Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱنظُرۡ
perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
ضَرَبُواْ
mereka membuat
لَكَ
terhadapmu
ٱلۡأَمۡثَالَ
perumpamaan-perumpamaan
فَضَلُّواْ
maka mereka tersesat
فَلَا
maka tidak
يَسۡتَطِيعُونَ
mereka mendapatkan
سَبِيلٗا
jalan
ٱنظُرۡ
perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
ضَرَبُواْ
mereka membuat
لَكَ
terhadapmu
ٱلۡأَمۡثَالَ
perumpamaan-perumpamaan
فَضَلُّواْ
maka mereka tersesat
فَلَا
maka tidak
يَسۡتَطِيعُونَ
mereka mendapatkan
سَبِيلٗا
jalan
Terjemahan
Perhatikanlah (Nabi Muhammad) bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan (yang buruk) tentang engkau! Maka, sesatlah mereka sehingga tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu).
Tafsir
(Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadap dirimu) yaitu dengan menuduhmu sebagai orang yang terkena sihir, juru peramal, dan seorang penyair (karena itu mereka menjadi sesat) dari jalan hidayah (dan tidak dapat lagi menemukan jalan) yang benar untuk mencapai hidayah.
Tafsir Surat Al-Isra: 47-48
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata, "Kalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir. Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). Allah ﷻ memberitahukan kepada Nabi-Nya tentang apa yang dibisik-bisikkan oleh pemimpin orang-orang kafir Quraisy di antara sesamanya ketika mereka datang mendengarkan apa yang dibacakan oleh Nabi ﷺ secara sembunyi-sembunyi melalui kaum mereka. Mereka mengatakan bahwa Nabi ﷺ adalah seorang laki-laki yang kena sihir. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal yang mengatakan bahwa kata mas-hur adalah bentuk isim maf'ul dari as-sihr yang artinya terkena sihir.
Atau dapat dikatakan bahwa ia berasal dari as-sahar yang artinya paru-paru. Dengan kata lain, tiadalah yang kalian ikuti melainkan seorang manusia yang memakan makanan. Pengertian ini sama dengan yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: ..... Maka jika engkau menanyakan kepada kami tentang apa yang kami alami, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang kecil dari kalangan manusia yang diberi makan.
Dikatakan yus-haru bit ta'ami wasy'syarabi artinya diberi makan dan minum. Pendapat ini dinilai benar oleh Ibnu Jarir. Tetapi masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena sesungguhnya orang-orang kafir itu dalam kalimatnya ini bermaksud bahwa Nabi ﷺ adalah seorang yang kena sihir yang memiliki jin. Jin itu selalu datang kepadanya menyampaikan kalam yang telah didengarnya, kemudian Nabi ﷺ membacanya. Di antara orang-orang kafir ada yang menuduhnya (Nabi ﷺ) sebagai seorang penyair, ada yang menuduhnya seorang tukang tenung, ada yang menuduhnya seorang yang gila, dan ada yang menuduhnya seorang yang ahli sihir. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (Al-Isra: 48) Yakni mereka tidak dapat memperoleh petunjuk ke jalan yang benar dan tidak dapat menemukan jalan keluar dari kesesatannya.
Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim ibnu Syihab Az-Zuhri; ia pernah menceritakan suatu kisah bahwa Abu Sufyan ibnu Harb dan Abu Jahal ibnu Hisyam serta Al-Akhnas ibnu Syuraiq ibnu Amr ibnu Wahb As-Saqafi (teman sefakta Bani Zuhrah) keluar di suatu malam dengan tujuan untuk mendengar apa yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ dalam salatnya di malam hari di dalam rumahnya. Kemudian masing-masing orang dari mereka mengambil posisinya masing-masing untuk mencuri dengar dari tempat (posisi)nya, masing-masing dari mereka tidak mengetahui tempat temannya.
Maka semalaman penuh mereka mendengarkan apa yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ Setelah fajar terbit, mereka bubar.' Dan ketika mereka bertemu di tengah perjalan pulangnya, mereka saling mencela di antara sesamanya. Sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian lakukan lagi, karena kalau ada seseorang dari kalangan awam kalian melihat kalian, maka akan menimbulkan kecurigaan di hatinya terhadap kalian." Setelah itu mereka pulang ke tempatnya masing-masing. Kemudian pada malam yang kedua, masing-masing dari mereka kembali ke tempat posisinya semula, lalu semalaman mereka mendengarkan bacaan Nabi ﷺ Ketika fajar terbit mereka bubar; dan dalam perjalanan pulangnya mereka bersua, lalu sebagian dari mereka mengatakan hal yang sama seperti kemarin kepada sebagian yang lainnya, kemudian pulang ke rumahnya masing-masing.
Pada malam yang ketiganya masing-masing orang dari mereka kembali ke tempat posisinya semula, lalu semalaman mereka mendengarkan bacaan Nabi ﷺ (dalam salatnya) hingga fajar terbit, kemudian mereka pulang. Di tengah jalan mereka bersua, maka sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Kita tidak mau meninggalkan tempat ini sebelum ada perjanjian di antara kita, bahwa kita tidak akan kembali lagi melakukan hal ini!" Akhirnya mereka mengadakan perjanjian di antara sesamanya, bahwa mereka tidak akan mengulanginya lagi.
Setelah itu masing-masing pulang ke rumahnya. Pada keesokkan harinya Al-Akhnas ibnu Syuraiq mengambil tongkatnya, lalu keluar rumah menuju ke tempat Abu Sufyan ibnu Harb. Sesampainya di rumah Abu Sufyan, Al-Akhnas berkata kepadanya, "Hai Abu Hanzalah, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah engkau dengar dari Muhammad?" Abu Sufyan menjawab, "Hai Abu Salabah, demi Allah, sesungguhnya saya telah mendengar banyak hal yang saya ketahui, dan saya mengetahui apa yang dimaksud olehnya dengan perkataannya itu.
Tetapi saya juga telah mendengar banyak hal yang tidak saya ketahui makna dan maksudnya." Al-Akhnas berkata, "Demi yang engkau sebut dalam sumpahmu itu, saya pun mempunyai pemahaman yang sama." Al-Akhnas pergi meninggalkan Abu Sufyan, lalu menuju ke rumah Abu Jahal. Sesampainya di rumah Abu Jahal, Al-Akhnas bertanya kepadanya, "Hai Abul Hakam, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah engkau dengar dari Muhammad?" Abu Jahal menjawab, "Apa yang saya dengar?" Abu Jahal melanjutkan perkataannya, "Kami dan Bani Abdu Manaf bersaing untuk merebut kedudukan.
Mereka memberi makan, maka kami memberi makan pula. Mereka memberikan tunggangan, maka kami pun memberikan tunggangan pula. Dan mereka memberi, maka kami pun memberi pula. Hingga manakala kami sedang sengit-sengitnya berlomba, mereka mengatakan, 'Di antara kami ada seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit.' Maka jika kami menjumpai masanya, demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya dan tidak mempercayainya selama-lamanya." Maka Al-Akhnas bangkit meninggalkan Abu Jahal dan pulang ke rumahnya."
Allah memerintahkan kepada Rasul, Lihatlah bagaimana mereka
membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu, dengan menggunakan kata-kata seperti dukun, penyair, penyihir, gila, dan sebagainya,
karena itu mereka menjadi sesat, jauh dari petunjuk Tuhan, dan tidak dapat lagi menemukan jalan yang benar menuju kepadanya. Pada ayat yang lalu, Allah membicarakan perkara kenabian dan
bantahan kepada kaum musyrik yang memperolok-olokkan Nabi dan mendustakan Al-Qur'an. Kemudian pada ayat ini Allah membantah
keragu-raguan mereka terhadap akhirat, kebangkitan dan pembalasan.
Allah menyatakan, Dan mereka, orang-orang yang tidak percaya kepada hari kebangkitan, berkata, Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang yang berserakan dan benda-benda yang hancur, terpisah satu dengan
yang lain apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai
makhluk yang baru'.
Allah ﷻ lalu memerintahkan Rasulullah agar memperhatikan bagaimana kaum musyrikin membuat perumpamaan bagi dirinya, seperti mengatakan bahwa beliau gila, penyair, kena sihir, dan sebagainya. Dengan demikian, mereka telah menjadi sesat, dan tidak akan mendapat petunjuk karena telah menyimpang dari jalan yang benar. Berbagai perumpamaan yang mereka berikan kepada Nabi Muhammad ﷺ ketika mendengarkannya membacakan Al-Qur'an, adalah pernyataan yang lahir dari sikap mental mereka terhadap wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Mereka sebenarnya tidak mau mengakui kebenaran wahyu yang dibacakan Rasulullah, karena membawa keterangan-keterangan yang bertentangan dengan kepercayaan yang diwarisi secara membabi buta dari nenek moyang mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa diharapkan lagi untuk mendapat petunjuk dan bimbingan dari wahyu, karena hati mereka telah diselubungi oleh noda-noda kemusyrikan yang luar biasa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DINDING PEMBATAS
Ayat 45
“Dan apabila engkau membaca Al-Qur'an."
Demikian firman Allah kepada Rasul ﷺ,
“Kami adakan di antara engkau dan di antara orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat itu suatu dinding yang tertutup."
Al-Qur'an dibaca oleh Rasulullah ﷺ maka terbukalah hati yang beriman. Al-Qur'an bisa menjadi syifa, obat penawar hati. Pikiran yang keruh dapat jadi jernih, akal yang kusut bisa jadi selesai. Tetapi, kalau hati telah menolak, tidak mau percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang ini ada Yaumul-Hisab, terdapatlah hijab atau dinding yang menyebabkan hati itu tertutup.
Di dalam kitab-kitab tafsir yang besar ketika ayat ini ditafsirkan terdapatlah cerita perihal istri Abu Lahab yang bernama Ummu Jamil binti Harb. Bencinya kepada Nabi bukan alang kepalang, serupa juga dengan kebencian suaminya Abu Lahab terhadap Muhammad, walaupun anak saudara kandungnya, dan serupa juga dengan kebencian Abu Sufyan, yaitu saudara laki-lakinya. Maka ketika turun surah Tabbat Yadaa Abii Lahab, yang di dalam surah itu tersebut juga wamra atuhu hammaalatal hathab (Istrinya membawa kayu api ke mana-mana, bukan main murkanya kepada Nabi, sehingga dicarinya hendak dibunuhnya, dan telah dibawanya sebuah batu besar, yang kalau dihumbankannya kepada Nabi bisa pecah kepalanya). Demikianlah terdindingnya hati yang kufur itu dari Al-Qur'an! Tetapi heran, seketika dia masuk ke dalam Masjidil Haram dan di sana sedang duduk Nabi bersama Abu Bakar, Ummu Jamil tidak melihat beliau. Yang dilihatnya hanya Abu Bakar. Dan kepada Abu Bakarlah dia memuntahkan kemurkaan hatinya. Maka berbisiklah Abu Bakar kepada Nabi, “Innii akhaafu an taraka." (Saya takut akan kelihatan olehnya engkau).
‘Innaha lan tarani." (Dia tidak akan dapat melihat aku) kata Nabi.
Apakah dinding yang menyebabkan hati yang kufur itu tertutup menerima kebenaran? Sebabnya yang terutama ialah hawa nafsu. Hawa nafsu menutup pikiran yang jernih. Dan pikiran yang jernih itulah yang menerima iman. Dan apabila kunci hati mu telah terbuka lantaran iman, nyaringlah pendengaran telingamu sehingga engkau dengarlah apa yang tak didengar orang lain. Nyalanglah matamu sehingga dapat engkau lihat apa yang tak tampak oleh orang lain. Dengan hati yang telah terbuka itu akan kedengaran dan akan kelihatan alam itu bertasbih kepada Allah, ombak di pantai, kayu di hutan, dan burung-burung margasatwa. Kalau engkau tidak ter-dinding dengan itu lagi, berartilah engkau hidup, kalau tidak, tidak!
Hal itu dijelaskan oleh ayat berikutnya,
Ayat 46
“Dan Kami jadikan atas hati mereka penutup sehingga mereka tidak mengerti akan dia, dan pada telinga mereka pun ada tekanan."
Pada hati mereka ada penutup, yakni semacam materai, sehingga tertutup, walaupun kebenaran macam apa yang hendak dimasukkan ke dalam, namun penutup itu telah menghambatnya, Apa jua pun macam kebenaran dan betapa pun kuat alasan, akan selalu diartikannya lain. Pada telinga ada tekanan, yakni ada semacam penyumbat sehingga kebenaran pun tak masuk ke dalam telinganya,
“Dan apabila engkau menyebut Tuhanmu, sendini-Nya saja di dalam Al-Qur'an" yaitu bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah saya, berpalinglah mereka membelakang dengan benci."
Inilah yang dikatakan ta'ashshub, atau keras kepala bertahan pada satu pendirian yang salah. Mereka tidak berani berhadapan muka dengan kebenaran itu. Mereka takut. Baru saja didengarnya, mereka takut kena! Lalu lari. Inilah pertentangan yang hebat di antara tauhid yang hendak ditegakkan dengan syirik yang masih hendak dipertahankan.
Artinya, tatkala mereka itu duduk mendengarkan engkau itu, hati mereka tidaklah terdapat, atau tidaklah ada perhatian mereka kepada yang engkau bicarakan. Lain yang engkau katakan, lain pula yang mereka ingat."Dan tatkala mereka berbisik-bisik." Allah pun tahu apa yang mereka perbisikan, “Seketika orang-orang yang zalim itu berkata,
Tidaklah yang kamu ikut ini, melainkan seorang yang kena sihir.'“
Itulah yang mereka perbisikan. Mereka berbisik, mereka sangka Nabi ﷺ tidak men-dengar, padahal rahasia itu dibuka oleh Allah dengan ayat ini kepada Rasul-Nya. Mereka turut mendengar, namun pikiran mereka kepada yang lain, dan mereka berbisik, dan yang mereka perbisikan ialah bahwa Nabi Muhammad seorang yang tidak beres ingatannya sebab dia sudah disihir orang.
Kata setengah ahli riwayat, pada satu hari Nabi ﷺ menyuruh Ali bin Abi Thalib mengadakan satu jamuan makan dan mengundang pemuka-pemuka Quraisy ke dalam jamuan itu. Perintah itu dilakukan oleh Ali dan orang penting itu pun datanglah. Saat mereka berkumpul itu Nabi ﷺ pun masuk ke dalam majelis, lalu beliau baca beberapa ayat Al-Qur'an yang beliau serukan kepada mereka,
“Akutlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Kalau hal ini tuan-tuan akui, seluruh Arab ini akan tunduk kepada tuan dan Ajam pun akan menuruti agama tuan-tuan."
Namun, sambutan mereka lain saja, mereka berbisik menuduhnya orang gila atau orang kena sihir.
Ayat 47
“Kami lebih tahu apa yang mereka dengarkan tatkala mereka mendengarkan engkau."
Ayat 48
“Pandanglah, betapa mereka membuat perbandingan bagimu."
Pandanglah, betapa sambutan mereka. Diajak kepada kebenaran dan dibawakan kalimat tauhid, lalu mereka katakan beliau gila atau kena sihir, dan kadang-kadang mereka katakan bahwa dia seorang penyair, disama-kannya saja di antara wahyu dari langit dengan syair buah khayatan manusia.
“Maka mereka telah sesat, sebab itu mereka tidak ada upaya lagi benjolan."
Sejak semula mereka tidak mau diajak menempuh jalan yang lurus itu, jalan yang sesuai dengan pikiran yang sehat, lalu mereka tempuh jalan sendiri, asal lain dari jalan lurus itu. Tentu saja mereka tersesat, dan kalau telah tersesat bertemulah jalan buntu. Langkah tak dapat diteruskan lagi.
Ayat 49
“Dan mereka bertanya, “Apakah bila kita telah jadi tulang dan batang rapuh, kita akan dibangkitkan kembali sebagai kejadian. yang baru?"
Apakah setelah badan kami hancur dalam kubur sehingga yang tinggal hanya tulang dan tulang itu pun telah mumuk, rapuh, berserak jadi abu, lalu kami akan dihidupkan kembali dengan keadaan baru?
Pertanyaan yang timbul dari sebab tidak percaya. Mereka tidak mau menerima keper-cayaan itu karena memandangnya mustahil. Padahal, habis runtuhlah segala kepercayaan agama kalau kiranya manusia tidak mau menerima bahwa kita akan dihidupkan lagi sesudah mati.
Allah memerintahkan Rasul-Nya menyambut pertanyaan ragu itu,
Ayat 50
“Katakanlah, Jadilah kamu batu atau besi."
Batu adalah keras dan besi pun lebih keras lagi, namun bagi Allah mudah saja meng-hancurkan batu itu, kembali jadi pasir, atau kembali jadi kapur. Kemudian dengan takdir Allah, kapur itu pun bisa dibina kembali jadi rumah, dinamai rumah batu. Besi pun barang keras, tetapi besi yang keras itu bisa mengalir lunak sebagai aliran air kalau dia sudah sangat panas. Dan kemudian didinginkan lagi, dia akan membeku dan keras pula. Di waktu dia sangat panas itulah dikerjakan orang, digembleng dan ditempa jadi alat dan perkakas. Maka apakah artinya tubuh manusia yang lunak lembut ini dibandingkan dengan batu dan besi?
Ayat 51
“Atau satu kejadian lain yang besar dalam rasa hatimu."
Apa yang lebih besar daripada bath dan besi? Tentu banyak. Itulah ketujuh petala langit dan bumi. Itulah bintang-bintang di langit, dan matahari dan bulan, ataupun bukit-bukit dan gunung. Semuanya itu di bawah kuasa Allah dijadikan-Nya dan kelak bisa dihancurkan-Nya.
“Maka mereka akan berkata, “Siapakah yang akan mengembalikan kita itu?" Masih saja mereka bertanya demikian karena selama ini mereka mengakui beragama dengan menyembah berhala, menuruti dan taklid kepada kepercayaan nenek moyang, sehingga mereka tidak mempergunakan akal pikiran untuk meneliti dengan paham yang hening, siapa yang akan mengembalikan manusia yang telah mati jadi hidup. Mereka tidak mempelajari siapa Allah itu “Katakanlah, ‘Ialah yang telah menjadikan kamu pada permulaan kali."‘ Sejak dari engkau masih setetes mani laki-laki dan setetes mani perempuan dan berpadu jadi satu, lalu menjadi segumpal darah (‘alaqah), sampai jadi daging segumpal (mudhgah), sampai jadi tulang, sampai dibalut dengan kulit, sampai engkau lahir ke dunia menjadi manusia lengkap, semuanya itu terjadi atas kehendak satu kekuasaan. Dan kekuasaan itu tidak akan cukup hingga itu saja, akhirnya eng-kau mati. Dan belum cukup hingga itu saja dirimu kembali ke asalnya, jadi tanah. Nyawamu pun kembali ke asalnya, kepada Allah. Dan tidak cukup hingga itu saja. Akhirnya kelak barang yang telah berserak berjauhan itu akan dikumpulkan kembali jadi satu, nyawa akan dikembalikan kepada badan. Atas kehendak kekuasaan yang satu itu juga.
“Maka mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepada engkau." Karena belum juga mereka hendak percaya."Dan mereka akan berkata, Bilakah kejadian itu?" Tentu saja Nabi ﷺ tidak dapat menentukan tanggal kejadian itu dengan pasti. Sebab, yang demikian adalah kuasa yang mutlak dari Allah. Nabi hanya disuruh menjawab,
“Katakanlah, ‘Mudah-mudahan adalah dia itu lekas."
Demikianlah Allah menerangkan dengan wahyu betapa soal jawab telah terjadi antara Rasul-Nya dan orang-orang yang berkeras menolak kepercayaan yang beliau ajarkan itu. Yang paling pokok, meskipun mereka percaya akan adanya Allah, terhadap akan adanya hari Kiamat mereka masih belum mau menerima, mereka masih ragu. Ditambah lagi keterangan, mereka pun masih menunjukkan keraguan. Sampai mereka menanyakan yang-tidak dapat dijawab oleh seorang rasul pun, yaitu tentang waktunya. Nabi hanya menjawab mudah-mudahan tidak lama lagi. Dan memang kejadianlah dengan pasti apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ itu. Nabi ﷺ dan orang-orang yang beriman berhijrah ke Madinah dan beberapa waktu setelah pindah itu terjadilah Peperangan Badar. Di sanalah segala pucuk-pucuk pimpinan musyrikin itu menemui kiamatnya dan hancurlah pertahanan jiwa mereka, kian lama kian tak dapat ditegakkan lagi. Itu baru kiamat kecil.
Namun demikian, wahyu terus juga datangnya. Dan sebagai Rasul, beliau sampaikan juga dakwahnya untuk seluruh manusia pada segala zaman.
Ayat 52
“Ingatlah akan hari itu, yang Dia akan memanggil kamu."
Maka tersebutlah bahwa hari berbangkit itu akan datang. Manusia akan dipanggil oleh Allah supaya keluar dari dalam kuburnya atau alam kuburnya. Malah ada satu hadits dari Rasulullah ﷺ bahwa semua manusia akan dipanggil dengan namanya dan nama bapaknya. Itu sebabnya maka beliau anjurkan umatnya supaya memilih nama yang baik buat anak, ‘Maka kamu akan menyambut panggilan itu dengan memuji-Nya." Artinya, apabila suara panggilan telah terdengar, kita pun akan bangun dan sikap kita yang pertama, baik orang yang beriman ataupun orang yang di kala hidupnya mengingkari Allah, semuanya akan mengucapkan puji kepada Allah, “Alhamdulillah'."
Diterangkan oleh tabi'in terkenal, Said bin Jubair, orang yang di masa di dunia men-durhaka Allah pun akan memuji-Nya serentak dengan orang yang beriman, karena di waktu baru disuruh bangun, belum pemeriksaan perkara.
“Dan kamu menyangka bahwa kamu tinggal hanya sebentar."
Dan kamu menyangka bahwa kamu di dalam alam kubur atau alam barzakh itu hanya sebentar saja. Padahal, entah sudah beribu-ribu tahun.
Demikianlah peristiwa kedatangan Rasul menyampaikan kabar kiamat itu, yang mendapat sanggahan dan sikap ragu-ragu dari kaum musyrikin di zamannya. Dan akan tetaplah ada yang kafir, tidak mau percaya akan adanya hari Kiamat, hari kebangkitan dari alam barzakh atau alam kubur itu. Bahkan, di zaman sekarang lebih terang-terangan kafir-kafir membantahnya sehingga Mukmin umat Muhammad wajib tegak mempertahankan imannya dan memanggil kembali manusia yang telah sesat karena hati sanubarinya di-dinding oleh hijab hawa nafsunya itu.