Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Musa) berkata
فَمَا
maka apakah
خَطۡبُكَ
percakapanmu/maksudmu
يَٰسَٰمِرِيُّ
wahai samiri
قَالَ
(Musa) berkata
فَمَا
maka apakah
خَطۡبُكَ
percakapanmu/maksudmu
يَٰسَٰمِرِيُّ
wahai samiri
Terjemahan
Dia (Musa) berkata, “Apa yang mendorongmu (berbuat demikian), wahai Samiri?”
Tafsir
Berkata Musa, "Apakah yang mendorongmu) berbuat demikian (hai Samiri?").
Tafsir Surat Taha: 95-98
Berkata Musa, "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri? Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku. Berkata Musa, "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia ini (hanya dapat) mengatakan, "Janganlah menyentuh (aku).' Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).
Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Musa bertanya kepada Samiri, "Apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu, dan apakah yang membuatmu berani melakukan apa yang kamu lakukan itu?" Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair,dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Samiri adalah seorang lelaki dari kalangan penduduk Baj irma, yaitu dari kalangan kaum yang menyembah sapi.
Dan kecintaannya terhadap penyembahan sapi melekat dalam dirinya. Dia secara lahiriah menampakkan keislamannya di mata orang-orang Bani Israil, dan nama aslinya ialah Musa ibnu Zafar. Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas, Samiri berasal dari Kirman. Qatadah mengatakan bahwa Samiri berasal dari suatu kota yang disebut Samara. Samiri menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahui. (Thaha: 96) Yakni aku melihat Jibril ketika datang untuk membinasakan Fir'aun.
maka aku ambil segenggam dari jejak rasul. (Thaha: 96) Yaitu dari bekas jejak kudanya. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di kalangan kebanyakan ahli tafsir atau sebagian besar dari mereka. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Ubay ibnu Imarah, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril a.s. ketika turun dan ketika naik lagi dengan membawa Musa ke langit, peristiwa itu terlihat oleh Samiri yang ada di antara orang banyak, maka Samiri mengambil segenggam tanah dari bekas telapak kuda utusan itu (Jibril).
Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Jibril a.s. membawa Musa di belakangnya hingga sampailah di dekat pintu langit, lalu Musa naik ke langit; dan Allah menulis luh-luh (kitab Taurat), sedangkan Musa mendengar guratan qalam pada luh-luh itu. Dan setelah Allah memberitahukan kepadanya bahwa kaumnya telah terfitnah setelah kepergiannya, Musa turun ke bumi, lalu mengambil patung anak lembu itu dan membakarnya. Asar ini berpredikat garib. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka aku ambil segenggam dari jejak rasul. (Thaha: 96) Yakni dari bekas teracak kuda yang dinaiki Malaikat Jibril.
Yang dimaksud dengan gabdah ialah segenggam tanah, yakni sepenuh kedua telapak tangan. Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Samiri melemparkan apa yang digenggam tangannya itu ke dalam tumpukan perhiasan Bani Israil, maka tercetaklah dari leburannya sebuah patung anak lembu yang bertubuh dan bersuara akibat masuknya angin ke dalam rongga tubuhnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Imarah, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, bahwa Samiri melihat utusan itu (sedangkan orang lain tidak melihatnya).
Lalu ada yang membisikkan kepadanya, "Jika kamu mengambil segenggam dari jejak utusan ini, lalu kamu lemparkan pada sesuatu dan kamu katakan kepadanya, 'Jadilah kamu anu,' maka jadilah ia (menuruti kemauanmu)." Maka Samiri mengambil segenggam tanah dari jejak utusan itu dan jari jemarinya lengket pada tanah yang digenggamnya. Setelah Musa pergi untuk memenuhi janjinya, sedangkan di tangan kaum Bani Israil banyak terdapat perhiasan yang mereka pinjam dari keluarga Fir'aun (semasa di Mesir, dan terbawa oleh mereka), Samiri berkata kepada mereka, "Sesungguhnya yang menyebabkan kalian tertimpa musibah ini tiada lain karena perhiasan yang ada di tangan kalian, maka kumpulkanlah semuanya." Lalu mereka mengumpulkan perhiasan-perhiasan itu dan Samiri membakarnya hingga lebur menjadi satu.
Ketika melihat pemandangan itu Samiri mendapat bisikan, "Sesungguhnya jika kamu lemparkan genggaman tanah bekas utusan ini ke dalam api tersebut, lalu kamu katakan, 'Jadilah anu,' maka akan jadilah ia" Lalu Samiri melemparkan genggaman itu dan berkata, "Jadilah kamu anak lembu yang bertubuh dan bersuara!" Maka jadilah ia. Lalu Samiri berkata, seperti yang disebutkan firman-Nya: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88).
Karena itulah disebutkan oleh kisah selanjutnya melalui firman-Nya: lalu aku melemparkannya. (Thaha: 96) Yakni aku melemparkannya bersama dengan orang-orang yang melemparkan perhiasannya, menjadi satu. dan demikianlah nafsuku membujukku. (Thaha: 96) Yaitu hawa nafsunya menganggap baik perbuatan itu dan membuatnya merasa bangga dan takjub dengan perbuatannya saat itu. Musa berkata, "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, 'Janganlah menyentuh(ku)'. (Thaha: 97) Yakni sebagaimana kamu telah mengambil dan memegang sesuatu yang seharusnya kamu tidak boleh mengambil dan memegangnya, yaitu bekas jejak utusan itu; maka hukumanmu di dunia ini ialah hendaknya kamu mengatakan, "Janganlah kamu menyentuhku," yakni orang-orang tidak boleh menyentuhmu.
Dan sesungguhnya bagimu hukuman. (Thaha: 97) Yaitu kelak di hari kiamat. yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97) Artinya tiada jalan lain bagimu kecuali mengalaminya, atau tiada jalan selamat bagimu darinya. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (hanya dapat) mengatakan, "Janganlah menyentuh(ku). (Thaha: 97) Hal tersebut sebagai hukuman terhadap mereka (yang menyembah anak lembu), dan sisa-sisa mereka di masa sekarang mengatakan hal yang sama. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya. (Thaha: 97) Al-Hasan Al-Basri, Qatadah dan Abu Nuhaik mengatakan bahwa kamu tidak dapat menghindari siksaan itu.
dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. (Thaha: 97) Yakni kamu tetap menyembah patung anak lembu. Sesungguhnya kami akan membakarnya. (Thaha: 97) Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, juga As-Saddi, bahwa Musa mengikis habis patung itu dengan kikir, lalu melemparnya dalam api. Qatadah mengatakan bahwa patung anak lembu itu berubah menjadi anak lembu sungguhan yang berdarah dan berdaging, lalu Musa membakarnya dan melemparkan abunya ke laut.
Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya: kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). (Thaha: 97) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Imarah ibnu Abdullah dan Abu Abdur Rahman, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Musa setelah bersegera menuju ke tempat yang dijanjikan oleh Tuhannya, Samiri dengan sengaja mengumpulkan semua perhiasan wanita Bani Israil yang dapat dihimpunkannya, lalu dijadikannya sebuah patung anak lembu.
Ali melanjutkan kisahnya, bahwa setelah pulang Musa segera pergi ke tempat patung anak lembu itu dan mengambil kikir, lalu ia mengikir habis patung anak lembu itu di pinggir sungai. Maka tiada seorang pun dari kalangan mereka yang menyembah patung anak lembu itu meminum air sungai tersebut, melainkan wajahnya berubah menjadi kuning seperti warna emas. Lalu mereka berkata kepada Musa, "Bagaimanakah cara tobat kami?" Musa menjawab, "Sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lainnya." Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
Dalam tafsir surat Al-Baqarah telah disebutkan kisah ini. kemudian diulangi lagi dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas. keterangannya lebih rinci lagi. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Tuhan kalian hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Thaha: 98) Musa berkata kepada mereka,"Ini bukanlah tuhan kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian hanyalah Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia. Yakni tiada yang pantas disembah oleh para hamba kecuali hanyalah Dia, dan segala sesuatu berhajat kepada-Nya dan menjadi hamba-Nya." Firman Allah ﷻ: Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Thaha: 98) Lafaz 'ilman di-nasab-kan karena berkedudukan sebagai tamyiz, yakni Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan perhitungan yang sangat teliti.
Tiada sesuatu pun yang terhalang dari pengetahuan-Nya, sekalipun sebesar semut yang paling kecil. dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu pun yang basah atauyang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis di dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Hud: 6) Ayat-ayat yang semakna banyak didapat di dalam Al-Qur'an."
Usai menegur Nabi Harun, Nabi Musa meluapkan kemarahannya kepada Samiri yang telah menyesatkan Bani Israil. Dia berkata, 'Apakah yang mendorongmu menyesatkan Bani Israil dengan membuat patung anak sapi untuk disembah, wahai Samiri''96. Mendapat pertanyaan dari Nabi Musa, dia menjawab, 'Aku melihat dan mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui. Aku melihat Jibril menunggang kuda ketika Bani Israil keluar dari laut dan Fir'aun tenggelam. Jadi, aku ambil segenggam tanah dari jejak tapal kuda rasul itu, lalu aku melemparkannya ke arah perhiasan-perhiasan yang aku jadikan bahan membuat patung anak sapi itu hingga patung itu mampu mengeluarkan suara. Aku tahu mereka pernah memintamu untuk membuat Tuhan yang berjasad untuk mereka sembah, maka demikianlah nafsuku membujukku untuk menciptakan patung anak sapi ini sebagai tuhan mereka. '.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Musa menghardik Samiri dengan pertanyaan, "Mengapa engkau melakukan perbuatan yang sangat tercela dan dimurkai Allah itu sehingga sebagian Bani Israil telah menjadi kafir setelah beriman dan menyembah berhala yang sengaja engkau bikinkan untuk mereka, engkau telah merusak akidah kaumku yang benar dan telah menyesatkan mereka. Tahukah engkau apa akibat perbuatanmu yang sangat mungkar itu?".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
GOLONGAN YANG BELUM SADAR
Dalam sekian banyak Bani Israil yang dibawa menyeberangoleh Nabi Musa itu, masih ada sisa-sisa yang belum mengerti benar apa yang inti ajaran Musa tentang tauhid. Karena telah beratus tahun turun-temurun tinggal di Mesir, adat istiadat penduduk asli itu ada juga yang memengaruhi mereka. Meskipun telah mengikuti tata cara agama Fir'aun, mereka tetap dianggap rendah, karena mereka masih tetap Bani Israil. Orang-orang seperti ini adalah laksana bangsa Indonesia kita sendiri, yang selama hidupnya turun-temurun hidup menjadi pelayan dan diperbudak oleh bangsa Belanda, tetapi mereka senang dengan perbudakan itu. Mereka lebih senang bercakap-cakap memakai bahasa orang yang menindasnya. Maka setelah timbul per-juangan kemerdekaan bangsa Indonesia, sampai berhasil, sehingga Belanda pun pulang ke negerinya, maka orang-orang yang jiwanya telah biasa memperhambakan diri kepada Belanda itu tetaplah terkenang kepada apa yang disebut tempo doeloe, zaman lampau yang indah, yang kadang-kadang mereka namai zaman normaal. Setelah pemerintahan Belanda tidak ada lagi dan telah berdiri pemerintahan bangsa Indonesia sendiri, orang-orang ini masih teringat zaman lampau itu, lalu dipuji-pujinya zaman waktu dijajah itu. Teringat dia akan adat dan sopan santun bangsa Belanda yang dinamainya bangsa yang mempunyai beschaafd, artinya bangsa yang berkesopanan tinggi.
Maka di dalam kalangan Bani Israil yang telah berbondong pindah menurutkan Nabi Musa itu, masih adalah orang yang seperti demikian. Di dalam surat al-A'raaf ayat 138 dijelaskan bahwa baru saja mereka selamat menyeberangi lautan yang luas itu, dengan terbelahnya laut oleh tongkat Nabi Musa dengan izin Allah, ada saja yang muncul ke muka meminta kepada Nabi Musa supaya mereka dibikinkan tuhan, sebagaimana orang-orang Mesir kaum Fir'aun itu mempunyai banyak tuhan-tuhan atau dewa-dewa.
Di dalam Museum Mesir Kuno di Kairo kita dapati daftar dari dewa-dewa dan tuhan-tuhan yang disembah orang Mesir atau Kaum Fir'aun purbakala itu. Untuk dituhankan maka dianggap sucilah berbagai macam binatang: domba, buaya, ular, burung belibis, kera, anak sapi, singa, dan beberapa macam lagi yang lain. Ada pula tuhan-tuhan yang bernama Osiris, Isis, Imhotep, Amun, Bes, Anubis, Ubastet, Ptah, Sekhmet, Thot, Teweret, Hathor, Khnum, Ra, Serapis, Ma'et, Nephtys, Neferthem, Neith, dan lain-lain. Di antaranya yang amat terkenal, dan telah berabad-abad sebelumnya disembah ialah yang mereka namai Apis yang digambarkan sebagai seorang anak lembu jantan. Ini adalah termasuk “tuhan" yang penting sekali. Inilah agaknya yang diminta oleh mereka yang belum ada pengertian tauhid itu supaya diambil oleh Musa jadi “tuhan" untuk mereka sembah.
Dalam ayat 139 di surah al-A'raaf (Juz 9) telah kita baca sambutan yang amat keras dari Nabi Musa terhadap mereka bahwa permintaan demikian itu adalah timbul dari kaum yang bodoh. Dan dijelaskan pula bahwa penyembah berhala akan dibinasakan oleh Allah.
Dalam rangka ingin dan terkenang kepada zaman kejayaan di Mesir itu, walaupun dalam kehinaan pernah pula ada yang meminta diberi makanan-makanan enak sebagai yang pernah mereka rasakan sebelum mengembara itu, sebagai dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 61, mereka meminta diberi sayur, diberi timun, diberi bawang putih, kacang, dan bawang merah.
Orang-orang semacam inilah yang selalu gelisah, yang selalu merasa tidak puas. Orang-orang semacam inilah yang mudah ditipu dan dihasut oleh pemimpin-pemimpin pengadu untung (oportunis) untuk kepentingan diri sendiri. Inilah yang menjadi korban tipuan dari Samiri. .
Ayat 90
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka itu sebelumnya."
Yaitu sebelum kekacauan itu terjadi. Sebelum orang-orang itu berkerumun menyembah menyimpuh dan memuja kepada berhala ‘Ijil (anak sapi) tiruan dari Apis, berhala orang Mesir itu. Nabi Harun telah menyampaikan nasihat kepada mereka."Hai kaumku! Tidak lain melainkan diujilah kamu dengan dia." Yaitu bahwa berhala dari bekas-bekas perhiasan emas perak yang dilebur jadi satu dan dijadikan berhala oleh Samiri, lain tidak hanya untuk menguji keteguhan iman kamu menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa."Dan sesungguhnya Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Pemurah itu." Allah ar-Rahman, yang dengan kasih sayangnya terhadap hamba-Nya telah melindungi kamu.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Harun menyebut satu di antara Sifat Allah, yaitu Yang Maha Pemurah, ar-Rahman. Karena dengan menyebut nama dan sifat Tuhan ar-Rahman, supaya teringatlah mereka itu, bahwa dengan kemurahan Allah, dengan belas kasihnya mereka telah selamat terlepas dari tindasan Fir'aun.
“Maka ikutilah aku dan patuhilah perintahku."
Itulah ujung seruan Harun kepada mereka. Sebab Harun mendapat amanah dari Musa supaya sepeninggal dia pergi menghadap Allah itu, hendaklah Harun menjaga kaumnya dan melanjutkan pimpinannya.
Tetapi kaum yang telah tersesat itu tidak mau lagi memedulikan perintah Harun dan mereka tidak mau patuh lagi.
Ayat 91
“Mereka itu menjawab, “Sekali-kali kami tidak akan meninggalkannya, tetap dalam keadaan tafakur, sampai kembali kepada kami Musa itu sendiri."
Dalam ayat ini jelas sekali bahwa Nabi
Harun itu pun telah mereka bantah dan mereka tantang. Mereka tidak patuh lagi kepada peringatan yang diberikan oleh Nabi Harun. Dan Nabi Harun sendiri pun tidak pula dapat bertindak lebih jauh, karena wibawa dan pengaruh beliau tidak sekuat pengaruh Nabi Musa.
Nabi Musa sendiri pun sampailah di tempat mereka itu kembali. Dalam keadaan marah sangat.
Ayat 92
“Dia berkata, “Hai Harun! Apakah yang menghambatmu."
Mengapa tidak engkau cegah mereka? Mengapa tidak engkau halangi?
“Setelah engkau lihat mereka itu telah tersesat?"
Mengapa engkau biarkan saja?
Tampaknya sangatlah murka Nabi Musa kepada Nabi Harun di waktu itu, sehingga ditarik-tariknya janggutnya dan kepalanya. Sampai dikatakannya juga.
Ayat 93
“Apa tidakkah engkau menuruti aku lagi?"
Apakah engkau telah merasa bahwa engkau bukan wakilku lagi, tetapi telah berdiri sendiri.
“Apakah engkau telah mendurhakai perintahku."
Ayat 94
“Berkata (Harun), “Wahai anak ibuku!"
“Janganlah engkau renggutkan janggutku dan jangan engkau guncangkan kepalaku!"
Susunan kata seperti ini, pertama memanggil Musa dengan menyebut “anak ibuku", kedua seakan-akan memohon janganlah janggutnya ditarik, dan jangan diguncang-guncangkan kepalanya, Harun telah berusaha menurunkan kepanasan murka Musa itu.
Karena Musa adalah orang yang bertabiat lekas naik darah tetapi lekas pula turun bila mendapat kata-kata yang menyinggung hatinya Dengan menyebut “anak ibu" teringatlah Musa bahwa yang dihardik-hardik, digertak-gertak itu adalah saudaranya sendiri, yang satu ayah satu ibu dan lebih tua darinya. Maka tiadalah patut kemurkaannya ditumpahkan-nya saja sebelum usul periksa. Dan menarik-narik janggut, mengguncang-guncangkan kepala hanya dilakukan kepada orang yang bodoh. Itu pun tidaklah patut dilakukan kepadanya. Dalam ayat 150 dari surah al-A'raaf dijelaskan lagi sambungan perkataan Harun memberi penjelasan kepada Musa bahwa dia dipandang lemah saja, dipandang tidak berarti saja oleh kaum yang tersesat itu, bahkan nyaris dia mereka bunuh. Di ayat 151 surah al-A'raaf itu dijelaskan lagi bahwa penjelasan yang lemah lembut, memanggilnya sebagai “anak ibuku" setelah kepalanya ditarik-tarik, menyebabkan di saat itu juga marah Musa menurun, sehingga segera dia memohonkan ampun untuk dirinya dan untuk saudaranya kepada Allah, dan mohon agar diberi rahmat dan belas kasihan.
Lalu sambung Harun lagi, “Aku takut bahwa engkau akan mengatakan, “Engkau telah mengadakan perpecahan di antara Bani Israil," setengah tersesat karena tipuan Samiri dan setengah lagi tetap bertahan pada pendirian yang benar, sehingga dengan demikian Bani Israil jadi pecah. Dan saya pun takut akan engkau katakan pula.
“Dan tidak engkau perhatikan perkataanku."
Yaitu pesan-pesan yang ditinggalkan oleh Musa sebelum dia berangkat dan perwakilan pimpinan yang diserahkannya kepada Harun. Padahal bukanlah begitu keadaannya. Malahan sekadar tenaga yang ada padanya, Harun telah memberikan teguran kepada mereka, dan tidak lebih dari hanya teguran. Karena kalau Harun mengambil tindakan lebih keras, takut kaum itu menjadi pecah sebelum Musa pulang kembali.
Mendengan ketenangan-ketenangan yang disampaikan olehHaiun, mengertilah Musa duduknya perkara. Lalu, “Berkata (Musa),
Ayat 95
“Bagaimanakah perkaramu ini, hai Samiri?"
Artinya, apakah sebabnya,apakah pasalnya sehingga engkau lakukan penipuan yang besar ini? Engkau bawa Bani lsrail kembali ke dalam kegelapan, padahal untuk menghindarkan diri dari menyembah berhalalah mereka dibawa menyeberangi lautan meninggalkan negeri Mesir.
Dengan demikian mulailah Musa memeriksa Samiri sendiri.
Ayat 96
“(Samini) menjawab, “Aku pernah melihat apa yang tidak mereka lihat."
Dengan permulaan jawaban itu Samiri telah mengakui terus terang bahwa mereka itu semuanya telah ditipunya dan diperbodohnya, sebab dia melihat apa yang tidak mereka lihat, dia mengetahui apa yang mereka tidak tahu. Laksana dukun-dukun penipu mempermain-rnainkan orang -orang bodoh yang lekas percaya kepada perdukunan, “Maka aku genggamlah segenggam dari jejak Rasul itu."
Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa Samiri mengatakan bahwa karena ilmu gaibnya yang mendalam, dia dapat melihat seketika Malaikat Jibril turun ke bumi di kala mem-belahkan laut dengan tongkat Nabi Musa itu, dan lautan bertaut kembali setelah Fir'aun sampai di tengah-tengahnya. Di waktu itulah menurut percakapan Samiri dia melihat Jibril naik kuda, dan jelas olehnya bekas telapak kaki kuda itu ketika naik ke udara menuju langit, lalu diambilnya segenggam tanah dari bekas kaki kuda Jibril itu. Kata Samiri selanjutnya, segenggam tanah bekas jejak kaki kuda itulah yang dimasukkannya ke dalam kerongkongan ‘Ijil atau berhala anak sapi itu, sehingga pandailah anak sapi berhala itu melenguh seperti sapi yang benar-benar hidup. Dan kata Samiri selanjutnya, “Lalu aku buangkan dia," atau aku campakkan dia, atau aku lemparkan ke dalam lubang yang telah aku gali sebagai lembaga menyerupai anak sapi itu. Yang dia buangkan itu ialah kumpulan dari perhiasan emas perak itu, yang dikumpulkan dari seluruh Bani lsrail yang percaya tadi sampai semuanya menjadi beku jadi satu, menyerupai anak sapi sebab lubang lembaga tempat membakarnya dan membentuknya itu ialah menyerupai anak sapi. Dan mengakulah Samiri terus terang tentang niatnya yang jahat hendak menipu itu:
“Dan demikianlah aku dipengaruhi nafsuku."
Meskipun dia telah mengakui terus terang bahwa dia telah didorong oleh hawa nafsunya buat menipu dan memperdayakan orang-orang yang tidak berilmu seperti dia, orang yang tidak melihat apa yang dia lihat, namun dalam pengakuan itu dicobanya juga hendak menipu Musa sendiri dengan katanya bahwa dia melihat jejak kaki kuda Malaikat Jibril lalu dipungutnya segenggam.
Nyatalah perkataannya itu bohong! jiwa kotor semacam dia itu tidak akan mungkin dapat melihat jejak kaki Malaikat Jibril atau jejak kaki kudanya. Oleh sebab itu pengakuannya yang demikian tidaklah meringankan hukuman yang akan dijatuhkan Musa kepada dirinya.
Ayat 97
“Berkata Musa, “Enyahlah engkau!"
Itulah hukuman yang tepat buat tukang kacau itu. Dia diusir oleh Nabi Musa dari dalam masyarakat Bani lsrail, dia mesti enyah dari tempat itu waktu itu juga."Maka sesungguhnya engkau selama hidup ini, bahwa engkau akan berkata, “Tidak ada persentuhan."
Artinya bahwa sejak saat itu dia dienyahkan dari masyarakat ramai dan selama sisa hidupnya dia tidak boleh lagi bergaul dengan orang banyak. Kepada masyarakat Bani Israil diberi peringatan supaya putuskan segala hubungan dengan Samiri, dan kalau ada Bani Israil yang mendekatinya, Samiri sendiri wajib memberi tahu, “Tidak ada persentuhan." Tidak ada tegur dan sapa, tidak ada hubungan, bahkan benar-benar tidak boleh ada sampai kepada persentuhan kulit sekalipun. Dia dipencilkan sebagaimana memencilkan orang mendapat penyakit kusta."Dan buat engkau ditentukan suatu tempat yang sekali-kali engkau tidak akan diluputkan darinya," artinya tempat pengasingan atau pembuangan.
Lalu kata Nabi Musa sebagai lanjutan ke-putusannya."Dan lihatlah kepada tuhan engkau itu, yang selalu engkau berbakti kepadanya Yang disembah dan kamu puja dan kamu ajak pula orang lain yang bodoh-bodoh buat menyembahnya."Sesungguhnya akan kami bakar dia," biar kembali membeku padu dan hilang bentuknya seperti berhala anak sapi. Maka tersebutlah di dalam beberapa tafsir bahwa setelah hilang bentuknya seperti anak sapi, logam padu itu dikikir sampai semuanya menjadi debu.
“Kemudian itu akan kami taburkan dia ke dalam lautan, dengan sebenar-benar pertaburan."
Inilah hukuman yang tegas dari Musa atas Samiri dan ancaman keras pula bagi pengikut-pengikutnya yang diperbodoh itu. Samiri sendiri dipencilkan, tidak boleh dijamah, tidak boleh disentuh, bahkan dibuang dari masyarakat ramai. Berhala anak sapi itu dibakar, dihancurkan, dibuat lumat jadi abu, dan ditaburkan ke dalam laut. Di hadapan mata Samiri dan orang-orang yang ditipunya itu berhala yang mereka sembah-sembah itu dihancurkan. Mereka saksikan sendiri bahwa berhala itu tidak dapat mempertahankan diri
nya ketika dia dihancurkan, dan Samiri yang mereka puji-puji seperti memuji nabi dihukum dan dibuat menjadi orang yang paling hina.
Sekali lagi dan yang kesekian kalinya Nabi Musa memperingatkan,
Ayat 98
“Tidak lain Tuhanmu itu melainkan Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia."
Oleh sebab itu janganlah kamu memperbodoh diri, membuat berhala dengan tanganmu sendiri, lalu berhala buatan tanganmu itu kamu pujakan dan kamu anggap bahwa buatan tanganmu itu lebih mulia dari dirimu sendiri. Dengan tidak kamu sadari kamu telah memperbodoh dirimu sendiri. Namun dengan mewujudkan tujuan hidup kepada Yang Esa, yaitu Allah, bebaslah kamu dari rasa ketakutan terhadap alam dan hilang keraguan di dalam hidup. Sebab Allah itu,
“Luaslah pengetahuan-Nya atas tiap-tiap sesuatu."
Artinya tidaklah ada yang tersembunyi dari pengetahuan Allah. Besar dan kecil, semua Dia ketahui, semua dalam ilmu-Nya. Semua Dia yang mengatur. Maka bukanlah Allah itu barang mati, yang tidak berakal, yang tidak berkuasa atas dirinya, usahkan menguasai orang lain. Sebab itu maka menyembah berhala yang dibuat oleh manusia dengan tangannya sendiri itu adalah kebodohan.