Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
tidakkah
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلۡمَلَإِ
pemuka-pemuka
مِنۢ
dari
بَنِيٓ
Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مُوسَىٰٓ
Musa
إِذۡ
ketika
قَالُواْ
mereka berkata
لِنَبِيّٖ
kepada seorang Nabi
لَّهُمُ
untuk mereka
ٱبۡعَثۡ
angkatlah
لَنَا
untuk kami
مَلِكٗا
seorang raja
نُّقَٰتِلۡ
kami berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِۖ
Allah
قَالَ
dia (Nabi) berkata
هَلۡ
apakah
عَسَيۡتُمۡ
kamu mungkin sekali
إِن
jika
كُتِبَ
diwajibkan
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡقِتَالُ
berperang
أَلَّا
tidak mau
تُقَٰتِلُواْۖ
kamu berperang
قَالُواْ
mereka berkata
وَمَا
dan mengapa
لَنَآ
bagi kami
أَلَّا
tidak mau
نُقَٰتِلَ
kami berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
أُخۡرِجۡنَا
kami telah diusir
مِن
dari
دِيَٰرِنَا
rumah atau kampung halaman kami
وَأَبۡنَآئِنَاۖ
dan anak-anak kami
فَلَمَّا
maka tatkala
كُتِبَ
diwajibkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡقِتَالُ
berperang
تَوَلَّوۡاْ
mereka berpaling
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit/beberapa (orang)
مِّنۡهُمۡۚ
diantara mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِٱلظَّـٰلِمِينَ
terhadap orang-orang yang dzalim
أَلَمۡ
tidakkah
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلۡمَلَإِ
pemuka-pemuka
مِنۢ
dari
بَنِيٓ
Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مُوسَىٰٓ
Musa
إِذۡ
ketika
قَالُواْ
mereka berkata
لِنَبِيّٖ
kepada seorang Nabi
لَّهُمُ
untuk mereka
ٱبۡعَثۡ
angkatlah
لَنَا
untuk kami
مَلِكٗا
seorang raja
نُّقَٰتِلۡ
kami berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِۖ
Allah
قَالَ
dia (Nabi) berkata
هَلۡ
apakah
عَسَيۡتُمۡ
kamu mungkin sekali
إِن
jika
كُتِبَ
diwajibkan
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡقِتَالُ
berperang
أَلَّا
tidak mau
تُقَٰتِلُواْۖ
kamu berperang
قَالُواْ
mereka berkata
وَمَا
dan mengapa
لَنَآ
bagi kami
أَلَّا
tidak mau
نُقَٰتِلَ
kami berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
أُخۡرِجۡنَا
kami telah diusir
مِن
dari
دِيَٰرِنَا
rumah atau kampung halaman kami
وَأَبۡنَآئِنَاۖ
dan anak-anak kami
فَلَمَّا
maka tatkala
كُتِبَ
diwajibkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡقِتَالُ
berperang
تَوَلَّوۡاْ
mereka berpaling
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit/beberapa (orang)
مِّنۡهُمۡۚ
diantara mereka
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِٱلظَّـٰلِمِينَ
terhadap orang-orang yang dzalim
Terjemahan
Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, (yaitu) ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah seorang raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Dia menjawab, “Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan berperang juga.” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan sungguh kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami?” Akan tetapi, ketika perang diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka. Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.
Tafsir
(Tidakkah kamu perhatikan segolongan Bani Israel setelah) wafat (Musa), maksudnya kisah dan berita mereka, (yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka) namanya Samuel, ("Angkatlah untuk kami seorang raja, supaya kami berperang) dengannya (di jalan Allah) hingga ia dapat memimpin dan menyusun barisan kami! (Jawab nabi mereka, "Tidak mungkinkah) dengan memakai baris di atas dan baris di bawah (jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak mau berperang?") Khabar dari `asa, sedangkan pertanyaan menunjukkan lebih besar kemungkinan terjadinya. (Jawab mereka, "Kenapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami sudah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami"), artinya sebagian dari mereka ada yang ditawan dan sebagian yang lain ada yang dibunuh. Hal ini telah dilakukan terhadap mereka oleh kaum Jalut. Jadi maksudnya adalah tidak ada halangan bagi kami untuk berperang, yakni selama alasannya masih ada. Firman Allah ﷻ, (Maka tatkala berperang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling) daripadanya dan merasa kecut, (kecuali sebagian kecil dari mereka), yakni yang menyeberangi sungai bersama Thalut sebagaimana yang akan diterangkan nanti. (Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang aniaya), maksudnya akan membalas segala yang diperbuat oleh mereka. Dan nabi mereka pun memohon kepada Tuhannya agar mengirimkan seorang raja, tetapi yang dikabulkan-Nya ialah Thalut.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 246
Apakah kalian tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, "Angkatlah untuk karni seorang raja supaya kami bisa berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah." Nabi mereka menjawab, "Mungkin sekali jika kalian nanti diwajibkan berperang, kalian tidak akan berperang." Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.
Ayat 246
Menurut Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, nama nabi tersebut adalah Yusya' ibnu Nun. Ibnu Jarir mengatakan bahwa nabi tersebut bernama Yusya' ibnu Ifrayim ibnu Yusuf ibnu Ya'qub. Akan tetapi, pendapat ini jauh dari kebenaran, mengingat Yusya' baru ada jauh setelah masa Nabi Musa. Sedangkan hal yang dikisahkan di dalam ayat ini terjadi di masa Nabi Daud a.s., seperti yang dijelaskan di dalam kisah mengenainya. Jarak antara masa Nabi Daud dengan Nabi Musa kurang lebih seribu tahun, yakni lebih dahulu Nabi Musa a.s.
As-Suddi mengatakan bahwa nabi tersebut bernama Syam'un. Sedangkan menurut Mujahid adalah Syamuel a.s. Hal yang sama dikatakan pula oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Wahb ibnu Munabbih, bahwa dia adalah Syamuel ibnu Bali ibnu Alqamah ibnu Turkham ibnu Yahd ibnu Bahrad ibnu Alqamah ibnu Majib ibnu Amrisa ibnu Azria ibnu Safiyyah ibnu Alqamah ibnu Abu Yasyif ibnu Qarun ibnu Yashur ibnu Qahis ibnu Lewi ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.
Wahb ibnu Munabbih dan lain-lainnya mengatakan, pada mulanya kaum Bani Israil sesudah Nabi Musa a.s. berada dalam jalan yang lurus selama satu kurun waktu. Kemudian mereka membuat-buat hal yang baru dan sebagian di antara mereka ada yang menyembah berhala-berhala. Di antara mereka masih ada nabi-nabi yang memerintahkan kepada mereka untuk berbuat kebaikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, serta meluruskan mereka sesuai dengan ajaran kitab Taurat.
Hingga akhirnya mereka melakukan apa yang mereka sukai, lalu Allah membiarkan musuh-musuh mereka menguasai mereka sehingga akhimya banyak di antara mereka yang terbunuh dalam jumlah yang sangat besar, banyak yang ditawan oleh musuh-musuh mereka, serta negeri mereka banyak yang diambil dan dijajah oleh musuh-musuh mereka.
Pada mulanya tiada seorang raja musuh pun yang memerangi mereka melainkan mereka dapat mengalahkannya. Hal tersebut berkat kitab Taurat dan tabut (peti) yang telah ada sejak masa lalu; keduanya diwariskan secara turun-temurun dari para pendahulu mereka sampai kepada Nabi Musa a.s. Tetapi tatkala mereka tenggelam di dalam kesesatannya, maka kedua barang tersebut dapat dirampas dari tangan mereka oleh salah seorang raja di suatu peperangan. Raja tersebut dapat merebut kitab Taurat dan tabut dari tangan mereka, dan tiada yang hafal akan kitab Taurat di kalangan mereka kecuali hanya beberapa gelintir orang saja.
Kenabian terputus dari keturunan mereka, tiada yang tertinggal dari kalangan keturunan Lewi yang biasanya menurunkan para nabi selain seorang wanita hamil dari suaminya yang telah terbunuh. Maka kaum Bani Israil mengambil wanita tersebut dan mengarantinakannya di dalam sebuah rumah dengan harapan semoga Allah memberinya rezeki seorang anak yang kelak akan menjadi seorang nabi bagi mereka.
Sedangkan si wanita tersebut terus-menerus berdoa kepada Allah ﷻ agar diberi seorang anak lelaki. Allah ﷻ memperkenankan doa wanita itu dan lahirlah darinya seorang bayi lelaki yang kemudian diberi nama Samuel, yang artinya Allah memperkenankan doaku. Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa bayi itu diberi nama Syam'un (Samson) yang artinya sama. Anak tersebut tumbuh dewasa di kalangan kaumnya (Bani Israil) dan Allah menganugerahinya dengan pertumbuhah yang baik. Ketika usianya sampai pada usia kenabian, maka Allah mewahyukan kepadanya yang isinya memerintahkan kepadanya agar mengajak dan menyeru kaumnya untuk mentauhidkan Allah ﷻ. Lalu ia menyeru kaum Bani Israil, dan mereka meminta kepadanya agar ia mengangkat seorang raja buat mereka yang akan memimpin mereka dalam memerangi musuh-musuh mereka, karena raja mereka telah binasa.
Maka si Nabi berkata kepada mereka, "Apakah kalian sungguh-sungguh, jika Allah mengangkat seorang raja untuk kalian, bahwa kalian akan berperang dan menunaikan tugas yang dibebankan kepada kalian, yaitu berperang bersamanya?" Mereka menjawab, yang jawabannya disitir oleh firman-Nya: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?" (Al-Baqarah: 246) Yakni negeri kami telah dirampas dari tangan kami, dan banyak anak-anak kami yang ditawan.
Allah ﷻ berfirman: “Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 246) Yaitu mereka tidak menepati apa yang telah mereka janjikan, bahkan kebanyakan dari mereka membangkang, tidak mau berjihad; dan Allah Maha Mengetahui perihal mereka.
Ketika para sahabat Nabi begitu antusias melaksanakan perintah berjihad, ayat ini memperlihatkan kebalikan dari sikap tersebut yang ditunjukkan oleh Bani Israil. Tidakkah kamu, wahai Nabi Muhammad, perhatikan, yakni mendengar kisah, para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, setelah mereka berselisih paham siapa yang berhak menjadi pemimpin, dengan mengatakan, Angkatlah seorang raja, yakni pemimpin perang untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah besertanya. Nabi mereka menjawab, Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan menaatinya untuk berperang juga karena takut mati dan kecintaanmu terhadap dunia' Mereka menjawab, Mengapa atau bagaimana mungkin kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dipisahkan dari anak-anak kami, karena mereka ditahan' Tetapi ketika perang itu benar-benar diwajibkan atas mereka karena permintaan mereka sendiri, justru mereka berpaling dengan segera karena merasa ngeri dan takut, kecuali sebagian kecil dari mereka yang masih konsisten. Dan Allah Maha Mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim dengan meminta suatu kewajiban yang kemudian mereka sendiri melanggarnya. Nabi atau ulama mereka akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Dan nabi mereka berkata kepada mereka sebagai bentuk pengabulan permintaan mereka, Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja atau komandanmu. Mereka, khususnya para pembesar, menjawab dengan nada sinis, Bagaimana mungkin Talut memperoleh kerajaan atau kekuasaan atas kami dan memimpin kami dalam pertempuran, sedangkan kami dengan segala kebesaran yang kami miliki seharusnya lebih berhak atas kerajaan atau jabatan itu daripadanya, dan dia juga tidak diberi kekayaan yang banyak' Nabi mereka menjawab, Allah telah memilihnya sebagai raja kamu dan memberikan kepadanya sesuatu yang menjadikannya layak menerima tugas itu, yaitu kelebihan ilmu untuk memahami strategi perang dan fisik yang kuat agar mampu menjalankan tugas berat tersebut. Ketahuilah, sesungguhnya Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas anugerah-Nya yang tidak dipengaruhi oleh kekayaan hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui apa yang layak dan tidak layak bagi hamba-Nya.
Kisah pertama tentang Bani Israil pada ayat yang lalu diuraikan secara umum dan dalam ayat ini diuraikan secara terperinci. Pada masa itu, telah menjadi kebiasaan bagi Bani Israil bahwa soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel (nabi mereka saat itu) yang mengetahui tabiat Bani Israil, ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga beliau berkata, "Mungkin sekali jika kepada kamu nanti diwajibkan perang, kamu tidak mau berperang." Beliau sering menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka. Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kami pun banyak yang ditawan oleh musuh."
Mereka menyatakan bahwa penderitaan mereka sudah cukup berat sehingga jalan lain tidak ada lagi, kecuali dengan mempergunakan kekerasan. Ternyata benar apa yang diragukan oleh Samuel, yaitu tatkala perang telah diwajibkan kepada Bani Israil dan Samuel telah memilih seorang raja untuk memimpin mereka, mereka banyak yang berpaling dan meninggalkan jihad di jalan Allah serta sedikit sekali yang tetap teguh memegang janjinya.
Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim, yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia menjadi orang-orang yang terhina dan di akhirat menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MEMILIH PEMIMPIN
Ayat 246
“Tidakkah engkau perhatikan, dari pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Musa."
Yaitu, beberapa lama masanya sesudah Nabi Musa meninggal, “Ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka," yang namanya Samuel itu."Angkatlah untuk kami seorang raja, supaya kami berperang pada jalan Allah" Rupanya oleh karena sudah merasa kesengsaraan karena tindasan orang Palestina, yang menyebabkan mereka kian lama kian hina, terasalah dalam pikiran pemuka-pemuka mereka bahwa kesengsaraan itu hanya dapat diatasi kalau ada raja yang akan memimpin, yang dapat menyatukan mereka semua. Salah satu sebab dari kehinaan yang menimpa suatu kaum ialah karena adanya pemuka-pemuka yang masing-masing merasa diri lebih tinggi dan tidak mau tunduk kepada yang lain, sehingga mudah bagi musuh mengadu domba mereka. Mendengarkan usulan ketua-ketua yang demikian kepada Nabi Samuel, “Berkata dia, ‘Apakah tidak akan terjadi kelak, kalau diperintahkan atas kamu berperang, bahwa kamu tidak akan mau berperang?"‘ Samuel berkata demikian karena rupanya beliau telah mengetahui semangat bangsa yang telah amat rusak itu. Mereka meminta raja buat memimpin mereka berperang. Nanti, permintaan mereka dikabulkan sehingga ada raja itu. Akan tetapi, karena semangat kaum itu memang telah rusak, diajak berperang mereka tidak mau. Mereka takut menghadapi musuh sehingga pengangkatan raja itu percuma saja. Atau perintah raja itu tidak diacuhkan karena akan ada saja cacatnya pada pandangan mereka. Maklumlah, raja itu manusia. Lantaran itu, pengangkatan raja tidak juga akan berfaedah kalau semangat berjuang dan berkorban itu masih dingin (melempem) sebagaimana selama ini juga. Mendengar pertanyaan Nabi Samuel yang demikian, “Mereka menjawab, ‘Bagaimana kami tidak akan mau berperang pada jalan Allah, padahal kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kami!" Negeri telah dirampas orang, kekuasaan tidak ada lagi, dan anak-anak telah ditawan orang, yang kalau tidak segera bangkit berperang pada ajalan Allah, niscaya kami akan bertambah sengsara dan hina.
Mendengar jawaban yang demikian, nyatalah sebelum berhadapan dengan bahaya itu, mulut mereka keras, seakan-akan timbul dari semangat yang berapi-api. Akan tetapi, setelah berhadap-hadapan dengan musuh, semangat mereka menjadi dingin seperti es. Itu yang dikatakan di ujung ayat,
“Namun, setelah diperintahkan kepada mereka berperang, berpalinglah mereka kecuali sedikit dari antara mereka. Dan, Allah mengetahui akan orang-orang yang aniaya."
Duduk perkara diterangkan selanjutnya.
Ayat 247
"Dan berkatalah kepada mereka nabi mereka itu."
Yaitu, Nabi Samuel, “Sesungguhnya, Allah telah melantik untuk kamu Thalut menjadi raja." Di dalam Kitab Perjanjian Lama disebut namanya Saul, tetapi kita kaum Muslimin niscaya mengikut yang diwahyukan Al-Qur'an, yaitu Thalut. Permohonan Bani Israil meminta untuk mereka dilantikkan seorang raja itu rupanya dikabulkan Tuhan. Samuel diberi wahyu bahwa raja itu ialah Thalut dan beliau sampaikan kepada mereka. Akan tetapi, apa yang disangka sejak semula oleh Nabi Samuel memang bertemu. Setelah dimaklumkan kepada mereka yang akan menjadi raja mereka ialah Thalut, dengan serta merta mereka membantah,
“Mereka berkata, ‘Adakah patut dia berkuasa atas kami, padahal kami lebih berhak dengan kekuasaan itu daripadanya, sedangkan dia tidak diberi kemampuan dan harta!" Di sini tampak lagi penyakit yang menyebabkan mereka dapat ditindas oleh bangsa Palestina; semua pemuka merasa berhak, baik karena keturunan maupun karena kekayaan. Seorang Nabi Samuel memilih Thalut menjadi raja mereka. Mereka kenal dia; dia bukan asal raja-raja dan bukan orang kaya, bagaimana kami akan tunduk kepadanya. Kalau hanya itu yang akan dijadikan raja, kamilah yang lebih berhak. Mereka katakan kami, padahal yang akan menjadi raja hanya seorang. Di antara yang berkami itu kalau diangkat seorang, yang lain menyengkilang dan membangkang pula kelak. Mendengar bantahan mereka yang demikian, Samuel pun menjawab, “Sesungguhnya, Allah telah memilih di atas kamu." Jadi, pemilihan Thalut menjadi raja bukanlah karena kehendak Samuel, melainkan kehendak Allah. Sebabnya dia yang dipilih Tuhan ialah karena ada kelebihannya dalam hal yang lebih penting daripada keturunan dan kekayaan, “Dan telah melebihkannya keluasan daripada pengetahuan dan tubuh." Seorang pemimpin revolusi, memerdekakan kaumnya dari tindasan musuh, tidak perlu seorang berketurunan raja sebab banyak di antara kamu yang keturunan orang-orang mulia di zaman dahulu dan banyak di antara kamu yang mampu banyak harta, tetapi kamu tidak mempunyai ilmu dan kemauan untuk berjuang, berperang, dan memerintah. Tambahan lagi, tidak mempunyai tubuh yang sehat dan tampan, sebagaimana layaknya seorang raja atau pemimpin. Pada Thalut inilah kelebihannya; dia berilmu dan mempunyai tubuh yang layak buat jadi raja. Tambahan lagi, “Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki." Artinya, kalau Tuhan akan mengangkat seseorang ke puncak kekuasaan, meskipun dia bukan asal raja ataupun orang kaya, dengan sendirinya dia akan naik, tidak dapat dihalangi oleh siapa jua pun, sejarah menunjukkan yang demikian. Bahkan tiap-tiap raja yang mendirikan ke-rajaan yang mula-mula bukan jualah mereka asal raja. Anak keturunan merekalah baru yang dinamai keturunan raja."Dan Allah ada-lah Mahaluas, lagi Mengetahui."
Tuhan Mahaluas, bukan memandang yang hanya di hadapan, sebagaimana pandangan kamu. Bukan memandang Thalut yang sekarang, sebelum dia resmi menjadi pemimpin kamu, tetapi Thalut masa depan dalam ke-kuasaannya memimpin kamu berperang. Dan, Tuhan lebih mengetahui akan kesanggupannya daripada kamu.
Di sini, Al-Qur'an telah meninggalkan dua pokok dasar buat memilih orang yang akan menjadi pemimpin atau pemegang puncak kekuasaan. Pertama ilmu, kedua tubuh, terutama ilmu berkenaan dengan tugas yang sedang dihadapinya, sehingga dia tidak ragu-ragu menjalankan pimpinan. Yang terpenting sekali ialah ilmu dalam cara mempergunakan tenaga. Pemimpin tertinggi itu tidak perlu tahu segala cabang ilmu, tetapi wajib tahu memilih tenaga yang akan ditugaskan menghadapi su-atu pekerjaan. Itulah ilmu pimpinan.
Di sinilah maka Sayyidina Umar bin Khaththab ketika memerintah pernah mengakui terus terang bahwa Abu Bakar lebih pintar dari dia memilih tenaga. Abu Bakar telah memilih Khalid bin Walid menjadi kepala perang, padahal Umar kurang setuju sebab ada beberapa tabiat Khalid yang tidak disukainya, sehingga setelah Abu Bakar wafat dan dia naik menggantikan jadi khalifah, perintahnya yang mula-mula sekali ialah menurunkan Khalid dari jabatannya. Khalid menyerahkan jabatannya dengan patuh kepada Abu Ubaidah, penggantinya. Bertahun-tahun kemudian setelah Khalid bin Walid meninggal, mengakulah Umar dengan terus terang bahwa Abu Bakar lebih berilmu daripadanya, meletakkan orang pada tempatnya, the right man in the right place, menempatkan orang yang benar di tempat yang benar.
Cacat Khalid pada pandangan Umar ialah karena agamanya kurang begitu dalam, sebagaimana Abu Ubaidah, meskipun cacatnya dalam beragama itu tidak juga ada. Adapun Abu Bakar melihat bahwa Khalid itu da-lam memimpin peperangan jarang taranya. Abu Ubaidah meskipun lebih alim, tidaklah sepintar Khalid dalam ilmu perang. Sehingga di saat itu, Khalid tetap membantunya dari belakang walaupun dia hanya telah menjadi seorang serdadu biasa. Itulah maksud ilmu. Hal ini pernah diterangkan panjang lebar oleh Ibnu Taimiyah dalam bukunya as-Siasah asy-Syar'iyah.
Ayat 248
“Dan berkata kepada mereka nabi mereka."
Ini menunjukkan tanda-tanda raja yang telah diangkat itu, “Sesungguhnya, tanda kerajaannya ialah bahwa akan datang kepada kamu tabut itu!' Tabut atau peti pusaka peninggalan Nabi Musa tempat meletakkan naskah perjanjian Bani Israil dengan Allah, “Di dalamnya ada sesuatu yang menenteramkan hati dari Tuhan kamu." Sebab dianya berisi naskah-naskah asli pusaka Musa, yang kamu kenangkan itu tentu hatimu jadi tenteram dan semangatmu akan timbul untuk berjuang, mengingat jasa-jasa Musa kepada kamu dahulunya."Dan sisa dariapayang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul akan dia oleh Malaikat." Demikianlah Nabi Samuel menerangkan tentang kerajaan Thalut itu.
“Sesungguhnya, pada yang demikian itu adalah tanda bagi kamu, jika sungguh kamu orang-orang yang beriman."
Hal ini semua diterangkan oleh Nabi Samuel kepada mereka supaya mereka jangan ragu-ragu dan takut juga. Mendengar nama tabut itu saja pun, moga-moga semangat mereka akan timbul kembali. Karena ketika bangsa Palestina telah memerangi mereka dan mereka kalah, tabut yang mulia itu yang terbuat dari kayu cendana bersalut emas telah dirampas oleh orang Palestina. Akan tetapi, rupanya setelah mereka rampas, telah membawa sial kepada mereka. Berjangkit penyakit bawasir dan tikus menjadi-jadi menghabiskan makanan mereka, sehingga mereka kembalikan segera kepada Nabi Samuel yang ketika itu menjadi imam Bani Israil. Mereka antarkan dengan dimuat pada sebuah pedati yang ditarik oleh dua ekor lembu. Adalah suatu keajaiban bahwa lembu itu berjalan sendiri, tahu saja dia ke mana dia akan pergi, tidak ada orang yang menghalaukan. Sebab, keajaiban itu, nyatalah bahwa Malaikat yang menuntun kedua lembu itu.
Demikianlah umat Yahudi di zaman Musa, dengan wahyu Tuhan disuruh membuat tabut bernama “Tabut Perjanjian Allah", yang dihormati sebagai perlambang oleh Bani Israil, yaitu untuk memusatkan perhatian mereka kepada isi yang di dalamnya, di antaranya ialah naskah perjanjian-perjanjian Bani Israil dengan Tuhan dan catatan-catatan Taurat pusaka Nabi Musa. Supaya timbul kepada mereka kebanggaan diri sebab perlambang-perlambang demikian banyak mereka lihat pada kerajaan Fir'aun semasa mereka di Mesir. Maka, setelah Nabi Muhammad diutus Tuhan melanjutkan inti sari tauhid, tabut-tabut begitu tidak ada lagi dalam syari'at Islam dan masjid tempat beribadah wajib bersih dari perlambang-perlambang seperti itu. Oleh Bani Israil, dia pun bukan disembah sebagaimana menyembah Tuhan.
Tabut Perjanjian Allah bersama naskah asli Taurat habis terbakar ketika kemudian Nabukadnezar raja Babil menjarah Jerusalem dan membakar Haikal, rumah suci yang didirikan oleh Nabi Sulaiman.
Di sini pun terdapat banyak tafsiran. Yang tepat adalah tafsiran Ibnu Abbas: sakinah berarti rahmah. Atau tafsiran Ibnu Abbas juga: sakinah berarti thuma'ninah. Atau, tafsiran al-Hasan: sakinah ialah yang membuat hati mereka tenteram. Atau, tafsiran Qatadah: sakinah ialah al-waqar, Artinya, rasa kerendahan hati mengharap pertolongan Tuhan agar menang menghadapi musuh. Diterangkan lagi bahwa selain dari dalam peti (tabut) itu ada sesuatu yang menenteramkan hati dari Tuhan, ada pula sisa dari apa yang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga Harun. Sisa adalah terjemahan dari baqiyatun.