Ayat
Terjemahan Per Kata
وَوَٰعَدۡنَا
dan Kami telah menjanjikan
مُوسَىٰ
Musa
ثَلَٰثِينَ
tiga puluh
لَيۡلَةٗ
malam
وَأَتۡمَمۡنَٰهَا
dan Kami menyempurnakan
بِعَشۡرٖ
dengan sepuluh
فَتَمَّ
maka sempurnalah
مِيقَٰتُ
waktu yang ditentukan
رَبِّهِۦٓ
Tuhannya
أَرۡبَعِينَ
empat puluh
لَيۡلَةٗۚ
malam
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰ
Musa
لِأَخِيهِ
kepada saudaranya
هَٰرُونَ
Harun
ٱخۡلُفۡنِي
gantilah aku
فِي
dalam
قَوۡمِي
kaumku
وَأَصۡلِحۡ
dan perbaikilah
وَلَا
dan jangan
تَتَّبِعۡ
kamu mengikuti
سَبِيلَ
jalan
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang berbuat kerusakan
وَوَٰعَدۡنَا
dan Kami telah menjanjikan
مُوسَىٰ
Musa
ثَلَٰثِينَ
tiga puluh
لَيۡلَةٗ
malam
وَأَتۡمَمۡنَٰهَا
dan Kami menyempurnakan
بِعَشۡرٖ
dengan sepuluh
فَتَمَّ
maka sempurnalah
مِيقَٰتُ
waktu yang ditentukan
رَبِّهِۦٓ
Tuhannya
أَرۡبَعِينَ
empat puluh
لَيۡلَةٗۚ
malam
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰ
Musa
لِأَخِيهِ
kepada saudaranya
هَٰرُونَ
Harun
ٱخۡلُفۡنِي
gantilah aku
فِي
dalam
قَوۡمِي
kaumku
وَأَصۡلِحۡ
dan perbaikilah
وَلَا
dan jangan
تَتَّبِعۡ
kamu mengikuti
سَبِيلَ
jalan
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang berbuat kerusakan
Terjemahan
Kami telah menjanjikan Musa (untuk memberikan kitab Taurat setelah bermunajat selama) tiga puluh malam. Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi). Maka, lengkaplah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Musa berkata kepada saudaranya, (yaitu) Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah (dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Tafsir
(Dan telah Kami janjikan) dengan memakai alif dan tidak memakainya (kepada Musa sesudah berlalu waktu tiga puluh malam) di mana Kami akan berbicara kepadanya seusai masa tersebut agar ia berpuasa terlebih dahulu; masa itu adalah bulan Zulkaidah kemudian Musa berpuasa dan tatkala ia selesai, bau mulutnya masih kurang enak. Akhirnya Musa bersiwak dan Allah ﷻ memerintahkannya agar melakukan puasa sepuluh hari lagi agar ia dapat berbicara dengan-Nya melalui mulutnya; hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah ﷻ (dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi) yakni dari bulan Zulhijah (maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya) yaitu waktu yang telah dijanjikan oleh-Nya untuk berbicara dengan-Nya (empat puluh) menjadi hal (malam) menjadi tamyiz. (Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun) di kala hendak pergi ke bukit untuk bermunajat ("Gantikanlah aku) maksudnya jadilah engkau sebagai penggantiku (dalam memimpin kaumku dan perbaikilah") perkara mereka (dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan) dengan menyetujui mereka berbuat kemaksiatan.
Tafsir Surat Al-A'raf: 142
Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Harun, "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah (dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan."
Ayat 142
Allah ﷻ menceritakan anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kaum Bani Israil, yaitu berupa hidayah langsung kepada Musa a.s. dan pemberian Taurat oleh-Nya yang di dalamnya terkandung hukum-hukum buat mereka dan perincian syariat mereka.
Untuk itu, Allah menceritakan bahwa Dia telah menjanjikan hal itu kepada Musa selang tiga puluh hari kemudian. Ulama tafsir mengatakan bahwa selama itu Nabi Musa a.s. melakukan puasa secara lengkap. Setelah waktu yang telah dijanjikan itu sempurna, maka Musa bersiwak terlebih dahulu dengan akar kayu. Tetapi Allah ﷻ memerintahkan kepadanya agar menggenapkannya dengan sepuluh hari lagi hingga genap menjadi empat puluh hari. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan sepuluh hari tambahannya itu, yaitu bulan apa jatuhnya.
Menurut kebanyakan ulama tafsir, yang tiga puluh hari adalah bulan Dzulqa'dah, sedangkan yang sepuluh hari tambahannya jatuh pada bulan Dzulhijjah. Demikianlah menurut Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.
Hal yang serupa telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas. Berdasarkan pendapat ini, berarti miqat telah disempurnakan pada Hari Raya Kurban. Pada hari itu pula terjadilah pembicaraan Allah kepada Musa a.s. secara langsung. Dan pada hari itu pula Allah ﷻ menyempurnakan agama Islam bagi Nabi Muhammad ﷺ, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian.” (Al-Maidah: 3)
Setelah masa yang telah dijanjikan tiba dan Musa bersiap-siap hendak berangkat menuju Bukit Tursina, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Wahai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuh kalian, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu.” (Taha: 80)
Maka saat itu Musa mengangkat saudaranya, yaitu Harun untuk menggantikan dirinya memimpin kaum Bani Israil.
Musa mewasiatkan kepada saudaranya agar berbuat baik terhadap kaumnya dan tidak menimbulkan kerusakan. Hal ini semata-mata hanyalah sebagai peringatan belaka, karena sesungguhnya Harun a.s. adalah seorang nabi yang dimuliakan oleh Allah, sama dengan kedudukan nabi-nabi lainnya.
Dan Kami telah menjanjikan kepada Nabi Musa untuk bermunajat kepada Kami dan Kami memberikan kitab Taurat setelah berlalu waktu tiga puluh malam. Dan untuk melengkapi ibadahnya, Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhan Pemeliharanya, yaitu empat puluh malam. Dan ingat juga ketika Nabi Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Nabi Harun, sebelum keberangkatannya untuk memenuhi janji itu,Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku sampai aku kembali, dan perbaikilah dirimu dan kaummu, dan janganlah engkau mengikuti jalan orangorang yang berbuat kerusakan. Dan ingatlah ketika Musa datang untuk bermunajat pada waktu yang telah Kami tentukan, yaitu empat puluh malam, dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, menyampaikan wahyu melalui suatu dialog yang tidak sama dengan pembicaraan yang dilakukan manusia, Nabi Musa ingin mendapat lebih dari itu dan berkata, Tuhan Pemeliharaku, tampakkanlah diri-Mu Yang Maha Suci kepadaku agar aku dapat'dengan potensi yang Engkau anugerahkan padaku'melihat Engkau. Dia, yakni Allah, berfirman, Engkau, wahai Nabi Musa, sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku di dunia ini dengan mata telanjang. Kemudian Allah ingin Nabi Musa dapat menerima ketidaksanggupannya itu, dan berkata, Namun lihatlah ke gunung itu yang lebih kokoh bila dibandingkan dengan kondisimu, jika saat kemunculan-Ku ia tetap tegar di tempatnya sebagai sediakala ketika Aku ber-tajalli, menampakkan apa yang hendak Aku tampakkan, niscaya engkau dapat melihat-Ku saat Aku muncul di hadapanmu. Maka ketikaTuhannya ber-tajalli, menampakkan keagungan-Nya atau apa yang hendak ditampakkan-Nya kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh, hingga sama rata dengan tanah, dan Nabi Musa pun jatuh pingsan tak sadarkan diri menyaksikan peristiwa dahsyat itu. Setelah Nabi Musa sadar kembali, dan yakin bahwa dia tidak dapat melihat-Nya di dunia ini dengan cara apa pun, dia berkata, Mahasuci Engkau, lagi Maha Agung, aku bertobat kepada Engkau karena telah lancang meminta sesuatu yang tak Engkau izinkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman, yang percaya bahwa Engkau tidak dapat dilihat seperti yang kumohonkan. Para mufasir ada yang berpendapat, pengertian tampak ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang tampak itu adalah cahaya Allah. Bagaimana pun juga tampaknya Allah itu bukanlah seperti tampaknya makhluk, hanya tampak yang sesuai sifatsifat Allah yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
Ayat ini menerangkan peristiwa turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa. Allah telah menetapkan janji-Nya kepada Nabi Musa bahwa Dia akan menurunkan wahyu kepadanya yang berisikan pokok-pokok agama dan pokok-pokok hukum yang menjadi pedoman bagi Bani Israil dalam usaha mereka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Waktu penurunan wahyu yang dijanjikan itu selama tiga puluh malam di gunung Sinai, kemudian ditambah sepuluh malam lagi sehingga menjadi empat puluh malam.
Mengenai turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, waktu menafsirkan ayat ini, bahwa Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Tuhanku (Allah) menjanjikan kepadaku tiga puluh malam. Aku akan menemui-Nya dan aku jadikan Harun untuk mengurusimu." Maka setelah Musa sampai ke tempat yang dijanjikan, yaitu pada bulan ?ulkaidah dan sepuluh malam bulan ?ulhijjah, lalu Musa menetap dan menunggu di atas bukit Sinai selama empat puluh malam, dan Allah menurunkan kepadanya Taurat dalam bentuk kepingan-kepingan bertulis, Allah mendekatkan Musa kepada-Nya untuk diajak bicara. Sesudah itu berbicaralah Allah, dan Musa pun mendengar bunyi getaran pena.
Dari kedua riwayat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Musa a.s pergi ke bukit Sinai sendirian, tak ada yang menemani, dalam arti kata ia memisahkan diri dari kaumnya Bani Israil. Sepeninggal Musa a.s. Bani Israil terpengaruh oleh ajakan Samiri, sehingga mereka ikut menyembah patung anak sapi.
Sebelum Musa a.s. berangkat ke tempat yang telah ditentukan Allah untuk menerima Taurat, ia menyerahkan pimpinan kaumnya kepada saudaranya Harun a.s, dan menyatakan Harun sebagai wakilnya, mengurus kepentingan-kepentingan Bani Israil selama ia pergi, Musa memperingatkan agar Harun jangan mengikuti kemauan dan pendapat orang yang sesat dan suka berbuat kerusakan.
Harun adalah saudara tua Musa a.s. dan diangkat oleh Allah sebagai Rasul dan Nabi. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa Musa sebelum menghadapi Firaun berdoa kepada Allah agar Harun diangkat sebagai wazirnya, karena lidahnya lebih petah (fasih) dibanding dengan lidah Musa.
Allah berfirman:
Dan jadikankanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku. (thaha/20: 29-30-31-32).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUSA DENGAN BANI ISRAIL (II)
Kejadian yang pertama ini, mereka minta bikinkan sebuah tuhan yang akan dipuja, memberikan bukti bagi kita bahwa mereka ini masih perlu lagi diberi ajaran-ajaran dan peraturan dan syari'atyang mendalam.
Tingkat atau periode perjuangan yang pertama ketika masih di Mesir, belumlah waktunya buat mengajar mereka, sebab musuh yang dihadapi terlalu besar dan mereka belum mempunyai kesempatan buat diajar lebih dalam sebab kemelaratan hidup, kemiskinan, dan rasa ketakutan yang tidak pernah hilang siang dan malam, sebagai yang terbayang pada ayat 129 di atas tadi. Yaitu, menderita sebelum Musa datang dan tetap menderita setelah Musa datang. Di sinilah tampak perbedaan keadaan pengikut pertama dari Nabi Muhammad ﷺ yang disebut ‘assabiquimal awwalun' di waktu masih di Mekah 13 tahun sebelum hijrah ke Madinah, dengan Bani Israil di Mesir sebelum menyeberangi Laut Merah yang dibelah.
Sekarang Musa dipanggil buat menerima syari'at.
Ayat 142
“Dan, (ingatlah) telah Kami janjikan kepada Musa tiga puluh malam dan telah Kami cukupkan dia dengan sepuluh lagi sehingga sempurnalah dengan (tambahan) itu, waktu perjanjian dengan Tuhannya empat puluh malam."
Sebagaimana telah kita ketahui, waktu Nabi Musa telah meninggalkan Madyan hendak kembali ke Mesir, dia telah melihat api di lereng Bukti Thursina. Itulah permulaan dia dipanggil buat menerima wahyu yang khusus diperintah buat menghadapi Firaun dan buat membebaskan Bani Israil. Dan, risalah dari wahyu yang pertama itu telah dijalankannya dengan baik sehingga Bani Israil sudah dapat dibebaskan. Inilah yang dibayangkan pada ayat 137 bahwa “telah sempurnalah kalimat Tuhan engkau yang sebaik-baiknya atas Bani Israil."
Sekarang Musa mulai menghadapi tingkat perjuangan yang kedua. Musa menyatakan keinginan kepada Allah agar diberi lagi suatu janji dapat menghadap yang kedua kali, untuk memohonkan wahyu yang baru di dalam menghadapi kewajiban yang baru pula. Permohonannya dikabulkan Allah, dia diberi tempo perjanjian pertemuan tiga puluh hari lamanya. Setelah selesai yang tiga puluh hari, Musa mohon lagi tambahan lalu ditambah Allah sepuluh hari lagi, sehingga cukup 40 hari.
Diriwayat oleh Ibnul Mundzir dari Ibnu Abi Hatim dari lbnu Abbas, “Bahwa Musa berkata kepada kaumnya, ‘Aku telah diberi janji oleh Tuhanku tiga puluh malam buat menghadap-Nya. Sebab, itu, aku wakilkan urusanku kepada saudaraku Harun.' Setelah Musa dapat menghadap Tuhannya, ditambah Allah lagi sepuluh malam. Dalam tambahan yang sepuluh malam itulah datang fitnah Samiri." Demikian riwayat dari Ibnu Abbas.
“Dan, berkatalah Musa kepada saudaranya Harun, ‘Gantikanlah aku pada kaumku dan berbuat baiklah dan jangan engkau ikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.'"
Maka, setelah sampai hari perjanjian yang ditentukan itu, yang menurut riwayat dari Abui Aliyah, ialah di permulaan bulan Dzulqa'dah, bersiaplah Nabi Musa akan berangkat. Sementara dia pergi, diwakilkannyalah pimpinan kepada abangnya, Harun, pembantunya yang utama atau wazirnya, yang atas permohonannya sendiri pada pertemuan dengan Allah yang pertama dahulu, (lihat surah Thaahaa ayat 29-30) telah diangkat Allah menjadi Nabi dan Rasul pula dalam kedudukan wazir dari Musa.
Oleh sebab pimpinan yang sebenarnya tetap di tangan Musa, diberinyalah instruksi atau peraturan kepada Harun sebagai tersebut dalam ayat. Pertama supaya meneruskan pekerjaan-pekerjaan yang terbengkalai, dibuat yang lebih baik Yang kedua, supaya teguh memegang pim-pinan sehingga jangan sampai terpengaruh oleh suara-suara dari orang-orang bisa membuat keadaan jadi rusak. Ini menunjukkan bahwa Harun tidak boleh mengubah jalan pimpinan yangtelah beliau tinggalkan. Dan, mesti keras dan teguh memegang pimpinan. Petaruh yang kedua ini menunjukkan pula kecemasan Musa akan kelembikan Harun. Sebab, dia memang tidak mempunyai sikap keras dan tegas sebagai adiknya. Akan tetapi, dia adalah seorang wazir yang benar-benar setia. Dan, setelah meninggalkan
petaruh itu, Musa pun berangkat menuju Wadi Thuwan di Gunung Thursina itu. Dan, ini pun menunjukkan bahwa dalam kalangan kaumnya itu ada orang-orang keras kepala, yang mesti dipimpin dengan keras pula.
Ayat 143
“Dan, tatkala Musa telah datang di waktu yang telah Kami tentukan itu, dan telah bercakap Tuhannya kepadanya, berkatalah dia, ‘Ya Tuhanku! Tunjukkanlah diri-Mu. Aku ingin melihat Engkau!'"
Dia telah diberi kemuliaan yang demikian tinggi oleh Allah. Allah telah berkenan bercakap dengan dia dengan tidak perantaraan malaikat lagi, akan menurunkan titah perintah wahyu kepadanya, yaitu kitab Taurat yang akan jadi pimpinan bagi bangsanya. Namun, Musa yang seluruh jiwanya yang suci itu telah dipenuhi oleh al-Hubb al-!tahi, cinta kepada Allah yang tiada taranya, memohon diberi kemuliaan yang lebih tinggi lagi. Sesudah Allah berkenan mengajaknya bercakap di belakang hijab, Musa meminta melihat rupa-Nya supaya tabir dinding itu dihindarkan saja. “Tuhanku, perlihatkan kiranya kepadaku zat-Mu Yang Suci dengan menganugerahiku kekuatan menyambut ‘tajalli' Engkau itu sehingga kuatlah diriku dan mataku melihat Engkau! Supaya lebih sempurnalah makrifat hamba-Mu ini kepada Engkau."
“Dia berkata, ‘Sekali-kali engkau tidak akan dapat melihat Aku. Akan tetapi, lihatlah ke gu-nung itu. Jika dia telah tetap pada tempatnya maka engkau akan melihat Daku.'" Artinya, bahwa Allah Yang Mahakuasa, Yang Mahakasih dan Mahasayang dan membalas akan cinta hamba-Nya telah menyambut permohonan itu dengan penuh kasih bahwa sekali-kali tidaklah engkau akan dapat melihat Aku. Sebabnya tidaklah dapat Aku terangkan, cuma engkau lihat sajalah buktinya. Melihatlah ke atas puncak gunung itu, yaitu pertalian Gunung Thursina. Jika kelak engkau lihat gunung itu tetap pada tempatnya, di waktu itu engkau akan melihat Daku, “Maka, tatkala Tuhannya telah menunjukkan diri pada gunung itu maka menjadi hancurlah dia dan tersungkurlah Musa, pingsan."
Falamma tajalla, kita artikan saja “tatkala Tuhannya telah menunjukkan diri". Tajalla ma-dhinya, tajaili jadi pokok kata mashdar-nya. Mau kita rasanya mengambil saja kata tajalli itu, sebab artinya yang tepat pun tidaklah lengkap dengan kata “menunjukkan diri" saja. Kadang-kadang tajalli diartikan juga menjelaskan diri. Arti dan uraiannya yang lebih panjang ialah Allah menumpukan kuat kuasanya pada gunung itu dan bagaimana cara penumpuan atau penunjukan atau penjelasan itu tidak pula dapat kita terangkan panjang. Cuma dari bekas tajalli itu, gunung itu menjadi hancur, laksana gunung es meleleh karena terik cahaya matahari. Gunung es hancur meleleh memakan beberapa waktu, tetapi gunung batu itu hanya sekejap mata sehingga Musa pingsan menyaksikannya.
Dengan demikian, apalah artinya Musa sendiri dibandingkan dengan gunung itu kalau Allah Zat Yang Mahaagung itu menunjukkan diri atau tajalli kepadanya? Dengan begitulah Allah menolak dengan halus permintaan hamba-Nya yang dikasihi-Nya itu. Sedangkan melihat gunung hancur karena tajalli Allah, Musa pingsan, betapalah lagi kalau kepada dirinya sendiri Allah tajalli? Allahu Akbar!
“(Syahdan) setelah dia sadar, berkatalah dia, ‘Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah oiang yang pertama sekati beniman."
Musa yakin Allah Ada. Dia telah menjadi ilmul yaqin dan dia tidak ada keraguan lagi. Namun, dia masih meminta hendak melihat Allah. Apa yang mendorongnya meminta yang setinggi itu padahal telah didapatnya yang dekat dari itu, yaitu diajak bercakap? Yang mendorongnya ialah yang lebih tinggi dari keyakinan, yaitu cinta. Allah pun telah membalas cintanya. Sebab, cinta itulah maka Allah men-…-kan diri kepada gunung, sehingga gunung hancur.
Beberapa masa kemudian, setelah Nabi Musa kembali kepada kaumnya, ada di kalangan kaumnya itu yang menentang Musa, meminta hendak melihat Allah jahratan, terang-terang berhadapan. Apa yang kejadian? Allah perintahkan petir halilintar membelah bumi sehingga mereka bergelimpangan mati dan pingsan.
Oleh sebab itu, belumlah di sini, dalam keadaan ruhani jasmani kita yang begini, kita akan dapat melihat Allah. Musa tak dapat melihat Allah. Muhammad ﷺ pun tidak. Walaupun ketika beliau Mi'raj, beliau pun tidak diberi. Sebab, Allah cinta akan dia. Nanti saja di akhirat. Adapun di dunia ini, cukuplah dengan ilmul yaqin dan haqqul yaqin. Adapun ‘ainul yaqin biarlah di akhirat saja kelak.
Bagi Musa pun sudah cukup demikian. Hatinya pun telah puas karena ini adalah dunia. Hidup tidak sudah sehingga ini saja. Dengan begitu pun dia telah melihat nyata bekas tajalli-Nya meskipun bukan zat-Nya. Memang tujuan hidup kita yang terakhir ialah melihat wajah Allah di akhirat kelak Dan, dengan pengalaman yang demikian, sampai beliau pingsan, beliau pun sudah merasa puas juga sebab Allah benar-benar telah menyatakan cinta kepadanya. Dan, dia pun memohon ampun atas kesalahannya, meskipun itu bukan salah, yaitu meminta perkara yang belum boleh diminta sekarang. Maka, dia pun berdiri dari pingsannya. Sesudah bertobat, dia pun berkata, “Aku adalah orang yang pertama beriman!"
Itulah suatu kekuatan baru yang akan dibawanya pulang kelak kepada kaumnya. Maka, munajatnya itu disambut kembali oleh Allah dengan firman-Nya yang masih tetap dipenuhi cinta.
Kata “syahdan" tidak ada dalam ayat, itu hanya hiasan penerjemah, sama dengan arkian.
Ayat 144
“Dia berkata, “Wahai, Musa! Sesungguhnya Aku telah memilih engkau atas sekalian manusia."‘
Inilah ucapan utama sebagai sambutan pernyataan Musa bahwa dia telah bertekad sejak saat itu menjadi Mukmin pertama yang akan mendedahkan dadanya menghadapi segala ke-mungkinan hidup, bahwa dia memang telah dipilih Allah, dilebihkan dari sekalian manusia, terutama manusia di zamannya. Kalau ada yang akan menyamai dia atau melebihi dia hanyalah sesama rasul juga. “Dengan risalah-risalah-Ku dan kalam-Ku." Dipilih dan dilebihkan dari antara manusia untuk memikul risalah-risalah atau tugas suci dari kalam Allah, yaitu wahyu. “Sebab itu ambillah apa yang telah Aku berikan kepada engkau itu." Yaitu perintah-perintah dan peraturan, penyusunan masyarakat Bani Israil yang engkau pimpin itu. Sejak dari pokok ajaran tauhidnya, ibadahnya dan pemujaannya kepada Allah Yang Esa, dan pergaulan hidup sesama mereka, hubungan rumah tangga di antara suami istri, ayah dan anak, makanan dan minuman, yang dihalalkan dan diharamkan. Semuanya itu ambillah dan peganglah baik-baik dan pimpinkanlah kepada kaummu.
“Dan, jadilah engkau dari orang-orang yang bersyukur."
Bersyukur karena keinginanmu telah terkabul. Keinginan yang telah timbul sejak engkau selamat menyeberangkan kaummu dari Mesir dan sejak ada kaummu yang bodoh itu meminta dibikinkan tuhan buat mereka sembah.
Sekarang engkau sudah boleh meneruskan perjuangan dengan bimbingan risalah dan kalam-Ku ini.
Ayat 145
“Dan, Kami tuliskan untuknya di dalam alwah tiap-tiap sesuatu, sebagai pengajaran dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu."
Artinya, bahwa Allah telah menyerahkan kepada Nabi Musa beberapa buah luh. Alwah adalah jamak dari luh. Artinya lembaran-lembaran yang keras. Batu tulis anak sekolah dinamai juga luh. Di dalam lembaran-lembaran alwah itu, tertulislah banyak pengajaran dan penjelasan yang akan mengisi hati dan jiwa, memperdalam iman dan keyakinan kepada Allah. Penjelasan dari pokok-pokok syari'at yang wajib dijalankan oleh Bani Israil.
Di sini Allah berfirman bahwa Dia sendiri yang menuliskan isi alwah artinya diisi dengan qudrat iradah-Nya sebagaimana juga men-ciptakan matahari, bulan, bintang-bintang, dan bumi, tidak campur tangan orang lain atasnya. Tentang bagaimana cara Allah menuliskan itu tidaklah perlu kita kaji supaya jangan timbul khayat yang tidak-tidak.
“Lantaran itu peganglah dia dengan teguh dan perintahkanlah kaum engkau mengambil yang sebaik-baiknya." Artinya, bahwasanya isi kitab Taurat yang penuh dengan pengajaran dan penjelasan itu, tidaklah akan ada artinya dan manfaatnya kalau sekiranya hanya semata dibaca, tidak dipegang teguh dan dijalankan. Isi kitab suci tetaplah suci dan tetaplah benar. Sebab, dia datang sebagai wahyu dari Allah. Akan tetapi, kalau dia hanya jadi bacaan saja, tidaklah akan ada pengaruhnya bagi menuntun jiwa umat yang didatangi kitab itu.
“Akan Aku tunjukkan kepada kamu tempat orang-orang yang berbuat fasik."
(ujung ayat 145)