsiapa yang diterima Allah kurbannya, datang saja api dari langit, lalu ditelannya kurban itu sampai habis. Kalau kurban tidak diterima Tuhan, tinggal sajalah dia di tempat pengurbanan itu sampai busuk. Maka, Yahudi-Yahudi ini meminta kepada Rasulullah supaya membuktikan itu.
Dalam riwayat orang Yahudi juga—yang menyelusup ke dalam tubuh tafsir-tafsir— ketika anak Adam; Habil dan Qabil berkelahi sampai Habil dibunuh oleh Qabil (Kain), ialah karena kurban Habil diterima Tuhan. Datang api putih dari langit memakan kurbannya, dari binatang ternak, sedang kurban Qabil yang dari hasil ladangnya tidak diterima Allah.
Setelah datang Nabi Isa al-Masih, kurban seperti demikian tidaklah dijadikan syarat mutlak lagi. Bahkan menurut kepercayaan yang telah dibentuk oleh orang Kristen, segala pokok ajaran agama Yahudi tentang kurban telah hapus dengan datangnya kurban besar, yaitu naiknya Isa al-Masih ke tiang salib, sebagai kurban, penebus dosa manusia.
Setelah Nabi Muhammad ﷺ datang kurban itu masih tetap ada, tetapi tidak termasuk rukun dan artinya diperluas. Kurban adalah sumber kata (Masdar) qaruba, yaqrubu, yang berarti pendekatan. Jadi arti kurban ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan berbuat sesuatu kebajikan, seumpama naik haji, bersedekah dan termasuk pula segala amal shalih, seperti menyembelih binatang ternak sehabis mengerjakan haji, untuk dibagi-bagikan dagingnya kepada fakir-miskin. Malahan tersebut dalam sabda Rasulullah ﷺ,
“Puasa adalah, untuk mengekang nafsu, dan shalat adalah untuk kurban."
Rupanya pemuka-pemuka Yahudi itu datang kepada Rasulullah ﷺ meminta dihidupkan kembali syari'at kurban itu. Akan tetapi, mereka telah berbuat pula satu kecurangan dan kedustaan atas Taurat; mereka katakan bahwa kurban yang makbul di sisi Allah ialah yang dimakan oleh api putih tidak berasap, turun dari langit. Begitu kata mereka tersebut dalam Taurat, sehingga berita ini pun dibawakan juga oleh ahli-ahli tafsir Islam, antaranya Ibnu Abbas, as-Suddi, dan Atha'. Padahal kemudian setelah Taurat mereka itu disalin dan disebarkan lebih luas, tidak ada bertemu cerita datang api putih dari langit itu. Dan tidak pula bertemu berita bahwa kurban Qabil tidak diterima, sedang kurban Habil diterima dengan turunnya api putih yang mereka ceritakan kepada orang Islam itu. Yang tersebut di dalam Taurat Imamat Orang Lewi pasal 1 hanyalah bahwa kurban itu terdiri atas sapi. Mulanya sapi itu disembelih, lalu dibakar; asapnya menjulang ke udara. Yang membakar itu hendaklah imam-imam yang telah ditentukan dari keturunan Harun. Sedang kurban itu terbagi dua. Pertama kurban berdarah, yaitu binatang ternak, sapi, kambing, dan burung-burung. Kedua kurban hasil perkebunan (sawah ladang) Keduanya itu dibakar oleh imam, bukan datang api putih dari langit.
Jadi kalau memang berarti bahwa mereka meminta Nabi Muhammad ﷺ Menghidupkan kembali kurban secara rasul-rasul yang dahulu dari Bani Israil, dengan datang api putih dari langit, nyatalah bahwa mereka telah berlaku curang kepada Rasulullah ﷺ Sebab, di dalam Taurat sendiri tidaklah sampai demikian. Yang berkurban yang membakar dengan api, bukan api putih yang datang dari langit.
Maka datanglah lanjutan ayat, “Katakanlah, sungguh telah datang kepada kamu beberapa Rasul sebelum aku dengan keterangan-keterangan."
Sejak dari Nabi Musa dan Harun, sampai kepada Nabi Dawud dan Sulaiman, Nabi Yas'iya dan Armiya, Nabi Dariel dan Habaquq, Nabi Zakaria dan Yahya, semuanya telah membawakan keterangan, dalam cara dan kedudukan mereka masing-masing. Akan tetapi, apa yang kamu lakukan kepada nabi-nabi itu? Adakah kamu terima mereka dengan sepenuh hati? Malahan ada nabi yang kamu bunuh atau kamu khianati mereka, sebagaimana terhadap Zakaria dua beranak itu mati terbunuh dengan sangat menyedihkan. “Dan dengan yang kamu katakan itu," yaitu kalau permintaanmu agar kurban itu dimakan oleh api putih dari langit sebagai mukjizat, maka mukjizat sangat besar dan dahsyat telah diperlihatkan oleh Musa dengan tongkatnya. Namun kamu masih saja berkepala batu, sehingga mengatakan kamu keras tengkuk. Isa al-Masih pun telah datang dengan berbagai mukjizat. Namun kamu, wahai orang Yahudi masih saja menantang dia.
“Mengapa kamu bunuhi mereka, jika memang kamu orang-orang yang benar?"
Pertanyaan begini bunyinya ialah meng-ajuk dan menelanjangi hati mereka yang tidak ikhlas ketika mereka mengusulkan supaya Rasulullah ﷺ mengadakan kurban yang datang api putih menjilat hapus kurban itu dari langit. Karena kalau itu sebagai tantangan agar Nabi Muhammad mengemukakan lagi suatu mukjizat, maka nabi-nabi yang dahulu telah mengeluarkan mukjizat pula. Dan kalau sekiranya mereka meminta supaya kurban secara Bani Israil dahulu kala, yaitu kurban yang dibakar dengan api, sebagai tersebut di dalam kitab Imamat Orang Lewi itu, supaya dibangkitkan kembali oleh Muhammad, jangan kurban hanya semata-mata membagi-bagi daging kepada orang miskin, sebagai dilakukan Nabi, tetapi salah satu dari kedua permintaan itu tidaklah tumbuh dari hati yang ikhlas. Sebab, nenek moyang mereka dahulu telah banyak pula mengemukakan usul kepada nabi-nabi, tetapi nabi-nabi itu mereka bunuh. Kalau maksud baik, mengapa nabi-nabi dibunuhi? Kalau sekarang mereka mengemukakan usul kepada Nabi Muhammad, bukankah usul itu sama juga dengan usul nenek moyang mereka dahulu? Sedangkan nabi-nabi yang mereka bunuh itu adalah kaum mereka sendiri, sama-sama Bani Israil. Niscaya maksud itu pun akan mereka lakukan terhadap Nabi Muhammad ﷺ.
Pertanyaan seperti ini pasti payah mereka menjawabnya karena maksud mereka memang tidak ikhlas. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ memang pernah hendak dibunuh, ketika beliau datang ke perkampungan Bani Nadhir. Beliau sedang duduk bersandar pada dinding rumah mereka, nyaris mereka jatuhkan sebuah lesung dari atas sutuh rumah ke atas diri beliau. Kalau maksud itu terjadi, akan hancurlah Rasulullah dihimpit lesung. (Ini dapat kita baca kelak dalam tafsir surah al-Hasyr)
Malahan sehabis kaum Yahudi kalah dan hancur pada tempat pertahanan terakhir mereka di Khaibar, seorang perempuan telah menghidangkan paha kambing beracun kepada beliau. Sahabat yang telanjur mema-kannya mati pada hari itu juga. Akan kematian itu Abu Bakar merasakan tersebab racun itu. Rasulullah ﷺ pun mengakui bahwa perutnya tidak sehat lagi setelah telanjur memakan daging beracun itu; untung lekas beliau ke-tahui sehingga segera beliau muntahkan.
Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Aisyah r.a., Nabi pernah mengatakan kepada Aisyah setelah beliau sakit yang membawa wafatnya, bahwa sakitnya ini adalah karena pengaruh racun hidangan perempuan Yahudi di Khaibar itu. Sejak beliau termakan beberapa potong saja, menjalarlah bekas racun itu pada beberapa bagian usus beliau sehingga ada yang genting hampir putus.
Oleh sebab itu, kalau mereka mengemukakan usul apa-apa, bukanlah karena ingin beriman, hanyalah karena memuntahkan rasa dendam yang telah lama terpendam.
Lantaran itu berfirmanlah Allah selanjutnya kepada Rasul-Nya,
Ayat 184
“Maka jika mereka mendustakan engkau, sesungguhnya telah didustakan pula rasul-rasal sebelum engkau."
Ini adalah kata tasJiyah, bujuk penawar hati Nabi dari Allah. Segala tantangan atau sanggahan atau meminta mukjizat api putih menelan kurban, atau meminta dihidupkan kembali kurban bakaran secara Bani Israil, yaitu kurban dibakar bukan dibagi dagingnya, atau hal-hal lain yang mereka kemukakan, sudah terang karena kufur saja. Karena ingin hendak mendustakan dan memberi malu Nabi. Niscaya sebagai manusia yang jujur dan yakin akan kebenaran risalah, Rasulullah ﷺ akan berduka cita juga melihat sikap yang demikian. Sekarang datanglah keterangan Allah bahwa bukan engkau saja yang dibegitukan orang sekarang. Malahan rasul-rasul yang dahulu pun menderita yang demikian pula.
“Yang telah datang dengan keterangan-keterangan dan berbagai kitab dan kitab yang menerangi."
Di dalam ayat ini disebutkan bahwa rasul-rasul itu telah datang membawa al-bayyi-nati, kita artikan berbagai keterangan. Baik keterangan dengan lisan, dengan seruan, dan rayuan, ancaman neraka dan bujukan surga.
Juga dengan memperlihatkan berbagai mukjizat. Akan tetapi, semuanya mereka tolak dan mereka dustakan.
Di dalam ayat pun disebutkan bahwa rasul-rasul itu pun telah datang membawa az-Zabur, kita artikan berbagai kitab. Karena zafcuradalah kata jamak (untuk bilangan banyak) Zabur. Nabi Dawud membawa Zabur, Nabi Yas'iya membawa Zabur, Nabi Habaquq dan Nabi Armiya dan lain-lain telah membawa Zabur masing-masing, dan semuanya telah disampaikan kepada mereka sebagai Wahyu Ilahi. Namun demikian mereka tetap juga mendustakan.
Kitab yang menerangi adalah terjemahan kitab yang tersebut di ujung ayat al-Kitabul Munir. Kata setengah ahli tafsir, al-Kitabul Munir atau kitab yang menerangi ialah Taurat itu sendiri. Sebab, dialah yang menjadi pangkal pokok sekalian Zabur yang diterima oleh Nabi-nabi di antara zaman Musa dan Isa. Dan kata setengah ahli tafsir lagi, ialah kitab Injil. Sebab, syari'at Nabi Isa al-Masih alaihisalam, ialah memberi penerangan dan penjelasan kembali kepada Taurat yang telah dikaburkan oleh Bani Israil yang datang di belakang.
Di sini diberilah tasliyah atau penawar hati bagi Nabi Muhammad ﷺ, bahwasanya kaum yang kafir itu, di sini terutama Yahudi di Madinah, di dalam sikap mereka yang keras mendustakan nabi itu adalah hal yang telah terbiasa sejak dari nenek moyang mereka. Sedangkan kepada nabi-nabi dari Bani Israil sendiri, mereka lagi berhati busuk, karena mempertahankan kedudukan, apatah lagi kepada beliau. Rasulullah ﷺ yang sangat mereka benci, baghyan min ‘indi anfusibim; rasa dengki yang tumbuh dari lubuk jiwa mereka sendiri. Mereka akan bertegang terus, karena agama bagi mereka bukan lagi menilai kebenaran, tetapi mempertahankan kedudukan. Selama ini nabi-nabi dari Bani Israil, mengapa sekarang dari Arab?
Dan ayat ini pun menjadi i'tibar pula bagi pendukung-pendukung Rasul yang akan datang di belakang. Terutama dalam kalangan Islam sendiri. Kadang-kadang agama yang dipeluk itu sudah tinggal hanya nama saja. Isinya sudah kosong melompong. Orang-orang yang dipercayai umat dan diberi gelar ulama karena mereka dipandang lebih ahli tentang agama, agama sudah dianggapnya kepunyaannya sendiri; dia yang menghalal-haramkan. Dia telah menamakan pengaruh kepada murid-murid dan pengikutnya, bahwa keterangan agama yang benar hanyalah datang dari dia. Maka, kalau datang gerakan yang hendak memperbarui pikiran (tajdid) tentang paham agama yang telah membeku (jumud), mereka tantanglah pembaruan, sehingga bertumbuhlah pembaruan dengan pertahanan atas yang lama, yang kadang kadang memuncak menjadi panas, menyebabkan putus kasih sayang dan tumbuh permusuhan. Maka, pejuang yang ikhlas menegakkan Sunnah Rasul hendaklah mempertahankan ayat ini. Bahwasanya rintangan dari orang yang hendak diajak kepada kebenaran adalah perasaian dan penderitaan nabi-nabi. Sebab itu, jangan bingung dan jangan kehilangan akal.