Ayat
Terjemahan Per Kata
تِلۡكَ
itu
ٱلرُّسُلُ
Rasul-Rasul
فَضَّلۡنَا
Kami telah lebihkan
بَعۡضَهُمۡ
sebagian mereka
عَلَىٰ
atas
بَعۡضٖۘ
sebagian lain
مِّنۡهُم
dari/diantara mereka
مَّن
orang
كَلَّمَ
berkata-kata
ٱللَّهُۖ
Allah
وَرَفَعَ
dan Dia meninggikan
بَعۡضَهُمۡ
sebagian mereka
دَرَجَٰتٖۚ
beberapa derajat
وَءَاتَيۡنَا
dan Kami berikan
عِيسَى
Isa
ٱبۡنَ
anak
مَرۡيَمَ
Maryam
ٱلۡبَيِّنَٰتِ
keterangan/mukjizat
وَأَيَّدۡنَٰهُ
dan Kami perkuat dia
بِرُوحِ
dengan Ruhul/Ruh
ٱلۡقُدُسِۗ
Qudus/suci
وَلَوۡ
dan jika
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
ٱقۡتَتَلَ
saling membunuh
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka
مِّنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُ
keterangan-keterangan
وَلَٰكِنِ
akan tetapi
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka berselisih
فَمِنۡهُم
maka diantara mereka
مَّنۡ
orang
ءَامَنَ
beriman
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّن
orang
كَفَرَۚ
kafir
وَلَوۡ
dan jika
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
ٱقۡتَتَلُواْ
mereka saling membunuh
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يَفۡعَلُ
Dia berbuat
مَا
apa
يُرِيدُ
Dia kehendaki
تِلۡكَ
itu
ٱلرُّسُلُ
Rasul-Rasul
فَضَّلۡنَا
Kami telah lebihkan
بَعۡضَهُمۡ
sebagian mereka
عَلَىٰ
atas
بَعۡضٖۘ
sebagian lain
مِّنۡهُم
dari/diantara mereka
مَّن
orang
كَلَّمَ
berkata-kata
ٱللَّهُۖ
Allah
وَرَفَعَ
dan Dia meninggikan
بَعۡضَهُمۡ
sebagian mereka
دَرَجَٰتٖۚ
beberapa derajat
وَءَاتَيۡنَا
dan Kami berikan
عِيسَى
Isa
ٱبۡنَ
anak
مَرۡيَمَ
Maryam
ٱلۡبَيِّنَٰتِ
keterangan/mukjizat
وَأَيَّدۡنَٰهُ
dan Kami perkuat dia
بِرُوحِ
dengan Ruhul/Ruh
ٱلۡقُدُسِۗ
Qudus/suci
وَلَوۡ
dan jika
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
ٱقۡتَتَلَ
saling membunuh
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka
مِّنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُ
keterangan-keterangan
وَلَٰكِنِ
akan tetapi
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka berselisih
فَمِنۡهُم
maka diantara mereka
مَّنۡ
orang
ءَامَنَ
beriman
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّن
orang
كَفَرَۚ
kafir
وَلَوۡ
dan jika
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
ٱقۡتَتَلُواْ
mereka saling membunuh
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يَفۡعَلُ
Dia berbuat
مَا
apa
يُرِيدُ
Dia kehendaki
Terjemahan
Para rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Di antara mereka ada yang Allah berbicara (langsung) dengannya dan sebagian lagi Dia tinggikan beberapa derajat. Kami telah menganugerahkan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti yang sangat jelas (mukjizat) dan Kami memperkuat dia dengan Ruhulkudus (Jibril). Seandainya Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan saling membunuh setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Akan tetapi, mereka berselisih sehingga ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kufur. Andaikata Allah menghendaki, tidaklah mereka saling membunuh. Namun, Allah melakukan apa yang Dia kehendaki.
Tafsir
(Para rasul itu) menjadi mubtada, sedangkan khabarnya adalah (Kami lebihkan sebagian atas lainnya), yaitu dengan memberi mereka keistimewaan yang tidak diberikan kepada lainnya. (Di antara mereka ada yang diajak berbicara oleh Allah), misalnya Musa (dan sebagian ditinggikan-Nya - kedudukannya -), yakni nabi Muhammad ﷺ (beberapa tingkat) dari yang lainnya, misalnya dengan dakwahnya yang umum, mukjizat yang berlimpah dan keistimewaan yang tidak terhitung banyaknya. (Dan Kami berikan kepada Isa bin Maryam beberapa mukjizat dan Kami kuatkan ia dengan Roh Kudus), yakni Jibril yang mengiringkannya ke mana pergi. (Sekiranya Allah menghendaki) tentulah akan ditunjuki-Nya semua manusia dan (tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan orang-orang yang datang sesudah mereka), yakni sesudah para rasul itu, maksudnya ialah umat-umat mereka (sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan) disebabkan pertikaian dan saling menyesatkan di antara mereka. (Tetapi mereka bertikai) disebabkan kehendak Allah tadi, (maka di antara mereka ada yang beriman) artinya kuat dan tetap keimanannya (dan di antara mereka ada pula yang kafir) seperti orang-orang Kristen setelah Almasih. (Sekiranya Allah menghendaki tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan) sebagai pengukuhan (tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) yaitu menunjuki siapa yang disukai-Nya dan menjatuhkan orang yang dikehendaki-Nya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 253
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata langsung (dengan dia) dan sebagiannya lagi ada yang Allah tinggikan derajatnya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan; akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir.
Ayat 253
Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Allah ﷻ menceritakan bahwa Dia mengutamakan sebagian rasul-rasul atas sebagian yang lain. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain) dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (Al-Isra: 55)
Sedangkan di dalam surat ini disebutkan: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata langsung (dengan dia).” (Al-Baqarah: 253) Yang dimaksud ialah Nabi Musa dan Nabi Muhammad ﷺ, demikian pula Nabi Adam. Seperti yang disebutkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui Abu Dzar.
“Dan sebagiannya lagi ada yang Allah tinggikan derajatnya beberapa derajat.” (Al-Baqarah: 253) Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits Isra, yaitu ketika Nabi ﷺ bertemu dengan para nabi lainnya di langit sesuai dengan perbedaan kedudukan mereka di sisi Allah ﷻ.
Apabila dikatakan, apakah kaitan antara ayat di atas dengan hadits yang disebutkan di dalam kitab Shahihain melalui Abu Hurairah, yaitu sebagai berikut: Seorang lelaki dari kalangan kaum muslim bertengkar dengan seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu berkata dalam sumpah yang diucapkannya, "Tidak, demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka lelaki muslim mengangkat tangannya dan menampar wajah orang Yahudi tersebut seraya berkata, "Wahai orang yang buruk, juga atas Muhammad ﷺ?" Lelaki Yahudi datang menghadap Nabi ﷺ, lalu mengadukan perihal lelaki muslim tadi.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, karena sesungguhnya manusia itu semuanya mati di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula dibangunkan. Ternyata kujumpai Musa sedang memeluk tiang Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia terbangun sebelumku ataukah dia telah memperoleh balasannya dengan kematian (sa'iqah) ketika di Bukit Tur? Karena itu, janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi." Menurut riwayat yang lain disebutkan: “Janganlah kalian saling mengutamakan di antara para nabi.”
Maka sebagai jawabannya dapat dikatakan seperti berikut: Pertama, hal ini terjadi sebelum Nabi ﷺ mengetahui keutamaan dirinya atas para nabi lainnya. Akan tetapi, alasan ini masih perlu dipertimbangkan. Kedua, sesungguhnya hal ini sengaja dikatakan oleh Nabi ﷺ sebagai ungkapan rasa rendah dirinya. Ketiga, larangan dalam hadits ini mengandung makna tidak boleh saling mengutamakan dalam keadaan seperti itu, yakni dalam situasi pertengkaran dan persengketaan. Keempat, larangan ini mengandung pengertian tidak boleh saling mengutamakan hanya berdasarkan pendapat dan fanatisme. Kelima, manusia tidak berhak saling mengutamakan di antara para nabi, melainkan hal tersebut hanyalah hak Allah ﷻ semata. Manusia hanya diharuskan tunduk, berserah diri, dan beriman kepada-Nya.
Firman Allah ﷻ: “Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat.” (Al-Baqarah: 253)
Yang dimaksud dengan al-bayyinat ialah hujah-hujah dan dalil-dalil yang akurat yang membenarkan apa yang ia sampaikan kepada kaum Bani Israil, bahwa dia adalah hamba dan utusan Allah kepada mereka.
“Dan Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus.” (Al-Baqarah: 253)
Yakni Allah memperkuatnya dengan Malaikat Jibril a.s.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan; akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan.” (Al-Baqarah: 253)
Dengan kata lain, hal tersebut terjadi karena keputusan dan takdir Allah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Akan tetapi, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 253)
Setelah pada ayat yang lalu dijelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah salah seorang rasul yang diutus Allah, di sini dijelaskan kedudukan para rasul di sisi-Nya dan keadaan umat mereka setelah kepergian para rasul itu. Rasul-rasul yang mulia dan tinggi derajatnya yang telah Kami sebutkan itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain dengan keutamaan yang diberikan kepada mereka. Di antara mereka ada yang Allah berfirman dengannya secara langsung dan mengajaknya berbicara sesuai keagungan-Nya, seperti Nabi Musa saat berada di Tur Sina dan Nabi Muhammad saat mikraj di Sidratulmuntaha, dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat seperti Nabi Muhammad yang dibekali dengan ajaran yang bersifat universal. Dan Kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat yang menjadi bukti kebenaran risalah yang ia bawa, seperti menyembuhkan anak yang terlahir buta, orang yang menderita penyakit belang; menghidupkan orang yang sudah mati, dan sebagainya; semua atas izin Allah. Dan Kami perkuat dia dengan Rohulkudus, yaitu Jibril yang selalu berada mendampingi dan memberinya dukungan hingga ia diangkat oleh Allah ke langit.
Para rasul itu datang dengan membawa petunjuk, agama kebenaran, dan beberapa penjelasan. Maka, sudah semestinya semua manusia beriman, tidak berselisih dan saling memerangi. Tetapi kalau Allah menghendaki, niscaya orang-orang yang datang setelah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, bertengkar, mengutuk dan berkelahi sebagai puncak perselisihan mereka. Yang lebih buruk lagi, perselisihan mereka justru terjadi setelah bukti-bukti nyata sampai kepada mereka. Bukti-bukti itu mereka putar-balikkan dan disalahpahami, tetapi Allah tidak menghendaki sehingga mereka berselisih dan perselisihan itu mengantar mereka ke dalam pertengkaran, saling mengutuk, berkelahi dan/atau saling membunuh. Maka, dari perselisihan itu juga mengakibatkan ada di antara mereka yang beriman dan ada pula yang kafir. Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka umat para rasul itu berbunuh-bunuhan setelah terjadi perselisihan sesama mereka. Demikianlah, kalau menghendaki, tidak terjadi perselisihan itu, tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya sesuai hikmah dan kebijaksanaan-NyaWahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya serta mengikuti petunjuknya! Infakkanlah dengan mengeluarkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, baik dalam bentuk yang wajib seperti zakat maupun infak yang bersifat sunah. Bersegeralah sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli yang mendatangkan keuntungan, atau seseorang dapat membeli dirinya dengan sejumlah harta yang ia bayarkan sebagai tebusan agar dirinya tidak mendapat siksa Tuhan pada hari kiamat, ketika tidak ada lagi persahabatan yang memungkinkan seseorang membantu walau persahabatan itu sangat dekat yang dapat menyelamatkan dari azab Allah. Kalau sahabat yang sangat akrab saja tidak bisa, apalagi sahabat biasa. Dan pada hari itu tidak ada lagi syafaat pertolongan dari seseorang yang dapat meringankan azab kecuali dari orang-orang yang mendapat izin dan rida dari Allah. Orang-orang kafir itulah orang yang zalim dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah, sebab mereka tidak menyambut baik seruan kebenaran.
.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa di antara para rasul ada yang mendapat kesempatan berbicara langsung dengan Allah tanpa perantaraan malaikat Jibril. Rasul yang dimaksud di sini ialah Nabi Musa a.s. Beliau berbicara langsung dengan Allah ﷻ Pengalaman ini tidak pernah dialami oleh rasul-rasul yang lain. Oleh sebab itu Nabi Musa a.s. disebut "Kalimullah", yang berarti, "Nabi yang diajak berbicara langsung oleh Allah swt".36)
Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Nabi Isa telah diberi bermacam-macam mukjizat yang tidak diberikan kepada yang lain, misalnya: Nabi Isa telah dapat berbicara ketika dia masih berada dalam buaian; dapat menghidupkan kembali orang yang telah mati, serta menyembuhkan orang buta dan orang yang ditimpa penyakit sopak, dengan izin Allah. Allah menyokongnya pula dengan Rohulkudus, yaitu malaikat Jibril, di samping dia sendiri mempunyai jiwa yang murni.
Akhirnya Nabi Muhammad ﷺ diberi derajat yang lebih tinggi daripada rasul-rasul sebelumnya, yaitu: beliau dinyatakan sebagai nabi dan rasul Allah yang terakhir, untuk seluruh umat manusia, sedang rasul-rasul yang lain hanya diutus untuk kaumnya saja. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad berlaku untuk seluruh umat sampai akhir zaman. Al-Qur'an yang diterimanya, selain menjadi petunjuk bagi umat manusia, juga merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad, yang tidak tertandingi sepanjang masa.
Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan keadaan umat manusia sepeninggal rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Pada umumnya, ketika rasul-rasul itu masih hidup, umatnya dapat bersatu padu, akan tetapi sepeninggal rasul mereka berselisih dan bertengkar, bahkan ada yang saling membunuh. Perbedaan paham dalam masalah agama mendorong mereka untuk saling mencaci, bahkan saling mengafirkan. Kefanatikan mereka terhadap suatu mazhab atau seorang imam menyebabkan mereka tidak mau menerima kebenaran yang dikemukakan oleh golongan lain.
Berbagai perselisihan itu terjadi, padahal mereka sudah mendapatkan berbagai keterangan yang nyata, dan mereka masih terus berselisih, sehingga sebagiannya beriman dan yang lainnya kafir. Andaikata Allah menghendaki agar manusia tidak berselisih dan tidak bermusuhan atau berbunuhan, niscaya Allah kuasa berbuat demikian. Jika Allah berbuat semacam itu tentulah manusia akan menjadi baik semuanya, dan dunia ini akan tenteram dari perselisihan-perselisihan antara manusia.
Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya, berdasarkan kepada hikmah dan pengetahuan yang maha tinggi. Allah memberi manusia tabiat, pikiran, perasaan dan kemauan, agar manusia itu dapat berpikir dan berbuat lebih baik dari makhluk-makhluk yang lain di bumi ini, agar mereka berpikir tentang kekuasaan Allah. Apabila manusia menggunakan pikiran dan perasaannya dengan sebaik-baiknya, niscaya mereka akan melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah dimana-mana, sebab alam yang terbentang luas ini adalah tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya dan semuanya itu adalah ciptaan-Nya.
Allah mengaruniakan agama kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, untuk menuntun akal manusia ke jalan yang benar. Sebab kemampuan akal manusia itu terbatas, apalagi mengenai masalah-masalah yang gaib atau abstrak, seperti sifat-sifat Allah, hal ihwal hari kemudian dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi perselisihan pendapat antara mereka, maka mereka dapat menyelesaikannya dengan petunjuk dari agama tersebut.
Perbedaan pendapat yang terjadi di antara manusia adalah wajar. Tetapi perbedaan pendapat ini tidak boleh menimbulkan permusuhan yang menyebabkan mereka saling membunuh.
Sejarah telah menunjukkan bahwa kaum Yahudi sepeninggal Nabi Musa telah berselisih dan berpecah-belah. Demikian pula yang terjadi pada umat Nasrani sepeninggal Nabi Isa sampai masa sekarang ini. Antara berbagai golongan Nasrani sendiri terjadi pertengkaran yang berlarut-larut, saling menyerang dan saling membunuh. Golongan yang satu tidak mau beribadah di tempat peribadatan golongan lain, walaupun mereka seagama.
Umat Islam pun tak luput dari perpecahan, padahal ketika Nabi Muhammad masih hidup, mereka telah menjadi umat yang bersatu-padu, dan mempunyai potensi yang besar dalam pembentukan masyarakat yang hidup rukun dan saling menolong. Tetapi kemudian mereka jadi terkotak-kotak, karena adanya perbedaan paham, ditambah dengan fanatisme mazhab dan golongan, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah; mereka menjadi umat yang terbelakang, dengan perekonomian yang lemah; serta menjadi bulan-bulanan umat lain. Padahal Allah telah memberikan petunjuk dalam Al-Qur'an:
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (an-Nisa'/4:59).
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JUZ 3
Ayat 253
“Rasul-rasul itu, kami lebihkan sebagian meneka dari yang sebagian."
Macam-macamlah kelebihan rasul-rasul itu dijadikan oleh Tuhan, sehingga tidaklah sama keadaan mereka sebab tidak pula sama keadaan umat yang mereka hadapi.
Seumpama Dawud dan Sulaiman itu dilebihkan Tuhan mereka dengan menjadi raja, sedangkan nabi-nabi yang lain tidak ada yang menjadi raja. Nabi Nuh dilebihkan dengan panjang usianya, Nabi Musa dilebihkan dengan tongkatnya, Nabi Ibrahim dilebihkan dengan perkembangan keturunannya, dan sebagainya. Martabat mereka itu pun dilebihkan pula yang sebagian dari yang sebagian.
“Di antara mereka ada yang berkata-kata Allah kepadanya." Sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur'an, yaitu Nabi Musa a.s. Demikian juga Nabi kita Muhammad ﷺ ketika beliau dipanggil berkata-kata juga Allah terhadapnya. Namun, tidaklah dapat kita mengkaji lebih dalam bagaimana cara berkata-kata itu sebab sudah mengenai hal yang gaib. Dapatlah dibaca pada surah asy-Syura: 51 bahwasanya Allah Ta'aala menyampaikan titah kepada rasul-rasul-Nya itu tidak lebih dari tiga cara, pertama dengan menurunkan wahyu, kedua dari belakang dinding (hijab), ketiga dengan mengutus malaikat.
Menurut pendapat setengah ahli tafsir, Ta'ala bercakap dengan rasul-Nya, yaitu dengan Musa dan Muhammad ﷺ, itu dengan cara yang kedua, yaitu dari belakang dinding (hijab), sebab ketika beliau kembali dari Mi'raj, Abu Dzar bertanya adakah dia dapat melihat Allah, beliau menjawab tidak dapat dia melihat Tuhan karena didinding oleh Nur belaka, Nur yang berlapis-lapis, bahkan jibril utusan istimewa Ilahi tidak dapat melihat Allah tersebab dinding Nur itu juga.
Lalu dilanjutkan bunyi ayat, “Dan Dia tinggikan derajat setengah mereka." Sebagaimana derajat yang telah dicapai oleh nabi kita Muhammad ﷺ sebagai penutup dari sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul, dipanggil mi'raj ke tempat yang tertinggi dan pulang kembali dengan selamat. Dalam hal membangun cita-citanya di dunia ini pun dilebih ditinggikan derajatnya. Dia berpindah dari Mekah ke Madinah dan sebelum dia meninggal sempat juga beliau merebut negeri Mekah itu kembali. Adapun Nabi Musa setelah menyeberangkan Bani Israil dari Mesir ke tanah yang dijanjikan, beliau telah meninggal sebelum Bani Israil dapat dibawanya ke negeri yang dijanjikan itu. Nabi Isa al-Masih tidak kuat menentang kekuasaan bangsa Romawi sehingga dengan halus beliau berkata, “Berikanlah hak Allah kepada Allah dan hak Kaisar kepada Kaisar." Adapun Nabi Muhammad ﷺ meninggalkan kekuasaan yang nyata, menurut istilah sekarang de facto dan de jure, yang sebelum di-kebumikan jenazah beliau, sebelum diangkat pengganti beliau dalam pimpinan kekuasaan duniawi untuk menegakkan perintah Allah, bahkan belum sampai dua puluh tahun setelah beliau wafat, khalifah-khalifah beliau telah dapat menundukkan dua buah kerajaan besar pada masa itu, yaitu kerajaan Romawi dan kerajaan Persia,
“Dan telah Kami berikan beberapa keterangan kepada Isa anak Maryam dan Kami sokong dia dengan Ruhul Qudus." Diri beliau sendiri adalah sebagaimana keterangan yang hidup dari kebesaran dan kekuasaan Allah, sebab lahirnya ke dunia tidak menuruti jalan biasa itu.
Maka, berikut keterangan-keterangan yang lain, sebagaimana menyembuhkan orang sakit, menyalangkan mata orang yang telah buta, bahkan menghidupkan orang yang baru saja meninggal dunia. Semuanya dengan izin Allah. Dan, Isa al-Masih itu disokong oleh Ruhul Qudus, yaitu Ruh yang suci sebagaimana tersebut juga di dalam surah an-Nahl (lebah), surah ke-16, ayat 102, bahwa Nabi kita Muhammad saw, pun disokong dengan Ruhul Qudus, Ruh yang suci, bahkan segala rasul disokong dengan Ruh yang suci. Maka, bagi kita pemeluk Islam, Ruh yang suri itu bukanlah sebagian dari tiga Tuhan, melainkan makhluk yang diciptakan Allah jua adanya.
Demikianlah di antara banyak rasul Allah, tiga orang rasul utama telah diisyaratkan Allah dalam ayat ini, yaitu Musa yang telah diajak Allah bercakap, Muhammad yang mencapai derajat tertinggi, dan Isa al-Masih yang membawa banyak keterangan. Bagaimana pun kenyataan perselisihan di antara pengikut ketiga rasul itu, tetapi ketiga ajaran beliau telah menuntun pertumbuhan ruhaniah dalam alam dunia ini. Pada ayat ini Allah jelaskan bahwa Dia melebihkan sebagian rasul dari yang sebagian, tetapi kepada kita manusia tidaklah di-suruhkan supaya melebihkan seorang rasul dan mengurangkan martabat yang lain,
Pada lanjutan ayat, berfirmanlah Allah, “Dan kalau Allah menghendaki tidaklah ber-bunuh-bunuhan orang-orang yang sesudah mereka, akan tetapi mereka telah berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan itu."
Ayat ini menerangkan suatu kenyataan yang selalu kita saksikan, baik dalam sejarah yang telah lalu maupun sejarah zaman sekarang atau selanjutnya, yaitu bahwa petunjuk Allah telah datang. Kita selalu mengharap bahwa Allah itu akan membawa persatuan umat manusia sebab sumbernya hanya dari satu tempat, yaitu Allah. Ajaran sekalian rasul itu, kalau digali-gali sampai kepada hakikatnya, hanyalah ajaran yang satu juga. Kita ambil isi kitab-kitab suci, sejak dari Taurat, Mazmur atau Zabur, Injil, sampai pada Al-Qur'an, diambil sarinya, akan bertemu hanya satu ajaran, yaitu tentang adanya yang Mahakuasa. Sebab itu, kalau Allah menghendaki, tidaklah akan terjadi herbunuh-bunuhan karena perbedaan agama. Meskipun misalnya berbagai nama yang diberikan Allah itu, ada yang menyebutnya Yehovah, Aloha, Brahman, atau Allah atau Tuhan, isi hati ketika mengucapkannya hanyalah satu, yaitu mengungkapkan tentang Zat Yang Mahakuasa. Namun, bagaimana dalam kenyataan? Di dalam segala agama terdapat kejadian yang sama. Sesudah rasul-rasul meninggal, terjadilah perselisihan, bahkan sampai berbunuh-bunuhan.
Berkelahi, berperang, pertumpahan darah, baik di antara agama dengan agama maupun di antara pengikut satu agama. Di dalam sejarah agama Kristen kita dapati bahwa belum seratus tahun Nabi Isa al-Masih wafat, telah terjadi perpecahan Kristen yang amat hebat sehingga terbagi-bagi dan terpecah, satu madzhab atau sekte memerangi atau memusuhi sekte yang lain, padahal semuanya itu terjadi setelah mereka mendapat keterangan. Bahkan sebelum pemberontakan kaum Kristen Protestan di bawah pimpinan Luther terhadap Gereja Katolik di bawah kuasa Paus, lama sebelum itu, bahkan sebelum lahir lagi Nabi Muhammad, telah terpecah menjadi Gereja Kerajaan Roma, Gereja Yacobin, dan Gereja Nestourian, Gereja Timur dan Gereja Barat. Di zaman sekarang ini pun dalam kalangan Protestan sendiri telah terpecah tidak kurang menjadi dua ratus sekte, yang satu mengafirkan yang lain, yang satu mengatakan bahwa gereja merekalah yang paling benar di sisi Tuhan.
Demikianlah sejarah telah membuktikan bunyi ayat ini bahwasanya setelah datang keterangan-keterangan Allah dengan sejelas-jelasnya, timbullah perselisihan, yaitu satu hal yang pada pendapat kita sepintas lalu tidak mestinya terjadi. Maka, datanglah lanjutan ayat,
“Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Dengan bunyi ayat ini jelas bahwa jika Allah menghendaki, niscaya mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, terseliplah satu paham bahwa berbunuh-bunuhan, huru-hara yang timbul dari benci-membenci, tidaklah disukai oleh manusia dan tidak pula disukai tentunya oleh Allah. Siapa pula orang yang senang terhadap keadaan yang selalu rusuh? Namun, mengapa di ujung ayat Allah mengatakan bahwa Allah berbuat sekehendak-Nya? Adakah di dalam ayat ini suatu hal yang akan membawa kita kepada paham Jabariyah, yaitu menyerahkan segala sesuatu kepada takdir belaka sehingga kita tidak berikhtiar lagi?
Ayat 254
“Wahai, orang-orang yang beriman! Belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami karuniakan kepada kamu, sebelum datang kepada kamu suatu hari yang tidak ada perdagangan padanya."
Terhadap kebenaran, manusia tidak sama, ada yang beriman dan ada yang kafir. Selisih paham akan hilang dari dunia ini, demikian telah ditentukan oleh Allah. Maka, kamu yang telah mengakui beriman, apakah kewajiban kamu kalau begitu? Cukupkah kalau kamu hanya mengaku beriman, tetapi tidak mau membelanjakan harta benda yang telah dianugerahkan Allah buat menegakkan jalan Allah? Cukupkah imanmu itu hanya pengakuan mulut, tetapi peti simpanan uang kamu, kamu tutup rapat dan tidak boleh isinya dikeluarkan? Kalau demikian sikap di dalam pengakuan iman, pastilah kamu akan kalah di dalam perlombaan hidup dan dalam perlombaan menegakkan keyakinan. Kalau cahaya agamamu menjadi muram dan guram oleh karena kebakhilan kamu, apakah yang akan terjadi? Betapapun sucinya citamu, pastilah kamu akan kalah. Kalau kehendak agamamu tidak berjalan, yang bertanggung jawab adalah kamu sendiri. Di hadapan Allah di Hari Kiamat pertanggungjawaban itu mesti dijalankan. Sampai di akhirat kelak tidak ada lagi perdagangan. Tidak ada lagi jual beli. Uang, kekayaan, pengaruh yang besar selama di dunia, tidaklah dapat dipergunakan di akhirat untuk membeli ampunan Allah atas kesalahan yang diperbuat di kala hidup."Dan tidak ada persahabatan dan tidak ada syafaat!' Misalnya, meskipun engkau bersahabat karib dengan seorang yang besar dalam hal agama, misalnya seorang alim, tidaklah sahabat itu dapat menolongmu di waktu itu. Syafaat pun tidak, yaitu mengharapkan pengaruh dari seseorang di sisi Allah supaya Allah meringankan adzab atas diri yang bersalah. Untuk menghindarkan bahaya di akhirat itu, lain tidak hanyalah keinsafan sekarang. Harta benda yang telah dikaruniakan Allah kepada kita, kalau kita telah mengaku beriman, janganlah disangka kepunyaan sendiri. Dahulu, dia tidak ada pada kita, dan kalau kita mati, dia pun bukan kita yang menguasai lagi. Bahkan, sedang dalam tangan pun bisa dicabut Allah. Mengapa tidak dipergunakan untuk membangun kebajikan di dunia, padahal diri mengaku beriman?
“Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim."
(ujung ayat 254)