Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَ
hari
تَبۡيَضُّ
menjadi putih (berseri)
وُجُوهٞ
wajah-wajah
وَتَسۡوَدُّ
dan menjadi hitam (muram)
وُجُوهٞۚ
wajah-wajah
فَأَمَّا
maka adapun
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱسۡوَدَّتۡ
menjadi hitam (muram)
وُجُوهُهُمۡ
wajah-wajah mereka
أَكَفَرۡتُم
kenapa kamu kafir
بَعۡدَ
sesudah
إِيمَٰنِكُمۡ
iman kamu (kamu beriman)
فَذُوقُواْ
maka rasakanlah
ٱلۡعَذَابَ
azab
بِمَا
disebabkan
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
يَوۡمَ
hari
تَبۡيَضُّ
menjadi putih (berseri)
وُجُوهٞ
wajah-wajah
وَتَسۡوَدُّ
dan menjadi hitam (muram)
وُجُوهٞۚ
wajah-wajah
فَأَمَّا
maka adapun
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱسۡوَدَّتۡ
menjadi hitam (muram)
وُجُوهُهُمۡ
wajah-wajah mereka
أَكَفَرۡتُم
kenapa kamu kafir
بَعۡدَ
sesudah
إِيمَٰنِكُمۡ
iman kamu (kamu beriman)
فَذُوقُواْ
maka rasakanlah
ٱلۡعَذَابَ
azab
بِمَا
disebabkan
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
Terjemahan
(Azab itu terjadi) pada hari ketika ada wajah yang putih berseri dan ada pula wajah yang hitam kusam. Adapun orang-orang yang berwajah hitam kusam (kepada mereka dikatakan), “Mengapa kamu kafir setelah beriman? Oleh karena itu, rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu.”
Tafsir
(Ingatlah suatu hari di mana wajah-wajah ada yang menjadi putih berseri dan ada pula yang hitam legam) maksudnya pada hari kiamat. (Adapun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam) yakni orang-orang kafir, maka mereka dilemparkan ke dalam neraka dan dikatakan kepada mereka sebagai celaan ("Kenapa kamu kafir setelah beriman?") yaitu sewaktu pengambilan ikrar dulu. ("Maka rasailah siksa disebabkan kekafiranmu itu.").
Tafsir Surat Ali-'Imran: 104-109
Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat,
Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada pula wajah yang menjadi hitam muram.
Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (dikatakan kepada mereka), "Mengapa kalian kafir setelah beriman? Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu."
Adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya.
Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan sebenarnya, dan tiadalah Allah berkehendak untuk mezalimi (siapapun) di seluruh alam.
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan hanya kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.
Ayat 104
Allah ﷻ berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar; mereka adalah golongan orang-orang yang beruntung.
Adh-Dhahhak mengatakan, mereka adalah para sahabat yang terpilih, para mujahidin yang terpilih, dan para ulama.
Abu Ja'far Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan.” (Ali Imran: 104) Kemudian beliau bersabda: “Yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur'an dan sunnahku.” Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya; dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.”
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Dan tiadalah setelah itu iman barang seberat biji sawi pun. "
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian azab dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”
Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Amr ibnu Abu Amr dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Hadits-hadits mengenai masalah ini cukup banyak, demikian pula ayat-ayat yang membahas mengenainya, seperti yang akan disebut nanti dalam tafsirnya masing-masing.
Ayat 105
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (Ali Imran: 105) hingga akhir ayat. Melalui ayat ini Allah ﷻ melarang umat ini menjadi orang-orang seperti umat-umat terdahulu yang bercerai-berai dan berselisih di antara sesama mereka, serta meninggalkan amar makruf dan nahi munkar, padahal hujah (argumen) telah jelas menentang mereka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Azhar ibnu Abdullah Al-Harawi, dari Abu Amir (yaitu Abdullah ibnu Yahya) yang menceritakan, "Kami melakukan haji bersama Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan. Ketika kami tiba di Mekah, ia berdiri ketika hendak melakukan shalat zhuhur, lalu berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda: 'Sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah bercerai-berai dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya umat ini kelak akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga keinginan (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu Al-Jama'ah. Dan sesungguhnya kelak di dalam umatku terdapat kaum-kaum yang selalu mengikuti kemauan hawa nafsunya sebagaimana seekor anjing mengikuti pemiliknya. Tiada yang tersisa darinya, baik urat maupun persendian, melainkan dimasukinya'." Selanjutnya Mu'awiyah mengatakan, "Demi Allah, wahai orang-orang Arab, seandainya kalian tidak menegakkan apa yang didatangkan kepada kalian oleh Nabi kalian, maka orang-orang selain dari kalian benar-benar lebih tidak menegakkannya lagi."
Demikian pula menurut riwayat Abu Dawud dari Ahmad ibnu Hambal dan Muhammad ibnu Yahya, keduanya dari Abul Mugirah yang nama aslinya adalah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami dengan lafal yang sama. Hadits ini diriwayatkan melalui berbagai jalur.
Ayat 106
Firman Allah ﷻ: “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada pula wajah yang menjadi hitam muram.” (Ali Imran: 106) Yakni kelak di hari kiamat, di waktu itu putih berseri wajah ahli sunnah wal jama'ah, dan tampak hitam muram wajah ahli bid'ah dan perpecahan. Demikianlah menurut tafsir Ibnu Abbas.
“Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (dikatakan kepada mereka), ‘Mengapa kalian kafir setelah beriman’?" (Ali Imran: 106)
Menurut Al-Hasan Al-Basri, mereka adalah orang-orang munafik.
“Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu.” (Ali Imran: 106) Gambaran ini bersifat umum menyangkut semua orang kafir.
Ayat 107
“Adapun orang-orang yang berwajah putih berseri, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya.” (Ali Imran: 107) Maksudnya, mereka tinggal di dalam surga untuk selama-lamanya, dan mereka tidak mau pindah darinya.
Abu Isa At-At-Tirmidzi dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada karni Waki', dari Ar-Rabi' ibnu Sabih dan Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib yang menceritakan bahwa Abu Umamah melihat banyak kepala dipancangkan di atas tangga masuk masjid Dimasyq. Maka Abu Umamah mengatakan, "Anjing-anjing neraka adalah seburuk-buruk orang yang terbunuh di kolong langit ini; sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuhnya." Kemudian Abu Umamah membacakan firman-Nya: “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada pula wajah yang menjadi hitam muram.” (Ali Imran: 106), hingga akhir ayat. Kemudian aku bertanya kepada Abu Umamah, "Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ﷺ?" Abu Umamah menjawab, "Seandainya aku bukan mendengarnya melainkan hanya sekali atau dua kali atau tiga kali atau empat kali dan bahkan sampai tujuh kali, niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kalian."
Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abu Galib; dan Imam Ahmad mengetengahkannya di dalam kitab musnadnya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Galib dengan lafal yang serupa. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dalam tafsir ayat ini dari Abu Dzar sebuah hadits yang panjang, tetapi isinya sangat aneh dan mengherankan.
Ayat 108
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu.” (Ali Imran: 108)
Yakni itulah ayat-ayat Allah dan hujah-hujah-Nya serta keterangan-keterangan-Nya, Kami bacakan kepadamu, wahai Muhammad.
“Dengan sebenarnya.” (Ali Imran: 108)
Yaitu Kami membuka perkara yang sesungguhnya di dunia dan akhirat.
“Dan tiadalah Allah berkehendak untuk mezalimi (siapapun).” (Ali Imran: 108) Artinya, Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap mereka, melainkan Dia adalah Hakim Yang Maha Adil yang tidak akan zalim; karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, maka untuk itu Dia tidak perlu berbuat zalim terhadap seseorang dari makhluk-Nya.
Ayat 109
Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi;” (Ali Imran: 109) Yakni semuanya adalah milik Allah dan semuanya berlaku sebagai hamba-hamba-Nya.
“Dan hanya kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.” (Ali Imran: 109) Maksudnya, Dialah Tuhan Yang Memutuskan lagi Yang Mengatur di dunia dan akhirat.
Ayat ini menggambarkan perbedaan keadaan orang yang beriman dan orang kafir pada hari kiamat. Pada hari itu ada wajah yang putih berseri dan tampak sinar kebahagiaan dan kesenangan mereka karena pahala dari amal kebajikan mereka selama hidup di dunia; itulah wajah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan ada pula wajah yang hitam muram dan tampak rasa kesedihan, penyesalan dan kehinaan; itulah wajah orang-orang kafir dan mendustakan rasulrasul-Nya. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram, kepada mereka dikatakan, Mengapa kamu kafir, murtad, setelah beriman, yaitu setelah datang penjelasan yang nyata, baik melalui rasul maupun kitab yang diturunkan Allah dan juga tanda-tanda kebesaran Allah di alam raya' Karena itu, rasakanlah azab yang pedih disebabkan dosa kekafiranmu itu. Ayat ini menggambarkan kegembiraan ahli surga atas rahmat Allah yang mereka terima. Dan adapun orang-orang yang beriman dan ahli ibadah, mereka mendapatkan kebahagiaan dan berwajah putih berseri, mereka berada dalam rahmat Allah di surga, dengan berbagai kesenangan, keindahan, dan kedamaian; mereka kekal di dalamnya. Itulah karunia Allah bagi mereka yang beriman dan menaati-Nya.
Ayat ini menggambarkan bagaimana kedua golongan tampak perbedaannya pada hari kiamat, yang pertama golongan mukmin wajahnya putih bersih bersinar. Yang kedua, golongan kafir dari Ahli Kitab dan munafik terlihat muram dan hitam mukanya karena melihat azab yang disediakan Allah untuknya.
Di samping mereka menerima azab yang menimpa badannya, ditambah pula dengan cercaan dari Allah dengan ucapan, "Kenapa kamu kafir sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab Kami disebabkan kekafiranmu itu.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BERPECAH SESUDAH MENDAPAT KETERANGAN
Ayat 105
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah berpecah belah dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan."
Ayat ini adalah lanjutan ayat-ayat yang sebelumnya. Mula-mula diperingatkan agar semuanya bersatu padu di dalam tali Allah Dan tali Allah itu hanya satu, jangan berpecah-belah. Karena persatuan adalah pintu utama yang akan membawa kepada nikmat. Nikmat yang terutama, ialah timbulnya kekuatan sebab persatuan. Sesudah terdapat persatuan dan kekuatan, hendaklah ada segolongan yang senantiasa memelihara persatuan ini. Memelihara persatuan ialah dengan dakwah; ada yang bersedia menyuruh berbuat ma'ruf dan berani mencegah perbuatan yang mungkar. Dengan demikian kemenangan, tetap terjamin. Lalu datanglah ayat ini memperingatkan kembali bahaya perpecahan. Kalau pada zaman dahulu sewaktu kaum jahiliyyah berpecah-belah di dalam kabilah dan persu-kuan, sehingga menjadi lemah, setelah keterangan Allah datang dan petunjuk telah disampaikan oleh Rasul, akan lebih celakalah lagi kalau timbul kembali perpecahan. Maka, di dalam ayat ini diberilah peringatan, supaya dalam kalangan umat Muhammad jangan sampai timbul seperti yang pernah terjadi pada orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah menerima keterangan; artinya sesudah mendapat terang, mereka kembali jadi gelap.
Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang itu? Ialah Ahli Kitab yang telah lalu, Yahudi dan Nasrani. Salah satu sebab berpecah dan berselisih mereka itu pada zaman yang lampau ialah mereka telah berpindah dari menegakkan pokok paham, yaitu tentang keesaan Allah, kepada perselisihan penafsiran tentang Allah itu. Dalam dunia Kristen, terkenallah perselisihan yang membawa pecah belah antara mereka tentang Nabi Isa. Ada segolongan yang mempertahankan bahwa Nabi Isa itu hanyalah manusia yang mulia, Rasulullah, dia bukan Tuhan. Tuhan hanya Satu, yaitu Allah. Di samping itu, timbul yang berpaham bahwa Isa itu sendiri Allah, yang menjelmakan dirinya menjadi Anak, lalu datang ke dunia. Timbul lagi perselisihan karena dia manusia dan dia pun Allah, sebab itu adalah dia manusia yang sangat sempurna, tetapi juga adalah Allah yang sangat sempurna. Karena perbedaan-perbedaan paham yang sangat menyolok ini, timbullah perpecahan gereja.
Pada zaman dahulu, ada gereja kerajaan, disebut Mulkaniyin. Ada golongan pengikut Ya'qub, disebut Ya'qubiyin. Dan ada golongan pengikut Nastour, disebut Nastouriyin. Maka, pecah belahlah antara satu madzhab dan madzhab yang lain yang beratus-ratus tahun lamanya jadi “patah arang" tidak dapat dipertemukan lagi. Dan kadang-kadang karena luapan hawa nafsu atau kekuasaan, mudah saja gereja jadi terpecah. Gereja di Inggris memisahkan diri dari gereja Katolik, hanyalah oleh karena Raja Inggris Henry VIII tidak merasa puas, mengapa Paus tidak mengesahkan penceraiannya dengan istrinya dan pernikahannya dengan istrinya yang baru.
Orang Yahudi pun demikian pula. Timbul berbagai perpecahan sesudah Taurat datang. Ada yang berpegang teguh pada Taurat dan ada yang tidak mau langsung kepada Taurat, melainkan berpegang kepada Talmud.
Maka ayat ini memberi peringatan kepada umat Muhammad, umat beriman, agar hal-hal yang serupa itu jangan kejadian pula dalam Islam. Setelah ada Al-Qur'an dan ada Hadits, perpecahan timbul kembali, lebih hebat daripada zaman jahiliyyah. Dan apa yang diperingatkan Nabi ini pun kejadian juga dalam kalangan Islam. Mulanya berpecah karena perebutan kekuasaan antara Ali dan Mu'awiyah. Timbullah golongan Khawarij dan timbul golongan Syi'ah, sampai timbul pemalsuan hadits-hadits Rasulullah untuk kepentingan memperkukuh kedudukan politik. Satu hal yang kita syukurkan dalam Islam ialah bahwa perpecahan itu tidak sampai menyebabkan perpecahan masjid. Orang Syi'ah masih menganggap sah menjadi makmum di belakang penganut Sunni dan orang Mu'tazilah, demikian pula dengan firkah yang lain.
Sungguh pun demikian, tidak jarang terjadi di dalam kalangan Islam, sesama Islam sendiri, seorang ulama misalnya, menutup dirinya dan murid-muridnya jangan sampai berhubungan dengan ulama-ulama lain, lalu membuat pondok sendiri dan mendirikan kedaulatan sendiri, menamakan pada pengikutnya bahwa yang benar hanya dia, sehingga timbullah semacam Rahbaniyah, yaitu kependetaan dalam Islam.
Di sini kita melihat, baik di kalangan kaum Nasrani, atau Yahudi, ataupun Islam bahwa yang menyebabkan timbulnya perpecahan sesudah datangnya keterangan ialah hawa nafsu dan pantang kelintasan, atau pantang kedahuluan. Inilah yang banyak menimbulkan perpecahbelahan kaum agama. Pokok pendirian ditinggalkan karena kepentingan pribadi.
Dalam agama Islam sendiri tidaklah dihambat perbedaan pikiran. Masalah agama memang banyak yang bersifat ijtihadiyah, yaitu kesungguhan menyelidiki. Hasil penyelidikan tidak selalu sama, sebab jalan pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktunya. Yang membawa celaka bukanlah perbedaan pikiran.
Kita misalkan saja kepada sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sendiri. Ada terjadi dua orang dalam musafir. Di tengah jalan mereka kehabisan air wudhu, lalu keduanya bertayamum. Setelah selesai mengerjakan shalat, keduanya meneruskan perjalanan. Akan tetapi, belum beberapa lama berjalan, mereka bertemu dengan air. Yang seorang berwudhu kembali dan mengulang shalatnya dan yang seorang lagi tidak. Keduanya sampai kepada Rasulullah dan tidak ada antara keduanya yang disalahkan beliau. Kepada yang mengulang shalat, diberikan pujian, sebab mengulang shalat untuk menenteramkan hatinya dan kepada yang tidak mengulang lagi dipuji pula, sebab dia telah mengerjakan sunnah dengan tepat.
Terkenal pula sebuah riwayat yang shahih ketika berperang menghadapi Yahudi Bani Quraizhah, supaya segera sampai ke tempat Bani Quraizhah yang hendak dikepung itu, padahal hari telah petang. Nabi ﷺ meme-rintahkan supaya perjalanan ke Bani Quraizhah diteruskan saja; dan sampai di sana saja nanti shalat Ashar. Padahal setelah berjalan secepat-cepatnya, malam hari baru sampai di Bani Quraizhah. Sahabat-sahabat Rasulullah yang patuh menjalankan perintah itu shalat Ashar pada malam hari waktu Isya. Akan tetapi, beberapa sahabat yang lain, mengerjakan juga shalat di tengah perjalanan, sehingga tidak luput baginya waktu Ashar. Yang pertama memahamkan perintah Rasulullah ﷺ dengan patuh tidak berpikir lagi. Dan yang kedua menimbang bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah ialah supaya lekas sampai. Lalu mereka kerjakan juga shalat Ashar pada waktu dan mereka berjalan lebih cepat, sehingga sampai juga malam hari di Bani Quraizhah bersama-sama dengan kawan-kawan yang lain. Keduanya tidak ada yang dicela oleh Rasulullah ﷺ.
Dari kedua perumpamaan ini tampaklah bahwa sejak zaman Rasul sendiri sudah terdapat dua macam pemikiran tentang agama, dalam hal yang mengenai ijtihadiyah; keduanya tidak ada yang salah, sebab keduanya tanggung jawab diri sendiri-sendiri di hadapan Allah dan Rasul, yang terkumpul di dalam sama-sama taat.
Itulah sebabnya pula, terkenal di dalam catatan riwayat bahwa ketika Imam Syaffi mulai menginjakkan kakinya ke Baghdad, dipersilakan orang menjadi imam jamaah shalat Shubuh. Beliau tidak membaca qunut, padahal yang sudah tahu, bahwa beliau memandang qunut itu suatu sunnah yang harus dipentingkan. Lalu sehabis shalat ada orang bertanya, mengapa beliau tidak berqunut, padahal menurut fatwa beliau sendiri berqunut. Lalu beliau jawab bahwa di daerah Irak ini, fatwa Imam Hanafilah yang terbiasa dipakai orang. Rupanya beliau tidak mau mengganggu perasaan orang, apatah lagi beliau ketika itu baru datang.
Oleh sebab itu, di dalam masalah ijtihadiyah itu, tidak ada halangannya bertasamuh, ber-lapang dada, memberi-menerima. Orang yang berkeras mempertahankan suatu masalah ijtihadiyah, biasanya bukanlah orang yang luas pengetahuan, melainkan orang-orang yang diikat oleh taqlid kepada suatu paham, atau berkeras mempertahankan pendirian yang sudah diputuskan oleh segolongan. Sebagaimana di satu waktu, penulis ini pernah datang ke satu tempat, penulis masih saja membaca al-Faatihah dengan sirr, di belakang imam yang sedang men-jahar, lalu sehabis shalat telah dikeroyok oleh beberapa teman yang perkumpulannya telah ganti memutuskan, bahwa mereka telah memilih pendirian di belakang imam yang membaca jahar, si makmum tidak usah membaca lagi. Atau di suatu tempat yang lain lagi, penulis dipersilakan menjadi imam, lalu ketika membaca salam penutup shalat tidak membaca salam dengan wabarakatuh, padahal majelis tarjih perkumpulan telah memutuskan bahwa mereka memilih salam memakai wabarakatuh.
Syukurlah karena di dalam Islam tidak ada selisih dalam hal pokok, misalnya Shubuh tetap dua rakaat, tidak boleh lebih atau kurang, ataupun Isya empat rakaat, tidak boleh lebih atau kurang, sehingga dalam soal pokok tidak ada selisih hanya dalam soal ijtihadiyah. Perpecahan dan perselisihan kita kurangi dengan jalan hormat-menghormati pendapat masing-masing.
Di ujung ayat berfirmanlah Allah,
“Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar."
Sebagaimana bunyi ayat terdahulu, “dan bagi mereka itulah kemenangan," sekarang terjadi sebaliknya, “Dan bagi mereka itulah siksaan yang besar." Siksaan yang amat besarlah bagi orang yang hanya berpecah belah dan berselisih. Siksaan dunia akhirat ini sudah dapat dibuktikan sendiri oleh masing-masing pribadi kita kalau kita bermusuh dan berselisih dengan orang. Sungguh-sungguh pecah belah dan selisih menjadi siksaan batin. Pikiran orang yang tengah berselisih dan bermusuh dengan orang lain, tidaklah tenteram. Apatah lagi perselisihan dan pecah antara golongan dengan golongan. Padahal terjadi dari satu agama dan satu pegangan. Berpecah-belah dan berselisih, karena perlainan paham.
Oleh karena berpecah-belah dan perselisihan, kerap kali satu pihak memilih berbagai sikap untuk menjatuhkan yang lain. Kerugian dan pertumpahan darah karena perselisihan perkara dunia dan perebutan kuasa antara Ali dan Mu'awiyah telah menyebabkan di medan Perang Shiffin tentara Ah tewas 35.000 orang dan tentara Mu'awiyah 45.000 orang. Bukankah ini suatu siksaan yang besar?
Syukurlah aqidah Islamiyah sendiri masih kukuh pada waktu ini; dan pecah belah hanya karena berebut kuasa duniawi karena ambisi politik yang amat keras pada Mu'awiyah sehingga betapa pun kerugian dan penderitaan dan kehilangan begitu banyak jiwa, setelah Mu'awiyah berkuasa, perluasan kekuasaan Islam tidak terhambat.
Ingat lagi berapa kerugian jiwa dan kehancuran ketika Bani Abbas merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah. Ingat lagi hebatnya pecah belah dan perselisihan antara Ahlus Sunnah dengan Syi'ah diakhiri kekuasaan khalifah-khalifah Bani Abbas yang wazirnya ialah al-Aqami yang bermadzhab Syi'ah. Dari sangat bencinya wazir Syekh itu kepada khalifah yang dipegang terus-menerus oleh Bani Abbas, wazir itulah yang mengkhianati Daulah lslamiyah Bani Abbas dan mempermudah masuknya tentara Tartar dan Mongol di bawah pimpinan Hulako ke dalam kota Baghdad. Padahal bukan raja khalifah dan keluarganya yang dibunuh Hulako setelah dia dapat menghancurkan Baghdad, bahkan wazir pengkhianat itu pun tidak terlepas dari kehinaan dibunuh dengan keji.
Kerap kali terjadi dalam sejarah, perselisihan antara golongan, padahal satu agama, menimbulkan pengkhianatan yang sangat keji. Baik dalam dunia Kristen ataupun dunia Islam. Orang Kristen Romawi di Konstantinopel yang terpecah menjadi dua, yang pro-Kaisar Byzantium dan yang pro-Paus di Roma, menyebabkan yang pro-Byzantium membukakan pintu kedatangan tentara Turki Osmani, daripada negerinya dikuasai oleh Paus.
Di negeri kita Indonesia ini pun kerap kali kejadian, ada pecah belah dan perselisihan karena masalah furu', masalah khilafiyah, sehingga menimbulkan permusuhan yang mendalam sekali. Sehingga satu waktu, ada dari golongan Islam yang mau bekerja sama dengan golongan komunis karena sangat bencinya kepada golongan sesama agamanya. Dia sangat benci kepada golongannya seagama itu dan komunis pun benci pula kepada golongan yang dibencinya itu. Maka, puaslah hatinya bertemu dengan golongan komunis itu, sebab mereka berdua dikumpulkan oleh persamaan perasaan, yaitu kebencian. Maka, adalah seorang yang terhitung ulama, merasa puas hati berangkul-rangkulan dengan komunis, sehingga anak kandungnya sendiri pun mendekam dalam penjara ketika gagal maksud komunis mengadakan perebutan kekuasaan, karena anak itu telah menjadi alat dan kaki tangan komunis. Inilah siksaan perpecahan.
Maka apabila kita susun kembali sejak dari ayat 103 sampai kepada ayat 105 ini, terdapatlah satuan maksud. Di ayat 103 diperingatkan supaya tetap bersatu padu dengan jalan sama-sama memegang tali Allah; sebab persatuan adalah nikmat yang paling besar. Di ayat 104 diingatkanlah supaya ada segolongan umat yang mementingkan dakwah menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah perbuatan mungkar. Ahli-ahli dakwah ini membawa orang berpegang kepada tali Allah, karena demikianlah kemenangan akan dapat dicapai. Di ayat 105 ini diterangkan betapa hebatnya bahaya perpecahan dan perselisihan. Perpecahan dan perselisihan itu kian lama kian menjalar dan membakar segala berkat dan rahmat Allah, berganti menjadi bala bencana kalau dalam umat itu sudah berkurang amar ma'ruf nahi mungkar.
Kemudian, datanglah sambungan, yaitu ayat selanjutnya menerangkan bagaimana akibat yang akan diterima apabila adzab siksaan Allah itu datang kelak.
Ayat 106
“Pada hati yang wajah-wajah jadi putih dan wajah-wajah (yang lain) menjadi hitam."
Baik di dunia maupun di akhirat akan terdapatlah dua macam muka atau wajah. Ada wajah yang putih bersih, sebab hatinya senang. Sebab, dia tidak menuruti hawa nafsu dan tidak terjerumus ke dalam perselisihan dan pecah-belah, melainkan terus berpegang teguh pada tali Allah. Dia merasa lega sebab dia tidak bersalah. Sebaliknya orang yang wajahnya hitam pekat, artinya kusut-mesat, keruh dan kerut, karena susah hati, karena buruk hati, karena khizit dan khianat. Wajah membayangkan apa yang terkandung dalam hati karena tidak mau menempuh jalan yang benar. Maka, berkatalah ayat selanjutnya, “Maka adapun kepada orang-orang yang menjadi hitam muka itu dikatakan: Bukankah kamu telah kufur sesudah kamu beriman?"
Cocoklah sebagaimana yang telah diterangkan dan dijelaskan pada ayat sebelumnya tadi. Pada mulanya mereka telah menerima keterangan dari ayat-ayat Allah. Setelah keterangan datang lalu mereka langgar, lalu mereka mencari pecah belah dan perselisihan. Sebab itu, mereka memilih jalan yang gelap sesudah dahulunya merasakan terang benderang. Iman telah mereka ganti sendiri dengan kufur. Sebab, persatuan telah mereka lemparkan dan mereka ganti dengan perpecahan. Mereka tidak mau menerima dakwah kepada kebajikan dan amar ma'ruf nahi mungkar.
Maka, tidaklah ada satu kesengsaraan yang menyebabkan muka jadi hitam, melebihi kufur sesudah iman. Peringatan Allah tidak dipedulikan.
Dengan ayat ini dapatlah kita memahamkan, bahwa kafir atau kufur itu bukan saja karena tidak mengakui Allah Ta'aala ada atau tidak memercayai Nabi Muhammad dan hari Akhirat, bahkan kelalaian mengadakan dakwah, sehingga menimbulkan perpecahan yang mengakibatkan kelemahan umat adalah termasuk macam kufur juga. Dan kufur sesudah iman adalah kufur yang lebih pahit.
Di dalam ayat di atas tadi diterangkan bahwa Ahlul Kitab berpecah belah dan berselisih sesudah mendapat keterangan-keterangan, maka ayat, ini menyebut orang muka hitam sebab kufur sesudah beriman. Bukankah sama keadaan orang ini?
“Maka nasallah adzab sebab kamu telah kufur itu."
Seperti yang kita katakan tadi, ancaman ini adalah ancaman dunia dan akhirat. Di akhirat sudah terang ancaman neraka. Sebelum itu di dunia mereka mendapat adzab akibat perpecahan sesama sendiri. Cobalah kaji dalam sejarah; salah satu sebab yang terbesar dari malapetaka yang menimpa kaum Muslimin ialah perpecahan sesama mereka, sampai beratus tahun negeri-negeri mereka dapat dijajah oleh bangsa-bangsa asing yang berbeda agama. Di dunia ini adzab Allah dengan kehilangan kemerdekaan adalah satu adzab yang paling pedih.
Ayat 107
“Dan adapun orang-orang yang putih muka itu, di dalam rahmat Allah-lah mereka itu akan kekal."
Orang yang putih muka karena nikmat Allah dan kekal dalam nikmat itu, ialah selalu memelihara dakwah ukhuwah sesama Islam dan tali yang teguh dengan Allah. Muka mereka menjadi putih jernih di dunia karena dapat mengatasi segala kesulitan, disegani karena kebesaran mereka dan kejujuran mereka; yang berat dapat mereka pikul dan yang ringan dapat mereka jinjing dan mereka dapat menegakkan suasana aman damai dalam hati dan dalam pergaulan. Nikmat akhirat jangan dikatakan lagi; sebab itulah tujuan hidup yang sebenarnya. Bagi Muslim, nikmat dunia sangat dirasakan, sebab dunia itu menuju akhirat. Hakikat dunia tidaklah ada kepuasan seratus persen, kadang-kadang kecewa juga. Namun dengan adanya harapan akan akhirat, timbullah semangat yang baru untuk selalu melanjutkan amal. Putih muka di akhirat ialah karena dapat melihat wajah Allah.
Ayat 108
“Demikian itulah tanda-tanda dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan sebenarnya"
Ayat Allah yang pasti berlaku dalam dunia ini mengandung sebab dan akibat, pangkal yang menempuh ujung, yang tidak dapat diganti dengan ayat lain lagi. Islam akan terus hidup selama dakwah masih tegak, Islam akan berantakan apabila dakwah telah padam, akan hancur dari dalam kalau perpecahan telah datang dan perselisihan lebih dikemukakan. Kalau sampai sekarang ini, sudah 14 abad lamanya, alhamdulillah Islam masih hidup, ialah karena di samping seiman perpecahan, masih ada golongan yang tidak mengiri-menganan, terus menuju maksud menegakkan Islam. Perimbangan antara tenaga pembangun dengan tenaga penghancur, inilah yang membentuk perjalanan sejarah.
“Dan tidaklah Allah bermaksud zalim kepada makhluk."
Maka kalau terjadi apa yang tidak menyenangkan hati, janganlah Allah disalahkan, tetapi selidikilah di mana letak kesalahan.
Kesalahan tentu terdapat pada diri kita sendiri. Karena zaman selalu berputar, sejarah selalu berjalan, roda waktu bukan surut ke belakang, tetapi harus maju ke muka.
Pergaulan hidup mempunyai dalil-dalil dan undang-undang sendiri, yang sebagiannya telah didapat oleh manusia, diberinya bentuk menjadi suatu ilmu yang bernama sosiologi, ilmu kemasyarakatan, atau ilmu pergaulan hidup. Bahkan seluruh alam ini berjalan menurut aturan-aturan dan takdirnya sendiri dengan teratur, diatur oleh Allah!
Ayat 109
“Dan kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan di bumi."
Dengan ayat ini, Allah menjelaskan bahwa bukan saja dalam pergaulan hidup manusia ada sosiologi, filsafat sejarah, kenaikan dan keruntuhan, pasang naik dan pasang surut, keinsafan dan kelalaian, bahkan di mana-mana kita melihat berjalannya peraturan. Di semua langit dan bintang gemintangnya dan beberapa rahasia langit yang lain, di atas dataran bumi sampai kepada kulitnya yang di bawah, semuanya Allah yang Empunya, Allah Yang Mengatur. Moga-moga dengan memerhatikan yang demikian, manusia pun insaf akan dirinya dan belajar pula cara hidup teratur.
“Dan kepada Allah-lah akan dikembalikan segala muson."
Oleh sebab semuanya akan dikembalikan kepada Allah dan kita sendiri pun akan dikembalikan kepada Allah, dari sekarang kita harus mematut diri, memeriksa diri. Di atas, Allah telah menjelaskan bahwa Dia tidak sekali-kali akan berlaku zalim kepada hamba-hamba-Nya. Maka, kalau telah kembali kepada Allah, ternyata siksa juga yang kita terima, janganlah Allah disalahkan. Periksalah, apa lagi yang belum juga beres pada pekerjaan kita.
Kumpulan ayat-ayat ini memberikan kesimpulan betapa pentingnya dakwah. Senantiasa seru-menyeru, ajak-mengajak kepada kebajikan. Amar ma'ruf nahi mungkar.