Ayat
Terjemahan Per Kata
فَتَقَبَّلَهَا
maka menerimanya
رَبُّهَا
Tuhannya
بِقَبُولٍ
dengan penerimaan
حَسَنٖ
yang baik
وَأَنۢبَتَهَا
dan Dia menumbuhkannya
نَبَاتًا
dengan pertumbuhan
حَسَنٗا
yang baik
وَكَفَّلَهَا
dan memeliharanya
زَكَرِيَّاۖ
Zakaria
كُلَّمَا
setiap kali
دَخَلَ
masuk
عَلَيۡهَا
atasnya
زَكَرِيَّا
Zakaria
ٱلۡمِحۡرَابَ
mimbar
وَجَدَ
dia dapati
عِندَهَا
di sisinya
رِزۡقٗاۖ
makanan
قَالَ
dia berkata
يَٰمَرۡيَمُ
Wahai Maryam!
أَنَّىٰ
dari mana
لَكِ
bagimu
هَٰذَاۖ
ini (makanan)
قَالَتۡ
ia berkata
هُوَ
ia (makanan)
مِنۡ
dari
عِندِ
sisi
ٱللَّهِۖ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَرۡزُقُ
dia memberi rezki
مَن
dari siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
بِغَيۡرِ
dengan tidak
حِسَابٍ
perhitungan
فَتَقَبَّلَهَا
maka menerimanya
رَبُّهَا
Tuhannya
بِقَبُولٍ
dengan penerimaan
حَسَنٖ
yang baik
وَأَنۢبَتَهَا
dan Dia menumbuhkannya
نَبَاتًا
dengan pertumbuhan
حَسَنٗا
yang baik
وَكَفَّلَهَا
dan memeliharanya
زَكَرِيَّاۖ
Zakaria
كُلَّمَا
setiap kali
دَخَلَ
masuk
عَلَيۡهَا
atasnya
زَكَرِيَّا
Zakaria
ٱلۡمِحۡرَابَ
mimbar
وَجَدَ
dia dapati
عِندَهَا
di sisinya
رِزۡقٗاۖ
makanan
قَالَ
dia berkata
يَٰمَرۡيَمُ
Wahai Maryam!
أَنَّىٰ
dari mana
لَكِ
bagimu
هَٰذَاۖ
ini (makanan)
قَالَتۡ
ia berkata
هُوَ
ia (makanan)
مِنۡ
dari
عِندِ
sisi
ٱللَّهِۖ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَرۡزُقُ
dia memberi rezki
مَن
dari siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
بِغَيۡرِ
dengan tidak
حِسَابٍ
perhitungan
Terjemahan
Dia (Allah) menerimanya (Maryam) dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemui di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, “Wahai Maryam, dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam) menjawab, “Itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.
Tafsir
(Maka Tuhannya menerimanya) menerima Maryam sebagai nazar dari ibunya (dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik pula) Di samping pendidikan akhlaknya, Allah memperhatikan pula pertumbuhan jasmaninya, hingga dalam sehari besarnya bertambah seakan-akan dalam satu tahun. Ibunya membawanya kepada para pendeta penjaga Baitulmakdis, lalu katanya, "Terimalah oleh tuan-tuan anak yang dinazarkan ini." Berlomba-lombalah mereka untuk menerimanya sebagai anak asuhan, karena ia adalah putri dari imam mereka. Kata Zakaria, "Aku lebih berhak kepadanya, karena bibinya tinggal bersamaku." "Tidak," kata mereka, "sebelum kita mengadakan undian lebih dulu." Mereka yang banyaknya 29 orang itu pergi ke sungai Yordan dan melemparkan qalam atau anak panah mereka masing-masing ke dalamnya. Barang siapa yang qalamnya tidak hanyut dan timbul ke permukaan air, dialah yang lebih berhak menjadi pengasuhnya. Ternyata qalam Zakaria tidak hanyut dan timbul ke permukaan, hingga Maryam pun menjadi anak asuhannya, diambilnya dan dibuatkan untuknya sebuah bilik dalam mesjid dengan mempunyai tangga yang tak boleh dinaiki kecuali olehnya sendiri. Zakaria membawakannya makanan dan minuman serta alat-alat hiasannya, maka di musim dingin dijumpai padanya buah-buahan musim panas, dan di musim panas dijumpainya buah-buahan musim dingin, sebagaimana firman Allah ﷻ (dan dijadikan-Nya ia di bawah asuhan Zakaria). Menurut satu qiraat memakai tasydid sehingga berbunyi 'wakaffalahaa' sedangkan dinashabkannya 'Zakariya' itu ada yang panjang ada pula yang pendek. Yang mendatangkan buah-buahan tersebut adalah Allah ﷻ (Setiap Zakaria masuk untuk menemuinya di mihrab) yakni ruangan yang paling mulia di suatu mesjid (didapatinya makanan di sisinya, katanya, "Hai Maryam! Dari mana kamu peroleh makanan ini?" Jawabnya) sedangkan ia masih kecil ("Makanan itu dari Allah) yang didatangkan-Nya bagiku dari surga." (Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang disukai-Nya tanpa batas) yakni rezeki yang berlimpah yang diperoleh tanpa risiko dan jerih payah.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 37
Maka Tuhannya menerimanya dengan penerimaan yang baik, dan membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan menjadikan Zakaria sebagai pengasuhnya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, "Wahai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab (perhitungan).
Ayat 37
Allah ﷻ memberitakan bahwa Dia menerima nazar yang telah diucapkan oleh ibu Maryam, dan bahwa Dia menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang baik, yakni menjadikan rupanya cantik dengan penampilan yang bercahaya serta memberinya rahasia untuk doa yang dikabulkan, dan menitipkannya kepada orang-orang yang saleh dari hamba-hamba-Nya; dia belajar dari mereka ilmu, kebaikan, dan agama.
Disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan Allah menjadikan Zakaria sebagai pengasuhnya.” (Ali Imran: 37) Dengan huruf fa yang di-tasydid-kan dan lafal Zakaria di-nasab-kan karena menjadi maful, yakni Allah menjadikannya sebagai pengasuh Maryam. Ibnu Ishaq mengatakan, hal tersebut tidak sekali-kali terjadi melainkan karena Maryam telah yatim. Sedangkan yang lain mengatakan bahwa kaum Bani Israil di suatu waktu mengalami musim paceklik dan kekeringan, maka Zakaria mengasuh Maryam sebagai ayah angkatnya karena faktor tersebut.
Pada intinya kedua pendapat tersebut tidak bertentangan. Sesungguhnya Allah telah menakdirkan Zakaria sebagai pengasuhnya tiada lain hanyalah untuk kebahagiaan Maryam sendiri, agar Maryam dapat menimba darinya ilmu pengetahuan yang banyak lagi bermanfaat serta amal saleh. Juga karena Zakaria sendiri adalah suami bibinya, menurut yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dan lain-lain.
Menurut pendapat lain, Zakaria adalah suami saudara perempuan Maryam. Seperti yang disebut di dalam sebuah hadits shahih, yaitu: “Tiba-tiba Nabi ﷺ berjumpa dengan Yahya dan Isa, keduanya adalah anak laki-laki bibi (saudara sepupu).” Akan tetapi, adakalanya dapat diselaraskan dengan pengertian yang telah dikatakan oleh Ibnu Ishaq dalam pengertian yang lebih luas. Atas dasar ini berarti Maryam berada di dalam asuhan dan pengasuhan bibinya. Disebutkan di dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah ﷺ pernah memutuskan dalam kasus Imarah binti Hamzah bahwa Imarah diserahkan ke dalam pengasuhan bibinya yang menjadi istri Ja'far ibnu Abu Thalib, dan beliau bersabda: “Bibi sama kedudukannya dengan ibu.”
Ayat 37
Kemudian Allah ﷻ menceritakan tentang kemuliaan dan keteguhan Maryam di tempat ibadahnya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, dia dapati makanan di sisinya (Maryam).” (Ali Imran: 37)
Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, Ibrahim An-Nakha'i, Adh-Dhahhak, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Atiyyah Al-'Aufi, dan As-Suddi mengatakan, makna yang dimaksud adalah Zakaria menjumpai di sisi Maryam buah-buahan musim panas di saat musim dingin, dan buah-buahan musim dingin di saat musim panas.
Disebutkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: “Dia dapati makanan di sisinya.” (Ali Imran: 37) Bahwa yang dimaksud dengan rizqan bukan makanan, melainkan ilmu atau suhuf (lembaran-lembaran) yang di dalamnya terkandung ilmu.
Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Akan tetapi, pendapat pertama (yang mengatakan makanan atau buah-buahan) adalah pendapat yang lebih shahih. Di dalamnya terkandung pengertian yang menunjukkan adanya karamah para wali Allah, dan di dalam sunnah terdapat banyak hal yang serupa. Ketika Zakaria melihat makanan tersebut berada di sisi Maryam, maka ia bertanya: "Zakaria berkata, ‘Wahai Maryam, dari manakah kamu memperoleh (makanan) ini?’" (Ali Imran: 37)
Lalu dalam firman selanjutnya disebutkan: “Maryam menjawab, ‘Makanan ini dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab (perhitungan)." (Ali Imran: 37)
Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Zanjilah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir, bahwa Rasulullah ﷺ pernah tinggal selama beberapa hari tanpa makan sesuap makanan pun hingga kelihatan beliau sangat berat (menahan lapar). Lalu beliau berkeliling ke rumah istri-istrinya, tetapi tidak menemukan sesuap makanan pun pada seseorang di antara mereka.
Maka beliau ﷺ datang ke rumah Fatimah (putrinya), lalu bersabda, "Wahai anakku, apakah engkau mempunyai sesuatu makanan yang dapat kumakan? Karena sungguh aku sedang sangat lapar." Fatimah menjawab, "Tidak, demi Allah." Ketika Nabi ﷺ pergi dari rumahnya, tiba-tiba Siti Fatimah mendapat kiriman dua buah roti dan sepotong daging dari tetangga wanitanya, lalu Fatimah mengambil sebagian darinya dan diletakkan di dalam sebuah panci miliknya, dan ia berkata kepada dirinya sendiri, "Demi Allah, aku benar-benar akan mendahulukan Rasulullah ﷺ dengan makanan ini daripada diriku sendiri dan orang-orang yang ada di dalam rumahku," padahal mereka semua memerlukan makanan juga.
Kemudian Fatimah menyuruh Hasan atau Husain untuk mengundang Rasulullah ﷺ. Ketika Rasulullah ﷺ datang kepadanya, maka ia berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah memberikan suatu makanan, lalu aku sisihkan buatmu." Nabi ﷺ bersabda, "Cepat berikanlah kepadaku, wahai anakku." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menyuguhkan panci tersebut dan membukanya. Tiba-tiba panci itu telah penuh berisikan roti dan daging.
Ketika Fatimah melihat ke arah panci itu, maka ia merasa kaget dan sadar bahwa hal itu adalah berkah dari Allah ﷻ. Karena itu, ia memuji Allah dan mengucapkan salawat buat Nabi-Nya. Lalu Fatimah menyuguhkan makanan tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Ketika beliau ﷺ melihatnya, maka beliau memuji Allah dan bertanya, "Dari manakah makanan ini, wahai anakku?" Fatimah menjawab bahwa makanan tersebut dari sisi Allah, seraya menyitir firman-Nya: “Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab (perhitungan).” (Ali Imran: 37); Maka Nabi ﷺ memuji Allah dan bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dirimu, wahai anakku, mirip dengan penghulu kaum wanita Bani Israil; karena sesungguhnya dia bila diberi rezeki sesuatu (makanan) oleh Allah, lalu ditanya mengenai asal makanan itu, ia selalu menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah.Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab."
Kemudian Rasulullah ﷺ memanggil Ali, lalu makan bersama Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain serta semua istri dan keluarga ahli bait-nya, hingga semuanya merasa kenyang dari makanan itu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa makanan dalam panci itu masih utuh seperti sediakala, lalu sisanya dapat dikirimkan kepada semua tetangganya. Allah telah menjadikan keberkahan dan kebaikan yang banyak dalam makanan itu.
Maka Dia menerima doa-nya, dengan penerimaan yang baik, dan Dia membesarkannya, Maryam, melalui kedua orang tuanya dengan pertumbuhan yang baik, baik secara fisik maupun mental, dan karena suaminya, Imran, sudah meninggal, maka ibunya menyerahkan pemeliharaannya, Maryam, kepada Zakaria, di samping ia masih saudara, juga seorang nabi bagi Bani Israil sekaligus pengasuh rumah-rumah suci orang Yahudi. Setelah tumbuh dewasa, Allah menampakkan keistimewaan Maryam, yaitu setiap kali Zakaria masuk menemuinya, Maryam, yang biasanya dalam keadaan berzikir, di mihrab kamar khusus ibadah, dia, Zakaria, dapati makanan di sisinya. Dia, Zakaria, berkata dengan penuh keheranan, Wahai Maryam! Dari mana makanan ini engkau peroleh' Dia, Maryam, menjawab dengan singkat, Itu dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan, baik menyangkut jumlahnya maupun caranya
Demi melihat keistimewaan Maryam dan nilai keberkahan mihrab tersebut, Zakaria menjadikan tempat yang diberkahi itu untuk memohon seorang anak kepada Allah. Di sanalah, di mihrab tempat Maryam beribadah itu, Zakaria berdoa kepada Tuhannya, dengan penuh kekhusyukan dan keyakinan. Dia berkata, Ya Tuhanku, melalui keberkahan mihrab ini, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, karena aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Yang aku tahu sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa setiap hamba yang memohon kepada-Mu.
Allah menerima Maryam sebagai nazar disebabkan permohonan ibunya. Allah meridainya untuk menjadi orang yang semata-mata beribadah dan barkhidmat di Baitulmakdis walaupun Maryam masih kecil dan hanya seorang perempuan. Padahal orang yang dikhususkan untuk berkhidmat di Baitulmakdis biasanya laki-laki yang akil balig dan sanggup melaksanakan pengkhidmatan. Allah juga memelihara dan mendidiknya serta mem-besarkannya dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan yang diberikan Allah kepada Maryam, meliputi pendidikan rohani dan jasmani. Maka dia menjadi orang yang berbadan sehat dan kuat serta berbudi baik, bersih rohani dan jasmaninya. Allah telah pula menjadikan Nabi Zakaria sebagai pengasuh dan pelindungnya.
Diriwayatkan bahwa ibunya menjemput dan membawanya ke masjid, lalu meletakkannya di depan rahib-rahib yang ada di sana. Dia berkata, "Ambillah olehmu anak yang kunazarkan ini". Maka mereka saling memperebutkan bayi itu, karena dia adalah putri dari pemimpin mereka. Masing-masing ingin menjadi pengasuhnya. Nabi Zakaria kemudian berkata, "Aku lebih berhak mengasuhnya, karena bibinya adalah istriku". Tetapi mereka menolak kecuali jika ditentukan dengan undian. Maka pergilah mereka ke sungai Yordan, melepaskan anak panah mereka masing-masing ke sungai, dengan maksud siapa yang anak panahnya dapat bertahan terhadap arus air sungai dan dapat cepat naik, maka dialah yang berhak mengasuh bayi Maryam. Ternyata kemudian anak panah Nabi Zakarialah yang dapat bertahan dan timbul meluncur di permukaan air, sedang anak panah yang lainnya hanyut tenggelam dibawa arus. Maka dalam undian itu, Nabi Zakaria yang menang dan Maryam segera diserahkan kepadanya untuk dipelihara dan dididik di bawah asuhan bibinya sendiri.
Manakala Maryam sudah mulai dewasa, dia telah mulai beribadah di mihrab. Tiap kali Nabi Zakaria masuk ke dalam mihrab, ia dapati di sana makanan dan bermacam buah-buahan yang tidak ada pada waktu itu karena belum datang musimnya. Zakaria pernah menanyakan kepada Maryam tentang buah-buahan itu dari mana dia peroleh padahal saat itu musim kemarau. Maka Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan."
Kisah tersebut dikemukakan untuk meneguhkan kenabian Muhammad saw, dan mengalihkan pikiran Ahli Kitab yang membatasi karunia kenabian pada keturunan Bani Israil saja. Juga untuk mengoreksi pendapat orang musyrik Arab yang menolak kenabian Muhammad ﷺ karena menganggap dia hanya manusia seperti mereka.
Allah telah menjadikan Adam sebagai orang pilihan dan khalifah di atas bumi, serta menjadikan Nuh sebagai orang pilihan dan bapak yang kedua dari umat manusia dan kemudian memilih Ibrahim serta keluarganya untuk menjadi manusia pilihan dan pembimbing manusia. Orang Arab dan para Ahli Kitab mengetahui hal itu, tetapi orang musyrik Arab menyombongkan diri sebagai keturunan Ismail dan pemeluk agama Ibrahim, dan Ahli Kitab menyombongkan diri atas terpilihnya keluarga Imran dari keturunan Bani Israil cucu Nabi Ibrahim. Banyak orang Arab maupun ahli Kitab mengetahui bahwa Allah telah memilih mereka semata-mata hanyalah atas kehendak-Nya, sebagai karunia dan kemurahan-Nya. Maka apakah yang menghalangi Allah untuk menjadikan Muhammad orang pilihan di atas bumi ini, sebagaimana Allah memilih mereka juga? Allah memilih siapa pun yang Dia kehendaki di antara makhluk-Nya. Allah telah memilih Muhammad ﷺ serta menjadikannya sebagai pemimpin bagi umat manusia dan mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik, dan kebodohan, kepada cahaya kebenaran dan keimanan. Tidak seorang pun dari keluarga Ibrahim dan Imran lebih besar pengaruhnya daripada Muhammad ﷺ
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KETURUNAN-KETURUNAN MULIA
Allah Subhanahu wa Ta'aala telah mengutus Rasul-Nya Muhammad ﷺ Maka, kalau kamu cinta kepada Allah, ikutilah ke mana dibimbing dan dipimpin oleh Rasul itu, niscaya cintamu itu akan disambut Allah dengan cinta pula. Akan tetapi, kalau kamu berpaling dari pimpinan itu maka Allah tidaklah cinta kepada orang yang kafir. Adapun Muhammad sebagai rasul, ialah sambungan dari rasul-rasul yang telah lalu, yaitu manusia-manusia yang telah dipilih oleh Allah sejak Adam; mereka adalah utusan menghubungkan cinta Tuhan dengan cinta makhluk-Nya. Maka, pada lanjutan ayat ini diterangkan perihal rasul-rasul yang dipilih Allah itu.
Ayat 33
“Sesungguhnya, Allah telah memilih Adam dan Nuh dan keluarga Ibrahim dan keluanga Imran atas sekalian bangsa-bangsa."
Dipilih manusia yang utama di antara manusia yang banyak.
Ayat 34
“(Ialah) keturunan„ yang sebagiannya adalah dari yang sebagian. Dan, Allah Maha Mendengar, lagi Mengetahui."
Adam sebagai bapak manusia. Dialah yang terlebih dahulu terpilih menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada anak-cucu-nya. Tidaklah di sini kita akan masuk kepada perhitungan ulama, apakah Adam telah membawa syari'at ataukah belum. Akan tetapi, bahwa sudah dilimpahkan wahyu kepadanya, tidaklah ada pertikaian paham di antara ulama. Di sinilah timbul pendapat bahwa nabi dan rasul sama-sama mendapat wahyu. Akan tetapi, nabi hanya mendapat wahyu dan tidak membawa syari'at, sedangkan rasul mendapat wahyu dan di antara wahyu itu mengandung syari'at yang wajib disampaikannya kepada manusia. Itu sebabnya, seorang rasul dengan sendirinya adalah nabi, tetapi seorang nabi belumlah tentu bahwa dia merangkap jadi rasul.
Dari keturunan Adam ialah Nuh. Di antara Adam dan Nuh ada lagi seorang nabi, yaitu Idris. Akan tetapi, di dalam ayat ini lebih dikemukakan Nabi Nuh sebab dia telah mulai membawa syari'at yang tegas kepada umat manusia (lihat surah asy-Syura: 13), yang meskipun telah diajarkan oleh Adam, tetapi anak-cucunya telah mulai menyembah berhala. Nabi Nuh itulah yang disuruh membuat bahtera untuk melepaskan orang-orang yang percaya kepada Allah Yang Tunggal.
Di antara anak Nuh yang terkenal dalam catatan sejarah ialah Ham, Sam, dan Yafits, Dari keturunan Nuh yang bernama Sam itulah kemudian lahir Ibrahim. Ibrahim disebut pada ayat 33 ini, keluarga Ibrahim, sebab Ibrahim dengan beroleh kedua putranya, Ismail dan Ishaq, telah menurunkan keluarga yang besar. Ismail anak yang tertua telah mengembangkan bangsa Arab Adnani dan Ishaq telah mengembangkan Bani Israil. Berpuluh nabi dan rasul telah ditimbulkan pada Bani Israil. Kemudian timbullah dari keturunan Bani Israil itu keluarga Imran.
Di dalam Al-Qur'an ada tersebut dua Imran, tetapi jaraknya lebih kurang 1.800 tahun, Imran yang pertama adalah ayah dari Nabi Musa, sedangkan Imran yang kedua ialah ayah dari Maryam, dan Maryam ini ibu dari Nabi Isa al-Masih. Adapun satu cabang dari keluarga Ibrahim yang dari putranya Ismail tadi, dari sanalah dipilih dan diutus pula Nabi Muhammad ﷺ Maka, keluarga-keluarga yang mulia ini telah diberikan kemuliaan nubuwwat dan risalah, mengatasi sekalian manusia. Sehingga, bolehlah dikatakan bahwasanya pimpinan ruhani sebagian terbesar dari umat manusia didatangkan Allah melalui keluarga-keluarga ini. Semua keluarga itu adalah satu dari keturunan, yaitu Nabi Adam dan Nuh. Itulah sebabnya, dijelaskan di ayat 33 bahwa yang sebagian adalah keturunan dari yang sebagian.
Penyebar-penyebar agama Kristen di zaman kita ini menuduh bahwa Al-Qur'an bukanlah wahyu Allah, melainkan karangan Muhammad saja. Cerita-cerita mengenai nabi-nabi yang dahulu itu menurut pendakwaan mereka hanya dicaplok saja oleh Muhammad dari kitab-kitab mereka, terutama Perjanjian Lama. Kalau ada persamaan cerita, mereka jadikanlah itu menjadi bukti bahwa Al-Qur'an hanya menyalin kitab suci mereka. Akan tetapi, kalau tidak ada persamaan itu, mereka tuduh pula Al-Qur'an itu wahyu palsu sebab tidak cocok dengan kitab mereka. Mereka menuduh Al-Qur'an itu berkacau saja tentang nama-nama orang. Jika terdapat dua Imran, yaitu Imran ayah Musa dan Imran ayah Maryam, mereka katakan Al-Qur'an telah salah catat. Kalau dalam Al-Qur'an pernah dipanggil orang Maryam itu “saudara perempuan Harun", mereka ketawakan lagi. Karena, kata mereka Harun itu ialah saudara Musa, bukan saudara Maryam, sedang jaraknya kurang lebih 1.800 tahun. Mereka batalkan lagi karena Al-Qur'an mengatakan Haman wazir dari Fir'aun, sebab di dalam Perjanjian Lama (Kitab Ester) tersebut bahwa Haman bukan wazir Fir'aun, melainkan wazir dan Raja Ahasyweros.
Kalau hal ini dipertengkarkan, tidaklah akan putus-putus karena masing-masing akan mempertahankan pihaknya dan mendustakan yang lain. Akan tetapi, kalau masuk ke gelanggang ilmiah, marilah dipersoalkan manakah yang lebih terjamin: keaslian isi Al-Qur'an ataukan keaslian kitab-kitab yang mereka pegang sekarang itu? Apakah Perjanjian Lama yang sekarang ini menurut asli yang diterima dari Musa? Bukankah “Perjanjian Lama" baru disusun kembali setelah empat ratus tahun setelah Musa meninggal? Dan itu terbukti dari jalannya riwayat dalam kitab-kitab itu bahwa Nabi Musa hanya diceritakan sebagai orang ketiga. Siapakah penulis kitab-kitab itu yang sebenarnya? Ada Kitab Ezra (Nabi Uzair) yang disebut mengumpulkan kitab-kitab itu kembali. Siapa yang menuliskan “Kitab Ezra" itu? Tidak terang siapa penulis semua kitab itu. Tidak terang sampai sekarang ini!
Menurut undang-undang berpikir secara ilmiah, dapatkah dibatalkan Al-Qur'an, wahyu Ilahi kepada Muhammad ﷺ yang dicatat lengkap pada waktu beliau hidup lalu disalin menjadi satu mushaf di zaman Abu Bakar dan disalin lagi Mushaf Abu Bakar itu di zaman Utsman oleh satu panitia yang terang nama-nama orangnya? Yang sepakat seluruh ahli pengetahuan sampai sekarang ini bahwa tidak pernah selama empat belas abad satu kalimat pun masuk kata-kata lain ke dalamnya?
Ayat 35
“(Ingatlah) tatkala bermohon istri Imran, ‘Ya, Tuhanku! Sesungguhnya, aku telah … (anak) yang dalam perutku ini akan diperhambakan kepada Engkau."
Ada seorang laki-laki yang saleh namanya Imran, senama dengan ayah Nabi Musa yang hidup 1.800 tahun sebelumnya. Sebab, sejak zaman purbakala lagi, sampai kepada zaman kita ini orang-orang yang saleh dalam agamanya suka sekali memakai nama orang-orang yang mulia buat menjadi nama anaknya. Rupanya ayah Imran ini menamai anaknya demikian karena ayah Nabi Musa yang besar itu bernama Imran pula. Laki-laki yang bernama Imran ini mempunyai seorang istri yang saleh seperti dia pula. Lalu dia hamil. Dalam dia hamil itu, bernadzarlah dia, kalau lahir anaknya akan diserahkannya menjadi abdi Tuhan, menyelenggarakan Baitul Maqdis, karena di antara keluarganya sendiri pun ada orang yang menjadi penyelenggara rumah suci itu, yaitu Nabi Zakaria, suami dari kakaknya. Maka, berserulah dia dalam doanya agar nadzarnya itu dikabulkan Allah, “Sebab itu, terimalah dariku" perkenankanlah nadzar itu dapat terlaksana, “Sesungguhnya, Engkau adalah Maha Mendengar" akan permohonan hamba-Mu yang sangat mengharap ini,
“Lagi Mengetahui."
Betapa keinginan itu benar-benar tumbuh dari lubuk hatiku, nadzar yang tumbuh dari hati yang ikhlas.
Maka, lahirlah anak itu setelah genap bulannya,
Ayat 36
“Maka tatkala telah dilahirkan dia."
Ternyata anak itu perempuan. Tentu yang diharapkannya dari semua ialah anak laki-laki sebab penyelenggara rumah suci adalah orang laki-laki belaka, sedangkan nadzarnya sudah bulat."Dia pun berkata, ‘Tuhanku! Sesungguhnya, aku telah melahirkannya perempuan!" Di dalam perkataan itu tampaklah keterharuan hati perempuan yang saleh itu, bagaimana aku ini, nadzar telah dibulatkan, selahir anak akan diantar ke rumah suci, ternyata anaknya perempuan, Apakah Allah bisa menerimanya? Sebab kalau Allah terima, dia masih tetap akan memegang teguh nadzarnya.
Lalu datanglah keterangan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ"Padahal Allah terlebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu" Meskipun anak itu dilahirkan perempuan, bukanlah dia perempuan biasa. Ibunya tidak mengerti hal itu. Yang diketahuinya hanya bahwa anak itu perempuan. Pada pendapatnya, niscaya tenaganya mengurus masjid Allah tidak akan sama dengan tenaga laki-laki, dan ada lagi beberapa hari dalam sebulan dia tidak boleh mendekat ke tempat beribadah yang agung itu. Dia tidak mengetahui apa yang diketahui Tuhan. Di kemudian hari baru ternyata bahwa dia akan dijadikan Allah suatu ayat bagi isi alam, bahwa sekali waktu seorang anak dara yang suci, bersih dan saleh akan melahirkan seorang putra, dan putra itu nabi Allah pula, yaitu Isa al-Masih, tidak menurut kebiasaan dunia yaitu dengan persetubuhan. Allah lalu menegaskan lagi, “Dan tidaklah laki-laki seperti perempuan!' Artinya tidaklah akan ada seorang laki-laki pun yang akan menjadi khadam rumah suci itu yang akan serupa dengan perempuan yang dilahirkannya itu.
Istri Imran lalu menyambung seruannya kepada Allah,
“Dan aku telah menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memperlindungkannya dan keturunan-keturunannya kepada Engkau dari setan yang terkutuk."
Dengan ujung doa yang demikian, tampak sekali lagi bagaimana salehnya perempuan itu. Dia merasa anaknya yang perempuan ini lemah tidak berdaya dibanding dengan laki-laki, tetapi nadzarnya akan diteruskannya juga. Sebab itu, dia memohonkan kepada Allah agar anak itu diperlindungi. Dan, kelak, sebab dia perempuan, moga-moga kalau ada keturunannya maka keturunan itu pun moga-moga kiranya diperlindungi Allah juga dari segala per-dayaan dan pengaruh setan yang terkutuk, yang dirajam oleh kutuk Tuhan ke mana saja pun dia mencoba memperdayakan.
Ayat 37
“Maka diterimatah (permohonannya itu) oleh Tuhannya dengan penerimaan yang baik."
Maksudnya mengantarkan anaknya itu ke rumah suci diterima Allah. Kebetulan untung baik baginya sebab penyelenggara rumah suci itu adalah suami saudara perempuan ibunya, yaitu Nabi Zakaria. Maka, tersebutlah di dalam wahyu kepada Nabi kita bahwasanya berundi-undianlah di antara khadam-khadam Allah itu siapa yang akan menjadi pengasuh Maryam itu (lihat nanti ayat 44) sebab masing-masing orang-orang saleh itu ingin, biarlah dia yang mengasuh anak itu. Untung baik, jatuh undian kepada Zakaria."Dan Dia pertumbuhkan dia dengan pertumbuhan yang baik." Artinya, tumbuhlah badannya, bertambah besarlah dia."Dan mengasuh akan dia ZakariaTuhan menyebutkan pengasuhan Zakaria bagi menambah penjelasan bagaimana terjaminnya keselamatan dan pertumbuhan anak itu, ruhani dan jasmani. Pertama, sebab Zakaria bukan orang lain bagi dia, malahan bapaknya juga, dan Zakaria itu pun seorang rasul Allah yang amat saleh sehingga kesalehannya itu berpengaruh juga kepada pertumbuhan diri anak itu.
Dua kata penting terdapat untuk kita jadikan dasar dalam pendidikan kanak-kanak di dalam ayatini. Pertama ialah dari keturunan ayah-bundanya yang saleh sehingga badannya bertambah besar dalam darah keturunan yang baik. Kedua, perhatian kepada siapa yang mengasuh dan mendidik. Sehingga, walaupun si anak lepas dari tangan kedua orang tuanya, sebab guru yang menyambutnya pun orang baik maka pertumbuhan jiwa anak itu pun di dalam keadaan baik pula. Lantaran itu, meskipun orang dan keturunan baik-baik, kalau guru yang mendidik kurang baik, pertumbuhan anak itu pun kurang wajar meskipun dasar ada. Atau meskipun mendapat guru yang baik, kalau kedua orang tua tidak menjadi dasar tumbuh jiwa kesalehan maka agama anak itu hanyalah sehingga otaknya saja. Belum tentu tumbuh dari jiwanya. Sebab itu, syarat utama ialah orang tua yang baik dan pendidik yang baik pula.
Maka, bertambah besarlah Maryam dalam asuhan Zakaria dan ditempatkannya anak gadis kecil itu dalam tempatnya sendiri di mihrab, yaitu ruang yang khas tempat beribadah menurut agama Nabi Musa."Tiap-tiap masuk Zakaria ke tempatnya di mihrab, didapatinya ada makanan di sisinya."
Ada setengah tafsir mengatakan bahwa ketika Zakaria masuk, selalu didapatinya ada saja makanan yang cukup untuk Maryam. Yang lebih mengherankan lagi, kata tafsir itu, di musim panas ada saja makanan musim dingin dan di musim dingin ada saja makanan musim panas. Tercengang Zakaria melihat,
“Berkata dia, ‘Wahai, Maryam! Dari mana engkau dapat ini?'Dia menjawab, Dia adalah dari Allah, karena sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dengan tidak berkira."
Namun, karena penafsiran makanan musim panas ada saja di musim dingin dan makanan musim dingin ada saja di musim panas, meskipun elok bunyinya, tetapi sanad dan dasar riwayatnya kurang kuat, apatah lagi tidak ada penafsiran yang shahih dari Rasulullah ﷺ tentang hai yang sepenting ini, tidaklah mengapa jika kita turuti sebagaimana bunyi ayat itu saja. Yakni tiap-tiap Zakaria masuk ke mihrab itu didapatinya sudah ada saja makanan. Padahal Zakaria sendiri kadang-kadang sudah mencarikan makanan buat dia. Ketika ditanya, dia jawab bahwa itu adalah pemberian Allah.