Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
يَٰٓأَهۡلَ
Wahai ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
لَا
janganlah
تَغۡلُواْ
kamu berlebih-lebihan
فِي
dalam
دِينِكُمۡ
agamamu
غَيۡرَ
tidak/tanpa
ٱلۡحَقِّ
kebenaran
وَلَا
dan janganlah
تَتَّبِعُوٓاْ
kamu mengikuti
أَهۡوَآءَ
hawa nafsu
قَوۡمٖ
kaum/orang-orang
قَدۡ
sungguh
ضَلُّواْ
mereka telah sesat
مِن
dari
قَبۡلُ
sebelum
وَأَضَلُّواْ
dan mereka menyesatkan
كَثِيرٗا
kebanyakan
وَضَلُّواْ
dan mereka sesat
عَن
dari
سَوَآءِ
lurus
ٱلسَّبِيلِ
jalan
قُلۡ
katakanlah
يَٰٓأَهۡلَ
Wahai ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
لَا
janganlah
تَغۡلُواْ
kamu berlebih-lebihan
فِي
dalam
دِينِكُمۡ
agamamu
غَيۡرَ
tidak/tanpa
ٱلۡحَقِّ
kebenaran
وَلَا
dan janganlah
تَتَّبِعُوٓاْ
kamu mengikuti
أَهۡوَآءَ
hawa nafsu
قَوۡمٖ
kaum/orang-orang
قَدۡ
sungguh
ضَلُّواْ
mereka telah sesat
مِن
dari
قَبۡلُ
sebelum
وَأَضَلُّواْ
dan mereka menyesatkan
كَثِيرٗا
kebanyakan
وَضَلُّواْ
dan mereka sesat
عَن
dari
سَوَآءِ
lurus
ٱلسَّبِيلِ
jalan
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam (urusan) agamamu tanpa hak. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu kaum yang benar-benar tersesat sebelum kamu dan telah menyesatkan banyak (manusia) serta mereka sendiri pun tersesat dari jalan yang lurus.”
Tafsir
(Katakanlah, "Hai Ahli Kitab!) para pemeluk agama Yahudi dan agama Nasrani (Janganlah kamu berlebih-lebihan) janganlah kamu melampaui batas (dalam agamamu) secara berlebih-lebihan (dengan cara tidak benar) yaitu dengan cara merendahkan Nabi Isa atau kamu mengangkatnya secara berlebihan dari apa yang seharusnya (dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya sebelum kedatangan Nabi Muhammad) mengikuti cara berlebih-lebihan yang pernah dilakukan oleh para pendahulu mereka (dan mereka telah menyesatkan kebanyakan) manusia (dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.") jalan yang hak; lafal as-sawaa` asalnya bermakna pertengahan.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 76-77
Katakanlah, "Mengapa kalian menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepada kalian dan tidak (pula) memberi manfaat? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Katakanlah "Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.
Ayat 76
Allah ﷻ berfirman mengingkari perbuatan orang-orang yang menyembah selain-Nya yaitu mereka yang menyembah berhala, patung, dan gambar seraya menjelaskan kepada mereka bahwa semuanya itu tidak berhak sedikit pun untuk disembah sebagai tuhan. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman:
“Katakanlah,” (Al-Maidah: 76) wahai Muhammad, kepada mereka yang menyembah selain Allah; yakni dari kalangan anak-anak Adam, termasuk orang-orang Nasrani dan lain-lainnya.
“Mengapa kalian menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepada kalian dan tidak (pula) memberi manfaat?” (Al-Maidah: 76)
Yakni yang tidak dapat menolak bahaya dari kalian, tidak pula memberikan manfaat kepada kalian.
“Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 76)
Yaitu Dia Maha Mendengar semua perkataan hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui segala sesuatu. Maka mengapa kalian menyimpang hingga menyembah benda mati yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, tidak dapat mengetahui sesuatu pun, tidak dapat memberi mudarat dan tidak pula memberi manfaat untuk dirinya sendiri, tidak pula untuk orang lain.
Ayat 77
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian’.” (Al-Maidah: 77)
Yakni janganlah kalian melampaui batas dalam mengikuti kebenaran, dan janganlah kalian menyanjung orang yang kalian diperintahkan untuk menghormatinya, lalu kalian melampaui batas dalam menyanjungnya hingga mengeluarkannya dari kedudukan kenabian sampai kepada kedudukan sebagai Tuhan. Yaitu seperti yang kalian lakukan terhadap Al-Masih, padahal dia adalah salah seorang dari nabi-nabi Allah, tetapi kalian menjadikannya sebagai Tuhan selain Allah. Hal ini tidak kalian lakukan melainkan hanya semata-mata kalian mengikuti guru-guru kalian, yaitu guru-guru sesat yang merupakan para pendahulu kalian dari kalangan orang-orang yang sesat di masa lalu.
“Dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 77)
Yakni mereka menyimpang dari jalan yang lurus dan benar, menuju kepada jalan kesesalan dan kesalahan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi ibnu Anas yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang alim yang mengajarkan Al-Kitab dan Sunnah kepada banyak kaum selama suatu masa.
Kemudian datanglah setan dan mengatakan (kepadanya), "Sesungguhnya yang kamu ajarkan hanyalah peninggalan atau perintah yang telah diamalkan sebelum kamu, maka kamu tidak beroleh pujian karenanya. Tetapi buatlah suatu perkara dari dirimu sendiri, lalu ajaklah manusia, dan paksa mereka mengamalkannya." Kemudian orang itu melakukan hal tersebut, tetapi setelah lewat suatu masa ia sadar, dia bermaksud bertobat dari perbuatannya itu, maka ia melucuti semua kekuasaan dan kerajaannya; dan ia bermaksud melakukan ibadah hingga akhir hayatnya agar semua dosanya terhapus.
Setelah beberapa hari dalam ibadahnya, ia didatangi, lalu dikatakan kepadanya, "Sekiranya tobatmu menyangkut dosa antara kamu dengan Tuhanmu (hak Tuhan), maka ada kemungkinan tobatmu dapat diterima. Tetapi kamu harus ingat bahwa si anu dan si anu serta lain-lainnya telah sesat dalam membelamu, sedangkan mereka telah meninggal dunia dalam keadaan sesat. Maka mana mungkin kamu dapat memberikan petunjuk kepada mereka. Karena itu, tiada tobat bagimu selama- lamanya." Ar-Rabi ibnu Abas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang seperti itu dan lain-lainnya yang serupa, menurut apa yang kami terima, yakni firman-Nya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 77)
Selain mempersekutukan Tuhan, ternyata sebagian dari Ahli Kitab juga sering bersikap melampaui batas. Oleh karena itu, Allah memerintah kepada Rasulullah untuk mengingatkan mereka. Katakanlah, Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan atau melampaui batas dengan cara yang tidak benar dalam berkeyakinan dan melaksanakan ajaran agamamu. Selain itu, hendaknya kamu semua tidak bersikap taklid dan jangan pula kamu mengikuti keinginan atau hawa nafsu orang-orang yang telah tersesat sejak masa dahulu, yaitu sejak sebelum kedatanganku.
Sebab pada hakikatnya, mereka itu merupakan orang yang sesat, dan mereka dengan perilaku dan keinginan itu juga telah menyesatkan banyak manusia. Dan ketahuilah bahwa mereka sendiri itu sungguh telah tersesat dari jalan yang lurus yang telah ditetapkan Allah.
Bila pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang penyimpangan umat Nasrani, pada ayat-ayat berikut dijelaskan tentang kutukan Allah pada orang Yahudi yang kafir. Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir dari Bani Israil, yaitu mereka yang selalu ingkar dan mengabaikan perjanjiannya dengan Allah, telah dilaknat melalui atau dengan perantaraan lisan Nabi Dawud dan Isa putra Maryam. Kutukan Allah yang demikian itu, disebabkan karena mereka durhaka dengan tidak menepati janji yang telah diikrarkan dan selalu melampaui batas dalam melaksanakan ajaran dan tuntunan agama, sehingga cenderung mengarah pada kesesatan.
Pada ayat ini Allah melarang Ahli Kitab yang pada masa Nabi Muhammad bertindak keterlaluan di dalam agama sebagaimana nenek moyang mereka dahulu dan melarang mereka mengikuti sebab-sebab yang membawa nenek moyang mereka kepada kesesatan sehingga rnenyesatkan pula orang lain dari jalan kebenaran (ajaran Islam). Mereka meninggalkan hukum syariat dan mengikuti hawa nafsu yang buruk. Jadi dengan ayat ini dapatlah disimpulkan bahwa Ahli Kitab itu adalah:
a. Orang-orang yang sesat sejak dahulu karena mereka mengikuti hawa nafsu dalam urusan agama, membuat bidah, menghalalkan yang haram dan meninggalkan sunah Rasul.
b. Orang lain menjadi sesat, karena mereka setelah sesat berusaha menyesatkan orang lain, memperluas bidah yang diada-adakan oleh para pendeta mereka.
c. Orang yang berpaling dari agama Islam, terus-menerus berada dalam kesesatan, berarti mereka telah berbuat melampaui batas, berbuat bidah dan menyimpang dari itikad yang benar.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang disuruhlah Rasul ﷺ menanyakan kepada segala mereka yang telah mempersekutukan yang lain dengan Allah itu,
Ayat 76
“Katakanlah, Adakah kamu sembahyang selain dari Allah, barang yang tidak berkuasa bagi kamu memudharatkan dan tidak pula memanfaatkan?"
Adakah patut kamu menyembah dan memuja kepada yang selain dari Allah itu, padahal yang lain itu tidak mempunyai kuasa dan daya apa-apa buat mendatangkan manfaat dan keuntungan, sebab semuanya itu hanya alam belaka, sama keadaannya dengan kamu yang memohon dan memuja itu sendiri.
“Sedang Allah itu, Dialah Yang Maha Mendengan, lagi Mengetahui?"
Padahal Allah selalu mendengarkan sekalian permohonan dan mengetahui apa yang kamu perlukan? Mengapa kamu pindah dari Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui kepada benda, atau manusia yang tidak berdaya apa-apa, kalau bukan atas kurnia Allah? Mengapa kamu tidak langsung saja memohon kepada Allah itu, yang kalau seseorang yang lain beroleh kemuliaan dan ketinggian, tidak didapatnya kemuliaan itu kecuali dari Allah?
Ayat 77
“Katakanlah, wahai Ahlut Kitab!"
Baik Yahudi maupun Nasrani. “Janganlah kamu berlebih-lebihan pada agama kamu, yang bukan kebenaran." Melebih-lebihi, atau berlebih-lebihan, sehingga keluar dari garis kebenaran, sehingga tidak agama lagi. Yahudi berlebih-lebihan pula sehingga mempunyai kepercayaan bahwasanya manusia yang paling mulia di atas dunia ini hanya satu saja, yaitu Bani Israil. Nasrani berlebih-lebihan, yang oleh karena terlalu cinta dan kagum dengan kebesaran dan kemuliaan al-Masih, sampai menganggapnya sebagai Allah atau anak Allah, atau sekali keduanya, sehingga sampai pula kepada kepercayaan Trimurti, pusaka agama-agama kuno, yang tidak lagi ada dasar kebenarannya.
“Dan janganlah kamu turuti hawa nafsu suatu kaum yang sesungguhnya telah tersesat sejak dahulu." Yaitu satu kaum, yang dituju ialah pemimpin-pemimpin agama, Ahbar dan Ruhban yang telah tersesat, yang didapati oleh Rasulullah saw, ketika beliau diutus Allah. Tersebutlah di dalam sejarah perkembangan Kristen, bagaimana pendeta-pendeta yang dahulu berebut pengaruh terhadap pihak kekuasaan buat menumbangkan dan menghancurkan lawannya, sehingga banyaklah ahli-ahli tauhid sejati yang menjadi korban. Sehingga golongan yang kalah, walaupun besar jumlahnya, dikejar-kejar dan dihinakan, dikucilkan dari gereja, dan dipandang sebagai golongan yang telah dikeluarkan dari Kristen.
Maka terkenallah dalam perkembangan agama Kristen tentang adanya suatu musyawarah para pendeta yang tertinggi yang disebut: Konsili Ofkomini di tahun 380, yang bersidang di Constantinople, yaitu sidang besar yang kedua dalam sejarah Nasrani. Di sanalah Kaisar Theodesius menyatakan bahwa madzhab yang masih tetap mempertahankan tauhid, yang disebut Tauhid Muthlaq ajaran Perjanjian Lama, mulai waktu itu dibasmi, tidak diakui lagi. Dan mulai waktu itu hanya Trinitaslah yang wajib dianut. Siapa yang tidak menurut ajaran yang diputuskan itu, dianggaplah mereka bukan Kristen lagi. Dan menanglah keputusan yang mengatakan bahwa Tuhan itu bertiga, sebab itu yang dimenangkan oleh Kaisar. “Dan mereka pun telah menyesatkan pula kebanyakan orang, dan sesatlah mereka dari kelurusan jalan," Golongan yang menang itulah yang berpengaruh dan merekalah yang menyesatkan pengikut mereka dengan berbagai bid'ah.
Ayat 78
“Telah dikutuk orang-orang yang telah kafir dari Bani Israil atas lidah Dawud dan Isa anak Maryam. Jadi demikian, kaiena mereka telah durhaka, dan adalah mereka telah melanggar."
Di zaman Dawud, Bani Israil itu telah melanggar peraturan syariat mereka sendiri, yaitu melanggar libur pada hari Sabtu, karena mereka lihat banyak ikan menepi di hari Sabtu dan kurang sekali di hari yang lain, sehingga peliburan hari itu mereka langgar. Mereka dikutuk sampai berperangai sebagai monyet dan kera.
Di zaman al-Masih mereka dikutuk lagi atas lidah beliau, oleh Allah, karena hanya mulut mereka saja yang bertahan pada Taurat, padahal perbuatan mereka telah jauh. Satu di antara kutuk al-Masih itu dapat kita lihat juga catatannya dalam kitab-kitab orang Nasrani ketika beliau masuk ke dalam Baitul Maqdis. Rumah yang disucikan itu, di dalamnya beliau lihat campur-aduk saja di antara orang yang memuja Allah dengan riuh rendah bunyi suara jual beli, sehingga masjid sudah jadi
pasar. Maka ayat selanjutnya menerangkan pokok datangnya segala kutuk itu dengan perantaraan lidah nabi-nabi, terutama Dawud dan Isa, padahal jarak masa kedua Rasul Allah itu sudah sangat jauh.
Ayat 79
“Adalah mereka tidak larang-melarang dari yang mungkar yang tetak mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."
Tidak ada lagi yang disegani dan tidak ada lagi yang berani menegur kalau ada yang bersalah. Sebab yang akan menegur itu sendiri pun telah bersalah. Orang yang telah biasa mengicuh, tidaklah berani melarang orang lain mengicuh. Orang yang telah biasa berzina, tidaklah dapat mengangkat mulut menegur perzinaan. Atau melihat telah bersimaharajalela kejahatan, orang yang tidak jahat telah bersikap masa bodoh asal diriku jangan kena. Sebab itu orang yang tidak berbuat jahat, tetapi tidak berani menegur kejahatan, dengan diamnya itu saja pun dia telah jahat.
Dirawikan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari hadits Ibnu Mas'ud, bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah mengatakan bahwa asal mula terdapat kerusakan pada Bani Israil ialah kalau seorang bertemu dengan seorang yang lain, berkatalah dia, “Takwalah engkau kepada Allah! Hentikanlah perbuatanmu yang salah itu, sebab perbuatan itu tidak halal engkau kerjakan!" Kemudian besoknya mereka bertemu pula kembali, dilihatnya orang itu masih begitu saja, maka tidaklah ditegurnya lagi, melainkan mereka bergaul juga, semakan seminum juga. Setelah mereka berbuat yang demikian, mulailah dipukul Allah hati setengah mereka dengan yang setengah. Lalu Rasulullah membaca ayat, “Dilaknati Allah orang-orang yang telah kafir dari Bani Israil itu, atas lidah Dawud dan Isa anak Maryam."
Setelah itu berkatalah Rasulullah selanjutnya, “Sungguh. Demi Allah! Hendaklah kamu menyuruh berbuat ma'ruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat mungkar, kemudian hendaklah kamu tarik tangan orang-orang yang zalim, helakan tangan itu kepada kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh, dan hendaklah kamu mencapai kebenaran secepat-cepatnya. Atau, kalau kamu tidak mau, sesungguhnya akan dipukul Allah hati setengah kamu dengan yang setengah, kemudian itu akan dilaknati Allah kamu semuanya, sebagaimana mereka (Bani Israil) itu telah dilaknati-Nya."
Dipukul Allah hati yang setengah dengan yang setengah, ialah bahwa kemungkaran dan kejahatan telah bermaharajalela, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, dan semua orang telah merasainya. Tetapi tidak seorang pun yang berusaha untuk memperbaiki, hanya salah menyalahkan, atau menimpakan kesalahan kepada orang lain, cemburu mencemburui dan tidak ada yang mau bertanggung jawab.
Baik ayat ini sendiri maupun hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang memerintah keras supaya kita tetap melakukan amar ma'ruf dan nahi rnunkar adalah membayangkan betapa hebatnya keruntuhan suatu kaum kalau amar ma'ruf dan nahi rnunkar tidak ada lagi. Kerusakan akhlak kaum Yahudi yang didapati Rasulullah itu, pasti akan bertemu pula pada kita kaum Muslimin, apabila hal ini tidak kita perhatikan lagi. Dan bekasnya pun selalu kita lihat. Kalau sekiranya ayat-ayat ini hanya semata-mata untuk orang Yahudi, niscaya bukanlah dia Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an yang menyusunkan ayat ini adalah buat kita.
Ayat 80
“Engkau telah melihat kebanyakan dari mereka itu, menjadikan pimpinan orang-orang yang kafir."
Itu pun satu akibat dari kerusakan akhlak mereka waktu itu. Mereka mengatakan iman kepada Taurat, tetapi mereka telah membuat hubungan rahasia dengan orang-orang kafir, yaitu kaum musyrikin di Mekah, supaya dengan pimpinan mereka itu mereka dapat melawan Nabi Muhammad ﷺ dan memerangi beliau, “.Sungguh buruklah apa yang telah didahulukan bagi mereka oleh diri mereka sendiri." Mereka telah melanjutkan diri kepada suatu perbuatan yang akan mencelakakan diri mereka sendiri, sebagaimana perbuatan Bani Quraizah ketika Peperangan Ahzab, “Bahwa kemurkaan Allahlah atas mereka."
Karena pengkhianatan itu, yang menyebabkan kemudian mereka mendapat pukulan yang sehina-hinanya lantaran perbuatan itu,
“Dan di dalam adzab, mereka itu akan kekal."
Tidak ada lagi jalan keluar dari siksaan Allah itu, karena kelepasan dari adzab hanyalah kalau mendapat ampunan dari Allah, sedang mereka bukan mencari jalan buat diampuni, melainkan buat dilaknati.
Ayat 81
“Dan jika sekiranya adalah mereka itu beriman kepada Allah."
Tidak rusak akhlak mereka, dan tidak dibiarkan saja oleh yang patut melarang di kalangan mereka, “Dan kepada Nabi itu." Yang di dalam kitab mereka sendiri sudah dinubuwwatkan akan datangnya “Nabi Itu". “Dan kepada apa yang diturunkan kepadanya," yaitu Al-Qur'an, “Tentulah mereka tidak mengambil kafir-kafir itu jadi pimpinan." Sebab aqidah agama dan jiwa yang telah terbentuk oleh iman, tidaklah akan sampai hati berkongsi dengan kafir akan berbuat jahat. Akan dapat jua ditafsirkan secara jalan yang satu lagi, yaitu Yahudi-Yahudi itu mengambil musyrikin itu menjadi pemimpin karena mereka telah tahu bahwa musyrikin itu memang tidak mau percaya kepada Allah dan Rasul dan kepada petunjuk yang beliau bawa. Karena mereka itu memang kafir, senanglah hati si Yahudi
mengambil mereka jadi pemimpin, supaya lepas sakit hati mereka melawan Rasul.
“Akan tetapi kebanyakan dari mereka telah fasik."
Oleh karena kefasikan itulah mereka berani melanggar isi kitab suci mereka sendiri, dan mau berkawan dengan musyrikin, mau mengambil musyrikin jadi pemimpin, untuk melawan Rasulullah, yang pada hakikatnya, isi pengajaran beliau tidaklah berlawanan dengan inti sari Taurat yang mereka katakan dijunjung tinggi itu. Hanya orang fasik, orang durhaka yang sampai hati berbuat demikian.
Ayat 82
“Sesungguhnya akan engkau dapati yang sesangat-sangat manusia bermusuhan tenhadap orang-orang yang beriman, ialah Yahudi dan orang-orang yang telah mempersekutukan."
Demikianlah yang jadi kenyataan ketika Al-Qur'an diturunkan, yaitu bahwasanya orang-orang Yahudi yang ketika itu mempunyai kelompok besar di Madinah, dari berbagai-bagai kabilah besar kecil, mereka itulah yang sangat sekali memusuhi kaum beriman. Dan musuh besar yang kedua ialah orang musyrikin yang pusat kekuatannya ialah di Mekah, dan musyrikin dari kabilah-kabilah Arab, di seluruh tanah Arab di waktu itu. “Dan sesungguhnya akan engkau dapati yang sedekat-dekat mereka dalam percintaan terhadap orang-orang yang beriman, ialah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya kami ini adalah Nashara/"Maka orang Nasrani di zaman itu, dibandingkan dengan orang Yahudi dan orang musyrikin adalah lebih dekat hubungan, hormat-menghormati dan harga-menghargai, malahan sebagai percintaan, tidak ada ganggu mengganggu dan menyakitkan hati.
Malahan ketika kaum Muslimin hijrah ke Habsyi mencari perlindungan diri dari tindasan kaum musyrikin, mereka telah disambut secara baik di sana. Najasyi (Negus) sendiri pun langsung memeluk Islam, “Jadi demikian, lantaran di antara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib." Yaitu pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang tinggi budi pekerti mereka dan baik sopan-santun mereka. Terbukti dengan sambutan terhadap perutusan mereka ke Madinah yang terdiri dari pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang disegani orang, sehingga mereka pun dipersilahkan bershalat menurut agama mereka di dalam Masjid Rasulullah ﷺ sendiri di Madinah,
“Dan karena sesungguhnya mereka itu tidaklah mereka menyombong."
Di sini kita diberi tahu sebab yang terpenting dari baiknya hubungan dengan Nasrani pada waktu itu, ialah pemuka-pemuka mereka tidak sombong, sehingga dapat harga-menghargai, hormat-menghormati. Dan men-dapatlah kita satu pelajaran bahwasanya kesombongan adalah penghambat yang paling besar dari hubungan yang baik. Inilah perbedaan yang sangat besar di antara pemuka Yahudi dan pemuka Nasrani pada waktu itu.
Dapat kita perhatikan dalam sejarah betapa baiknya hubungan di antara Rasulullah dan Nasrani di waktu itu, di antara Islam dan Kristen.
Di waktu kaum Muslimin menderita tekanan hebat dari kaum musyrikin Quraisy di Mekah, sehingga banyak yang tidak tahan, maka Rasulullah menganjurkan sahabat-sahabat pindah ke negeri Habsyi (Abessinia) yang beragama Kristen. Kaum Muhajirin itu telah meminta suaka (perlindungan) politik di negeri itu. Orang Quraisy telah mengutus utusan ke Habsyi menghadap Negus di sana, memohon agar pelarian-pelarian itu diserah-kan kepada utusan, supaya dibawa pulang kembali. Kepala perutusan ialah Amr bin Ash yang di waktu itu belum Islam sedang Raja Habsyi tidak mau menyerahkan bahkan memperkuat perlindungan baginda terhadap mereka sehingga perutusan Quraisy pulang dengan tangan hampa. Malahan Raja Habsyi (Najasyi, Negus) segera memeluk Islam setelah mendengar keterangan ajarannya, dari Ja'far bin Abi Thalib, kepala keluarga pengungsi itu.
Setelah Rasulullah ﷺ berkuasa di negeri Madinah, beliau telah mengirim utusan kepada raja-raja Kristen yang berkuasa di Suriah (Heraclius) dan di Mesir, (Raja Muda Muqauqis) yang memerintah negeri-negeri itu sebagai penegak kekuasaan Romawi. Dan Rasulullah telah mengirim utusan pula kepada raja dua bersaudara yang berbangsa Arab di negeri Oman, yaitu Jaifar dan Abd, anak Jalandi, mengajak semuanya itu memeluk Islam atau menerima uluran tangan untuk bersahabat baik dan bertetangga secara damai.
Heraclius menerima utusan dengan baik dan melepasnya dengan baik pula. Muqauqis sampai mengirimkan beberapa bingkisan, dan disertai juga dengan kiriman dayang-dayang. Sedang beliau menerima kiriman seorang dayang Kopti bernama Maria. Beliau kawini dan dari dia beliau beroleh putra yang diberi nama Ibrahim.
Kepada kedua Raja Oman bersaudara tali, Jaifar dan Abd anak Jalandi, beliau utus Amr bin Ash. Dahulu dia utus Quraisy menghadap Raja Habsyi buat meminta serahkan orang-orang yang hijrah ke negeri itu, tetapi ditolak oleh Negus. Kemudian, setelah Perdamaian Hudaibiyah; Amr bin Ash datang ke Madinah dan menyatakan diri masuk Islam. Tenaga dan kepandaiannya di dalam lapangan diplomasi menyebabkan dia mendapat kehormatan buat menyampaikan seruan Rasulullah kepada Raja Arab bersaudara di Oman itu. Perutusannya berhasil, kedua Raja itu terbuka hatinya dan langsung memeluk Islam.
Di dalam ayat ini dengan jujur diterangkan sebabnya mengapa hubungan dengan Nasrani jadi baik, yaitu karena di kalangan mereka di waktu itu terdapat qissisin, kata jamak dari qiss, yang berarti pendeta atau pimpinan-pimpinan gereja, yang kedua ialah ruhban, yaitu kata jamak dari rahib, yang berarti pendeta juga, kata rahib itu adalah bahasa arab asli, diambil dari rahab, artinya takut. Yaitu orang-orang yang takut kepada Allah, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya semata-mata untuk Allah dan gereja, sehingga mereka tidak mau berkawin, karena takut hatinya akan terbelenggu oleh dunia. Maka dengan ayat ini ditunjukkanlah bahwa pendeta-pendeta yang betul-betul pendeta, dan rahib yang sebenar rahib, dapatlah diajak berunding. Yaitu selama mereka belum terikat oleh nafsu berkuasa. Orang-orang yang seperti demikian sudah menerima kebenaran dan hati mereka terbuka terus. Tetapi pemuka-pemuka Yahudi di waktu itu tidak dapat diajak berunding, malahan sangat memusuhi Islam, sebab kesombongan yang memenuhi hati mereka. Demikian juga pemuka-pemuka musyrikin yang di waktu itu berpusat di negeri Mekah.
Sudahlah dapat dimaklumi bahwasanya bunyi ayat ini tidaklah berlaku buat segala zaman. Karena segala sesuatu perubahan yang terjadi ialah menurut sebab dan akibat jua. Di zaman sekarang ini, bersatu padu Yahudi dan Nasrani memusuhi Islam. Permusuhan yang ditimpakan oleh dunia Nasrani kepada dunia Islam sejak Perang Salib dahulu, bukanlah kian mengendur, bahkan kian menghebat, bahkan sampai pada masa akhir-akhir ini negeri-negeri Nasrani, dengan pimpinan Kepala Gereja Katolik sendiri Paus Paulus VI memutuskan memberi ampun orang Yahudi, musuh bebuyutan mereka, Yahudi, yang menuduh Nabi Isa al-Masih anak di luar nikah. Gereja Kathohik memberikan ampunan dosa kepada Yahudi supaya dapat bersatu padu berdua, untuk memerangi Islam dan merebut Palestina dari tangan kaum Muslimin.