Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
tatkala
قَالَ
dia berkata
لِأَبِيهِ
kepada bapaknya
يَٰٓأَبَتِ
wahai ayahku
لِمَ
mengapa
تَعۡبُدُ
kamu menyembah
مَا
apa/sesuatu
لَا
tidak
يَسۡمَعُ
ia mendengar
وَلَا
dan tidak
يُبۡصِرُ
ia melihat
وَلَا
dan tidak
يُغۡنِي
ia mencukupi/menolong
عَنكَ
dari kamu
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
إِذۡ
tatkala
قَالَ
dia berkata
لِأَبِيهِ
kepada bapaknya
يَٰٓأَبَتِ
wahai ayahku
لِمَ
mengapa
تَعۡبُدُ
kamu menyembah
مَا
apa/sesuatu
لَا
tidak
يَسۡمَعُ
ia mendengar
وَلَا
dan tidak
يُبۡصِرُ
ia melihat
وَلَا
dan tidak
يُغۡنِي
ia mencukupi/menolong
عَنكَ
dari kamu
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
Terjemahan
Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun?
Tafsir
(Yaitu ketika ia berkata kepada bapaknya) yang bernama Azar, ("Wahai bapakku!) huruf Ta pada lafal Abati ganti dari Ya Idhafah, karena keduanya tidak dapat dikumpulkan menjadi satu. Azar adalah penyembah berhala (Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu) tidak dapat mencukupimu (sedikit pun?) baik berupa manfaat maupun bahaya.
Tafsir Surat Maryam: 41-45
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan. Allah ﷻ berfirman kepada Nabi Muhammad ﷺ, bahwa ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab dan bacakanlah kisah ini kepada kaummu yang menyembah berhala. Dan ceritakanlah kepada mereka sebagian dari kisah Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, yang merupakan bapak moyang bangsa Arab, dan mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam agamanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi, ia hidup bersama ayahnya dan melarang ayahnya menyembah berhala. Untuk itu Ibrahim mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? (Maryam: 42) Yakni sesuatu yang tidak dapat memberikan manfaat kepadamu, tidak pula dapat menolak suatu mudarat pun darimu.
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. (Maryam: 43) Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa jika aku berasal dari sulbimu (keturunanmu) dan kamu pandang diriku lebih kecil daripadamu karena aku adalah anakmu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya aku telah dianugerahi ilmu dari sisi Allah yang tidak diketahui olehmu dan kamu tidak memilikinya sama sekali. maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Maryam: 43) Yaitu jalan yang lurus yang dapat mengantarkan seseorang untuk meraih cita-cita yang didambakan dan menyelamatkannya dari hal yang menakutkan.
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. (Maryam: 44) Maksudnya, janganlah kamu menaatinya dengan menyembah berhala-berhala ini, karena sesungguhnya setanlah yang mendorongmu untuk menyembahnya dan setan suka dengan perbuatanmu. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (Yasin: 60) Yang mereka sembah selain dari Allah itu tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain menyembah setan yang durhaka. (An-Nisa: 117) Adapun firman Allah ﷻ: Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 44) Yakni penentang lagi sombong, tidak mau taat kepada Tuhannya; maka Tuhan mengusir dan menjauhkannya.
Karena itu, janganlah kamu mengikuti setan, sebab akibatnya kamu menjadi seperti dia. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 45) Karena kemusyrikan dan kedurhakaanmu terhadap apa yang diperintahkan kepadamu (yaitu menyembah Allah ﷻ semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun) maka kamu menjadi kawan bagi setan. (Maryam: 45) Yaitu maka kamu tidak mempunyai pelindung dan tidak pula penolong, serta tidak penjamin selain iblis. Padahal iblis tidak dapat melakukannya, juga yang lainnya; bahkan ketaatanmu terhadapnyalah yang mengakibatkan kamu tertimpa azab.
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (An-Nahl: 63)"
Dakwah tauhid Nabi Ibrahim diawali dengan mempertanyakan akidah ayahnya. Ingatlah ketika dia dengan lembut dan santun berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, seperti berhala dan patung itu, yang juga tidak dapat melihat apa pun di sekitarnya, dan tidak pula dapat menolongmu dari segala mudarat atau mendatangkan manfaat sedikit pun kepadamu''43. Untuk lebih meyakinkan ayahnya bahwa berhala tidak layak disembah, Ibrahim berkata dengan santun, 'Wahai ayahku, sungguh telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, yaitu tentang tauhid atau keyakinan kepada Tuhan yang layak disembah, maka ikutilah aku dengan penuh keikhlasan dan berimanlah kepada Allah Yang Esa, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus, yaitu jalan yang akan membawamu menuju kebenaran dan kebahagiaan. '.
Pada ayat-ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar ia menerangkan kepada kaum musyrik Mekah kisah Nabi Ibrahim yang mereka anggap sebagai bapak bangsa Arab. Mereka sendiri menganggap diri mereka anak cucunya dan mendakwahkan bahwa mereka adalah pengikutpengikut agamanya. Padahal Nabi Ibrahim adalah seorang mukmin seorang kekasih Allah dan seorang Nabi penyembah Tuhan Yang Maha Esa bukan seorang musyrik penyembah berhala. Allah memerintahkan kepada Muhammad agar dia menceritakan kepada mereka ketika Nabi Ibrahim melarang kaumnya menyembah berhala dan mengatakan kepada bapaknya sebagai berikut, "Mengapa engkau menyembah berhala-berhala yang tidak dapat mendengar pujian penyembahnya ketika disembah, tidak dapat melihat bagaimana khusyuknya engkau menyembahnya, tidak dapat menolong orang yang menyembahnya dan memberikan manfaat barang sedikit pun dan tidak dapat menolak bahaya bila si penyembah itu meminta tolong kepadanya."
Dengan kata-kata yang lemah lembut dan dapat diterima akal Nabi Ibrahim menyeru bapaknya kepada tauhid dan meninggalkan penyembahan berhala benda mati yang tidak berdaya. Sedangkan manusia saja yang dapat mendengar dan melihat serta dapat memberikan pertolongan, tidaklah patut disembah, apalagi benda mati yang kita buat sendiri, bila kita hendak merusaknya atau menghancurkannya dia tidak berdaya apa-apa untuk mempertahankan dirinya. Benda yang demikian halnya yang tidak mungkin memberikan manfaat atau pertolongan kepada manusia, tidaklah patut menjadi sembahan manusia. Hal ini sesuai dengan perumpamaan yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah." (al-hajj/22: 73).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN IBRAHIM MENANTANG AYAHNYA
Ayat 41
“Dan peningatkanlah" Hai utusan-Ku, “Di dalam Kitab"yaitu di dalam rangkaian Kitab Suci Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yaitu Al-Qur'an “dari hal Ibrahim"
Artinya, setelah diterangkan doa Zakariya sehingga dianugerahi putra yang menjadi Nabi pula, yaitu Yahya dan diceritakan dari hal Mahakuasa Ilahi tentang lahirnya Nabi Isa, disuruhlah Nabi memperingatkan pula sejarah perjuangan nenek dari nabi-nabi yang telah tersebut di atas tadi; Zakariya, Yahya dan Isa al-Masih beserta ibunya; keturunan Israil yaitu Ya'qub, anak dari Ishaq anak Ibrahim. Dan dia sendiri, Muhammad, anak Abdullah anak Abdul Muthalib, cucu, cicit dari Adnan, keturunan Isma'il anak Ibrahim.
Maka disebutkan Allah-lah tentang sifat yang istimewa dari Ibrahim itu."Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan" Artinya bahwa apa saja wahyu perintah Ilahi yang datang kepadanya, dijunjungnya tinggi dan diperjuangkannya dengan penuh keyakinan, walaupun untuk itu dia akan dibakar orang. Karena yakinnya akan Keesaan Allah, dia tidak takut dan tidak segan berhadapan dengan seorang raja besar sekalipun, yaitu Raja Namrudz.
“Lagi pula seorang nabi."
Dengan mendahulukan menyebut perangainya yang amat mulia itu, yaitu “Sangat membenarkan" apa yang diperintahkan oleh Allah, indah sekalilah firman Ilahi setelah sesudah itu diterangkan pula bahwa dia adalah seorang Nabi. Maka nubuwwah yang telah diberikan kepadanya itu sangatlah sesuai dengan budinya yang luhur sangat membenarkan itu. Itu pula sebabnya maka tersebut pula kemudiannya pada surah Aali ‘Imraan ayat 33 tentang manusia-manusia pilihan Allah (ish-thafaa), pertama Adam, kedua Nuh, ketiga Ibrahim sekeluarga, keempat Imran sekeluarga.
Ayat 42
“Seketika dia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku!"
Bahasa yang dipakai Allah dalam wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ ini ketika mengkisahkan Ibrahim menghadapkan kata kepada ayahnya ialah “Ya abati!" Yaitu kita artikan “Wahai ayahku!" Bahasa ini halus dan penuh hormat. Tidak diucapkan “Ya Waalidi", atau “Ya Abi", padahal artinya pun sama. Di sinilah tersimpan fasahat Al-Qur'an, yaitu memilih kalimat yang indah untuk disusun menjadi kalam.
“Wahat ayahku! Mengapa engkau menyembah kepada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat," Tidak mendengar dan tidak melihat adalah barang sesuatu yang tidak akan dapat memberikan nasihat ataupun apa yang diminta tolong kepadanya.
“Dan tidak ada gunanya bagi engkau sesuatu pun."
Guna berfaedah, tidak berguna, tidak akan dapat menolong, ataupun percuma saja. Maka alangkah salahnya manusia yang dapat mendengar dan melihat, dapat berusaha sendri dengan mempergunakan tenaga sendiri, mempergunakan tangan dan kaki, berjalan dan meraba-raba, pergi meminta tolong kepada sesuatu yang tidak dapat berbuat apa-apa.
Ayat 43
“Wahai ayahku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian dari lima pengetahuan, yang tidak pennah diberikan kepada engkau."
Yang memberikan itu ialah Allah. Yang memberikan ialah sebagian dari ilmu penge-tahuan, tetapi jadi inti dari segala ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu ialah pengetahuan tentang Ketuhanan. Tentang siapa sebenarnya yang menjadi pencipta alam ini. Itulah Allah yang tidak ada serikat baginya. Oleh karena Allah itu Tunggal adanya, tidaklah ada Tuhan yang patut disembah selain Dia."Sebab itu ikutlah aku!" sebab pengetahuan yang diberikan Allah kepadaku itulah yang benar.
“Supaya aku tunjuki engkau jalan yang lurus."
Meskipun aku ini anakmu, wahai ayahku, dan aku datang dari dalam sulbimu sendiri, dan meskipun aku ini baru seorang anak kecil, namun ketahuilah bahwa Allah telah menunjukkan jalan kepadaku, menunjukkan ilmu, yang ayah sendiri tidak mengerti. Sebab itu turutilah aku. Aku akan selalu membawa ayah kepada jalan yang lurus dan benar, menuju Allah Yang Esa. Selamat sampai kepada yang dituju, terlepas dari bahaya yang ditakuti.
Ayat 44
“Wahai ayahku, janganlah engkau menyembah setan."
Menyembah kepada sesuatu ialah tunduk kepada kehendaknya. Maka apabila ayah menyembah kepada berhala, padahal Allah tidak menyukainya, artinya ialah karena ayah telah tunduk dan patuh kepada setan.
“Sesungguhnya setan itu terhadap kepada Tuhan Yang Rahman adalah pendurhaka."
Artinya bahwa setan itu selalu menantang dan membujuk manusia agar menantang dan mendurhaka kepada Allah, takabur serta sombong terhadap Allah, sehingga terusirlah setan itu dari surga dibuang jauh-jauh dan diberi peringatan manusia agar jangan menundukkan diri kepadanya.
Ayat 45
“Wahai ayahku! Aku takut bahwa engkau akan, ditimpa adzab dari Tuhan Yang Rahman."
Artinya, kalau ayah masih terus-menerus memperhambakan diri dan menyembah kepada berhala-berhala yang tidak ada gunanya ini, padahal Allah itu hanya Satu, dan semua makhluk ini terjadi hanya atas kehendak-Nya, niscaya Allah pun murka kepada ayah, sehingga bukan Allah lagi tempat ayah berlindung.
"Sehingga setanlah bagi engkau yang jadi pelindung."
Kalau sudah setan yang jadi pelindung niscaya kepada kegelapanlah engkau akan di-bawanya, dan kian lama kian hanyutlah ke dalam pengaruhnya dan tidak akan bangkit lagi. Tidak ada lagi yang akan menolong mengulurkan tangan setelah tenggelam, melainkan Iblislah yang akan bertambah membenamkan.
Ayat 46
“Berkata (ayahnya), “Apakah engkau benci kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim?"
Yakni, apabila menurut ilmu engkau tuhanku yang banyak itu tidaklah patut disembah dan tidaklah patut dipuja, janganlah engkau tunjukkan juga kebencianmu kepadanya. Tuhan-tuhanku itu selalu engkau maki, engkau cela dan engkau tunjukkan cacatnya; itu berarti bahwa engkau benci. Kalau engkau tidak suka berdiam dirilah, dan hentikanlah mencela-cela itu."Jika engkau tidak berhenti" dari mencela dan menunjukkan kekurangan-kekurangan yang ada pada tuhan-tuhan yang aku sembah itu."‘Niscaya akan aku rajam engkau," aku lempari dengan batu. Tetapi menurut tafsir dari Ibnu Abbas dan as-Suddi dan Ibnu Juraij dan lain-lain, rajam di sini bukanlah semata-mata melempari dengan batu. Melainkan berarti, “Jika engkau tidak berhenti dari mencela menghina tuhan-tuhanku itu, aku akan mengambil balas, engkau aku cela dan hinakan pula."
“Sebab itu tinggalkanlah aku kian lama."
Menurut tafsir yang diterima oleh Ali bin Abu Thalhah dan al-Aufi dari Ibnu Abbas, maksud perkataan ayahnya tinggalkanlah aku biar lama, ialah sebelum terjadi perselisihan yang lebih hebat di antara dirinya dengan anaknya, dimintanya saja anaknya itu meninggalkannya agak lama, sehingga perselisihan anak dengan ayah jangan menjadi-jadi.
Ayat 47
“Berkata (Ibrahim), “Moga-mogalah keselamatan dilimpahkan atas engkau."
Ibrahim telah menyambut perkataan ayahnya dengan budi yang luhur pula, budi-pekerti seorang Hamba Allah, Tuhan Yang Rahman, sebagai yang tersebut di dalam surah al-Furqaan ayat 63, bahwa orang-orang yang telah menghambakan diri kepada Allah Yang Rahman itu ialah yang bilamana mereka berjalan di muka bumi, mereka merendahkan diri dan kalau bercakap dengan orang yang bodoh, tidak mengerti, mereka mengucapkan kata yang berisi keselamatan. Begitulah yang dilakukan Ibrahim kepada ayahnya itu. Dan dia pun berjanji pula."Aku akan memohonkan ampun untuk engkau kepada Tuhanku," Ibrahim telah menyambut bantahan ayahnya dengan dada lapang, hormat dan khidmat seorang anak kepada ayah, diucapkannya salam dimohonkannya ampun buat beliau. Dia percaya benar bahwa permohonan ampunannya kepada Allah untuk ayahnya niscaya akan dikabulkan Allah.
“Kanena sesungguhnya Dia terhadap kepadaku adalah sangat baik."
Begitu pulalah persangkaan baik Ibrahim terhadap Allah, karena dari sifat perangainya yang sangat membenarkan Allah itu. Dia percaya permohonannya akan terkabul memintakan ampun ayahnya, asal ayahnya mau me-rubah pendirian yang salah menyembah berhala itu.
Tetapi barang maklumlah kiranya bahwa menyeru orang yang telah hidup dalam ke-musyrikan mendarah mendaging supaya kembali mengesakan Allah bukanlah perkara yang mudah. Meskipun Ibrahim telah memintakan ampun buat ayahnya, dan yakin bahwa per-mohonannya akan dikabulkan Allah asal ayahnya segera membuang kepercayaan yang salah itu, tidaklah dia mau melepaskan kepercayaan itu. Tidak ada lain jalan bagi Ibrahim hanyalah menjauhkan diri.
Ayat 48
“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain dari Allah itu."
Artinya bahwa aku tidak mau ikut campur. Lebih baik aku menjauhkan diri supaya aku pun jangan turut menempuh jalan yang salah dan sesat itu. Menjauhkan diri dari orang tuanya, yaitu ayah kandungnya sendiri dan seluruh masyarakat yang masih musyrik itu; dan menjauhkan diri pula dari apa yang disembah itu sendiri."Dan. aku akan menyeru kepada Tuhanku," yakni Allah Yang Maha Esa, yang tiada bersekutu yang lain dengan Dia.
"Mudah-mudahan tidaklah aku, dengan sebab menyeru kepada Tuhanku itu, menjadi orang yang sengsana."
Kata-kata yang tersusun begini indah pun menunjukkan pula iman yang teguh, hati yang keras tetapi didorong oleh budi yang luhur. Jika tadi pada ayat 46 telah mempersilahkannya meninggalkannya biar lama, dia sendiri pun telah bersedia sejak semula menghadapi ke-mungkinan itu.
Dalam ayat-ayat ini kita lihatlah terbayang khidmat dan hormat yang penuh dari anak yang berbudi terhadap ayah yang dicintai. Namun cinta kepada ayah bukanlah berarti membiar-kannya dalam kesesatan. Karena yakin akan pendirian ayahnya yang salah ditegurnya dengan sopan, dan dengan keras pula dia memperlihatkan pendiriannya, bahwa Tuhan yang sebenarnya patut disembah hanya Allah.
Ayat 49
“Maka tatkala dia telah menjauhkan dini dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah itu."
Di dalam ayat ini terdapat, “Kami anugerahkanlah kepadanya Ishaq dan Ya'qub."
Kata-kata ini bukanlah berarti bahwa sesudah memberikan putra bernama Ishaq lalu
Allah menganugerahkan pula putra bernama Ya'qub. Sebab Ya'qub sudah terang bukan putra beliau yang kedua, melainkan cucu beliau.
Ayat yang berbunyi seperti ini pun terdapat di dalam surah Huud, ayat 71,
“Dan istrinya berdiri, lalu tertawa; maka Kami sampaikanlah kepadanya berita gembira tentang Ishaq, dan di belakang Ishaq nanti ialah Ya'qub." (Huud: 71)
Bukanlah berarti bahwa sesudah melahirkan Ishaq, Sarah istri Ibrahim itu akan melahirkan Ya'qub pula. (Baca Tafsir al-Azhar Juz 12).
Orang yang tidak merasakan kehalusan Al-Qur'an menyangka bahwa ayat-ayat ini menunjukkan kekacauan. Padahal pikiran orang itu sendirilah yang kacau.
Untuk menghilangkan kesamaran ini hendaklah dibaca surah al-Baqarah ayat 132. Dalam ayat itu diterangkan bahwa Ibrahim memberi wasiat petaruh kepada anak-anaknya dan kepada Ya'qub supaya teguh memegang agama Islam.
“Dan telah diwasiatkan hal itu oleh Ibrahim kepada anak-anaknya don Ya'qub pun (berwasiat semacam itu pula). Hai anak-anakku: Sesungguhnya Allah telah memilihkan agama yang benar untuk kamu. Sebab itu janganlah kamu meninggal dunia, kecuali kamu di dalam Islam." (al-Baqarah: 132)
“Ibrahim kepada anak-anak." Anak-anak Ibrahim ialah Isma'il dan Ishaq. Ya'qub adalah cucunya, putra dari Ishaq.
Untuk lebih jelas lagi baca ayat yang selanjutnya, ayat 133.
“Atau apakah kamu ada menjadi saksi ketika Ya'qub telah dihadapi oleh maut? Seketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apakah yang akan kamu sembah sesudah aku kelak?" Mereka menjawab, “Kami akan menyembah kepada Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapak engkau Ibrahim, Isma'il dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan kami akan menyerah diri kepada-Nya." (al-Baqarah: 133)
lbnu Taimiyah memberi ingat bahwa langkah penafsiran yang pertama sekali, sebelum menafsirkan dengan cara lain ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Maka setelah kita hubungkan ayat 49 dari surah Maryam yang tengah kita uraikan ini, baliklah kembali lembaran Al-Qur'an, akan bertemu ayat yang serupa, yaitu ayat 71 surah Huud tadi. Setelah itu kembali lagi balik ke bawah, akan bertemu ayat 132 dan 133 surah al-Baqarah. Di sana jelas bahwa Isma'il dan Ishaq adalah putra Ibrahim dari ibu yang berlainan. Sarah ibu Ishaq menetap di sebelah Syam dan kemudian Mesir. Hajar ibu Isma'il menetap di “lembah yang tidak bertumbuh-tumbuhan" di negeri Hejaz. Kemudian lembah itu disebut Mekah.
Dan menurut pemakaian bahasa orang Arab, yang disebut bapak bukanlah semata-mata ayah kita saja, malahan ayah dan paman-paman dan nenek-nenek kita dirangkaikan semuanya menjadi bapak-bapak; al-Aabaa‘u.
Sekarang timbul pertanyaan, “Mengapa dalam ayat 49 Surah Maryam ini dan di ayat 71 surah Huud disebutkan “Ishaq dan Ya'qub" dan “Sesudah Ishaq ialah Ya'qub."
Kedua ayat ini ialah hendak menunjukkan bahwa keturunan Ibrahim itu berkembang-biak dan banyak sekali. Padahal dari Sarah dia hanya mendapat seorang anak laki-laki, anak yang kedua sesudah Isma'il, yaitu Ishaq. Maka kedua ayat ini menunjukkan bahwa Ishaq itu beranak Ya'qub. Sesudah Ishaq datanglah Ya'qub. Kehendak Allah digenapi, Ya'qub beranak dua belas orang laki-laki, dan kedua belas anak laki-lakinya itu pun, di antaranya Nabi Yusuf, beranak-beranak pula. Di pihak lain, Hajar yang beliau tinggalkan di Tanah Arab beranak Isma'il. Masih Isma'il dalam kandungan, Allah telah berfirman kepada Hajar bahwa putra yang dalam kandungannya itu akan “dijadikan Allah bangsa yang besar". (Kejadian 21; 18).
Dan selanjutnya Allah berfirman,
“Dan masing-masing pun Kami jadikan Nabi."
Yaitu bahwa Ishaq itu adalah Nabi dan putranya yang bernama Ya'qub dan nama kecilnya lsrai! itu pun dijadikan Allah menjadi salah seorang dari nabi-Nya juga.
Ayat 50
“Dan Kami anugenahkanlah kepada mereka sebagian dari rahmat Kami."
Maklumlah kita bahwa rahmat yang diturunkan Allah ke atas dunia ini hanyalah baru sebagian. Karena rahmat yang paling besar dan lengkap, ialah kelak akan diterima di akhirat. Adapun rahmat yang diterima oleh Ibrahim dan anak cucunya ialah Rahmat Ruhariah yang paling tinggi, yang tidak akan dapat dicapai oleh sembarang manusia, yaitu menjadi nabi dan rasul Allah, didatangi oleh malaikat buat menyampaikan wahyu Ilahi.
"Dan Kami jadikan bagi mereka lidah yang jujur dan bermutu tinggi."
Itu pun adalah satu pengakuan dan penghormatan yang tinggi yang diberikan oleh Allah ke atas diri Ibrahim dan anaknya yang berdua, Isma'il dan Ishaq, dan cucunya Ya'qub dan cicitnya pula, Yusuf.
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang shahih,
“Ditanya orang Rasulullah ﷺ siapakah manusia yang paling baiki Maka beliau berkata, “Ialah Yusuf Nabi Allah, putra dari Ya'qub Nabi Allah, putra dari Ishaq Nabi Allah, putra dari Ibrahim Nabi Allah." Dan dalam susun kata yang lain; “Sesungguhnya orang muiia, anak dari orang mulia, anak dari orang mulia pula ialah Yusuf putera Ya'qub, putra Ishaq, putra Ibrahim."
Mereka terpuji karena lidah mereka penuh dengan kata kejujuran, sampai Yusuf pun dalam penjara bertahun-tahun tetap dalam kejujurannya. Dan mereka semuanya mencapai mutu martabat yang tinggi di mata dunia dan di mata seluruh pemeluk agama.
Ibnu Jarir mengatakan dalam tafsirnya, “Dikatakan Allah mereka bermutu tinggi sekali, orang-orang istimewa, karena sekalian agama memuji dan meninggikan mereka “Shalawat Allah dan salam-Nya atas mereka semua."