Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
ٱلۡحَوَارِيُّونَ
pengikut-pengikut yang setia
يَٰعِيسَى
Wahai Isa
ٱبۡنَ
putera
مَرۡيَمَ
Maryam
هَلۡ
apakah
يَسۡتَطِيعُ
dapat
رَبُّكَ
Tuhanmu
أَن
hendak
يُنَزِّلَ
menurunkan
عَلَيۡنَا
atas kami
مَآئِدَةٗ
makanan
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِۖ
langit
قَالَ
ia (Isa) berkata
ٱتَّقُواْ
bertakwalah kamu
ٱللَّهَ
Allah
إِن
jika
كُنتُم
kalian adalah
مُّؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
ٱلۡحَوَارِيُّونَ
pengikut-pengikut yang setia
يَٰعِيسَى
Wahai Isa
ٱبۡنَ
putera
مَرۡيَمَ
Maryam
هَلۡ
apakah
يَسۡتَطِيعُ
dapat
رَبُّكَ
Tuhanmu
أَن
hendak
يُنَزِّلَ
menurunkan
عَلَيۡنَا
atas kami
مَآئِدَةٗ
makanan
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِۖ
langit
قَالَ
ia (Isa) berkata
ٱتَّقُواْ
bertakwalah kamu
ٱللَّهَ
Allah
إِن
jika
كُنتُم
kalian adalah
مُّؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
(Ingatlah) ketika para pengikut setia Isa berkata, “Wahai Isa putra Maryam, sanggupkah (bersediakah) Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?” Isa menjawab, “Bertak-walah kepada Allah jika kamu orang-orang mukmin.”
Tafsir
Ingatlah (Ketika pengikut-pengikut Isa berkata, "Hai Isa putra Maryam! Sanggupkah) artinya bisakah (Tuhanmu) menurut satu qiraat dibaca tastathii'u kemudian lafal yang sesudahnya dibaca nashab/rabbaka, yang artinya apakah engkau bisa meminta kepada-Nya (menurunkan hidangan dari langit kepada kami?" Menjawab) kepada mereka Isa ("Bertakwalah kepada Allah) di dalam meminta bukti-bukti itu/mukjizat-mukjizat (jika betul-betul kamu orang yang beriman.").
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 112-115
Ingatlah ketika pengikut-pengikut Isa berkata, "Wahai Isa putra Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami? Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman."
Mereka menjawab, "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu."
Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit yang (hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sungguh Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.”
Ayat 112
Inilah kisah maidah atau hidangan yang nama surat ini dikaitkan dengannya, karena itu disebut surat Al-Maidah. Hidangan ini merupakan salah satu dari anugerah Allah yang diberikan kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Isa a.s. ketika Dia memperkenankan doanya yang memohon agar diturunkan hidangan dari langit. Maka Allah ﷻ menurunkannya sebagai mukjizat yang cemerlang dan hujjah yang nyata. Sebagian para imam ada yang menyebutkan bahwa kisah hidangan ini tidak disebutkan di dalam kitab Injil, dan orang-orang Nasrani tidak mengetahuinya kecuali melalui kaum muslim.
Firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) ketika kaum Hawariyyin berkata.” (Al-Maidah: 112)
Hawariyyin adalah pengikut Nabi Isa a.s.
“Wahai Isa putra Maryam, sanggupkah Tuhanmu.” (Al-Maidah: 112)
Demikianlah menurut qiraat kebanyakan ulama, dan ulama lainnya ada yang membacanya seperti bacaan berikut: “Dapatkah kamu memohon kepada Tuhanmu.” Yakni sanggupkah kamu meminta kepada Tuhanmu.
“Menurunkan hidangan dari langit untuk kami.” (Al-Maidah: 112)
Hidangan ini merupakan piring-piring besar yang berisikan makanan.
Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya mereka meminta hidangan ini karena mereka sangat memerlukannya dan karena kemiskinan mereka. Lalu mereka meminta kepada nabinya agar menurunkan hidangan dari langit setiap harinya untuk makanan mereka hingga mereka kuat menjalankan ibadahnya. Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman.” (Al-Maidah: 112)
Al-Masih a.s. menjawab permintaan mereka dengan perkataan, "Bertakwalah kalian kepada Allah, dan janganlah kalian meminta yang ini, karena barangkali hal tersebut merupakan cobaan bagi kalian. Tetapi bertawakallah kalian kepada Allah dalam mencari rezeki, jika kalian memang orang-orang yang beriman."
Ayat 113
“Mereka berkata, ‘Kami ingin memakan hidangan itu’.” (Al-Maidah: 113)
Yakni kami perlu memakan hidangan itu.
“Dan supaya tenteram kalbu kami.” (Al-Maidah: 113)
Apabila kami menyaksikan turunnya hidangan itu dari langit sebagai rezeki buat kami.
“Dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami.” (Al-Maidah: 113)
Yakni agar iman kami kepadamu makin bertambah, dan makin bertambah pula pengetahuan kami kepada kerasulanmu.
“Dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.” (Al-Maidah: 113)
Yakni kami akan menyaksikan bahwa hidangan itu merupakan tanda dari sisi Allah dan petunjuk serta hujjah yang menyatakan kenabianmu dan kebenaran apa yang kamu sampaikan.
Ayat 114
Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit yang (hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami.” (Al-Maidah: 114)
Menurut As-Suddi makna ayat adalah, "Kami akan menjadikan hari turunnya hidangan itu sebagai hari raya yang kami hormati dan juga dihormati oleh orang-orang sesudah kami."
Menurut Ats-Tsauri, makna yang dimaksud ialah suatu hari yang kami akan melakukan shalat padanya (sebagai rasa syukur kami atas nikmat itu).
Qatadah mengatakan bahwa mereka bermaksud bahwa hari raya itu akan dirayakan oleh keturunan mereka sesudah mereka.
Dari Salman Al-Farisi disebutkan bahwa sebagai pelajaran buat kami dan buat orang-orang sesudah kami. Sedangkan menurut pendapat yang lain, sebagai kecukupan untuk orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian.
“Dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau.” (Al-Maidah: 114)
Yakni sebagai bukti yang menunjukkan kekuasaan-Mu terhadap segala sesuatu, dan sebagai bukti yang menunjukkan terkabulnya doaku oleh-Mu, hingga mereka percaya kepadaku dalam semua apa yang kusampaikan kepada mereka dari-Mu.
“Beri rezekilah kami.” (Al-Maidah: 114)
Yakni dari sisi-Mu. Yang dimaksud ialah rezeki yang mudah diperoleh tanpa susah payah. “Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Ayat 115
Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu." (Al-Maidah: 114-115) Yakni barang siapa yang mendustakannya dari kalangan umatmu, wahai Isa, dan ia mengingkarinya.
“Maka sungguh Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al-Maidah: 115) Yakni umat manusia yang sezaman dengan kalian.
Pengertiannya sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain: “Dan pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat), ‘Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Al-Mumin: 46)
Dan sama dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (An-Nisa: 145)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Auf Al-A'rabi, dari Abul Mugirah Al-Qawwas, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa manusia yang paling keras azabnya kelak di hari kiamat ada tiga macam, yaitu orang-orang munafik, orang-orang yang kafir dari kalangan mereka yang menerima hidangan dari langit, dan Fir'aun beserta para pendukungnya.
Kisah-kisah yang diriwayatkan dari ulama Salaf tentang turunnya Maidah (hidangan) kepada kaum Hawariyyin.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Lajs, dari Aqil, dari Ibnu Abbas yang menceritakan perihal Nabi Isa a.s. Disebutkan bahwa Nabi Isa pernah berkata kepada kaum Bani Israil, "Maukah kalian melakukan puasa karena Allah selama tiga puluh hari, kemudian kalian memohon kepadaNya, maka niscaya Dia akan memberi kalian apa yang kalian minta, karena sesungguhnya upah orang yang bekerja itu diberikan oleh orang yang mempekerjakannya?" Maka mereka melakukan apa yang dianjurkannya.
Sesudah itu mereka berkata, "Wahai pengajar kebaikan, engkau telah berkata kepada kami bahwa sesungguhnya imbalan pekerja itu diberikan oleh orang yang mempekerjakannya. Dan engkau telah memerintahkan kepada kami untuk puasa tiga puluh hari, lalu kami mengerjakannya, sedangkan kami tidak pernah bekerja selama tiga puluh hari pada seseorang kecuali dia memberi kami makan bila kami telah menyelesaikan tugas. Maka sanggupkah engkau memohon kepada Tuhanmu agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan dari langit?"
Nabi Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman." Mereka berkata, "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram kalbu kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.”
Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit yang (hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sungguh Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al-Maidah: 112-115)
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu datanglah para malaikat yang terbang turun membawa hidangan dari langit. Hidangan itu terdiri atas makanan berupa tujuh ekor ikan dan tujuh buah roti, lalu para malaikat meletakkan hidangan itu di hadapan mereka. Maka yang dimakan oleh orang-orang yang terakhir dari mereka adalah sebagiannya saja, sebagaimana orang-orang yang pertama dari mereka memakan sebagiannya saja (yakni tidak kunjung habis)."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, dari Al-Laits, dari Aqil, dari Ibnu Syihab. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan hal yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdullah ibnul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah dan Hibatullah ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Aqil ibnu Khalid; Ibnu Syihab pernah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Abbas, bahwa Isa putra Maryam a.s. pernah diminta oleh kaumnya yang mengatakan kepadanya, "Doakanlah kepada Allah agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan dari langit." Maka turunlah para malaikat membawa hidangan itu yang padanya terdapat tujuh ekor ikan dan tujuh buah roti, lalu hidangan itu diletakkan di hadapan mereka. Maka sampai orang-orang yang terakhir dari mereka hanya makan sebagiannya, sebagaimana orang-orang yang pertama dari mereka hanya memakan sebagiannya saja.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Jallas, dari Ammar ibnu Yasir, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Hidangan itu diturunkan dari langit, padanya terdapat roti dan daging. Dan mereka diperintahkan jangan berkhianat dan jangan menyimpannya untuk besok harinya. Tetapi mereka berkhianat, menyimpannya dan menyembunyikannya, akhirnya mereka dikutuk menjadi kera-kera dan babi-babi.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Quza'ah.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ibnu Basysyar, dari Ibnu Abu Addi, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Jallas, dari Ammar yang menceritakan bahwa hidangan itu diturunkan, dan padanya terdapat buah-buahan dari surga. Lalu mereka diperintahkan agar jangan khianat, jangan menyembunyikan, dan jangan menyimpannya. Tetapi mereka menyembunyikan dan menyimpannya, akhirnya Allah mengutuk mereka menjadi kera dan babi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Sammak ibnu Harb, dari seorang lelaki Bani Ajal yang menceritakan bahwa ia pernah shalat di sebelah Ammar ibnu Yasir.
Setelah Ammar ibnu Yasir selesai dari salatnya, lalu mengatakan, "Tahukah kamu kisah hidangan yang diturunkan kepada kaum Bani Israil?" Ia menjawab, "Tidak." Maka Ammar berkata, "Mereka meminta kepada Isa ibnu Maryam suatu hidangan yang berisikan makanan yang tidak pernah habis mereka makan." Ammar melanjutkan kisahnya, "Lalu dikatakan kepada mereka, Hidangan itu akan terwujud bagi kalian selagi kalian tidak menyembunyikannya atau berkhianat atau menyimpannya untuk keesokan harinya. Dan jika kalian melakukannya, maka sesungguhnya Aku akan mengazab kalian dengan suatu azab yang belum pernah Kutimpakan kepada seorang pun di antara manusia.”
Ammar ibnu Yasir melanjutkan, "Sehari berlalu mereka telah menyembunyikan, menolak, dan khianat, dan lalu mereka disiksa dengan siksaan yang belum pernah Allah timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. Dan sesungguhnya kalian, wahai orang-orang Arab, kalian pada mulanya adalah kaum yang mengikuti ekor unta dan kambing (yakni kaum Badui), lalu Allah mengutus kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian sendiri yang kalian ketahui kedudukan dan keturunannya.
Dan aku akan memberitahukan kepada kalian bahwa kalian kelak akan beroleh kemenangan atas kaum Ajam (non-Arab). Dan Rasul telah melarang kalian menimbun emas dan perak. Demi Allah, tiada suatu malam dan suatu siang pun melainkan kalian kelak akan menimbun keduanya dan Allah akan mengazab kalian dengan azab yang sangat pedih."
Dan telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari Ishaq ibnu Abdullah, bahwa hidangan yang diturunkan kepada Nabi Isa ibnu Maryam terdiri atas tujuh buah roti dan tujuh ekor ikan, mereka boleh memakannya sekehendak mereka. Kemudian sebagian dari mereka ada yang mencuri sebagian dari makanan itu seraya mengatakan, "Barangkali hidangan ini tidak akan turun besok." Akhirnya hidangan itu diangkat kembali.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa diturunkan kepada Isa putra Maryam dan kaum Hawariyyin sebuah piring besar yang berisikan roti dan ikan, mereka dapat memakannya di mana pun mereka berada apabila mereka menyukainya.
Khasif telah meriwayatkan dari Ikrimah dan Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hidangan itu berisi ikan dan beberapa potong roti. Mujahid mengatakan bahwa hidangan itu berupa makanan yang diturunkan kepada mereka (Bani Israil) di mana pun mereka berada. Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan, hidangan itu diturunkan berupa roti dan ikan. Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa hidangan itu berupa ikan yang mengandung rasa semua jenis makanan.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, Allah menurunkan hidangan itu dari langit kepada kaum Bani Israil, dan diturunkan kepada mereka setiap harinya yang isinya terdiri atas buah-buahan surgawi, maka mereka dapat memakan semua jenis buah-buahan yang mereka kehendaki. Dan tersebutlah bahwa hidangan itu dimakan oleh empat ribu orang; apabila mereka telah makan, maka Allah menurunkan hidangan lagi sebagai gantinya untuk sejumlah orang yang sama bilangannya dengan mereka. Mereka hidup dalam keadaan demikian dalam masa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa diturunkan kepada mereka sepotong roti terbuat dari jewawut dan beberapa ekor ikan, kemudian Allah melipatgandakan keberkahan makanan itu. Maka sejumlah kaum datang memakannya, lalu keluar, kemudian datang sejumlah kaum lainnya, lalu memakannya dan setelah itu mereka pergi, hingga semuanya makan dan hidangan itu masih lebih.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa dalam hidangan itu terdapat segala jenis makanan, kecuali daging. Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari ‘Atha’ ibnus Saib, dari Zazan, dari Maisarah, sedangkan Jarir meriwayatkannya dari ‘Atha’, dari Maisarah, bahwa hidangan yang diturunkan kepada kaum Bani Israil itu penuh dengan berbagai jenis makanan, kecuali daging. Dari Ikrimah, disebutkan bahwa roti hidangan itu terbuat dari beras, menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Ali melalui surat yang ditujukan kepada kami, bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Uwais, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah (yaitu Abdul Quddus ibnu Ibrahim ibnu Abu Ubaidillah ibnu Mirdas Al-Abdari maula Bani Abdud Dar), dari Ibrahim ibnu Umar, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Salmanul Khair. Disebutkan bahwa Salman pernah menceritakan, "Ketika kaum Hawariyyin meminta hidangan kepada Isa ibnu Maryam, maka Isa ibnu Maryam sangat tidak menyukai permintaan itu. Ia berkata, 'Terimalah dengan lapang dada apa yang direzekikan oleh Allah kepada kalian di bumi ini, dan janganlah kalian meminta hidangan dari langit. Karena sesungguhnya jika hidangan itu diturunkan kepada kalian, maka ia akan menjadi tanda mukjizat dari Tuhan kalian. Dan sesungguhnya telah binasa kaum Tsamud ketika mereka meminta kepada nabinya suatu tanda mukjizat, lalu mereka diuji dengan mukjizat itu, hingga pada akhirnya menjadi penyebab bagi kebinasaan mereka'."
Akan tetapi, mereka tetap bersikeras meminta hidangan itu. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: “Mereka berkata, ‘Kami ingin memakan hidangan itu, dan supaya tenteram hati kami’.” (Al-Maidah: 113), hingga akhir ayat.
Ketika Nabi Isa melihat mereka tetap bersikeras meminta agar ia berdoa untuk memohon hidangan itu bagi mereka, maka ia bangkit dan melucutkan jubah wolnya, lalu ia memakai jubah dari kain bulu yang kasar dan kain abaah dari bulu yang kasar. Kemudian Isa melakukan wudu dan mandi, lalu masuk ke dalam tempat salatnya, dan melakukan shalat selama yang dikehendaki oleh Allah.
Sesudah melakukan shalat, Isa berdiri seraya menghadap ke arah kiblat dan menyejajarkan kedua telapak kakinya hingga sejajar dengan menempelkan bagian belakang kedua telapak kakinya dengan yang lain dan menyejajarkan semua jemarinya. Lalu ia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya seraya memejamkan pandangan matanya dan menundukkan kepalanya dengan penuh rasa khusyuk.
Saat itulah kedua matanya mengeluarkan air mata, dan air matanya terus mengalir pada kedua pipinya, lalu menetes melalui ujung janggutnya hingga membasahi tanah yang ada di bawah kepalanya karena khusyuknya. Dalam keadaan demikian Isa berdoa kepada Allah: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit.” (Al-Maidah: 114) Maka Allah menurunkan kepada mereka suatu hidangan pada piring besar yang berwarna merah di antara dua buah awan yang di atas dan bawahnya diapit oleh awan.
Mereka memandangnya di udara, turun dari cakrawala langit menukik ke arah mereka. Sedangkan Nabi Isa dalam keadaan menangis karena takut kepada persyaratan yang telah ditentukan oleh Allah atas mereka mengenainya, yaitu bahwa Dia akan mengazab siapa pun di antara mereka yang ingkar sesudah hidangan itu diturunkan dengan azab yang tidak pernah Dia timpakan kepada seorang manusia pun.
Nabi Isa tetap dalam keadaan berdoa di tempatnya seraya berkata, "Ya Allah, jadikanlah hidangan ini sebagai rahmat buat mereka, dan janganlah Engkau jadikan hidangan ini berakibat azab buat mereka. Ya Tuhanku, sudah banyak perkara ajaib yang kumintakan kepada-Mu, lalu Engkau memberikannya kepadaku. Ya Tuhanku, jadikanlah kami orang-orang yang bersyukur kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu bila Engkau menurunkan hidangan ini sebagai pertanda murka dan azab. Ya Tuhan-Ku, jadikanlah hidangan ini sebagai keselamatan dan kesehatan, dan janganlah Engkau menjadikannya sebagai cobaan dan siksaan."
Nabi Isa terus-menerus berdoa hingga hidangan itu berada di hadapannya, sedangkan kaum Hawariyyin dan semua sahabatnya berada di sekelilingnya; mereka mencium bau yang sangat harum, sebelum itu mereka sama sekali tidak pernah mencium bebauan yang seharum itu. Isa dan kaum Hawariyyin menyungkur bersujud kepada Allah sebagai terima kasih mereka kepada-Nya, karena Allah memberi mereka rezeki dari arah yang tidak mereka duga-duga, dan Allah telah memperlihatkan kepada mereka suatu tanda yang besar lagi sangat menakjubkan dan mengandung pelajaran (akan kekuasaan Allah).
Orang-orang Yahudi berdatangan melihat peristiwa yang menakjubkan itu yang membuat diri mereka dipenuhi oleh rasa sedih dan susah, lalu mereka pergi dengan perasaan yang penuh dengan kemarahan. Kemudian Nabi Isa, kaum Hawariyyin, dan teman-temannya datang. Mereka langsung duduk di sekitar hidangan itu. Tiba-tiba di atas hidangan itu mereka menjumpai kain penutupnya. Maka Nabi Isa berkata, "Siapakah yang berani membuka kain penutup hidangan ini dan paling percaya kepada dirinya serta paling taat di antara kita kepada Tuhannya? Hendaklah dia membukanya dari hidangan ini, hingga kita dapat melihat isinya, lalu memuji kepada Tuhan kita dengan menyebut nama-Nya, kemudian memakan rezeki yang telah Dia berikan kepada kita ini." Kaum Hawariyyin berkata, "Wahai Ruhullah dan kalimat-Nya, engkaulah orang yang paling utama di antara kami untuk melakukan hal tersebut, dan engkaulah orang yang paling berhak membukanya." Maka Isa bangkit dan melakukan wudu lagi, lalu masuk ke dalam tempat salatnya dan melakukan shalat beberapa kali dan menangis lama sekali.
Kemudian ia berdoa kepada Allah, memohon izin untuk membuka penutup hidangan itu dan memohon agar Dia menjadikan berkah pada hidangan itu bagi dirinya dan kaumnya, dan sebagai rezeki. Setelah itu ia pergi dan duduk di dekat hidangan, lalu mengucapkan doa, "Dengan menyebut nama Allah Pemberi Rezeki Yang Paling Utama" Nabi Isa membuka penutup hidangan itu, ternyata pada hidangan tersebut terdapat seekor ikan besar yang telah dipanggang tanpa ada kulitnya dan bagian dalamnya tidak ada durinya, minyak samin meleleh darinya, di sekelilingnya terdapat salad (lalap) dari berbagai macam jenis sayuran, kecuali daun bawang. Pada bagian kepalanya terdapat cuka, sedangkan pada bagian ekornya terdapat garam. Dan di sekitar salad terdapat lima buah roti yang pada salah satunya terdapat zaitun, pada yang lainnya terdapat buah kurma, sedangkan pada yang lainnya lagi terdapat lima buah delima.
Pemimpin kaum Hawariyyin yaitu Syam'un berkata kepada Nabi Isa, "Wahai Ruhullah dan kalimat-Nya, apakah ini berasal dari makanan dunia ataukah dari makanan surga?" Isa menjawab, "Ingatlah, sekarang sudah masanya bagi kalian mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran kekuasaan Allah yang kalian lihat ini, dan hentikanlah oleh kalian semua pertanyaan.
Hal yang paling kutakutkan pada diri kalian ialah bila kalian mendapat siksaan disebabkan turunnya tanda kekuasaan ini." Syam'un berkata kepadanya, "Tidak, demi Tuhan Israil (Nabi Ya'qub), saya tidak bermaksud akan mengajukan pertanyaan tentangnya, wahai putra wanita yang siddiqah (benar).
Isa a.s. berkata, "Apa yang kalian lihat ini bukan berasal dari makanan dunia, bukan pula makanan dari surga, melainkan makanan ini adalah sesuatu yang diciptakan oleh Allah di udara melalui kekuasaanNya Yang Maha Menang lagi Maha Perkasa; kemudian Allah berfirman kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah ia.
Kejadiannya lebih cepat daripada kejapan mata. Maka makanlah hidangan yang kalian minta ini dengan menyebut nama Allah, dan pujilah Tuhan kalian yang telah menurunkannya, niscaya Dia akan memberikan tambahannya kepada kalian, karena sesungguhnya Dia Maha Pencipta, Maha Kuasa lagi Maha Membalas pahala."
Lalu mereka berkata, "Wahai Ruhullah dan kalimat-Nya, sesungguhnya kami ingin bila Allah menampakkan suatu tanda kekuasaan-Nya pada hidangan ini." Isa a.s. menjawab, "Maha Suci Allah, tidakkah kalian cukup dengan apa yang kalian lihat dari bukti ini dan tidak usah meminta tanda bukti yang lainnya?" Kemudian Isa a.s. memandang ke arah ikan panggang tersebut, lalu berkata, "Wahai ikan, kembalilah kamu dengan seizin Allah menjadi hidup kembali seperti semula." Maka Allah menghidupkan ikan itu dengan kekuasaan-Nya, lalu ikan itu bergerak-gerak dan kembali hidup dengan izin Allah seraya membuka-buka mulutnya bagaikan harimau, matanya yang mengkilat berkedip-kedip, dan semua sisiknya kembali seperti semula.
Maka kaum merasa terkejut terhadap ikan itu dan menjauh darinya. Ketika Nabi Isa melihat sikap mereka yang demikian itu, ia berkata, "Mengapa kalian ini, bukankah kalian telah meminta suatu tanda kekuasaan Allah; tetapi setelah Dia memperlihatkannya kepada kalian, lalu kalian tidak menyukainya? Hal yang paling kutakutkan pada kalian ialah bila kalian disiksa karena perbuatan kalian sendiri. Wahai ikan, kembalilah kamu dengan seizin Allah seperti keadaan semula." Maka ikan dengan izin Allah kembali dalam keadaan telah dipanggang seperti kejadian semula.
Mereka berkata, "Wahai Isa, jadilah engkau wahai Ruhullah, orang yang mulai memakannya, sesudah itu baru kami." Isa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan itu, bukankah yang memulai itu seharusnya orang yang memintanya?" Ketika kaum Hawariyyin dan teman-teman Nabi Isa melihat bahwa Nabi Isa tidak mau menyantap hidangan itu, maka mereka merasa takut bila turunnya hidangan ini mengakibatkan murka Allah dan azab-Nya bila memakannya.
Karena itu, mereka menjauhinya.
Setelah Nabi Isa melihat bahwa mereka tidak mau memakannya, maka ia mengundang semua orang miskin dan orang-orang yang sakit menahun untuk menyantap hidangan itu. Nabi Isa mengatakan kepada mereka, "Makanlah rezeki dari Tuhan kalian ini berkat doa nabi kalian, dan akhirilah dengan memuji kepada Allah." Maka mereka melakukannya, terhitung ada seribu tiga ratus orang yang memakannya, baik laki-laki maupun wanita.
Setiap orang makan hingga kenyang dan puas. Sedangkan Nabi Isa dan kaum Hawariyyin hanya memperhatikan, dan tiba-tiba hidangan itu masih dalam keadaan utuh seperti ketika baru turun dari langit, tiada sesuatu pun yang kurang darinya. Setelah itu hidangan tersebut diangkat ke langit, sedangkan mereka menyaksikannya. Setiap orang miskin merasa cukup hanya dengan sekali memakannya, dan setiap orang yang sakit menahun yang memakannya menjadi sembuh, dalam keadaan berkecukupan serta sehat wal afiat hingga akhir usianya.
Sedangkan orang-orang Hawariyyin dan teman-teman Nabi Isa yang tidak mau makan hidangan itu merasa menyesal. Mereka hanya bisa memandang hidangan itu dengan air liur yang mengalir, sementara dalam hati mereka terpendam rasa penyesalan hingga akhir usia mereka. Disebutkan bahwa apabila hidangan itu turun dari langit sesudah itu, maka berdatanganlah kepadanya kaum Bani Israil seraya berlari-lari dari segala penjuru, sebagian dari mereka mendesak sebagian yang lain, orang-orang kaya, orang-orang miskin, anak-anak, orang-orang dewasa, dan orang-orang yang sehat serta orang-orang yang sakit, semuanya ikut memakannya; sebagian dari mereka mendesak sebagian yang lain hingga tumpang tindih karena berebutan.
Melihat gejala tersebut, maka Nabi Isa menjadikan hidangan itu digilirkan di antara mereka, yakni sehari turun dan sehari lainnya tidak turun. Keadaan demikian tetap berlangsung pada mereka selama empat puluh hari. Hidangan itu turun selang sehari kepada mereka di saat siang hari mulai tampak meninggi. Hidangan itu tetap dalam keadaan tersedia dan terus dimakan, hingga tiba saatnya diangkat ke langit meninggalkan mereka dengan izin Allah, sedangkan mereka dapat melihat bayangannya di tanah hingga lenyap dari pandangan mereka.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Isa a.s., "Jadikanlah rezeki-Ku yang berupa hidangan ini untuk kaum fakir miskin, anak-anak yatim, serta orang-orang yang sakit menahun saja, bukan untuk orang-orang kaya." Ketika ketentuan tersebut diberlakukan, maka kalangan hartawan mereka mulai merasa ragu dan menyimpan rasa dendam akan adanya hukum tersebut, hingga tertanam dalam diri mereka perasaan ragu dan bimbang, kemudian mereka berupaya membuat kebohongan agar orang-orang ikut ragu seperti mereka.
Lalu mereka menyiarkan berita yang buruk dan kemungkaran terhadap hidangan tersebut. Saat itulah setan menemukan jalannya yang didambakan, kemudian setan menanamkan rasa waswas ke dalam hati kaum Rabbaniyyin, sehingga mereka mengatakan kepada Isa, "Ceritakanlah kepada kami tentang hidangan ini dan masalah turunnya dari langit, apakah memang benar? Karena sesungguhnya banyak orang dari kalangan kami yang meragukannya."
Nabi Isa a.s. berkata, "Binasalah kalian. Demi Tuhanku, kalian telah meminta kepada nabi kalian supaya memohonkan kepada Tuhan kalian akan hidangan ini, tetapi setelah Tuhan mengabulkannya dan menurunkannya kepada kalian karena belas kasihan kepada kalian dan sebagai rezeki buat kalian, serta diperlihatkan-Nya tanda-tanda kebesaran-Nya kepada kalian untuk kalian jadikan sebagai pelajaran, ternyata kalian balas mendustakan dan meragukannya. Maka tunggulah azab yang pasti akan menimpa kalian, kecuali bila Allah merahmati kalian."
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Isa a.s. bahwa Dia akan menghukum orang-orang yang berdusta sesuai dengan syarat yang telah dikemukakan-Nya. Sesungguhnya Dia akan mengazab di antara mereka orang-orang yang ingkar terhadap hidangan itu sesudah ia diturunkan, yaitu dengan azab yang belum pernah Dia timpakan kepada seseorang pun dari umat manusia. Kemudian pada petang harinya ketika orang-orang yang ragu itu mulai pergi ke tempat peraduannya bersama istri-istrinya dalam keadaan yang baik lagi selamat, tiba-tiba di penghujung malam harinya Allah mengutuk mereka menjadi babi.
Selanjutnya pada pagi harinya mereka pergi ke tempat-tempat yang kotor, yaitu tempat-tempat pembuangan sampah, sebagaimana layaknya babi.
Atsar ini berpredikat gharib (aneh) sekali. Ibnu Abu Hatim memotong sebagian dari kisah ini dalam berbagai tempat. Dan saya telah menghimpunnya secara utuh agar konteksnya lengkap dan sempurna, akhirnya hanya Allah sajalah yang lebih mengetahui. Semua atsar yang telah diketengahkan menunjukkan bahwa hidangan itu benar diturunkan kepada kaum Bani Israil di masa Nabi Isa putra Maryam, sebagai jawaban Allah atas doa Nabi Isa, sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh makna lahiriah ayat yang mengatakan: “Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian’.” (Al-Maidah: 115), hingga akhir ayat.
Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa hidangan itu tidak jadi diturunkan. Al-Laits ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: “Turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit.” (Al-Maidah: 114) Bahwa hal ini hanyalah sekadar perumpamaan yang dibuat oleh Allah, sedangkan pada kenyataannya tidak ada sesuatu pun dari hidangan itu yang diturunkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim (yaitu Ibnu Salam), telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid yang mengatakan bahwa hidangan yang berisikan makanan itu mereka tolak, karena akan ditimpakan kepada mereka azab jika mereka mengingkarinya. Maka hidangan itu tidak mau diturunkan kepada mereka.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Musanna ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mansur ibnu Zazan, dari Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan masalah hidangan ini, bahwa hidangan ini sebenarnya tidak jadi diturunkan.
Dan telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Said, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Al-Hasan pernah mengatakan sehubungan dengan firman Allah ﷻ yang ditujukan kepada mereka: “Barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sungguh Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al-Maidah: 115) Mereka menjawab, “Kami tidak memerlukan hidangan itu.” Oleh karenanya hidangan itu tidak jadi diturunkan.
Semua riwayat yang telah disebutkan tadi sanadnya shahih sampai kepada Mujahid dan Al-Hasan. Dan hal ini diperkuat dengan suatu pendapat yang mengatakan bahwa kisah mengenai hidangan ini tidak dikenal oleh orang-orang Nasrani dan tidak terdapat di dalam kitab mereka. Seandainya hal ini ada dan telah diturunkan, niscaya akan dinukil oleh mereka dan pasti akan terdapat di dalam kitab mereka secara mutawatir, bukan melalui berita yang bersifat ahad.
Hanya Allah yang mengetahui yang sebenarnya. Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyatakan bahwa hidangan itu memang diturunkan, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa dikatakan demikian karena Allah ﷻ telah memberitakan perihal penurunan hidangan tersebut melalui firman-Nya: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian. Barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al-Maidah: 115) Sedangkan janji dan ancaman Allah itu adalah hak dan benar.
Pendapat ini (hanya Allah yang lebih mengetahui) adalah pendapat yang benar, sesuai dengan apa yang telah ditunjukkan oleh berita dan atsar dari ulama Salaf dan lain-lainnya. Ulama sejarah telah menyebutkan bahwa ketika Musa Ibnu Nasir panglima Bani Umayyah membuka negeri-negeri Magrib (Afrika Utara), ia menemukan suatu hidangan yang bertahtakan berbagai mutiara dan intan perhiasan. Lalu ia mengirimkannya kepada Amirul Mukminin Al-Walid ibnu Abdul Malik pendiri Masjid Dimasyq, tetapi ia telah meninggal dunia ketika hidangan tersebut masih di tengah jalan.
Lalu hidangan itu diserahkan kepada saudara lelakinya yaitu Sulaiman ibnu Abdul Malik yang menjadi khalifah sesudahnya. Orang-orang melihat hidangan itu dan mereka merasa takjub karena pada hidangan tersebut terdapat batu-batu yang berharga dan permata-permata yang jarang didapat. Menurut suatu pendapat, hidangan tersebut dahulunya adalah milik Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, dari Imran ibnul Hakam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah meminta kepada Nabi ﷺ: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjadikan Bukit Safa menjadi emas, maka kami akan beriman kepadamu.” Nabi ﷺ bersabda, "Benarkah kalian mau beriman?" Mereka menjawab, "Ya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian Nabi ﷺ berdoa, dan datanglah Malaikat Jibril kepadanya, lalu berkata, 'Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam-Nya buatmu, dan Dia berfirman kepadamu bahwa jika kamu suka, maka nanti pagi Bukit Safa akan menjadi emas buat mereka; dan barang siapa yang kafir di antara mereka sesudah itu, maka Dia akan mengazabnya dengan azab yang belum pernah Dia timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. Dan jika kamu suka, maka Dia akan membukakan buat mereka pintu tobat dan pintu rahmat'." Maka Nabi ﷺ bersabda: “Tidak, tetapi (yang kuminta adalah) pintu tobat dan rahmat.”
Imam Ahmad, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam Kitab Mustadrak meriwayatkannya melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dengan sanad yang sama.
Ingatlah, wahai Rasulullah, ketika al-hawa'riyyun, para pengikut setia Nabi Isa, berkata kepadanya, Wahai Isa putra Maryam! Apakah Tuhanmu berkenan, jika kami mengajukan permohonan untuk menurunkan hidangan dari langit kepada kami supaya kami bisa menikmati hidangan bersama kamu' Nabi Isa menjawab, Bertakwalah kepada Allah, wahai al-hawa'riyyun, jika kamu benar-benar orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan mengabulkan permohonanmu itu. Mereka, al-hawa'riyyun, berkata kepada Nabi Isa, Kami, wahai Nabi Isa, memohon hidangan langsung dari Allah, karena kami ingin memakan hidangan itu bersamamu, agar hati kami menjadi tenteram menyaksikan mukjizatmu dan agar kami menjadi yakin atas kerasulanmu dan menjadi yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami dalam membacakan dan mengajarkan agama Allah kepada kami, dan kami, dengan hidayah Allah, menjadi orang-orang yang menyaksikan mukjizat yang meyakinkan ini.
Pada ayat ini Allah menceritakan bahwa kaum hawariyyin pernah menanyakan kepada Nabi Isa, apakah Allah dapat menurunkan kepada mereka suatu hidangan dari langit. Pertanyaan itu bukan menunjukkan bahwa kaum hawariyyin itu masih ragu tentang kekuasaan Allah. Mereka telah yakin sepenuhnya tentang kekuasaan Allah. Tetapi mereka menanyakan hal itu untuk lebih menenteramkan hati mereka. Sebab, apabila mereka dapat menyaksikan bahwa Allah kuasa menurunkan apa yang mereka inginkan itu, maka hati mereka akan lebih tenteram, dan iman mereka akan bertambah kuat.
Hal ini juga pernah terjadi pada Nabi Ibrahim ketika beliau memohon kepada Allah agar Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia kuasa menghidupkan makhluk yang telah mati. Allah berfirman:
dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati." Allah berfirman, "Belum percayakah engkau?" Dia (Ibrahim) menjawab, "Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap)." (al-Baqarah/2:260)
Dengan demikian, pertanyaan kaum hawariyyin tadi dapat diartikan sebagai berikut, "Hai Isa, maukah Tuhanmu memperkenankan bila kami memohon kepada-Nya agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan?" Jadi yang mereka ragukan bukanlah kekuasaan Allah untuk mengabulkan hal itu melainkan apakah Tuhan bersedia mengabulkan permintaan Nabi, bila Nabi Isa memintakan hal itu kepada-Nya untuk mereka. Patut diperhatikan dalam ayat di atas, bahwa ketika kaum hawariyyin mengemukakan pertanyaan mereka kepada Nabi Isa, mereka menyebutkannya dengan namanya, lalu diiringi dengan sebutan 'putra Maryam. Ini untuk menegaskan bahwa mereka tidak menganut kepercayaan bahwa Isa adalah Tuhan, atau anak Tuhan. Mereka yakin bahwa Isa adalah makhluk Allah yang dipilih untuk menjadi Nabi dan Rasul-Nya, juga adalah putra Maryam, bukan putra Allah.
hawariyyun atau hawariyyin, dari kata hawari, "bahan pemutih pakaian, yang bersih dan bebas dari segala noda; sahabat dan pembela;" menurut Mu'jam Alfadh al-Qur'an al-Karim, hawari, murni dan bersih dari segalanya, umumnya dipakai untuk mereka yang benar-benar ikhlas untuk para nabi," atau "pembelaan, dukungan," "pembela-pembela" (Ali 'Imran/3: 52). Diduga dari asal bahasa Abisinia. Menurut Muhammad Asad dalam The Message of The Qur'an, "orang yang memutihkan pakaiannya dengan mencucinya," karenanya dikatakan juga untuk pengikut-pengikut Nabi Isa sebagai simbul orang yang berhati bersih. Penemuan Dead Sea Scroll belum lama ini sangat mendukung pendapat ini, bahwa kata hawari dipakai untuk menunjukkan orang yang menjadi anggota Persaudaraan Essense, yaitu sekelompok golongan agama di Palestina pada masa Nabi Isa, yang mungkin juga termasuk dia sendiri. Golongan Essense ini terutama dikenal karena kegigihannya mempertahankan kebersihan moral serta tidak mementingkan diri sendiri, dan mereka selalu mengenakan pakaian putih. Nabi Muhammad memberi gelar hawari kepada Zubair bin 'Awwam dengan mengatakan:
"Setiap nabi punya seorang hawari, dan hawari-ku adalah Zubair bin 'Awwam". (Riwayat al-Bukhari dan at-Tirmidzi)
Dalam beberapa tafsir bahasa Indonesia diterjemahkan dengan "pengikut," "sahabat," "penolong" atau "tetap "Hawariyun;" sementara Bibel menerje-mahkannya dengan "murid".
Pada akhir ayat tersebut diterangkan jawaban Nabi Isa kepada kaum hawariyyin. Ia menyuruh mereka agar bertakwa kepada Allah, yaitu agar mereka tidak mengajukan permintaan ataupun pertanyaan yang memberikan kesan seolah-olah mereka meragukan kekuasaan Allah. Ini merupakan suatu pelajaran yang amat baik, sebab orang-orang yang beriman haruslah memperkokoh imannya, dan melenyapkan segala macam hal yang dapat mengurangi keimanan. Allah Mahakuasa, atas segala sesuatu. Menyediakan suatu hidangan adalah suatu pekerjaan yang tidak patut untuk dimohonkan kepada Allah. Dia Mahamulia. Dia telah mengaruniakan kepada hamba-Nya segala sesuatu di bumi, baik berupa bahan makanan, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Maka tugas manusialah untuk mengolah bahan-bahan yang tersedia itu untuk mereka jadikan makanan, pakaian, rumah dan sebagainya untuk kepentingan mereka sendiri. Allah tidak meminta imbalan atas nikmat yang telah disediakan-Nya, yang tak terhitung jumlahnya. Apabila Allah tidak menurunkan hidangan dari langit, maka hal itu tidaklah mengurangi arti kekuasaan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Sebab itu, janganlah mengurangi iman dan keyakinan kepada-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MOHON HIDANGAN DARI LANGIT
Ayat 112
“(Ingatlah) tatkala Hawariyun … berkata, Wahai Isa anak Maryam. Apakah berkuasa Tuhan engkau menurunkan kepada kami suatu hidangan dari langit."
Inilah suatu permintaan yang pernah dikemukakan oleh Hawariyun Isa itu kepada beliau. Lantaran permintaan yang dimulai dengan pertanyaan apakah kuasa atau apakah sanggup Allah menurunkan kepada kami hidangan dari langit maka menjadi perbincangan dalam kalangan ahli tafsir. Kalau begini caranya mereka meminta, apakah Hawariyun itu benar-benar telah mendalam iman mereka? Apakah mereka belum juga yakin bahwa lebih dari itu pun Allah berkuasa? Berpendapatlah setengah ahli tafsir bahwasanya Hawariyun Nabi Isa adalah orang-orang yang telah matang iman, tetapi kurang pengetahuan. Iman yang tidak disertai ilmu yang mendalam, menyebabkan timbulnya permintaan yang seperti itu. Oleh karena itu, jawaban Nabi Isa al-Masih adalah memberikan tuntunan yang dapat menyadarkan jiwa mereka.
“Jawabnya, Takutlah kepada Allah jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman."
Dengan jawaban seperti ini, al-Masih telah memberi peringatan bahwasanya orang yang beriman, tidaklah teringat meminta yang demikian itu. Allah Yang Mahabesar dan Mahakuasa, yang menjadikan semua langit dan bumi, kalau Dia berkehendak, bisa saja mengabulkan permintaan demikian. Namun seandainya permintaan itu dikabulkan, apakah perubahan yang akan ada? Mereka sebagai orang yang telah mengaku beriman disuruh supaya bertakwa, berhati-hati, dan takut kepada Allah, agar mengeluarkan permintaan yang patut. Sebab pada zaman dahulu, Bani Israil telah mengemukakan berbagai permintaan kepada Allah, sampai hendak melihat Allah berhadap-hadapan, akhirnya mereka di-adzab oleh Allah. Orang yang beriman tidaklah pantas kalau hanya meminta hidangan dari langit Misalkan hidangan itu datang, setelah perut kenyang dan hidangan habis, apalagi yang akan terjadi? Apakah Allah hanya diminta memperlihatkan keganjilan yang sementara? Padahal seluruh alam yang tampak ini sejuta kali lebih ajaib daripada hanya memberi hidangan makanan?
Ayat 113
“Mereka berkata, ‘Kami ingin supaya makan darinya dan supaya tenteramlah hati kami dan supaya kami tahu bahwa engkau telah berkata yang benar kepada kami.'"
Meskipun telah diberi peringatan oleh al-Masih bahwasanya orang yang beriman dan bertakwa tidak pantas mengemukakan permintaan yang remeh itu, mereka menjawab bahwa maksud mereka meminta hidangan dari langit itu, bukan karena hendak menentang Allah dan menguji kekuasaan Allah. Mereka melakukannya semata-mata karena ingin makan daranya. Sebab makanan dari langit itu adalah berkah, membawa kesuburan bagi ruhani dan jasmani. Dan dari sebab mendapat makanan itu, hati lebih tenteram dan lebih dekat kepada Allah, iman lebih bertambah-tambah, dan keimanan kepada Rasul bertambah teguh pula. Hati kami telah yakin dan kami telah beriman. Namun, iman yang telah ada itu akan bertambah teguh lagi apabila kepercayaan hati diperteguh dan diperkuat lagi dengan penyaksian mata.
“Dan supaya jadilah kami dari orang-orang yang benar-benar menyaksikan."
Dari jawaban tersebut nyatalah bahwa permintaan mereka ini bukanlah karena sengaja hendak menentang Allah, seperti perangai Bani Israil pada zaman Musa dahulu, melainkan karena kejujuran hati saja yang kalau itu kejadian. Mereka yakin bahwa martabat iman mereka akan bertambah tinggi jua adanya. Dan dapat pulalah dirasakan bahwa Hawariy ini bukanlah orang-orang yang berpendidikan tinggi, melainkan orang-orang sederhana yang jujur. Lantaran permohonan itu benar-benar dari orang-orang yang berpikiran sederhana, sedangkan orangnya jujur maka mengertilah al-Masih.
Ayat 114
“Berkata Isa anak Maryam, ‘Ya Allah, Ya Tuhan kami! Turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit."
Artinya, ditegaskan oleh ayat ini bahwasanya al-Masih sendiri, sebab dia bukan Tuhan, tidaklah dia berkuasa menyediakan makanan itu melainkan bermohonlah dia kepada Allah supaya permohonan Hawariyun itu dikabulkan, diturunkan hidangan makanan dari langit."Supaya dia menjadi hari raya bagi kami." Hari raya ialah hari kegembiraan atau hari besar, baik peringatan berkenaan dengan agama maupun urusan kenegaraan umumnya. Seperti dua hari raya agama yang resmi dalam Islam, Hari Raya Fitri dan hari raya orang berkumpul di hari itu mengerjakan semacam ibadah atau kalau kenegaraan mengadakan suatu upacara peringatan.
“Bagi orang-orang yang permulaan kami dan di akhir kami."
Menurut tafsiran as-Suddi, “Agar hari turunnya hidangan kiriman Allah itu kami jadikan hari raya dan kami peringati tiap-tiap tahun sejak kami yang mula-mula menerimanya ini sampai kepada orang-orang yang sesudah kami kelak." Menurut tafsir dari Sufyan ats-Tsauri, “Kami rayakan hari itu dengan mengadakan shalat." Dan menurut tafsir
Qatadah, “Mereka ingin menjadi peringatan pula bagi anak cucu mereka." Dan menurut tafsiran Salman al-Farisi, “Akan menjadi pengajaran bagi kami dan bagi yang datang di belakang kami kelak."
Dengan sokongan, al-Masih memohonkan hidangan ini dan membawanya guna mem-perkuat ibadah dengan memperingatinya sebagai hari raya, bertambah jelaslah bahwa permohonan Hawariy ini bukanlah sama dengan permohonan Bani Israil kepada Musa pada zaman yang lampau itu. Sebab lanjutan permohonan al-Masih lebih menjelaskan lagi, yaitu, “Dan sebagai suatu tanda dari Engkau." Sebagai suatu ayat atau tanda atau mukjizat yang akan diperlihatkan Allah sebab menurunkan makanan hidangan dari langit, memang suatu hal yang merobek adat kebiasaan. Moga-moga dengan demikian bertambahlah iman Hawariy itu sebagaimana yang mereka inginkan.
“Dan berilah rezeki akan kami karena Engkau adalah yang sebaik-baik pemberi rezeki."
Ya rabbana, Ya, Tuhan kami, yang mengatur rezeki kami siang dan malam, yang mem-berikan hidup dan keamanan, yang mengatur karunia dari sekalian makhluk, yang tidak ada duanya di dalam memberikan jaminan rezeki, perkenankan kiranya permohonanku ini karena hanya bagi kamilah hal yang demikian terasa sukar. Adapun bagi Engkau, hal ini hanyalah perkara yang mudah belaka.
Ayat 115
“Berkata Allah, ‘Sesungguhnya Aku akan menurunkannya kepada kamu. Barangsiapa yang kufur sesudah itu dari antara kamu maka sesungguhnya akan Aku adzab dia dengan sesuatu adzab yang belum pernah Aku adzabkan kepada seseorang pun daripada isi alam."
Inilah jawaban tegas dari Allah Yang Mahakuasa. Bahwasanya Allah Mahakuasa mengabulkan permohonan itu. Kalau datang kehendak Allah yang telah menjadikan semua langit dan bumi, memberi manusia nyawa dan hidup, sebentar saja makanan hidangan dari langit itu bisa datang. Mudah saja itu bagi Allah. Namun, kamu hendaklah ingat akan akibatnya. Jikalau hidangan itu datang dan kamu telah menyaksikannya sendiri dengan mata kepalamu, tetapi masih ada yang kufur, masih ada juga yang ragu-ragu akan kekuasaan Allah, waspadalah kamu akan datangnya adzab siksaan Allah kepada yang kufur itu. Dia akan disiksa dengan siksaan yang amat hebat dahsyat, melebihi adzab siksaan yang dahulu-dahulu. Adzab siksaan yang belum pernah diderita sehebat itu oleh orang dalam alam ini. Dengan demikian, kalau hal ini telah kamu pertimbangkan masak-masak, sebentar saja permohonan kamu itu akan dikabulkan.