Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
dia (Zakaria) berkata
رَبِّ
Tuhanku
ٱجۡعَل
jadikanlah
لِّيٓ
bagiku
ءَايَةٗۖ
tanda-tanda
قَالَ
Dia berfirman
ءَايَتُكَ
tanda-tandamu
أَلَّا
bahwa tidak
تُكَلِّمَ
kamu berkata-kata
ٱلنَّاسَ
manusia
ثَلَٰثَةَ
tiga
أَيَّامٍ
hari
إِلَّا
kecuali
رَمۡزٗاۗ
isyarat
وَٱذۡكُر
dan sebutlah
رَّبَّكَ
Tuhanmu
كَثِيرٗا
sebanyak-banyaknya
وَسَبِّحۡ
dan bertasbihlah
بِٱلۡعَشِيِّ
diwaktu petang
وَٱلۡإِبۡكَٰرِ
dan pagi hari
قَالَ
dia (Zakaria) berkata
رَبِّ
Tuhanku
ٱجۡعَل
jadikanlah
لِّيٓ
bagiku
ءَايَةٗۖ
tanda-tanda
قَالَ
Dia berfirman
ءَايَتُكَ
tanda-tandamu
أَلَّا
bahwa tidak
تُكَلِّمَ
kamu berkata-kata
ٱلنَّاسَ
manusia
ثَلَٰثَةَ
tiga
أَيَّامٍ
hari
إِلَّا
kecuali
رَمۡزٗاۗ
isyarat
وَٱذۡكُر
dan sebutlah
رَّبَّكَ
Tuhanmu
كَثِيرٗا
sebanyak-banyaknya
وَسَبِّحۡ
dan bertasbihlah
بِٱلۡعَشِيِّ
diwaktu petang
وَٱلۡإِبۡكَٰرِ
dan pagi hari
Terjemahan
Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah aku suatu tanda (kehamilan istriku).” Allah berfirman, “Tandanya bagimu adalah engkau tidak (dapat) berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah pada waktu petang dan pagi hari.”
Tafsir
(Maka katanya, "Wahai Tuhanku! Berilah aku suatu ciri.") atau tanda bahwa istriku telah hamil. (Firman-Nya, "Tandanya ialah bahwa kamu tidak dapat berbicara dengan manusia) artinya terhalang untuk bercakap-cakap dengan mereka tetapi tidak terhalang untuk berzikir kepada Allah ﷻ (selama tiga hari) dan tiga malam (kecuali dengan isyarat) atau kode (dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah) maksudnya salatlah (di waktu petang dan pagi.") di penghujung siang dan di akhir malam.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 38-41
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa."
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, ketika dia sedang berdiri shalat di mihrab, "Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan kalimat (firman) dari Allah, menjadi panutan, sanggup menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak, sedangkan aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?" Allah berfirman, "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya."
Zakaria berkata, "Berilah aku satu tanda (bahwa istriku telah mengandung)." Allah berfirman, "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari."
Ayat 38
Ketika Zakaria melihat bahwa Allah ﷻ telah memberi Maryam rezeki berupa buah-buahan musim dingin pada musim panas dan buah-buahan musim panas pada musim dingin, maka saat itulah ia menginginkan punya seorang anak, sekalipun usianya telah lanjut dan tulang-tulang tubuhnya telah rapuh, uban telah mewarnai semua rambut kepalanya, istrinya pun sudah berusia lanjut lagi mandul. Akan tetapi, sekalipun demikian ia tetap memohon kepada Tuhannya dan bermunajat kepadanya dengan doa-doa yang dibacanya pelan-pelan, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
"Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu.” (Ali Imran: 38) Yakni seorang anak yang saleh dari sisi-Mu. “Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (Ali Imran: 38)
Ayat 39
Firman Allah ﷻ: “Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, ketika dia sedang berdiri shalat di mihrab.” (Ali Imran: 39)
Yakni malaikat berbicara langsung kepadanya dengan pembicaraan yang dapat didengar Zakaria, sedangkan ia tengah berdiri shalat di mihrab tempat ibadahnya yang khusus buat dia sendiri di saat ia bermunajat dan melakukan shalat menyembah Tuhannya.
Kemudian Allah ﷻ menceritakan tentang berita gembira yang disampaikan oleh malaikat kepada Zakaria: "Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya.” (Ali Imran: 39)
Yaitu seorang anak laki-laki yang diciptakan buatmu dari tulang sulbimu, bernama Yahya.
Qatadah dan lain-lain mengatakan bahwa anak tersebut dinamakan Yahya tiada lain karena Allah menghidupkannya melalui iman (Zakaria).
Firman Allah ﷻ: “Yang membenarkan kalimat (firman) dari Allah.” (Ali Imran: 39)
Al-Aufi dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, Ikrimah, Mujahid, Abusy Sya'sa, As-Suddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Adh-Dhahhak dan lain-lain (dari kalangan tabi'in) sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: “Yang membenarkan kalimat (firman) dari Allah.” (Ali Imran: 39) bahwa yang dimaksud dengan kalimat Allah adalah Isa ibnu Maryam.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Yahya adalah orang yang mula-mula beriman kepada Isa ibnu Maryam.
Qatadah mengatakan, yang dimaksud adalah berada pada sunnah dan tuntunannya.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Yang membenarkan kalimat (firman) dari Allah.” (Ali Imran: 39). Yahya dan Isa adalah saudara sepupu. Tersebutlah bahwa ibu Yahya pernah berkata kepada Maryam, "Sesungguhnya aku merasakan anak yang ada di dalam perutku ini bersujud kepada anak yang berada di dalam perutmu." Itu merupakan pembenaran yang dilakukan oleh Yahya kepada Isa ketika Isa masih berada di dalam perut ibunya. Yahya adalah orang yang mula-mula beriman kepada Isa. Isa diciptakan melalui kalimat (perintah) Allah. Yahya lebih tua daripada Isa a.s. Hal yang sama dikatakan pula oleh As-Suddi.
Firman Allah ﷻ: “Menjadi panutan.” (Ali Imran: 39)
Menurut Abul Aliyah, Ar-Rabi'-ibnu Anas, Qatadah, Sa'id ibnu Jubair, dan lain-lain, yang dimaksud dengan sayyidan ialah halimah, yakni orang yang penyantun.
Menurut Qatadah, dia adalah seorang yang dijadikan panutan dalam hal ilmu dan ibadah.
Ibnu Abbas, Ats-Tsauri, dan Adh-Dhahhak mengatakan bahwa as-sayyid artinya orang yang penyantun lagi bertakwa.
Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, yang dimaksud dengan sayyid ialah orang yang mengerti fiqih lagi alim.
Menurut Atiyyahy as-sayyid artinya orang yang dijadikan panutan dalam hal akhlak dan agama.
Menurut Ikrimah, as-sayyid artinya orang yang tidak terpengaruh oleh emosinya.
Sedangkan menurut Ibnu Zaid, artinya orang yang mulia.
Dan menurut yang lain, artinya orang yang bersikap mulia kepada Allah ﷻ.
Firman Allah ﷻ: “Sanggup menahan diri (dari hawa nafsu).” (Ali Imran: 39)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, dan Atiyyah Al-Aufi, bahwa mereka mengatakan, "Yang dimaksud dengan hashur adalah orang yang tidak mau beristri."
Diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas bahwa yang dimaksud dengan hashur adalah orang yang tidak beranak dan tidak mempunyai air mani.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna al-hashur dalam ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang tidak pernah mengeluarkan air mani.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan masalah ini meriwayatkan sebuah hadits yang gharib (aneh) sekali. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhammad ibnu Galib Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad (yakni Ibnul Awwam), dari Yahya ibnu Sa'id, dari Al-Musayyab, dari Ibnul As tetapi dia tidak mengetahui apakah yang dimaksud adalah Abdullah ibnul As ataukah Amr ibnul As, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan firman-Nya: “Sanggup menahan diri (dari hawa nafsu).” (Ali Imran: 39) Ibnul As melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi ﷺ mengambil sebuah benda dari tanah dan bersabda, "Kemaluannya (Yahya) adalah mirip dengan ini (yakni kecilnya)."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, bahwa ia pernah mendengar dari Sa'id ibnul Musayyab sebuah atsar dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang menghadap kepada Allah tanpa membawa dosa kecuali Yahya ibnu Zakaria.
Kemudian Sa'id membacakan firman-Nya: “Menjadi panutan, sanggup menahan diri (dari hawa nafsu).” (Ali Imran: 39) Kemudian Sa'id mengambil sebuah benda dari tanah, lalu berkata, "Al-hashur adalah seorang laki-laki yang kemaluannya seperti ini." Lalu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan mengisyaratkan dengan jari telunjuknya. Atsar yang mauquf ini lebih shahih sanadnya daripada yang marfu'.
Ibnul Munzir di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud As-Samnani, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul As menceritakan hadits berikut, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu dengan Allah melainkan pasti membawa dosa, kecuali Yahya ibnu Zakaria. Karena sesungguhnya Allah telah berfirman, “Menjadi panutan, sanggup menahan diri (dari hawa nafsu).” (Ali Imran: 39) Selanjutnya Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kemaluan Yahya lemas seperti ujung kain.” Abdullah ibnu Amr ibnul As menceritakan hadits ini seraya memperagakannya dengan ujung jarinya (yakni kemaluan Yahya kecil sekali).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Hammad dan Muhammad Ibnu Salimah Al-Muradi; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Sulaiman Al-Muqri, dari Al-Al-Laits ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa', dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Semua anak Adam menghadap kepada Allah dengan membawa dosa yang jika Allah menghendaki, Dia pasti mengazabnya karena dosanya itu atau Allah membelaskasihaninya, kecuali Yahya ibnu Zakaria. Karena sesungguhnya dia adalah orang yang menjadi panutan, sanggup menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi di antara orang-orang saleh. Kemudian Nabi ﷺ membungkukkan tubuhnya ke arah sebuah kerikil kecil di tanah, lalu mengambilnya, kemudian bersabda: “Dan tersebutlah bahwa kemaluan dia (Yahya) kecil sekali seperti batu kerikil kecil ini.”
Al-Qadi Iyad di dalam kitab Asy-Syifa mengatakan, "Perlu diketahui bahwa pujian Allah ﷻ kepada Yahya yang mengatakan bahwa Yahya adalah seorang yang hashur tidaklah seperti yang dikatakan oleh sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa Yahya adalah lelaki yang impoten atau tidak mempunyai zakar, melainkan hal ini dibantah oleh ahli tafsir yang jeli dan para ulama ahli kritik." Mereka mengatakan bahwa penilaian seperti itu kurang benar dan tercela, mengingat tidak pantas ditujukan kepada para nabi. Sesungguhnya makna yang dimaksud ialah bahwa Yahya terpelihara dari dosa-dosa. Dengan kata lain, dia tidak melakukannya sama sekali sehingga diumpamakan seakan-akan dia impoten.
Menurut pendapat lain, makna hashur ialah menahan diri dari pengaruh hawa nafsu.
Menurut pendapat lain lagi Yahya tidak mempunyai selera terhadap wanita. Tetapi pendapat ini jelas bagi anda, bahwa tidak mampu kawin merupakan suatu kekurangan.
Tetapi hal yang utama adalah bila nafsu syahwat itu ada, lalu tidak dituruti adakalanya dengan menahan diri, seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa; atau dengan pemeliharaan dari Allah ﷻ, seperti yang terjadi pada diri Nabi Yahya.
Selanjutnya masalah wanita ini bagi lelaki yang mampu kawin dengannya, lalu ia menunaikan semua kewajibannya tanpa melalaikan kewajibannya terhadap Tuhannya, maka baginya derajat yang tinggi, yaitu seperti derajat yang diperoleh oleh Nabi kita Nabi Muhammad ﷺ. Sekalipun istri beliau banyak, tetapi hal tersebut tidak melalaikan dirinya dari menyembah Tuhannya, bahkan menambah pahala ibadahnya, karena memelihara kehormatan mereka, mengatur, dan menafkahi mereka serta memberi mereka petunjuk.
Bahkan beliau ﷺ telah menjelaskan bahwa wanita bukanlah merupakan bagian dunianya, sekalipun bagi selainnya wanita merupakan bagian dari dunianya. Seperti yang dinyatakan di dalam salah satu sabdanya: “Diriku dijadikan menyukai sebagian dari urusan dunia kalian.” Makna yang dimaksud ialah bahwa Nabi ﷺ memuji Nabi Yahya sebagai orang yang hashur. Tetapi bukan berarti bahwa Nabi Yahya adalah seorang lelaki yang tidak dapat mendatangi wanita (kawin), melainkan makna yang dimaksud ialah sederhana saja, yaitu dia (Yahya a.s.) dipelihara oleh Allah dari perbuatan-perbuatan keji dan kotor. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa dia tidak mampu kawin dengan wanita secara halal dan menggauli mereka serta beranak dari mereka.
Bahkan tersirat pula pengertian yang menunjukkan bahwa Yahya mempunyai keturunan, seperti yang tersimpul dari doa Zakaria ketika ia berdoa: “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu.” (Ali Imran: 38) Seakan-akan dia mengatakan seorang anak yang mempunyai keturunan (karena dalam ayat diungkapkan dengan memakai lafal zurriyyah yang artinya keturunan).
Firman Allah ﷻ: “Dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” (Ali Imran: 39)
Hal ini merupakan berita gembira kedua, yaitu kenabian Yahya sesudah berita gembira kelahirannya. Berita gembira yang kedua ini lebih utama daripada yang pertama. Keadaannya sama dengan pengertian yang ada dalam ayat lain, yaitu firman Allah ﷻ kepada ibu Nabi Musa a.s.: “Karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari para rasul.” (Al-Qashash: 7)
Ayat 40
Setelah nyata bagi Zakaria a.s. berita gembira tersebut, ia merasa heran akan mempunyai seorang anak, padahal usianya telah lanjut. Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, bagaimana aku dapat beranak, sedangkan aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?” (Ali Imran: 40) Maka malaikat yang menyampaikan berita gembira itu pun berkata: “Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Ali Imran: 40)
Yakni demikianlah urusan Allah itu sangat besar. Tiada sesuatu pun yang tidak mampu dilakukan-Nya, dan tiada suatu urusan pun yang berat bagi-Nya; semuanya dapat dilakukan-Nya.
Ayat 41
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku satu tanda." (Ali Imran: 41). Maksudnya, satu tanda yang menunjukkan bahwa istriku telah mengandung anakku.
Allah berfirman, "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat." (Ali Imran: 41).
Yang dimaksud dengan ramzan ialah isyarat, yakni 'kamu tidak dapat berkata-kata, sekalipun kamu adalah orang yang sehat'. Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya: “Selama tiga malam, padahal kamu sehat.” (Maryam: 10)
Kemudian Allah memerintahkan kepada Zakaria agar banyak berzikir, bertakbir, dan membaca tasbih selama masa tersebut. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (Ali Imran: 41)
Dalam pembahasan yang lain akan diterangkan kelanjutan dari kisah ini, yaitu dalam tafsir surat Maryam.
Untuk menguatkan batinnya, dia berkata untuk memanjatkan doa, Tuhanku, berilah aku suatu tanda jika doaku benar-benar Engkau kabulkan, juga agar hatiku tenang. Lalu Allah berfirman, Tanda bagimu kalau doamu terkabul adalah bahwa engkau tidak mampu berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat, dan bukan berarti bisu. Buktinya, ia masih bisa bicara jika yang diucapkan adalah pujian kepada Allah. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah serta pujilah Dia pada waktu petang dan pagi hari.
. Usai memaparkan sosok yang merawat Maryam dan keberkahannya, melalui ayat ini Allah menjelaskan sosok Maryam. Dan ingatlah ketika para malaikat berkata, Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu berdasarkan ilmu Allah untuk menjadi ibu dari salah satu rasulNya, menyucikanmu dari segala dosa, dan melebihkanmu di atas segala perempuan di seluruh dunia, yakni dengan melahirkan seorang rasul tanpa disentuh seorang lelaki
Setelah Zakaria mendengar jawaban itu dari Malaikat Jibril maka dia berkata, "Tuhanku berilah aku suatu tanda bahwa istriku akan hamil".
Menurut al-Hasan al-Basri, Nabi Zakaria bertanya demikian adalah untuk segera memperoleh kegembiraan hatinya atau untuk menyambut nikmat dengan syukur, tanpa menunggu sampai anak itu lahir.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa tanda istrinya sudah mengandung adalah dia sendiri tidak berbicara dengan orang lain selama tiga hari, kecuali dengan mempergunakan isyarat tangan, kepala dan lain-lainnya, dan beliau berzikir dan bertasbih kepada Allah. Allah menyuruh Zakaria tidak berbicara selama tiga hari, agar seluruh waktunya digunakan untuk zikir dan bertasbih kepada-Nya, sebagai pernyataan syukur yang hakiki.
Menurut al-Qurthubi, sebagian mufasir mengatakan bahwa tiga hari Zakaria menjadi bisu itu adalah sebagai hukuman Allah terhadapnya, karena dia meminta pertanda kepada malaikat sehabis percakapan mereka.
Di akhir ayat ini Allah memerintahkan kepada Zakaria agar tetap ingat kepada Allah dan berzikir sebanyak-banyaknya pada waktu pagi dan petang hari, sebagai tanda syukur kepada-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERMOHONAN ZAKARIA
Ayat 38
“Pada waktu itu berdoalah Zakaria."
Pada waktu itu, yaitu setelah melihat pertumbuhan jasmani dan ruhani Maryam, anak yang dinadzarkan oleh ibunya itu, sampai ketika ditanya dari mana dia mendapat makanan, dia telah memberikan jawaban yang demikian penuh iman, padahal dia masih kecil, tersadarlah Zakaria akan dirinya. Mungkin kalau dia memohon pula dengan sungguh-sungguh kepada Allah, doanya pun akan dikabulkan, sebagaimana doa istri Imran telah dikabulkan maka berdoalah dia, “Katanya, “Ya, Tuhanku! berilah kepadaku dari sisi Engkau keturunan yang baik!" Telah tua aku ini, ya Tuhanku, tetapi keturunanku tidak ada juga maka inginlah aku agar Engkau karuniai aku seorang keturunan yang baik.
Melihat Maryam yang tumbuh dengan baik itu, dia pun ingin bilakah kiranya dia pun diberi keturunan yang baik serupa itu pula.
“Sesungguhnya, Engkau adalah. Pendengar permohonan."
Demikianlah selalu doanya sedang dia mengasuh Maryam, sampai pun menjadi doa dalam sembahyangnya. Dan, memang doa itu ialah sembahyang dan sembahyang itu ialah doa, yakni menuruti aturan sembahyang pada waktu itu,
Ayat 39
“Maka menyerulah kepadanya Malaikat, sedang dia shalat di mihrab."
Artinya sedang dia sembahyang dengan khusyunya di mihrab itu, tiba-tiba datanglah Malaikat. Menjadi alamat baik doanya terkabul. Berkatalah Malaikat itu, “Sesungguhnya, Allah menggembirakan engkau dengan Yahya!' Artinya, Tuhan telah mengabulkan permohonan engkau sebab engkau akan diberi seorang putra, namanya Yahya.
Yahya adalah kata yang di-Arab-kan dari bahasa Ibrani Yohana, arti keduanya sama, yaitu ‘hidup' Di dalam surah Maryam kelak disebutkan bahwa sebelum anak itu, belum ada orang yang bernama Yahya atau Yohana. Anak itu akan bernama si Hidup sebab hidupnya akan sangat berarti dan hidupnya akan sangat baik serta bahagia. Malaikat itu lalu menerangkan keutamaan anak itu, yaitu, “Yang akan membenarkan kalimat dari Allah."
Kalimat dari Allah itu ialah Nabi Isa al-Masih. Yahya itu kelak akan memberikan pengakuan dan kesaksian bahwa memang Isa al-Masih itu lahir semata-mata karena kalimat Allah kun, artinya ‘jadilah' maka dia pun jadi-lah."Dan akan menjadi pemimpin," yaitu menjadi pemimpin yang disegani dalam kaumnya, Bani Israil."Dan akan terpelihara," dan terbentang terutama dari pengaruh rayuan perempuan. Sebab, masih muda Yahya itu telah men-jadi rasul, sedangkan rupanya amat elok, tetapi tidaklah dapat diperdayakan oleh rayuan perempuan.
“Dan seorang nabi dari kaum yang saleh."
Di sini kita sebutkan salah satu penafsiran makna kaiimah, yaitu bahwa kelahiran Nabi Isa tidak dengan perantaraan bapak, melainkan semata-mata dari kehendak Allah. Akan diakui kebenarannya oleh Yahya. Ini sesuai dengan sebagian kepercayaan orang Kristen bahwa kedatangan Yahya mendahului Isa untuk melapangkan jalan bagi kedatangan Isa al-Masih. Tetapi, hanya sampai di situ pengakuan Yahya. Tidaklah Yahya memberikan pengakuan pula bahwa Nabi Isa adalah Tuhan.
Abu Ubaidah, ahli tafsir yang terkenal, menafsirkan kaiimah yang diakui oleh Yahya itu ialah kitab dan wahyu.
Terkabulnya permohonannya itu sangatlah menimbulkan kagum dalam hati Zakaria. Memang dalam hatinya dia yakin bahwa doa yang sungguh-sungguh itu tidaklah mustahil akan dikabulkan oleh Allah. Sekarang, setelah Malaikat datang memberi tahu bahwa permohonannya telah terkabul, di dalam ke-terharuannya dia jadi tercengang,
Ayat 40
“Dia berkata, ‘Ya, Tuhanku! Bagaimana jalannya aku akan beroleh seorang anak, padahal tua telah mencapaiku dan istriku pun mandul.'“
Dia percaya apabila Tuhan telah menjanjikan, itu pasti terjadi. Akan tetapi, bagaimana jalannya, sebab hamba ini telah tua dan istri hamba mandul. Keduanya menurut jalan yang biasa tidak mungkin mendapat anak lagi. Kalau laki-laki telah tua (usianya ketika itu menurut riwayat, telah lebih dari 90 tahun, sedangkan lain riwayat 120 tahun). Dalam usia yang begitu, menurut yang biasa, mani seorang laki-laki tidak lagi mempunyai bibit yang akan jadi anak. Apatah lagi telah tua pula. Kata setengah riwayat lebih dari 80 tahun. Istri mandul, lakinya tua, sama sekali tak mungkin akan dapat anak. Inilah yang dicengangkan oleh Zakaria."Dia berkata (yaitu firman Tuhan disampaikan dengan perantaraan Malaikat itu),
“Demikianlah Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Artinya, memang menurut kebiasaan orang tua yang berumur lebih dari seratus tahun dengan istri yang mandul dan telah tua pula, tidaklah mungkin beroleh anak. Akan tetapi, siapa yang membuat kebiasaan itu? Ialah Allah sendiri. Maka, kalau sekali-sekali Allah berbuat lain, apa yang mesti engkau herankan?
Zakaria yang gembira, terharu, dengan heran langsung tunduk kepada keputusan Allah itu. Ilmul yaqin-nya telah naik menjadi haqqul yaqin dan kelak apabila Yahya telah ada, niscaya menjadi ainul yaqin.
Ayat 41
“Dia berkata, ‘Ya, Tuhanku! Adakanlah untukku suatu tanda.
Akan beroleh putra dalam usia setua itu, dengan istri yang tua dan mandul, sungguhlah suatu hal yang luar biasa dan ajaib bagi Zakaria. Sekarang, dia bermohon kepada Allah supaya dia diberi suatu ayat atau tanda penyambutan yang setimpal dengan anugerah besar itu."Dia (Tuhan) berfirman (dengan perantaraan Malaikat tadi),
“Tanda engkau ialah bahwa engkau tidak akan bercakap-cakap dengan manusia tiga hari kecuali dengan isyarat, dan ingatlah Tuhan engkau sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah petang dan pagi."
Dengan demikian, dapatlah kita mengambil paham bahwasanya sebagai sambutan yang penuh khusyu atas anugerah yang mulia itu, Allah memerintahkan Nabi Zakaria berpuasa lamanya tiga hari. Selain dari puasa makan dan minum, puasa pula dari bercakap dengan manusia. Sehingga, kalau hendak bertegur sapa dengan manusia, cukup dengan isyarat saja. Akan tetapi, selama tiga hari itu pula hendaklah dipenuhinya dengan mengingat Allah (dzikir) sebanyak-banyaknya dan bertasbih atau sembahyang petang dan pagi. Bercakap dengan manusia hentikan dan ganti dengan menyebut nama Allah.
Kalau menurut Injil Lukas, lidahnya di-kelukan beberapa hari lamanya sehingga tidak dapat bertutur apa-apa, sebagai hukuman sebab dia masih saja tidak percaya akan janji Tuhan itu. Akan tetapi, dari wahyu yang di-turunkan kepada Muhammad ﷺ kita telah mendapat kabar pasti bahwa ini bukanlah hukuman Allah kepada Zakaria, tetapi anjuran berpuasa, termasuk berpuasa bercakap tiga hari, sebab mengelu-elukan nikmat Allah yang akan beliau terima itu.
Permohonan Zakaria telah terkabul dan Maryam pun telah mulai besar dalam asuhan beliau. Sekarang, Allah mengisahkan lagi kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ tentang kelanjutan wahyu kepada Maryam.
Ayat 42
“Dan (ingatlah) tatkala benkata Malaikat, “Wahai, Manyam! Sesungguhnya, Allah telah memilih engkau dan membenihkan engkau dan telah memuliakan engkau atas sekalian perempuan di alam."
Ayat ini ialah melanjutkan cerita tentang pertumbuhan diri Maryam yang di kala kecilnya itu dalam asuhan Zakaria. Dia telah mulai besar dan akan dewasa. Maka, diingatkan Allah-lah kepadanya bahwa dia telah menjadi pilihan Allah, termasuk orang-orang yang terpilih sebagaimana Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan rasul serta nabi-nabi yang lain tadi, dan Nabi kita Muhammad ﷺ Datangnya jadi bukti bahwa Maryam itu pun musthafiyah di sisi Allah. Sebab itu, beberapa ulama Islam, di antaranya Ibnu Hazmin al-Andalusi berpendapat bahwa Maryam itu nabiyah. Menurut dia, perempuan-perempuan yang jadi nabiyah ialah Hawa, Sarah istri Ibrahim, Hajar istri Ibrahim, ibu Nabi Musa, dan Asiah istri Fir'aun, semuanya itulah saja perempuan-perempuan yang jadi nabiyah. Abui Hasan al-Asy'ari berkata, “Di kalangan perempuan ada beberapa nabiyah" Ibnu Abdil Barr berkata, “Banyak fuqaha berpendapat bahwa di kalangan perempuan ada nabiyah." As-Suhaili pun berkata demikian.
Tentang Maryam ini, al-Qurthubi berkata, “Yang shahih ialah bahwa Maryam itu adalah seorang nabiyah karena Malaikat menyampaikan wahyu kepadanya, mengandung perintah Allah dan perkabaran dan kabar selamat. Sebab itu, dia adalah nabiyah." Cuma sekadar nabiyah, bukan rasul sebab sudah ditegaskan bahwa yang menjadi rasul menyampaikan syari'at (balagh, tabligh) hanya rasul yang laki-laki, sebagaimana dijelaskan dalam surah an-Nahl: 43.
“Dan Dia membersihkan engkau," tetap dalam keadaannya yang suci sehingga dia melahirkan Isa kelak dalam kesucian itu, tidak disentuh laki-laki.
‘Dan telah memuliakan engkau atas sekalian perempuan di alam."
Inia dalah satu kemuliaan baginya sebab dia sebagai nadzar ibunya menjadi pengkhidmat rumah suci. Adalah suatu kemuliaan baginya karena guru pengasuhnya adalah seorang nabi dan rasul yang besar. Adalah suatu kemuliaan baginya bahwa dia adalah satu-satunya perempuan yang dipilih Allah buat melahirkan Isa, satu-satunya rasul Allah yang lahir ke dunia tidak dengan perantaraan bapak. Dan, ada lagi riwayat menyatakan bahwa kesucian yang diberikan Allah kepada Maryam itu ialah benar-benar karena dia tidak pernah dikotori dengan haid, tidak pernah membawa kain kotor. Sebab itu, dia disebut juga Maryam az-Zahra, sebagaimana juga Fathimah putri Rasulullah ﷺ yang menurut beberapa riwayat tidak pula diberi haid oleh Allah, yang tidak menghalangi beliau beroleh putra Hasan dan Husain. Dan, dia pun disebut Fathimah az-Zahra,
Menurut sebuah hadits dari Nabi kita ﷺ adalah tiga perempuan yang amat mulia, pertama Maryam binti Imran, kedua Khadijah binti Khuailid (istri Rasulullah ﷺ yang pertama), ketiga Fathimah binti Muhammad. Ridha Allah terlimpah bagi mereka semuanya. Amin.
Akan tetapi, ada juga ahli tafsir menjelaskan bahwasanya kemuliaan Maryam di atas segala perempuan di alam, bukanlah buat seluruh zaman, melainkan di zamannya saja. Tidak ada tolak perbandingannya yang lain. Dan, ada pula perempuan yang amat mulia dari perempuan lain di zamannya pula.
Setelah disanjung Allah kesuciannya, Maryam pun selalu diperintah Tuhan memupuk anugerah Ilahi itu dengan firman-Nya,
Ayat 43
“Wahai, Manyam tunduklah kepada Tuhan engkau"
Artinya, patuhilah segala perintah Tuhan.
"Dan sujudlah dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'."
Selalulah engkau beribadah kepada Allah, sehingga sari kemuliaan dan pilihan atas diri engkau yang diberikan Allah tu bertambah cemerlang. Sebagai adatnya tiap-tiap nabi, yang menerima pilihan Allah atas diri mereka, dengan memperbanyak ibadah kepada Allah, bahkan kadang-kadang memohon ampun bertobat dan menyesali kealpaan diri. Sebagaimana Imam Ghazali pernah mengisahkan bahwasanya Nabi Isa sendiri kadang-kadang membawa bunga karang untuk menghapus air matanya yang mengalir karena ingat akan Allah dan burung yang sedang terbang pun tertegun mendengarkan bunyi kecapi Nabi Dawud a.s. menyanyikan nama Tuhan. Dan, Nabi Muhammad ﷺ yang sampai semutan kakinya karena lamanya shalat malam. Bertambah mulia kedudukan mereka di sisi Allah, bertambah mereka qunut, tunduk merendah diri kepada Allah.
Ayat 44
“Demikianlah dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada engkau."
Wahai utusan-Ku Muhammad,
“Dan tidaklah engkau bersama mereka ketika mereka membuang undi tentang siapa di antara meneka yang akan mengasuh Manyam, dan tidak ada engkau di dekat mereka ketika mereka berbantah."
Dengan keterangan seperti ini, Tuhan Allah menjelaskan bahwasanya berita-berita ini, baik berita nadzar istri Imran, pengasuhan Zakaria atas Maryam, maupun doa Zakaria agar diberi anak, semuanya ini adalah berita gaib, tidak diterima dari orang lain, tetapi diwahyukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ