Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَلۡقَىٰهَا
maka dia melemparkannya
فَإِذَا
maka tiba-tiba
هِيَ
ia/tongkat
حَيَّةٞ
ular
تَسۡعَىٰ
merayap
فَأَلۡقَىٰهَا
maka dia melemparkannya
فَإِذَا
maka tiba-tiba
هِيَ
ia/tongkat
حَيَّةٞ
ular
تَسۡعَىٰ
merayap
Terjemahan
Maka, dia (Musa) melemparkannya. Tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Tafsir
(Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular) yang sangat besar (yang merayap) yakni berjalan cepat dengan perutnya seperti ular kecil, di dalam ayat lain disebutkan Al Jaan, bukan Hayyatun.
Tafsir Surat Taha: 17-21
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Musa berkata, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.Allah berfirman.Lemparkanlah ia, hai Musa! "Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman, 'Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.
Ini merupakan bukti dari Allah ﷻ kepada Musa dan merupakan suatu mukjizat yang besar serta peristiwa yang luar biasa, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mampu melakukan hal itu selain Allah ﷻ Dan bahwa peristiwa seperti itu tidak ada seorang pun yang dapat mendatangkannya kecuali seorang nabi yang diutus. Firman Allah ﷻ: Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa. (Thaha: 17) Menurut sebagian ulama tafsir, sesungguhnya Allah berfirman demikian kepada Musa dengan nada mengingatkan. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya Allah ﷻ mengatakan demikian kepada Musa dengan nada menetapkan. Dengan kata lain. dapat dikatakan bahwa adapun benda yang ada di tangan kananmu itu yang kamu kenal dengan sebutan tongkat, kelak kamu akan melihat apa yang bakal Kami lakukan terhadapnya sekarang.
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? (Thaha: 17) Kata tanya atau istifham ini mengandung makna taqrir. Berkata Musa, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya. (Thaha: 18) Yaitu tongkat ini kujadikan sebagai pegangan saat aku berjalan. "dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku. (Thaha: 18) Yakni aku goyangkan dengannya tangkai pohon agar dedaunannya rontok buat makan kambingku. Abdur Rahman ibnul Qasim telah mengatakan dari Imam Malik, bahwa al-husy artinya bila seseorang mencangkolkan (mengaitkan) bagian yang bengkok dari tongkatnya ke dahan pohon, lalu ia menggerak-gerakkannya hingga dedaunan dan buah-buahannya rontok, tetapi dahan pohon (rantingnya) tidak patah.
Itulah makna lafaz al-husy, yakni bukan memukulkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Maimun ibnu Mahran. Firman Allah ﷻ: dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. (Thaha: 18) Yaitu kegunaan lainnya. Sebagian di antara mereka ada yang memaksakan diri dengan menceritakan sebagian dari kegunaan lainnya yang masih misteri. Dikatakan bahwa tongkatnya itu dapat menyala di malam hari, dan dapat menjaga kambingnya bila Musa tertidur.
Musa dapat pula menancapkannya, lalu jadilah sebuah pohon rindang yang menjadi naungannya di terik matahari, serta hal lainnya yang bertentangan dengan hukum alam. Jelasnya kisah yang demikian itu pada kenyataannya tidak ada. Seandainya tongkat tersebut mempunyai kegunaan yang didugakan itu, niscaya Musa a.s. tidak merasa aneh manakala tongkat tersebut berubah ujud menjadi ular besar, dan tentulah Musa a.s.
tidak akan lari darinya. Semuanya itu tiada lain bersumber dari kisah-kisah israiliyat. Sebagian dari mereka mengatakan pula bahwa tongkat tersebut adalah milik Adam a.s. Pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa tongkat itu adalah hewan melata yang akan muncul nanti menjelang hari kiamat. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tongkat itu mempunyai nama, yaitu Masya; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Firman Allah ﷻ: Allah berfirman, "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (Thaha: 19) Hai Musa, tongkat yang kamu pegang di tangan kananmu itu lemparkanlah. Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 20) Yakni seketika itu juga tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar lagi panjang dan dapat merayap dengan gerakan yang sangat cepat. Dan tiba-tiba tongkat itu bergerak dan berubah ujudnya menjadi ular yang sangat cepat gerakannya, tetapi tidaklah sebesar yang disebutkan sebelumnya.
Singkatnya dalam ayat ini disebutkan ular itu besar, sedangkan dalam ayat lain disebutkan sangat cepat gerakannya. Tas'a, artinya merayap dan bergerak. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 20) Sebelum peristiwa itu tongkat tersebut tidak pernah berubah ujud menjadi ular bila dilemparkan; lalu ular itu melewati pohon, maka ia langsung memakannya; dan melewati batu besar, lalu ia memakannya pula, sehingga Musa mendengar suara batu besar masuk ke dalam perut ular itu, karena itu maka Musa lari ketakutan.
Kemudian Musa diseru, "Hai Musa, ambillah ular itu!" Musa tidak mau mengambilnya karena takut. Lalu diseru lagi untuk kedua kalinya seraya mengatakan kepadanya, "Hai Musa, ambillah, janganlah kamu takut." Kemudian dalam seruan yang ketiga kalinya disebutkan, "Engkau termasuk orang-orang yang aman." Maka barulah Musa a.s. mau mengambilnya (dan ular itu berubah ujud seperti semula, yaitu tongkatnya). Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 20) Maka Musa melemparkannya ke tanah.
Ketika pandangan matanya tertuju kepada tongkat itu, tiba-tiba ia menjumpainya telah berubah ujud menjadi ular yang sangat besar yang baru ia lihat. Ular itu merayap seakan-akan sedang mencari sesuatu yang hendak diterkamnya. Ular itu melewati sebuah batu besar yang besarnya sama dengan unta yang paling besar, maka ia menelannya sekali telan. Dan salah satu dari taringnya ia tancapkan ke sebuah pohon yang besar, lalu pohon itu dicabutnya.
Kedua mata ular itu menyala bagaikan api, sedangkan cabang yang ada pada ujung tongkatnya itu berubah ujudnya menjadi mulut ular yang menyemburkan api. Besarnya sama dengan sebuah sumur yang sangat lebar, di dalamnya dipenuhi dengan gigi taring dan gigi kunyah, sedangkan dari mulut ular itu terdengar suara desisan yang sangat keras. Ketika Musa menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan itu, ia lari tanpa menoleh ke belakang.
Musa pergi jauh hingga ia merasa bahwa ular itu tidak akan mengejarnya. Musa ingat kepada Tuhannya, maka ia berdiri dengan rasa malu kepada-Nya. Kemudian ia diseru, ''Hai Musa, kembalilah kamu ke tempat semula," maka kembalilah Musa dengan hati yang masih dipenuhi oleh rasa takut. Lalu dikatakan kepadanya: dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21) Saat itu Musa memakai baju lapis yang terbuat dari kain wol (bulu).
Maka tatkala ia diperintahkan untuk memegang ular itu, ia melilitkan baju wolnya itu ke tangannya, tetapi malaikat berkata kepadanya, "Hai Musa, bagaimanakah menurutmu jika Allah mengizinkan terjadinya hal yang kamu hindari itu, apakah kain bajumu itu dapat memberikan sesuatu manfaat kepadamu?" Musa menjawab, "Tentu tidak, tetapi saya adalah makhluk yang lemah dan diciptakan dari sesuatu yang lemah." Akhirnya Musa melepaskan bajunya dari tangannya dan meletakkan tangannya ke mulut ular itu sehingga ia mendengar desisan yang keluar dari mulut ular dan merasa taring yang dipegangnya.
Tiba-tiba dengan serta-merta ular itu menjadi tongkat seperti keadaan semula. Dan tiba-tiba tangannya berada pada posisi semula sewaktu ia memegangkan tangannya pada tongkatnya, yaitu pada kedua cabangnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Peganglah ia. (Thaha: 21) Yakni dengan tangan kananmu. Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21) Yakni kepada keadaan semula yang biasa kamu kenal sebagai tongkat."
Tanpa menunggu lama, selanjutnya Nabi Musa segera melemparkan tongkat itu ke tanah, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap ke sana ke mari dengan cepat.
21. Melihat perubahan wujud tongkatnya menjadi ular, Nabi Musa merasa takut. Dia berfirman untuk menenangkan hati Nabi Musa, 'Wahai Musa, peganglah ia. Ambillah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikan wujud-nya kepada keadaannya semula, dari ular menjadi tongkat kembali. '.
Begitu Musa memenuhi perintah Allah, tongkatnya itupun berubah menjadi ular besar yang menakutkan, merayap dengan lincahnya dari suatu tempat ke tempat lain, tidak ubahnya ular kecil yang gesit, melihat kenyataan ini Nabi Musa ketakutan, berniat untuk lari, tetapi akibat begitu besarnya ketakutan, beliau hanya terpaku di tempatnya berdiri, sebagaimana firman Allah:
Dan lemparkanlah tongkatmu!" Maka ketika (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah dia berbalik ke belakang tanpa menoleh. "Wahai Musa! Jangan takut! Sesungguhnya di hadapan-Ku, para rasul tidak perlu takut. (an-Naml/27: 10).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUKJIZAT NABI MUSA
Ayat 17
“Dan apakah itu, yang di tangan kananmu, hai Musa."
Allah berfirman demikian, dalam bentuk pertanyaan kepada nabi-Nya yang telah di-pilihnya, karena seolah-olah Allah tidak tahu apa yang ada dalam genggaman tangan Musa itu. Pertanyaan Allah demikian menurut yang ditafsirkan setengah ahli tafsir ialah untuk me-nunjukkan kepada Musa bahwa barang yang digenggamnya itu kelak, berkat kebesaran Allah, akan jadi barang yang sangat penting. Dalam ayat ini adalah dua yang ditanyakan Allah; pertama apa yang dalam tangan, kedua tangan itu sendiri. Keduanya kelak akan membawa hal-hal yang besar dalam perjuangan Musa.
Indah sekali ditafsirkan oleh Fakhruddin ar-Razi ayat ini. Kata beliau, “Dengan tanya Allah apakah itu yang di tangan kananmu?" “Apakah itu" isyarat kepada tongkat, “di tangan kananmu" isyarat kepada tangan kanan. Dengan isyarat Allah kepada keduanya itu maka dalam satu kalimat Allah telah mengisyaratkan bahwa dari keduanya akan timbul mukjizat yang nyata dan mengagumkan. Dari barang beku diangkat jadi barang yang mengandung karamah. Maka kalau barang beku dengan sekali pandangan Allah bisa menjadi binatang bernyawa, dan tubuh yang kasar menjadi suatu yang bercahaya nurani, sedang Allah memandang kepada hati seorang hamba-Nya tidak kurang dari 360 kali dalam sehari semalam, heranlah kita kalau hati orang yang tadinya penuh dengan kedurhakaan berbalik menjadi hati yang berbahagia karena taat serta mendapat cahaya makrifat?
Kedua: Dengan sekali pandang Allah barang beku dapat menjelma jadi ular yang menjalar, sampai dapat menelan melulur sihir tukang-tukang sihir, adakah heran bilamana hati Insan dengan bantuan pandang Ilahi dapat menelan sihir dari nafsu yang mendorong kepada kejahatan (nafsul ammarah)?
Ketiga, sebuah tongkat yang terpegang di tangan kanan Nabi Musa, dengan berkat Ilahi bisa bertukar jadi ular untuk membawa bukti, maka hati orang-orang yang beriman pun di antara jari-jari Allah dapat pula bertukar dari gelap gulita maksiat kepada Nur ‘Ubudiyah (Cahaya Perhambaan).
Ayat 18
“Musa berkata: Dia adalah tongkatku, aku bertelekan kepadanya."
Karena memang tongkat itu tempat bertelekan, di waktu menurun penahan badan jangan jatuh. Di waktu mendaki peringan-kan badan agar sigap melangkah."Dan aku rundukkan dengan dia daun-daun untuk kambingku," karena sebagai seorang pengem-bala kambing yang banyak, dan itulah pekerjaan sehari-sehari delapan atau sepuluh tahun lamanya, sangatlah diperlukan tongkat itu. Sebab ada daun-daun kayu yang digagai oleh kambing karena ingin memakannya tidak sampai kakinya. Dia mesti dirundukkan dengan tongkat, barulah dapat dicapai oleh kambing-kambing itu.
“Dan bagiku dengan dia ada lagi keperluan keperluan yang lain."
Bukan semata-mata untuk bertelekan waktu menurun dan mendaki saja. Bukan semata-mata untuk merundukkan dahan-dahan kayu saja untuk mengambil daun-daun bagi makanan kambing. Tetapi ada lagi keper-luamkeperluan lain, misalnya penjaga diri dari serangan musuh dengan tiba-tiba, misalnya pencuri-pencuri kambing, atau penangkis binatang buas.
Ayat 19
“Allah berfirman: “Lemparkanlah dia, hai Musa!"
Maka disuruh Allah-lah melemparkan tongkat itu ke tanah.
Ayat 20
“Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, lupanya dia jadi ular yang menjalar."
Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, “Men-jelmalah tongkat itu jadi ular besar, padahal sebelum itu binatang yang sejenis ular belum ada, bertemu pohon dimakannya pohon, bertemu batu dikunyahnya batu, sehingga kedengaran oleh Musa dia meremukkan batu dan masuk ke perutnya, sehingga takutlah Musa melihat tongkatnya sudah jadi demikian rupa."
Ayat 21
“Allah berfirman: “Ambillah dia (kembali) dan janganlah takut."
Rasa takut adalah kesan pertama bagi seseorang yang baru sekali melihat keadaan yang sangat ajaib seperti demikian. Apatah lagi seorang yang mempunyai kepribadian sebagai Musa; lekas tersinggung. Maka dengan firman Allah kepada beliau “jangan takut", dia pun telah dapat menguasai dirinya kembali. Lalu lanjutan firman Allah.
“Akan Kami kembalikan dia kepada keadaannya semula."
Dengan berfirman demikian maka Allah telah memberikan rahasia itu ke dalam tangan Musa sendiri. Betapapun hebat dahsyat tongkat itu menyerupai ular, memakan mana yang bertemu; bertemu pohon, pohon dimakannya, bertemu batu, batu dimakannya, namun bila tangan Musa telah memegangnya kembali, dia akan kembali jadi tongkat biasa.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 22
“Dan kepitkanlah tanganmu ke dalam ketiakmu."
Maka Musa pun melakukan apa yang diperintahkan Allah itu; dikepitnya telapak tangannya di dalam ketiaknya."Keluarlah dia dalam keadaan putih cemerlang, bukannya suatu cacat." Yaitu tangan putih cemerlang, mengeluarkan sinar dan cahaya. Sehingga gelap gulita malam yang tadinya hanya bersinar pada pohon kayu yang di selubungi cahaya hijau, sekarang telah bertambah dengan sinar yang baru pula, yang memancar dari dalam telapak tangan Musa setelah tangannya ditariknya kembali dari dalam ketiaknya.
Putih cemerlang bersinar, bukan putih cacat. Karena ada juga tangan orang menjadi putih namun dia bukan bersinar, bukan tuah kebesaran melainkan penyakit balak. Dan nanti bila datang waktunya, itu pun hilang kembali dan tangan Musa berkeadaan seperti biasa pula. Allah menjelaskan di ujung ayat bahwa tangan bercahaya itu adalah
“Sebagai mukjizat yang lain pula."
Yaitu sebagai tambahan dari mukjizat pertama tadi; tongkat menjelma menjadi ular. Dan Allah berfirman selanjutnya,
Ayat 23
“Karena akan Kami perlihatkan pula kepada engkau setengah dari tanda-tanda Kami yang besar-besar."
Artinya, bahwa selain dari tanda yang dua itu, akan Kami perlihatkan lagi kepada engkau tanda-tanda yang lain, atau mukjizat yang lain yang besar-besar lagi. Yang dua bermula ini baru sebagian dan akan Kami perlihatkan kelak pun baru sebagian pula. Sesungguhnya banyaklah lagi tanda dari kekuasaan Allah yang membuat lemah jiwa dan akal manusia akan memecahkan persoalannya. Kelemahan memecahkan persoalan itulah yang dikatakan mukjizat.
Lalu Allah menjelaskan guna apa Musa diberi mukjizat-mukjizat yang hebat-hebat itu.
Ayat 24
"Pengilah kepada Fir'aun; sesungguhnya dia itu telah bersimaharajalela."
Untuk inilah Musa diberi mukjizat yang besar-besar, dua di antaranya telah diperlihatkan di Lembah Thuwa yang suci itu ketika Allah memberi peluang bagi Musa untuk bercakap dengan Dia. Tugas ini adalah amat berat. Bukanlah sembarang orang dapat mengerjakannya. Dan bagi Musa sendiri pun tugas ini terasa amatberat, akan menghadapi Fir'aun, raja Mesir yang telah merasa dirinya Tuhan atau anak Tuhan, menguasai seluruh sumber kehidupan manusia Lantaran merasa dirinya jadi Tuhan itu, Fir'aun telah menjadi thagha; yaitu berbuat semaunya saja, tidak ada yang menghalangi, tidak ada yang menghambatnya. Dia didudukkan ke atas pucuk kebesaran tertinggi, laksana susunan Piramida (Ahram) yang mereka dirikan; runcing ke pucuk, di atas sekali beliau duduk, alasan di bawah adalah rakyat yang lemah, di tengah-tengah tersusun orang-orang bangsawan dan kahin-kahin, yaitu pendeta merangkap dukun.
Maka kita pakailah bahasa Indonesia yang terpakai untuk orang yang memerintah sekehendak hati saja, bersultan di matanya, beraja di hatinya, tidak siapa akan dapat membantah. Dalam bahasa Indonesia atau Melayu sejak dahulu orang yang demikian disebut bersimaharajalela. Sehingga pernah ada Fir'aun itu yang mengatakan,
“Aku ini adalah Tuhan kamu yang paling tinggi!" (an-Naazi'aat: 24)
Jelas sekali dalam susunan ayat ini betapa Allah mengangkatkan derajat Rasul-Nya, mempertinggi kepercayaan kepada dirinya sendiri. Karena lawan yang akan dihadapinya itu bukanlah sembarang lawan. Pada firman Allah di ayat 13 di atas tadi."Dan Aku telah memilih engkau!" Dengan kalimat semacam itu saja Musa telah terangkat naik, apatah lagi dengan diberikan contoh dua mukjizat yang bila perlu akan digunakannya nanti.
Dan kita pun akan maklum kelak betapa beratnya tugas ini, terutama dalam menghadapi Fir'aun itu sendiri, yaitu Fir'aun yang dahulu pernah mengangkatnya anak, memeliharanya di istana, dan Fir'aun itu juga yang dilanggar oleh Musa kekuasaannya, dengan membunuh salah seorang kaki-tangannya, yang menyebabkan Musa terpaksa meninggalkan Mesir dan hidup merantau sepuluh tahun lamanya. Sekarang dia diutus akan menghadapi raja besar yang mengaku dirinya tuhan itu, dan bekas ayah angkatnya pula, yang daiam Istananya Musa dibesarkan.
Meskipun riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Wahab bin Munabbih harus disaring benar terlebih dahulu, karena riwayat dari dia termasuk yang banyak bercampur Israiliyat, namun di sini, karena tidak mengubah bagi maksud kita salinkan juga sebuah riwayat dari dia yang dirawikan oleh Ibnu Abi Hatim, tentang bagaimana Musa dilepaskan oleh Allah dengan tugas menghadapi Fir'aun yang memerintah dengan bersimaharajalela itu.
Berkata Wahab bin Munabbih, “Berkatalah Allah kepada Musa, “Pergilah engkau mem-bawa risalah yang Aku pikulkan ini. Sesungguhnya engkau adalah di bawah tilikan pendengaran dan mataku. Beserta engkau adalah tanganku dan pandanganku. Telah Aku pakaikan kepada engkau pakaian surga dari kekuasaan-Ku, supaya sempurnalah dengan dia kekuatan perintahku. Engkau adalah satu di antara tentara-Ku yang besar, Aku kirim engkau kepada makhluk yang dhaif karena dia memungkiri nikmat-Ku, dan merasa aman dari hukum-Ku. Diperdayakan dia oleh dunia, sehingga lupa dia akan hak kepunyaan-Ku. Dimungkiri bahwa Aku inilah Tuhan yang Memelihara semua; lalu dikatakannya bahwa dia tidak kenal kepada-Ku. Maka bersumpahlah Aku, hai Musa, demi Kemuliaan-Ku. Kalau bukanlah takdir yang telah Aku letakkan di hadapan-Ku dan di hadapan makhluk-Ku, sesungguhnya telah Aku hancurkan dia, suatu kehancuran yang timbul dari kemurkaan yang meliputi pula kepada langit dan bumi dan gunung-gunung dan lautan. Kalau langit Kuperintahkan, niscaya terhimpitlah dia. Kalau bumi Aku titahkan, niscaya dia ditelannya. Jika gunung-gunung yang Aku perintahkan, niscaya hancurleburlah dia, dan jika lautan yang Aku perintahkan, niscaya tenggelamlah dia.
Tetapi menjadi kecillah dia di hadapan-Ku dan jatuhlah dia pada pandang mata-Ku, dan Aku lapangkan dia dengan kemaafan-Ku, dan kayatah Aku dengan apa yang ada pada-Ku dan Hak Aku. Aku adalah kaya; tidak ada yang lain yang sekaya Aku.
Oleh sebab itu maka sampaikanlah kepadanya risalah ini. Serulah dia beribadah menyembah kepada-Ku, tauhidkanlah Aku dan ikhlaslah kepada-Ku, dan peringatkan kepadanya hari-hari-Ku yang pasti datang. Peringatkan kepadanya bekas dari murka-Ku dan pukulan-Ku. Kabarkanlah kepadanya, bahwa jika Aku telah marah, tidak ada yang akan dapat berdiri. Sesungguhpun demikian sampaikanlah kata-kata ini semuanya dengan kata yang tersusun lemah lembut. Moga-moga ingatlah dia, moga-moga timbullah ketakutan dalam dirinya kepada-Ku. Dan kabarkan juga kepadanya bahwa Aku ini pun Pemaaf, Aku ini sudi memberi ampun, lebih cepat dari murka-Ku dan siksaan-Ku.
Dan jangan engkau terpesona melihat Fir'aun itu bermegah dengan serba serbi pakaian dan perhiasan dunia. Karena ubun-ubunnya adalah terpegang di tangan-Ku. Dia tidak akan dapat mengangkat mulut, dia tidak akan dapat menggerakkan mata, tidak akan dapat bernapas, kalau tidak karena izin-Ku.
Katakanlah kepadanya, segeralah sambut panggilan Tuhanmu, karena ampunan Allah itu Mahaluas. Diberinya kesempatan kamu (Kerajaan Fir'aun) sampai empat ratus tahun, dan dalam semua tahun-tahun itu kamu menantang Allah, kamu memerangi Allah. Kamu maki Dia, kamu cela Dia. Kamu halangi orang lain yang berjalan menempuh jalan-Nya. Padahal langit masih tetap menurunkan hujan, bumi masih tetap menumbuhkan tanaman; tak pernah mandul, tak pernah tua dan tak pernah kekeringan dan tak pernah dapat dikalahkan. Kalau Allah berkehendak menyiksamu, sebentar saja bisa jadi. Cuma Allah itu bersifat tenang dan pemaaf luar biasa.
Lawanlah dia, berjihadlah dan berjuanglah engkau berdua dehgan saudaramu (Harun), namun kedua kalian dalam perhitungan-Ku dalam jihadmu. Kalau datang waktunya, jika Aku kirim tentara besar buat menghancurkannya, niscaya akan Aku kerjakan. Tetapi biarlah si hamba yang dhaif ini mengerti bahwa golongan yang kelihatan pada lahir hanya kecil saja, padahal pada-Ku tidak ada yang kecil, dapat mengalahkan golongan yang besar dengan izin-Ku.
Jangan engkau terpesona oleh perhiasannya, jangan engkau ternganga melihat keme-wahannya. Jangan matamu silau melihat itu semuanya; karena semuanya itu hanyalah perhiasan sementara di dunia ini, dan perhiasan dari orang-orang yang telah diperdayakan oleh kemewahan. Kalau Aku mau, Aku pun sanggup memberikan kepada kalian keduanya perhiasan dunia ini, yang membuat si Fir'aun itu tidak akan dapat mengatasinya selamanya. Tetapi Aku tanamkan dalam jiwa kalian berdua rasa muak melihat itu, dan Aku jauhkan dia dari kamu. Karena demikianlah selalu Aku perbuat di atas tiap-tiap auliaa-Ku, orang-orang yang telah menjadi kekasih-Ku. Aku singkirkan seluruh auliaa-Ku dari medan berbahaya itu sejak dahulu, laksana pengembala menjauhkan binatang pengembalaannya dari dekat jurang yang berbahaya. Bukan karena mereka rendah pada pandangan-Ku, tetapi karena Aku ingin hendakmenyempurnakan pembagian dan nasib mereka di negeri kemuliaan-Ku kelak, dalam keadaan selamat dan penuh tiada bercacat, karena mereka tidak sampai bercakap-cakap dengan dunia. Dan ketahuilah olehmu, hai Musa! Bahwasanya tidaklah ada perhiasan yang akan berhias dengan dia seorang hamba, yang lebih indah di sisi-Ku dari perhiasan zuhud terhadap dunia. Karena zuhud itulah perhiasan sejati dari orang-orang yang bertakwa. Dengan memakai pakaian Zuhud itu dikenallah mereka dengan sakinah (ketenteraman hati) dan khusyu' (ketundukan). Dan pada wajah-wajah mereka itu bersinarlah sesuatu tanda dari bekas sujud.
Itulah dia auliaa-Ku yang sejati, yang sebenarnya.
Maka bila engkau berjumpa orang semacam itu hamparkanlah sayapmu kepadanya. Rendahkan hatimu dan lidahmu.
Dan ketahui pulalah olehmu, bahwa barangsiapa yang menghinakan salah seorang dari wali-Ku atau memperingan-ringan dan mem-pertakut-takutinya, samalah artinya dengan me-maklumkan perang kepada-Ku sendiri. Dialah yang memulai menantang-Ku dan menjadikan dirinya terpampang berhadapan dengan Daku dan mengajak Aku kepadanya. Kalau demikian halnya, niscaya Aku akan segera membantu wali-wali-Ku,
Apakah orang yang mencoba memerangi Aku menyangka bahwa dia akan menang ber-hadapan dengan Daku?
Apakah menyangka orang-orang yang memusuhi Aku bahwa dia akan dapat melemahkan Daku?
Ataukah menyangka orang yang mencoba berpacu dengan Daku bahwa dia akan dapat mendahului Aku atau mencecerkan Daku di belakang?
Mengapa akan begitu? Padahal Akulah yang akan menantang mereka, sejak dari dunia ini sampai ke akhirat kelak.
Tidak akan Aku serahkan menghadapi mereka ini kepada yang lain!"
Sekianlah tafsir dari ayat ini menurut susunan dari Wahab bin Munabbih, yang dirawikan oleh Ibnu Abi Ham,
Meskipun di dalam pelajaran ilmu tafsir.
sebagai telah kerapkah kita peringatkan bahwa riwayat-riwayat yang bersumber dari Wahab bin Munabbih kerapkali bercampur dengan dongeng-dongeng Israiliyat, namun penafsiran yang satu ini adalah termasuk penafsiran yang sesuai dengan isi ayat, dan sesuai dengan suasana Musa ketika dia bermunajat terhadap Allah di lereng Gunung Thur di lembah suci bernama Thuwa itu. Dan suasana seorang pejuang berhadapan dengan penguasa-penguasa yang memerintah dengan bersimaharajalela, yang hilang satu ada saja gantinya di tiap zaman, sama saja halnya di segala zaman dan di segala tempat.