Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقُل
dan katakanlah
رَّبِّ
ya Tuhanku
أَدۡخِلۡنِي
masukanlah aku
مُدۡخَلَ
tempat masuk
صِدۡقٖ
benar
وَأَخۡرِجۡنِي
dan keluarkanlah aku
مُخۡرَجَ
tempat keluar
صِدۡقٖ
benar
وَٱجۡعَل
dan jadikanlah
لِّي
bagiku
مِن
dari
لَّدُنكَ
sisi-Mu
سُلۡطَٰنٗا
kekuasaan
نَّصِيرٗا
penolong
وَقُل
dan katakanlah
رَّبِّ
ya Tuhanku
أَدۡخِلۡنِي
masukanlah aku
مُدۡخَلَ
tempat masuk
صِدۡقٖ
benar
وَأَخۡرِجۡنِي
dan keluarkanlah aku
مُخۡرَجَ
tempat keluar
صِدۡقٖ
benar
وَٱجۡعَل
dan jadikanlah
لِّي
bagiku
مِن
dari
لَّدُنكَ
sisi-Mu
سُلۡطَٰنٗا
kekuasaan
نَّصِيرٗا
penolong
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Ya Tuhanku, masukkan aku (ke tempat dan keadaan apa saja) dengan cara yang benar, keluarkan (pula) aku dengan cara yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(-ku).
Tafsir
(Dan katakanlah, "Ya Rabbku! Masukkanlah aku) ke Madinah (dengan cara yang baik) yakni dengan cara memasukkan yang disukai di mana aku tidak melihat sewaktu masuk hal-hal yang tidak aku sukai (dan keluarkanlah aku) dari Mekah (dengan cara yang baik) dengan cara mengeluarkan yang membuat hatiku tidak berpaling lagi kepadanya (dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.") kekuatan yang dapat membantuku untuk dapat mengalahkan musuh-musuh-Mu.
Tafsir Surat Al-Isra: 80-81
Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." Dan katakanlah, "Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus ibnu Abu Zabyan, dari ayahnya, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Nabi ﷺ berada di Mekah, lalu diperintahkan untuk berhijrah.
Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (Al-Isra: 80) Imam Turmuzi menilai bahwa hadis ini hasan sahih. Al-Hasan Al-Basri di dalam tafsir ayat ini mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang kafir Mekah saat mereka sepakat di antara sesamanya untuk membunuh Nabi ﷺ atau mengusirnya atau mengikatnya, dan Allah berkehendak untuk memerangi ahli Mekah, maka Dia memerintahkan kepada RasulNya untuk berhijrah ke Madinah, yang antara lain Allah ﷻ berfirman: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. (Al-Isra: 80), hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan bahwa firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar." (Al-Isra: 80) Yang dimaksud adalah kota Madinah. dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. (Al-Isra: 80) Yang dimaksud ialah Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Pendapat inilah yang paling terkenal. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: masukkanlah aku secara masuk yang benar. (Al-Isra: 80) Bahwa yang dimaksud ialah mati. dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. (Al-Isra: 80) Maksudnya adalah kehidupan sesudah mati. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah hal-hal yang lain, tetapi pendapat yang paling sahih ialah pendapat pertama, yaitu pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah ﷻ: dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (Al-Isra: 80) Al-Hasan Al-Basri dalam tafsir ayat ini mengatakan, Allah menjanjikan kepada Nabi ﷺ bahwa Dia benar-benar akan mencabut Kerajaan Persia dan kejayaannya, dan Dia benar-benar akan memberikan hal itu kepadanya. Allah juga benar-benar akan mencabut Kerajaan Rumawi dan kejayaannya, lalu Dia memberikannya kepada beliau. Qatadah mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat inisesungguhnya Nabi ﷺ menyadari bahwa dia tidak mempunyai kekuatan untuk mengemban tugas ini kecuali dengan kekuasaan. Maka beliau memohon kekuasaan yang menolong kepada Allah untuk membela Kitabullah, batasan-batasan Allah, hal-hal yang difardukan Allah, dan untuk menegakkan agama Allah; karena sesungguhnya kekuasaan itu adalah rahmat dari Allah yang Dia jadikan di kalangan hamba-hamba-Nya.
Seandainya tidak ada kekuasaan ini, tentulah sebagian dari mereka menyerang sebagian yang lainnya, dan yang terkuat di antara mereka akan memakan yang lemah dari mereka. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kekuasaan yang menolong. (Al-Isra: 80) Yakni bukti yang jelas. Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah; dan pendapat inilah yang terkuat, karena sesungguhnya merupakan suatu keharusan bagi perkara yang hak mengalahkan semua orang yang menentang dan bersikap oposisi terhadapnya.
Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti. (Al-Hadid: 25) sampai dengan firman-Nya: Dan Kami ciptakan besi. (Al-Hadid: 25), hingga akhir ayat. Di dalam sebuah hadis disebutkan: Sesungguhnya Allah benar-benar mencegah (perbuatan dosa) melalui kekuasaan hal-hal yang tidak dapat dicegah melalui Al-Qur'an. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sesungguhnya berkat kekuasaan (pemerintahan) dapat dicegah banyak perbuatan keji dan dosa-dosa yang tidak dapat dicegah melalui Al-Qur'an di kalangan orang banyak, mengingat peringatan dan ancaman yang keras bagi para pelanggarnya benar-benar dilaksanakan, dan memang demikianlah kenyataannya.
Firman Allah ﷻ: Dan katakanlah, "Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. (Al-Isra: 81), hingga akhir ayat. Di dalam makna ayat ini terkandung ancaman dan peringatan yang ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy, bahwa sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara hak dari Allah yang tiada keraguan di dalamnya serta tidak pernah mereka kenal sebelumnya, yaitu Al-Qur'an, iman, dan ilmu yang bermanfaat.
Dan lenyaplah kebatilan itu, yakni surut dan binasalah kebatilan itu; karena sesungguhnya hal yang batil itu tidak akan dapat bertahan dan tidak dapat kekal bersama dengan adanya perkara yang hak. Di dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya: Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. (Al-Anbiya: 18) Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Abu Ma'mar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ memasuki Mekah (pada hari kemenangan atas kota Mekah), sedangkan di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala, maka Rasulullah ﷺ merobohkannya dengan tongkat yang ada di tanganya seraya mengucapkan firman-Nya: Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Al-Isra: 81) Perkara yang hak telah datang, dan perkara batil pasti tidak akan muncul dan tidak akan kembali lagi. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di lain tempat; begitu pula Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai, semuanya meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ibnu Abu Nujaih dengan sanad yang sama. Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepada kami Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa kami masuk Mekah (di hari kemenangan atas kota Mekah) bersama dengan Rasulullah ﷺ, sedangkan di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala yang disembah oleh mereka selain Allah. Rasulullah ﷺ memerintahkan agar berhala-berhala itu dirobohkan. Maka semua berhala dirobohkan dengan kepala di bawah hingga hancur, dan Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: Yang benar telah datang, dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Al-Isra: 81)"
Dan katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Ya Tuhanku, masukkan
aku ke tempat masuk yang benar dan dengan cara yang benar, baik dalam
urusan dunia maupun akhirat, dan keluarkan pula aku ke tempat keluar
yang benar dan dengan cara yang benar pula, baik dalam urusan dunia
maupun akhirat, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang
dapat menolongku menghadapi orang yang memusuhiku. Ayat ini berkaitan dengan hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah. Di dalamnya terkandung perintah agar Nabi memohon kepada Allah agar memasuki Madinah dengan cara yang benar, dan keluar dari Mekah dengan cara yang
benar pula. Ada juga yang menafsirkan agar kita memasuki kubur dengan baik dan keluar darinya pada hari berbangkit dengan baik pula. Dan katakanlah wahai Nabi Muhammad, Kebenaran, yaitu agama
yang mengajarkan tauhid kepada Allah telah datang, dan yang batil,
yaitu kemusyrikan dan kekufuran kepada Allah telah lenyap. Sungguh,
yang batil itu pasti lenyap, tidak dapat bertahan lama di muka bumi.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi berada di Mekah, lalu diperintahkan Allah untuk hijrah. Maka turunlah ayat ini.
Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agar mengucap-kan doa yang tersebut dalam ayat ini, yang maksudnya "Wahai Tuhanku, masukkanlah aku ke tempat yang Engkau kehendaki, baik di dunia maupun di akhirat, dan tempatkan aku ke tempat yang Engkau kehendaki, baik di dunia maupun di akhirat."
Di antara contoh masuknya Rasulullah ke suatu tempat dengan benar ialah beliau dan para sahabat memasuki kota Medinah sebagai orang-orang yang hijrah dari Mekah, memasuki kota Mekah di waktu penaklukan kota itu, masuk kubur setelah mati, dan memasuki tempat yang diridai Allah, seperti masuk masjid, rumah sendiri, rumah sahabat, dan kenalan setelah minta izin darinya, dan sebagainya. Keluar dari semua tempat yang dikehendaki Allah, seperti keluar dari kota Mekah waktu hijrah, keluar dari kubur waktu hari kebangkitan, atau keluar dari semua tempat yang dikehendaki Allah, seperti kota-kota yang menjadi tempat melakukan perbuatan maksiat dan sebagainya.
Allah ﷻ juga memerintahkan kepada Nabi agar berdoa kepada-Nya supaya dijadikan orang yang menguasai hujah dan alasan yang dapat diterima dan ketika berdakwah, dapat memuaskan orang-orang yang mendengarkannya sehingga bertambah kuat imannya. Jika yang mendengar orang kafir, hati mereka menjadi lunak dan mau masuk Islam. Sebagai jawaban terhadap doa Nabi Muhammad itu, Allah menerangkan bahwa Dia memelihara Nabi dari segala macam tipu daya manusia dan akan me-menangkannya terhadap orang-orang kafir, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (al-Ma'idah/5: 67).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 78
“Dirikanlah shalat setelah tergelincir Matahari, sampai ke gelap gulita malam dan bacaan Shubuh."
Tegasnya dirikanlah shalat lima waktu. Dirikanlah shalat sejak tergelincir matahari dari pertengahan siang, yaitu permulaan waktu Zhuhur, dan matahari itu setelah tergelincir di tengah hari dari pertengahan siang akan terus condong ke barat sampai dia terbenam. Oleh sebab itu dalam kata tergelincir matahari termasuklah Zhuhur dan Ashar; sampai ke ge-lap-gulita malam. Artinya, apabila matahari telah terbenam ke ufuk barat, artinya mulailah hari malam, dan di permulaan malam itu datanglah waktu Maghrib. Bertambah matahari terbenam ke balik bumi hilang-lah syafaq yang merah, yaitu garis merah di ujung langit sebelah barat sejak matahari terbenam, dan garis merah itu pun hilanglah bila matahari bertambah terbenam tersorok ke balik belahan bumi, maka masuklah Isya.
Sebab itu berkatalah Imam Malik di dalam kitab al-Muwaththa, “Apabila syafaq merah itu tak ada lagi, keluarlah engkau dari waktu Maghrib dan masuk-lah ke dalam waktu Isya." Kemudian disebutkanlah Qur'anul fajri, yang arti harfiahnya ialah Qur'an di waktu fajar, tetapi tafsirnya ialah shalat Shubuh.
Mengapa shalat Shubuh itu disebut Qur-‘anul fajri, sedang waktu yang lainnya tidak? Tafsir mengatakan karena di waktu Shubuh hening pagi itu dianjurkan membaca ayat-ayat Al-Qur'an agak panjang daripada di waktu yang lain.
Dengan pemakaian kata Qur'an untuk shalat Shubuh ini dapat pula dipahamkan bahwa yang shalat itu ialah bacaan. Itu sebabnya maka menjadi perbincangan yang panjang lebar di kalangan ulama tentang bacaan dalam shalat itu, terutama tentang membaca al-Faatihah. Jumhur ulama mengatakan wajib bagi Imam ataupun orang yang shalat sendirian (fard) membaca al-Faatihah di tiap-tiap rakaat. Yang berpendapat begini ialah Imam Malik dan salah satu dari Imam asy-Syafi'i dan ada juga ulama yang mengatakan yang wajib hanya pada separuh shalat, tetapi qaul ini termasuk yang lemah.
Hadits yang terkenal tentang wajibnya membaca al-Faatihah itu ialah,
“Tidak ada shalat kecuali dengan Fatihatil-Kitab."
Keterangan tentang bacaan al-Faatihah ini telah kita uraikan panjang lebar seketika me-nafsirkan surah al-Faatihah pada Tafsir Juz 1. Kemudian tersebutlah pada lanjutan ayat,
“Sesungguhnya bacaan Shubuh itu adalah disaksikan"
Supaya lebih jelas apa maksudnya disaksikan itu perhatikanlah sebuah hadits,
“Dari Abu Hurairah moga-moga keridhaan Allah atas dirinya berkata dia, berkata Rasulullah ﷺ: ‘Kelebihan shalat berjamaah atas shalat seorang diri duapuluh lima derajat; dan berkumpul malaikat malam dan malaikat siang pada waktu shalat Shubuh.'" (HR Bukhari)
Dan banyaklah pula terdapat hadits yang lain, menyatakan bahwa pada waktu Shubuh itu datanglah waktu bergiliran di antara malaikat pengawal siang yang baru datang, berkumpul dengan malaikat-malaikat pengawal malam yang akan pergi, laksana pergantian aplusan piket-piket tentara layaknya.
Maka melaporlah malaikat pengawal malam itu kepada Allah ketika Allah menanyakan bagaimana engkau tinggalkan hambaku? Bahwa kami tinggalkan mereka itu di dalam shalat menyembah dan memuja Engkau, Ilahi. Dan disebutkan juga bahwa di waktu Ashar pun demikian pula halnya; malaikat penjaga siang menunggu kedatangan malaikat penjaga malam. Setelah mereka berkumpul maka yang selesai menjaga siang naik ke langit dan penjaga malam bertugas sampai Shubuh pula.
Teguhkanlah hati dengan mengerjakan shalat lima waktu. Dan shalat yang ditentukan waktunya 5 kali sehari semalam itu memang sudah diturunkan di Mekah, dengan adanya Isra' dan Mi'raj.
TAHAJJUD
Di samping shalat lima waktu itu perteguh dan perkuat lagi pribadimu dengan shalat tahajjud,
Ayat 79
“Dan di sebagian malam hendaklah engkau bangun (tahajjud) sebagai tambahan untukmu."
Itulah yang dinamai shalat tahajjud. Tahajjud artinya ialah bangun dari tidur, lalu dijadikan nama dari shalat malam. Abdullah bin Umar menjelaskan bahwa shalat tahajjud itu ialah tidur dahulu, baru bangun, ambil wudhu dan shalat. Nafilatan laka, kita artikan tambahan untuk mu! Ulama-ulama mengartikan nafilah di sini sebagai kewajiban tambahan yang khas buat Nabi ﷺ, Artinya selain dari yang lima waktu bagi beliau sendiri bertambah satu kewajiban lagi, yaitu shalat tahajjud. Yang berpendapat begini ialah Ibnu Abbas menurut riwayat al-Aufi, demikian juga salah satu pendapat dari Imam Sya.fi'i, dan pendirian begini pula yang dipilih oleh Ibnu
Jarir. Dan memang beliau ﷺ melakukannya dengan tidur terlebih dahulu.
Tersebut di dalam sebuah hadits,
“Dari Abu Hurairah moga-moga ridha Allah baginya, dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau ditanyai orang: “Apakah shalat yang lebih utama (afdhal) sesudah shalat yang lima waktui" Beliau menjawab, “Shalat malam." (HR Muslim)
Lanjutan ayat,
“Moga-moga Tuhan engkau akan membangkitkan engkau ke suatu tempat yang terpuji."
Apakah yang dikatakan tempat yang terpuji, atau maqam yang mahmud? Menurut seorang sahabat Rasulullah ﷺ, Huzaifah bin al-Yaman, maqam yang mahmud, atau tempat yang terpuji ialah karena memberi syafaat kepada manusia di hari Kiamat kelak.
Tersebut dalam sebuah kabar,
“Dari Ibnu Umar moga-moga ridha Allah terhadapnya sesungguhnya di hari Kiamat itu kelak manusia akan berbondong-bondong, tiap-tiap umat akan mengikuti nabinya. Mereka berkata: “Ya Nabi Fulan! Beri syafaatlah kami sehingga sampailah permintaan syafaat itu kepada Nabi kita shallallahuwasallam. Maka di hari itulah Allah akan membangkitkan maqam yang mah-mud (tempat yang terpuji) itu." (HR Bukhari)
Tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim, yang diterima dari Anas bin Malik moga-moga ridha Allah terhadapnya bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila telah terjadi hari Kiamat berbondong-bondonglah setengah manusia atas yang setengah, maka datanglah mereka kepada Adam, lalu mereka berkata, “Beri syafaatlah untuk anak-cucumu." Lalu Adam menjawab, “Aku tidak bisa, tetapi kepada Ibrahim atasnyalah salam-sesungguhnya dia itu adalah Khalil Allah." Maka mereka itu pun datanglah kepada Ibrahim. Beliau pun berkata, “Saya tidak bisa tetapi pergilah kalian kepada Musa, karena sesungguhnya dia itu adalah Kalim Allah." Mereka pun pergilah kepada Musa. Musa pun mengatakan, “Aku tidak bisa! Tetapi pergilah kalian kepada Isa atasnyalah salam, karena dia adalah Ruh Allah dan kalimat-Nya!" Mereka pun pergi pula kepada Isa. Lalu kata Isa, “Saya pun tidak bisa! Kalian pergilah kepada Muhammad ﷺ. Maka pergilah mereka kepada Muhammad ﷺ, lalu berkatalah beliau, “Analaha!" artinya “Memang tugas akulah itu!"
Menurut sebuah hadits pula yang dirawi-kan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, pernah ditanyakan orang langsung kepada Rasulullah ﷺ tentang maksud maqam yang mahmud itu. Lalu beliau jawab, “Maqaman Mahmudan ialah syafaat. Dan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits yang dirawikannya dari Abu Hurairah itu adalah hasan dan shahih.
Adalah ulama-ulama tafsir menafsirkan bahwa berkat syafaat Rasulullah ﷺ dengan maqaman mahmudan itu, Allah dapat meringankan hukuman bagi orang yang terhukum. Ibaratnya adalah seperti di dunia ini juga, bahwa undang-undang hukum berlaku sebagaimana mestinya, tetapi Allah berhak memberi karunia ampun bagi barangsiapa yang dikehendaki-Nya, karena permohonan dari hamba-Nya yang dikasihi-Nya, Muhammad ﷺ Dan menilik kepada hadits-hadits tentang syafaat ini, bahwa yang diberi syafaat bukan saja umat Muhammad, tetapi seluruh umat manusia.
Dan ahli tafsir pun mengatakan bahwa maqaman mahmudan atau tempat yang terpuji itu dapat tercapai karena pada tengah malam yang hening sepi itu Nabi ﷺ telah dapat mengheningkan ciptanya terhadap Allah, dan bertambah dekatlah hubungannya dengan Allah. Sedangkan kita umatnya ini dianjurkan oleh Nabi ﷺ supaya melakukan juga tahajjud itu, bangun menyentak dari tidur sepertiga malam. Dikatakan oleh Rasulullah bahwa pada penghabisan malam itu Allah turun ke langit dunia untuk mendengarkan kalau ada hambanya yang meminta tobat, akan diberinya tobat. Kalau ada yang meminta ampun, akan diberinya ampun. Dengan demikian bertambah naiklah martabat jiwa umat tadi; sampai tercapai maqam yang mahmud. Sedangkan buat umat begitu, apatah lagi keistimewaan terhadap Rasulullah ﷺ sendiri.
Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ.
“Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, Barangsiapa yang bila mendengar seruan (adzan) menyebut, “Ya Allah, Tuhan dari seruan yang sempurna dan shalat yang berdiri ini, berikanlah kepada Muhammad ﷺ wasilah dan fadhilah, dan bangkitkan la h buai dia ma-qam yang terpuji, yang telah engkau janjikan." Barangsiapa yang mengucapkan ini, pantaslah dia mendapat syafaatku di hari Kiamat." (HR Bukhari)
Tentang tahajjud ini perhatikanlah lagi dalam surah al-Muzzammil keseluruhan surah, dalam juz kedua puluh sembilan.
Dan katakanlah,
Ayat 80
“Ya Tuhanku, masukkanlah aku dengan kemasukan yang baik dan keluarkanlah aku dengan keluaran yang baik"
Al-Muhayami menyatakan hubungan di antara ayat 80 ini dengan ayat terdahulu, yaitu soal ibadah, soal shalat lima waktu dan tahajjud. Rasulullah ﷺ disuruh mengiringi lagi dengan doa berserah diri kepada Allah, masukkanlah aku ke dalam ibadah yang aku kerjakan ini dengan baik. Artinya dengan beramal yangikhlas dan ikhlas pula memohonkan pahalanya dari Allah, lepas dari penyakit riya dan ujub, yaitu merasa bangga dan tercengang dengan amalan yang telah dikerjakan. Dan keluarkan pulalah akan daku dari ibadah ini dengan keluaran yang baik, yaitu jangan sampai batal amalan karena kealpaan dan kelalaian, karena perdayaan setan atau hawa nafsu atau semua perangai yang tercela,
“Dan jadikanlah untukku langsung dari Engkau suatu kekuasaan yang menolong."
Artinya, anugerahkanlah suatu anugerah yang langsung datang dari Engkau sendiri, ya Allah! Anugerah itu ialah kekuasaan atau kekuatan. Karena kalau tidak ada kekuasaan atau kekuatan, perintah Engkau ini tidaklah akan dapat dilaksanakan.
Sulthanan-Nashiran! Kekuasaan yang menolong. Amat luaslah dari Sulthan itu. Dia boleh diartikan kekuatan yang mutlak, hilangnya kelemahan, terutama kelemahan semangat. Nabi sebagai seorang pemimpin besar umat, utusan Ilahi mesti mempunyai kekuasaan, mempunyai gengsi atau wibawa.
Dan lebih jelas dari itu lagi, Sulthan pun berarti kekuasaan umum. Segala yang dititahkan oleh Ilahi dan disampaikan oleh Rasul kepada umat, barulah ditaati, kalau umat yang banyak itu mengakui, mau atau tidak mau, de jure dan de facto kekuasaan Nabi itu. Sulthan yang demikian itulah yang disuruh Allah kepada Rasul-Nya memohonkannya langsung datang dari Allah, tegasnya turun dari langit. Berikan kepadaku, ya Tuhanku kekuasaan itu, kekuasaan yang langsung datang dari Engkau. Karena perintah-perintah Engkau itu tidak dapat berjalan lancar kuat kuasanya dalam masyarakat manusia kalau kekuasaan tidak ada padaku.
Kekuasaan pemerintahan, kekuasaan politik, itulah yang dimaksud dengan Sulthan di sini. Menurut riwayat yang dikeluarkan oleh al-Khatib dari perkataan yang pernah diucapkan oleh Umar bin Khaththab,
“Demi Allah! Sesungguhnya apa yang dilancarkan Allah dengan kekuasaan (sultan), lebih besar-lah daripada apa yang dilancarkan dengan Al-Qur'an."
Tegasnya lagi, Seluruh undang-undang yang termaktub di dalam Al-Qur'an tidaklah akan dapat dijalankan kalau tidak disokong kekuasaan.
Ayat 81
“Dan katakanlah, “Telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan."
Seperti diketahui, surah al-lsraa' ini diturunkan di Mekah. Artinya, di waktu itu orang yang beriman masih golongan kecil hidup di tengah golongan besar musyrikin. Dilihat pada kulit lahir saja, belumlah nyata dengan jelasnya kebenaran itu, dan belumlah lenyap dan hancur kebatilan, dan kekuasaan (Sulthan) yang dimohonkan langsung dari Allah belum lagi datang. Muslimin masih lagi akan menempuh hijrah ke Madinah karena tidak aman tinggal di Mekah. Tetapi ayat ini telah turun, sebab keyakinan telah ada dan telah sangat tertanam dalam jiwa. Malahan dipakai shighat (susun bahasa) dengan memakai fi'il madhi (jaal haqqu). Telah datang kebenaran dan zahaqal bathilu, telah lenyap kebatilan, padahal belum kejadian. Mengapa begitu?
Itu adalah menanamkan keyakinan bahwa kebenaran pasti menang dan kebatilan pasti sirna, lenyap, dan hancur. Itu hanyalah soal waktu belaka. Kalau tidak ada keyakinan yang demikian, tidaklah ada artinya iman. Sebab itu maka ujung ayat lebih-lebih tegas lagi,
“Sesungguhnya yang batil itu pastilah dilenyapkan."
Meskipun sekarang kini belum kejadian, dia pasti akan kejadian, sebagaimana pastinya sekarang malam, besok pagi pasti hari siang.
Oleh sebab itu seketika Rasulullah dan kaum Muhajirin telah hijrah ke Mekah, yakni beberapa waktu sesudah ayat ini turun, maka pada tahun kedelapan Hijrah, benar-benarlah Mekah itu ditaklukkan oleh Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin, dan ayat inilah yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ ketika beliau memasuki pekarangan Masjidil Haram dan memerintahkan menghancurleburkan segala berhala yang disembah oleh kaum musyrikin selama ini. Beliau ucapkan ayat ini dengan tegas, yaitu ayat 81. Sebab ayat 80 telah beliau capai, Allah telah memberikan sulthan kepada beliau dan kepada Islam dengan langsung.