Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡمِنُونَ
beriman
بِمَآ
pada apa
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
وَمَآ
dan apa
أُنزِلَ
diturunkan
مِن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
وَبِٱلۡأٓخِرَةِ
dan pada hari akhirat
هُمۡ
mereka
يُوقِنُونَ
mereka yakin
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡمِنُونَ
beriman
بِمَآ
pada apa
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
وَمَآ
dan apa
أُنزِلَ
diturunkan
مِن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
وَبِٱلۡأٓخِرَةِ
dan pada hari akhirat
هُمۡ
mereka
يُوقِنُونَ
mereka yakin
Terjemahan
dan mereka yang beriman pada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat.
Tafsir
(Dan orang-orang yang beriman pada apa yang diturunkan kepadamu) maksudnya Al-Qur'an, (dan apa yang diturunkan sebelummu) yaitu Taurat, Injil dan selainnya (serta mereka yakin akan hari akhirat), artinya mengetahui secara pasti.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 4
Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat di atas ialah "mereka percaya kepada apa yang engkau datangkan dari Allah, juga percaya kepada apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul sebelummu, tanpa membeda-bedakan di antara mereka dan tidak mengingkari apa yang telah didatangkan oleh para rasul itu dari Tuhan mereka. Mereka yakin akan adanya kehidupan di akhirat, yakni percaya kepada adanya hari berbangkit, hari kiamat, surga, neraka, hisab, dan mizan (timbangan amal perbuatan); sesungguhnya hari kemudian dinamakan hari akhirat karena terjadi sesudah kehidupan di dunia. Ulama ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan mereka yang menyandang sifat yang tersebut dalam ayat ini, apakah yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang yang telah disebut dalam firman sebelumnya, yaitu: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka” (Al-Baqarah: 3). Atau mereka adalah orang-orang lainnya? Menurut Ibnu Jarir, ada tiga pendapat ulama mengenai masalah ini, yaitu:
Pertama, mereka yang sifat-sifatnya disebut pada ayat pertama demikian pula mereka yang sifatnya disebutkan dalam ayat berikutnya adalah setiap orang mukmin, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan orang Arab, orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab, dan selain mereka. Demikianlah pendapat Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah.
Kedua, keduanya sama, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab. Berdasarkan makna ini, berarti huruf wawu adalah huruf 'athaf dari suatu sifat ke sifat yang lain. Sebagaimana pengertian yang ada di dalam firman-Nya: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman” (Al-A’la: 1-5). Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair: “Kepada Raja Al-Qarm, yaitu Ibnul Hammam alias singa pasukan dalam perang yang sengit.” Dalam ungkapannya ini suatu sifat di-'athaf-kan kepada sifat lain, sedangkan mausuf-nya sama.
Ketiga, mereka yang sifat-sifatnya disebutkan pada ayat pertama adalah orang-orang yang beriman dari kalangan bangsa Arab. Sedangkan mereka yang disebut dalam ayat kedua yaitu firman-Nya, "Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat" (Al-Baqarah: 4) adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab.
Pendapat ini dinukil oleh As-Suddi di dalam kitab Tafsirnya, dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, lalu ia memperkuat pendapatnya dengan berdalilkan firman-Nya: “Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah diri kepada Allah” (Ali Imran: 199). hingga akhir ayat. Juga berdalil kepada firman-Nya: “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya. Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan; dan mereka menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka” (Al-Qashash: 52-54). Juga berdalilkan sebuah hadits yang telah ditetapkan di dalam kitab Shahihain melalui hadits Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tiga macam orang, mereka diberi pahala dua kali, yaitu: Seorang lelaki dari kalangan ahli kitab yang beriman kepada nabinya, kemudian beriman kepadaku; seorang lelaki yang dimiliki (budak) yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya; dan seorang lelaki yang mendidik budak perempuannya dengan pendidikan yang baik, setelah itu dia memerdekakannya dan mengawininya.”
Ibnu Jarir tidak memakai dalil apa pun untuk memperkuat pendapatnya, melainkan hanya makna kesimpulan saja, yaitu "pada permulaan surat Al-Baqarah ini Allah telah mensifati perihal orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, sebagaimana Dia mengklasifikasikan orang-orang kafir ke dalam dua golongan, yaitu golongan orang kafir dan golongan orang munafik. Dia pun membagi orang-orang mukmin menjadi dua golongan, yaitu orang-orang mukmin dari kalangan orang Arab dan orang-orang mukmin dari kalangan ahli kitab.
Menurut kami, makna lahiriah pendapat Mujahid dalam atsar yang diriwayatkan oleh Ats-Tsauri, dari seorang lelaki, dari Mujahid; dan atsar ini diriwayatkan pula tidak hanya oleh satu orang, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan seperti berikut: Ada empat buah ayat pada permulaan surat Al-Baqarah yang mensifati kaum mukmin dan dua ayat yang mensifati kaum kafir, serta ada tiga belas ayat yang mensifati kaum munafik.
Keempat ayat tersebut bermakna umum mencakup setiap orang mukmin yang mempunyai sifat tersebut, baik dari kalangan orang Arab maupun dari kalangan selain mereka; juga dari kalangan ahli kitab, baik manusia ataupun jin. Tiada satu pun dari sifat-sifat tersebut sah bila tanpa yang lainnya, melainkan masing-masing sifat tersebut merupakan kelaziman bagi sifat yang lainnya, juga merupakan syarat keberadaannya.
Karena itu, tidak sah iman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, kecuali disertai dengan iman kepada apa yang didatangkan oleh Rasulullah ﷺ dari sisi Tuhannya, beriman kepada apa yang didatangkan sebelumnya oleh rasul-rasul lainnya dan Tuhan mereka, juga harus meyakini adanya kehidupan di alam akhirat; salah satu darinya menjadi tidak sah bila tanpa yang lain. Allah ﷻ telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berbuat demikian.sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya” (An-Nisa: 136). Allah ﷻ telah berfirman: “Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, kecuali dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah, "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kalian; Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah satu” (Al-Ankabut: 46). “Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan kitab yang ada pada kalian” (An-Nisa: 47). “Katakanlah, Wahai ahli kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian" (Al-Maidah: 68). Allah ﷻ memberitakan keadaan semua orang mukmin, bahwa mereka beriman terhadap semuanya itu, melalui firman-Nya: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), "Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya" (Al-Baqarah: 285). “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka” (An-Nisa: 152). Masih banyak lagi ayat lain yang intinya memerintahkan kepada segenap kaum mukmin untuk beriman kepada Allah, rasul-rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya.
Akan tetapi, bagi orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab terdapat kekhususan. Yaitu mereka harus beriman kepada kitab yang ada di tangan mereka secara rinci; kemudian bila mereka masuk Islam, mereka harus pula beriman secara rinci kepada Al-Qur'an; maka bagi mereka dua pahala atas hal tersebut. Bagi selain ahli kitab, sesungguhnya beriman kepada kitab-kitab terdahulu itu hanya secara global saja, sebagaimana yang dijelaskan di dalam sebuah hadits shahih, yaitu: Apabila ahli kitab bercerita kepada kalian, janganlah kalian dustakan mereka, jangan pula kalian percaya kepada mereka, cukup katakan, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada kalian" Akan tetapi, ada kalanya iman sebagian besar orang Arab kepada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ lebih sempurna, lebih umum, dan lebih mencakup daripada iman orang yang masuk Islam dari kalangan ahli kitab. Sekalipun kaum ahli kitab yang masuk Islam itu beroleh pahala dua kali ditinjau dari segi tersebut, maka orang lain selain mereka akan beroleh pahala yang jauh lebih besar daripada dua kali lipat, berkat keimanannya yang dibarengi dengan tashdiq (kepercayaan).
Dan ciri-ciri lainnya dari orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang beriman kepada apa-apa yang diturunkan dari Allah kepadamu, wahai Nabi Muhammad, berupa Al-Qur'an dan adz-dzikr (hadis), dan kitabkitab yang telah diturunkan sebelum engkau, seperti Taurat, Zabur, Injil, dan Suhuf-suhuf (lembaran-lembaran) yang tidak seperti Kitab, dengan tidak membeda-bedakannya, sebab risalah Allah pada mulanya satu, dan mereka yakin akan adanya kehidupan di akhirat setelah kehidupan di dunia ini, dengan penuh keyakinan di dalam hati yang dibuktikan secara lisan dan perbuatan. Mereka yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana disebutkan itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, berada pada posisi yang sangat mulia dan agung, sebab mereka menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, dan hanya mereka itulah orang-orang yang beruntung memperoleh apa yang mereka inginkan, yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat dengan dimasukkan ke dalam surga dan terbebas dari neraka.
.
Keempat: Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Al-Qur'an dan kitab-kitab (wahyu) Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ Meskipun dalam beriman kepada kitab-kitab selain Al-Qur'an bersifat ijmali (global), sedangkan beriman kepada Al-Qur'an harus secara tafsili (rinci). Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang dengan yang lain dari rasul-rasul Allah.
Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah dan mempelajari isinya adalah para ahli waris nabi, ahli waris ajaran-ajaran Allah, baik orang-orang dahulu, maupun orang-orang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seorang Muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu, agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan eksklusivisme (sifat berbeda) dalam diri seorang Muslim, yaitu meliputi semua sifat sombong, tinggi hati, fanatik golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebihan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-BAQARAH
(LEMBU BETINA)
SURAH KE-2
286 AYAT, DITURUNKAN DI MADINAH
“Dengan nama Allah Yang Mahamurah, lagi Pengasih."
Surat Al-Baqarah: 1-5
TAKWA DAN IMAN
Ayat 1
Alif—La m—Mim.
Di dalam Al-Qur'an, kita akan berjumpa dengan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini. Baik penafsir lama maupun penafsir zaman-zaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapAllah dua golongan. Pertama, golongan yang memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abas. Sebagaimana Alif-lam-mim ini satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: alif untuk nama Allah, lam untuk Jibril, dan mim untuk Nabi Muhammad ﷺ.
Namun, pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal surah itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan percayai, tetapi Allah yang lebih tahu akan artinya. Dan, kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan.
Riwayat kata ini diterima dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abi Thalib. Menurut riwayat dari Abul-Laits as-Samarqandi bahwa menurut Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan dan Abdullah bin Masud, semuanya berkata, “Huruf potongan itu tertutup buat ditafsirkan." Dan, Abu Hatim berkata, “Di dalam Al-Qur'an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan di pangkal beberapa surah, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan ia."
Sungguh pun demikian, masih juga ada ahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Ada pula segolongan ahli tafsir yang menyatakan bahwasanya huruf-huruf di awal surah itu adalah sebagai pemberitahuan atau panggilan untuk menarik perhatian tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinya. Adapun perkataan yang shahih dari Nabi ﷺ sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidaklah ada.
Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa yang bisa diartikan. Kalau ia suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu, lebih baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya.
Ayat 2
“Inilah Kitab itu; tidak ada … keraguan padanya; satu petunjuk bagi orang-orang yang hendak bertakwa."
Kita baru saja selesai membaca surah al-Faatihah. Di sana, kita telah memohon kepada Allah agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan orang yang diberi nikmat, jangan jalan orang yang dimurkai atau orang yang sesat. Baru saja menarik napas selesai membaca surah itu, kita langsung ke surah al-Baqarah dan langsung ke ayat ini. Permohonan kita di surah al-Faatihah sekarang diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus, yang diberi nikmat, bukan yang dimurkai dan tidak yang sesat, asal saja kamu suka memakai pedoman kitab ini. Tidak syak lagi, ia adalah petunjuk bagi orang yang suka bertakwa.
Apa arti takwa? Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Allah. Memelihara diri jangan sampai terperosok pada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah. Memelihara segala perintah-Nya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki agar jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau berduri. Sebab, pernah ditanyakan orang kepada sahabat Rasulullah, Abu Hurairah (ridha Allah untuk beliau), apa arti takwa? Beliau berkata, “Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu itu?" Orang itu menjawab, “Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya atau aku langkahi, atau aku mundur Abu Hurairah menjawab, “Itulah ia takwa!" (HR Ibnu Abid Dunya)
Lalu, diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu, yang kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya dengan sifat-sifat itu:
Ayat 3
“Mereka yang percaya pada yang gaib, dan Mereka yang mendirikan shalat, dan dari apa yang Kami anugerahkan kepada Mereka, Mereka dermakan."
Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama. Percaya pada yang gaib. Yang gaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindra; tidak tampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indra yang utama dari kelima (panca) indra kita. Namun, ia dapat dirasa adanya. Maka, yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, Zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya akan adanya Hari Kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitkan dari maut.
Iman yang berarti percaya, yaitu hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh lidah menjadi keyakinan hidup. Maka, iman akan yang gaib itulah tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi.
Itulah tingkat ketiga atau syarat ketiga dari pengakuan iman. Di tingkat pertama, percaya pada yang gaib, sedangkan kepercayaan pada yang gaib dibuktikan dengan shalat sebab hatinya dihadapkannya kepada Allah yang diimaninya. Maka, dengan kesukaan memberi, berderma, bersedekah, membantu, dan menolong, imannya telah dibuktikannya pula kepada masyarakat. Orang Mukmin tidak mungkin hidup nafsi-nafsi dalam dunia. Orang Muk-min tidak mungkin menjadi budak dari benda sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah itu daripada sesamanya manusia. Orang yang Mukmin apabila dia ada kemampuan karena imannya, sangAllah dia percaya bahwa dia hanya saluran saja dari Allah untuk membantu hamba Allah yang lemah.
Ayat 4
“Dan orang-orang yang percaya pada apa yang dituntutkan kepada engkau."
Niscaya baru sempurna iman itu kalau percaya pada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai iman dan ikutan. Percaya pada wahyu dan percaya juga pada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunnahnya, baik kata-katanya maupun perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang tidak dicelanya. Dengan demikian, baru iman yang telah tumbuh tadi terpimpin dengan baik.
“Dan apa yang diturunkan sebelum engkau," yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad ﷺ tidak berbeda pandangan kita kepada Nuh atau Ibrahim, Musa atau Isa, dan nabi-nabi yang lain. Semua adalah nabi kita! Lantaran itu pula, tidak berbeda pandangan orang Mukmin itu terhadap sesama manusia. Bahkan, manusia itu umat yang satu.
“Dan kepada akhirat mereka yakin."
Inilah kunci penyempurna iman, yaitu keyakinan bahwa hidup tidaklah selesai hingga hari ini, tetapi masih ada sambungannya. Sebab itu, hidup seorang Mukmin terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemuraman; terus optimis, tidak ada pesimis. Seorang Mukmin yakin ada hari esok!
Ayat 5
“Mereka itulah yang berada atas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan."
Berjalan menempuh hidup, di atas jalan Shirathal Mustaqim, dibimbing selalu oleh Allah, karena dia sendiri memohonkan-Nya pula, bertemu taufik dengan hidayah, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah. Maka, beroleh kejayaan yang sejati, menempuh suatu jalan yang selalu terang-benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati sendiri; pelita iman yang tidak pernah padam.