Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَّبِعُونَ
(mereka) mengikuti
ٱلرَّسُولَ
Rasul
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
ٱلۡأُمِّيَّ
ummi
ٱلَّذِي
yang
يَجِدُونَهُۥ
mereka mendapatkannya
مَكۡتُوبًا
tertulis
عِندَهُمۡ
disisi mereka
فِي
di dalam
ٱلتَّوۡرَىٰةِ
Taurat
وَٱلۡإِنجِيلِ
dan Injil
يَأۡمُرُهُم
(Nabi) menyuruh mereka
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan yang ma'ruf
وَيَنۡهَىٰهُمۡ
dan melarang mereka
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
yang mungkar
وَيُحِلُّ
dan menghalalkan
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلطَّيِّبَٰتِ
yang baik-baik
وَيُحَرِّمُ
dan mengharamkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡخَبَٰٓئِثَ
yang buruk-buruk
وَيَضَعُ
dan meletakkan/membuang
عَنۡهُمۡ
dari mereka
إِصۡرَهُمۡ
beban-beban mereka
وَٱلۡأَغۡلَٰلَ
dan belenggu-belenggu
ٱلَّتِي
yang
كَانَتۡ
adalah
عَلَيۡهِمۡۚ
atas mereka
فَٱلَّذِينَ
maka orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
بِهِۦ
dengannya
وَعَزَّرُوهُ
dan mereka memuliakannya
وَنَصَرُوهُ
dan mereka menolongnya
وَٱتَّبَعُواْ
dan mereka mengikuti
ٱلنُّورَ
cahaya terang
ٱلَّذِيٓ
yang
أُنزِلَ
diturunkan
مَعَهُۥٓ
kepadanya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَّبِعُونَ
(mereka) mengikuti
ٱلرَّسُولَ
Rasul
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
ٱلۡأُمِّيَّ
ummi
ٱلَّذِي
yang
يَجِدُونَهُۥ
mereka mendapatkannya
مَكۡتُوبًا
tertulis
عِندَهُمۡ
disisi mereka
فِي
di dalam
ٱلتَّوۡرَىٰةِ
Taurat
وَٱلۡإِنجِيلِ
dan Injil
يَأۡمُرُهُم
(Nabi) menyuruh mereka
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan yang ma'ruf
وَيَنۡهَىٰهُمۡ
dan melarang mereka
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
yang mungkar
وَيُحِلُّ
dan menghalalkan
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلطَّيِّبَٰتِ
yang baik-baik
وَيُحَرِّمُ
dan mengharamkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡخَبَٰٓئِثَ
yang buruk-buruk
وَيَضَعُ
dan meletakkan/membuang
عَنۡهُمۡ
dari mereka
إِصۡرَهُمۡ
beban-beban mereka
وَٱلۡأَغۡلَٰلَ
dan belenggu-belenggu
ٱلَّتِي
yang
كَانَتۡ
adalah
عَلَيۡهِمۡۚ
atas mereka
فَٱلَّذِينَ
maka orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
بِهِۦ
dengannya
وَعَزَّرُوهُ
dan mereka memuliakannya
وَنَصَرُوهُ
dan mereka menolongnya
وَٱتَّبَعُواْ
dan mereka mengikuti
ٱلنُّورَ
cahaya terang
ٱلَّذِيٓ
yang
أُنزِلَ
diturunkan
مَعَهُۥٓ
kepadanya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
Terjemahan
(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.
Tafsir
(Yaitu orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi) yaitu Nabi Muhammad ﷺ (yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka) lengkap dengan nama dan ciri-cirinya (yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik) dari apa yang sebelumnya diharamkan oleh syariat mereka (dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk) yaitu bangkai dan lain-lainnya (dan membuang dari mereka beban-beban) maksud tanggungan mereka (dan belenggu-belenggu) hal-hal yang berat (yang ada pada mereka) seperti bertobat dengan jalan membunuh diri dan memotong apa yang terkena oleh najis. (Maka orang-orang yang beriman kepadanya) dari kalangan mereka (memuliakannya) yaitu menghormatinya (menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya) yakni Al-Qur'an (mereka itulah orang-orang yang beruntung).
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. (Al-A'raf: 157) Demikianlah sifat dan ciri khas Nabi Muhammad ﷺ yang tertera di dalam kitab-kitab para nabi terdahulu. Para nabi terdahulu menyampaikan berita gembira kepada umatnya masing-masing akan kedatangan Nabi Muhammad ﷺ dan memerintahkan kepada umatnya untuk mengikutinya (apabila mereka mengalami masanya). Dan sifat-sifat Nabi Muhammad ﷺ masih tetap ada dalam kitab-kitab mereka serta diketahui oleh ulama dan rahib mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: (6) telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Al-Jariri, dari Abu Sakhr Al-Uqaili, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki Badui yang menceritakan bahwa di masa Rasulullah ﷺ ia pernah datang ke Madinah membawa sapi perahan. Setelah selesai dari jual belinya, lelaki Badui itu berkata, "Aku sungguh akan menemui lelaki ini (maksudnyaNabi ﷺ), dan sungguh aku akan mendengar darinya." Lelaki Badui itu melanjutkan kisahnya; lalu aku menjumpainya sedang berjalan di antara Abu Bakar dan Umar, maka aku mengikuti mereka berjalan hingga sampailah mereka kepada seorang lelaki Yahudi.
Lelaki Yahudi itu sedang membuka kitab Taurat seraya membacanya, sebagai ungkapan rasa duka dan belasungkawanya atas anak lelakinya yang sedang menghadapi kematian; anak lakt-Iakinya itu adalah seorang pemuda yang paling tampan dan paling gagah. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: Aku memohon kepadamu dengan nama Tuhan yang telah menurunkan kitab Taurat, apakah engkau menjumpai dalam kitabmu ini sifat dan tempat hijrahku? Lelaki Yahudi itu menjawab pertanyaan Nabi ﷺ hanya dengan isyarat gelengan kepala yang berarti 'tidak'. Tetapi anak lelakinya yang sedang menghadapi kematian itu berkata, "Ya, demi Tuhan yang telah menurunkan kitab Taurat, sesungguhnya kami menjumpai di dalam kitab kami sifatmu dan tempat hijrahmu.
Dan sesungguhnya aku sekarang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi (pula) bahwa engkau adalah utusan Allah." (Kemudian anak orang Yahudi itu meninggal dunia). Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Singkirkanlah orang Yahudi ini dari saudara kalian! Kemudian Nabi ﷺ mengurus pengafanan dan menyalati mayat anak lelaki Yahudi itu. Hadits ini baik lagi kuat dan mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya di dalam kitab Shahih melalui hadits Anas. Imam Hakim penulis kitab Al-Mustadrak mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ishaq Al-Baghawi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Aisam Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari Syurahbil ibnu Muslim, dari Abu Umamah Al-Bahili, dari Hisyam ibnul As Al-Umawi yang menceritakan bahwa dia dan seorang lelaki lain diutus untuk menemui HerakliusRaja Romawi untuk menyerunya (mengajaknya) masuk Islam.
"Kami berangkat, dan ketika kami sampai di Al-Gautah bagian dari kota Dimasyq (Damaskus) kami turun istirahat di perkampungan Al-Jabalah ibnul Aiham Al-Gassani. Lalu kami masuk menemuinya, tiba-tiba kami jumpai dia berada di atas singgasananya. Ia mengirimkan utusannya kepada kami agar kami berbicara dengannya, tetapi kami mengatakan, 'Demi Allah, kami tidak akan berbicara kepada utusan. Sesungguhnya kami diutus hanya untuk menemui raja (kalian). Jika kami diberi izin untuk masuk, maka kami akan berbicara langsung dengannya; dan jika tidak, kami tidak akan berbicara kepada utusan.' Kemudian utusan Jabalah ibnul Aiham kembali kepadanya dan menceritakan segala sesuatunya kepadanya.
Akhirnya kami diberi izin untuk menemuinya, lalu Jabalah berkata, "Berbicaralah kalian.' Maka Hisyam ibnul As berbicara dengannya dan menyerunya untuk memeluk agama Islam. Ternyata Jabalah memakai pakaian hitam, maka Hisyam bertanya kepadanya, 'Pakaian apakah yang engkau kenakan itu?' Jabalah menjawab, 'Saya memakainya dan saya telah bersumpah bahwa saya tidak akan menanggalkannya sebelum mengusir kalian dari negeri Syam.' Kami berkata, 'Majelismu ini, demi Allah, akan benar-benar kami rebut dari tangan kekuasaanmu, dan sesungguhnya kami akan merebut kerajaan rajamu yang paling besar, Insya Allah.
Hal ini telah diberitakan kepada kami oleh Nabi kami, yaitu Nabi Muhammad ﷺ' Jabalah mengatakan, 'Kalian bukanlah mereka, bahkan mereka adalah suatu kaum yang puasa siang harinya dan shalat pada malam harinya, maka bagaimanakah cara puasa kalian?' Maka kami menceritakan cara puasa kami. Wajah Jabalah menjadi hitam (marah) dan berkata, 'Berangkatlah kalian,' dan ia menyertakan seorang utusan bersama kami untuk menghadap kepada Kaisar Romawi.
Kami berangkat, dan ketika kami sudah dekat dengan ibu kota, berkatalah orang yang bersama kami, 'Sesungguhnya hewan kendaraan kalian ini dilarang memasuki ibu kota kerajaan. Jika kalian suka, maka kami akan membawa kalian dengan kendaraan kuda dan Bagal. Kami menjawab, 'Demi Allah, kami tidak akan masuk melainkan dengan memakai kendaraan ini.' Kemudian orang yang bersama kami itu mengirimkan utusan (kurir)nya kepada kaisar untuk menyampaikan bahwa para utusan kaum muslim menolak peraturan tersebut.
Akhirnya Raja Romawi memerintahkan kepada utusan itu untuk membawa kami masuk dengan kendaraan yang kami bawa. Kami masuk ke dalam ibu kota dengan menyandang pedang-pedang kami, hingga sampailah kami pada salah satu gedung milik Kaisar. Lalu kami istirahatkan unta kendaraan kami pada bagian bawahnya, sedangkan Raja Romawi memandang kami. Lalu kami ucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.' Allah-lah yang mengetahui, karena sesungguhnya gedung itu mendadak menjadi awut-awutan seperti pohon kurma yang tertiup angin besar.
Lalu raja mengirimkan kurirnya kepada kami untuk menyampaikan, 'Kalian tidak usah menggembar-gemborkan agama kalian kepada kami.' Dan raja mengirimkan lagi kurirnya untuk menyampaikan, 'Silakan kalian masuk.' Maka kami masuk menghadapnya, sedangkan dia berada di atas pelaminannya, di hadapan para pastur Romawi. Segala sesuatu yang ada di majelisnya berwarna merah, raja sendiri memakai baju merah, dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya semuanya berwarna merah.
Lalu kami mendekat kepadanya. Dia tertawa, lalu berkata, 'Bagaimanakah menurut kalian jika kalian datang menghadap kepadaku dengan mengucapkan kalimat salam penghormatan yang berlaku di antara sesama kalian? Tiba-tiba di sisinya terdapat seorang lelaki yang fasih berbicara Arab lagi banyak bicara. Maka kami menjawab, 'Sesungguhnya salam penghormatan kami di antara sesama kami tidak halal bagimu, dan salam penghormatan kamu yang biasa kamu pakai tidak halal pula bagi kami memakainya.' Raja menjawab, 'Bagaimanakah ucapan salam penghormatan kalian di antara sesama kalian? Kami menjawab, 'Assalamu 'alaika.
Raja bertanya, 'Bagaimanakah caranya kalian mengucapkan salam penghormatan kepada raja kalian?' Kami menjawab, 'Sama dengan kalimat itu.! Raja bertanya, 'Bagaimanakah kalian mendapat jawabannya?' Kami menjawab, Kalimat yang sama. Raja bertanya, 'Kalimat apakah yang paling besar dalam ucapan kalian? Kami menjawab, 'Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.' Ketika kami mengucapkan kalimah itu, hanya Allah-lah yang lebih mengetahui, tiba-tiba gedung istana itu bergetar sehingga si raja mengangkat kepalanya memandang ke atas gedung itu.
Raja berkata, 'Kalimat yang baru saja kalian ucapkan dan membuat gedung ini bergetar. Apakah setiap kalian mengucapkannya di dalam rumah kalian, lalu kamar-kamar kalian bergetar karenanya? Kami menjawab, 'Tidak, kami belum pernah melihat peristiwa ini kecuali hanya di tempatmu sekarang ini? Raja berkata, 'Sesungguhnya aku mengharapkan seandainya saja setiap kali kalian mengucapkan segala sesuatu bergetar atas kalian.
Dan sesungguhnya aku rela mengeluarkan separuh dari kerajaanku? Kami bertanya, 'Mengapa?' Ia menjawab, 'Karena sesungguhnya hal itu lebih mudah dan lebih layak untuk dikatakan bukan merupakan perkara kenabian, dan bahwa hal tersebut hanyalah terjadi semata-mata karena perbuatan manusia.' Kemudian raja menanyai kami tentang tujuan kami, lalu kami menceritakan hal itu kepadanya. Setelah itu raja bertanya, 'Bagaimanakah shalat dan puasa kalian?' Kami menceritakan hal itu kepadanya, lalu raja berkata.
'Bangkitlah kalian.' Kemudian ia memerintahkan agar menyediakan rumah yang baik dan tempat peristirahatan yang cukup buat kami, dan kami tinggal di sana selama tiga hari. Pada suatu malam raja mengirimkan kurirnya kepada kami, lalu kami masuk menemui raja, dan ia meminta agar kami mengulangi ucapan kami, maka kami mengulanginya. Sesudah itu ia memerintahkan agar dibawakan sesuatu yang berbentuk seperti kota yang cukup besar, terbuat dari emas.
Di dalamnya terdapat rumah-rumah kecil yang masing-masingnya berpintu. Raja membuka sebuah rumah dan membuka kuncinya, lalu mengeluarkan (dari dalamnya) selembar kain sutera hitam. Ketika kami membeberkan kain sutera itu, tiba-tiba padanya terdapat gambar merah, dan pada gambar yang merah itu terdapat gambar seorang lelaki yang bermata besar lagi berpantai besar, saya belum pernah melihat leher sepanjang yang dimilikinya. Ternyata lelaki itu tidak berjanggut, dan ternyata pada rambutnya terdapat dua kepangan rambut yang paling indah di antara semua makhluk Allah.
Lalu raja berkata, 'Tahukah kalian gambar siapakah ini?' Kami menjawab, 'Tidak.' Ia berkata, 'Ini adalah gambar Adam a.s.' Ternyata Nabi Adam a.s. adalah orang yang sangat lebat rambutnya. Kemudian raja membuka rumah yang lain, lalu mengeluarkan kain sutera berwarna hitam darinya. Tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar orang yang berkulit putih, memiliki rambut yang keriting, kedua matanya merah, berkepala besar, dan sangat bagus janggutnya.
Lalu raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak.' Raja berkata, 'Dia adalah Nuh a.s.' Kemudian ia membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera hitam lainnya, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang kelaki yang sangat putih, kedua matanya sangat indah, keningnya lebar, dan pipinya panjang (lonjong), sedangkan janggutnya berwarna pulih, seakan-akan gambar lelaki itu tersenyum. Lalu raja bertanya, 'Tahukan kalian, siapakah orang ini?7 Kami menjawab, 'Tidak.' Ia berkata, 'Orang ini adalah Ibrahim a.s.' Lalu raja membuka pintu yang lain (dan mengeluarkan kain sutera hitam) tiba-tiba padanya terdapat gambar orang yang putih, dan tiba-tibademi Allahdia adalah Rasulullah ﷺ sendiri." Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab.
Ya. orang ini adalah Muhammad, utusan Allah subhanahu wa ta’ala Kami menangis, dan raja bangkit berdiri sejenak, kemudian duduk lagi, lalu bertanya, 'Demi Allah, benarkah gambar ini adalah dia (Nabi ﷺ)?' Kami menjawab, 'Ya, sesungguhnya gambar ini adalah gambar dia, seakan-akan engkau sedang memandang kepadanya.' Raja memegang kain sutera itu sesaat seraya memandangnya, lalu berkata, 'Ingatlah, sesungguhnya rumah ini adalah rumah yang terakhir, tetapi sengaja saya segerakan buat kalian untuk melihat apa yang ada pada kalian.' Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera hitam darinya, tiba-tiba padanya terdapat gambar seseorang yang hitam manis, dia adalah seorang lelaki yang berambut keriting dengan mata yang agak cekung, tetapi pandangannya tajam, wajahnya murung, giginya bertumpang tindih, bibirnya dicibirkan seakan-akan sedang dalam keadaan marah.
Raja bertanya Tahukah kalian siapakah orang ini?'Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata 'Dia adalah Musa a.s.' Sedangkan di sebelahnya terdapat gambar seseorang yang mirip dengannya, hanya rambutnya berminyak, dahinya lebar, dan kedua matanya kelihatan agak juling. Raja itu bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Harun ibnu Imran a.s.' Lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera putih dari dalamnya.
Ternyata di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki hitam manis, tingginya pertengahan, dadanya bidang, dan seakan-akan sedang marah. Lalu si raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini? Kami menjawab, 'Tidak.' Dia menjawab bahwa orang tersebut adalah Luth a.s. Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera berwarna putih, tiba-tiba padanya terdapat gambar seorang lelaki yang kulitnya putih kemerah-merahan dengan pinggang yang kecil dan memiliki wajah yang tampan.
Lalu si raja bertanya, 'Tahukah kaitan siapakah orang ini? Kami menjawab, 'Tidak.' Raja berkata, 'Dia adalah Ishaq a.s. Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan kain sutera putih darinya, dan ternyata di dalamnya terdapat gambar seseorang yang mirip dengan Ishaq, hanya saja pada bibirnya terdapat tahi lalat. Raja bertanya, 'Tahukah kalian, siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Ya'qub a.s.' Lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera yang berwarna hitam, di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki berkulit putih, berwajah tampan, berhidung mancung dengan tinggi yang cukup baik, pada wajahnya terpancarkan nur (cahaya), dan terbaca dari wajahnya pertanda khusyuk dengan kulit yang putih kemerah-merahan.
Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak tahu.' Raja berkata.Orang ini adalah kakek nabi kalian, yaitu Nabi Ismail a.s." Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, dan ternyata di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang mirip dengan Nabi Adam, hanya wajahnya bercahaya seperti mentari. Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab, Tidak tahu.
Raja berkata Orang ini adalah Yusuf AS. Kemudian raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang berkulit merah, kedua betisnya kecil, dan matanya rabun, sedang-kan perutnya besar dan tingginya sedang, seraya menyandang pedang. Raja bertanya, 'Tahukan kalian siapakah orang ini? Kami menjawab, 'Tidak.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Daud a.s.' lalu raja membuka pintu yang lain dan mengeluarkan darinya kain sutera putih, tiba-tiba di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang berpantat besar, kedua kakinya agak panjang seraya mengendarai kuda.
Lalu raja bertanya, 'Tahukah kalian, siapakah orang ini?' Kami menjawab, 'Tidak.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Sulaiman ibnu Daud a.s.' Kemudian raja membuka pintu yang lain, lalu mengeluarkan kain sutera hitam darinya, pada kain sutera itu terdapat gambar orang yang berpakatan putih, dan ternyata dia adalah seorang pemuda yang janggutnya berwarna hitam pekat, berambut lebat, kedua matanya indah, dan wajahnya tampan.
Raja bertanya, 'Tahukah kalian siapakah orang ini?' Kami menjawab. 'Tidak.' Raja berkata, 'Orang ini adalah Isa ibnu Maryam a.s.' Kami bertanya, 'Dari manakah kamu mendapatkan gambar-gambar ini? Karena kami mengetahui bahwa gambar-gambar tersebut sesuai dengan gambar nabi-nabi yang dimaksud, mengingat kami melihat gambar nabi kami persis seperti yang tertera padanya.' Raja menjawab, 'Sesungguhnya Adam a.s.
pernah memohon kepada Tuhannya agar Dia memperlihatkan kepadanya para nabi dari keturunannya, maka Allah menurunkan kepadanya gambar-gambar mereka. Gambar-gambar tersebut berada di dalam perbendaharaan Nabi Adam a.s. yang terletak di tempat tenggelamnya matahari. Kemudian dikeluarkan oleh Zul Qarnain dari tempat penyimpanannya di tempat tenggelamnya matahari, lalu Zul Qarnain menyerahkannya kepada Nabi Danial.' Kemudian raja berkata, 'Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya pribadiku suka bila keluar dari kerajaanku, dan sesungguhnya aku nanti akan menjadi orang yang memiliki kerajaan yang paling kecil di antara kalian hingga aku mati.' Lalu raja memberikan hadiah, Dan ternyata hadiah yang diberikannya sangat baik, lalu dia melepas kami pulang.
Ketika kami sampai pada Khalifah Abu Bakar As-Siddiq . kami ceritakan kepadanya semua yang telah kami lihat, demikian pula perkataan raja serta hadiah yang diberikannya kepada kami. Maka Abu Bakar menangis dan berkata, 'Kasihan dia. Seandainya Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia melakukannya (masuk Islam).' Kemudian Abu Bakar As-Siddiq berkata, 'Telah menceritakan kepada kami Rasulullah ﷺ, bahwa mereka (orang-orang Nasrani) dan orang-orang Yahudi menjumpai sifat Nabi Muhammad ﷺ pada kitab yang ada pada mereka'." Hal yang sama telah diketengahkan oleh An-Hafidzh Abu Bakar Al-Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah, dari Al-Hakim secara ijazah, lalu ia menuturkan kisah tersebut, sanad dari kisah ini tidak ada celanya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Falih, dari Hilal ibnu Ali, dari ‘Atha’ ibnu Yasar yang menceritakan bahwa ia pernah bersua dengan Abdullah ibnu Amr, lalu ia bertanya kepadanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang sifat Rasulullah ﷺ di dalam kitab Taurat." Abdullah ibnu Amr menjawab, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya sifat beliau tertera di dalam kitab Taurat," sebagaimana yang didapat di dalam Al-Qur'an: Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, serta menjadi benteng bagi orang-orang yang ummi.
Engkau adalah hamba dan Rasul-Ku, namamu muiawakkil (orang yang berserah diri), tidak bersikap keras, dan tidak berhati kasar. Allah tidak akan mewafatkannya sebelum meluruskan agama yang bengkok dengan melaluinya. sehingga mereka mengucapkan kalimat, "Tidak ada Tuhan selain Allah", dan membuka hati-hati yang tertutup, telinga-telinga yang tuli serta mata-mata yang buta dengan melaluinya. Selanjutnya ‘Atha’ mengatakan bahwa kemudian ia menjumpai Ka'b dan menanyakan hal itu kepadanya, ternyata ia pun mengatakan hal yang sama tanpa ada perbedaan satu huruf pun, hanya Ka'b mengungkapkannya menurut dialeknya, yakni dia mengatakan gulufiyan, sumumiyan, dan 'umumiyan.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya di dalam kitab Shahih-nya, dari Muhammad ibnu Sinan, dari Falih, dari Hilal ibnu Ali, lalu ia menyebutkan hadits berikut dengan sanadnya dengan lafal yang semisal, tetapi dalam riwayatnya ditambahkan sesudah 'tidak bersikap keras dan tidak berhati kasar", yaitu kalimat berikut: 'tidak membuat keributan di pasar-pasar dan tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan lagi, tetapi penyantun dan pemaaf.
Imam Bukhari pun menuturkan hadits Abdullah ibnu Amr, lalu mengatakan, "Menurut peristilahan kebanyakan ulama Salaf, pengertian kitab Taurat ditujukan kepada semua kitab orang-orang Ahli Kitab." Hal-hal yang serupa dengan ini telah disebutkan pada sebagian hadits. An-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Idris ibnu Warraq ibnul Humaidi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar ibnu Ibrahim (salah seorang putra Jubair ibnu Mut'im) yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ummu Usman, putri Sa:id (yaitu nenekku), dari ayahnya (Sa'id ibnu Muhammad ibnu Jubair), dari ayahnya (Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im) yang menceritakan, "Pada suatu hari ia berangkat menuju negeri Syam untuk berniaga.
Ketika sampai di dataran rendah negeri Syam, saya ditemui oleh seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab. Lelaki Ahli Kitab itu berkata, 'Apakah di kalangan kalian terdapat seorang lelaki yang menjadi nabi?' Saya menjawab,'Ya. Ia bertanya, 'Apakah engkau mengenalnya jika aku perlihatkan gambarnya kepadamu?' Saya menjawab, 'Ya, Lalu ia memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang di dalamnya banyak terdapat gambar, tetapi saya tidak melihat gambar Nabi ﷺ Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba masuklah seorang lelaki, lalu bertanya, 'Sedang apakah kalian?' Maka kami ceritakan kepadanya perihal urusan kami.
Lalu lelaki yang baru datang ini mengajak kami ke rumahnya. Ketika saya memasuki rumahnya, saya melihat gambar Nabi ﷺ, dan ternyata dalam gambar itu terdapat gambar seorang lelaki yang sedang memegang tumit Nabi ﷺ Saya bertanya, 'Siapakah lelaki yang sedang memegang tumitnya?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan sesudahnya ada nabi yang lain. Kecuali nabi ini, karena sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahnya, dan lelaki yang memegang tumitnya ini adalah khalifah sesudahnya.' Dan ternyata gambar lelaki itu sama dengan Abu Bakar " Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs Abu Amr Ad-Darir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, bahwa Sa'id ibnu Iyas Al-Jariri telah menceritakan kepada mereka, dari Abdullah ibnu Syaqiq Al-Uqaili, dari Al-Aqra' muazzin Umar ibnul Khattab yang menceritakan, "Khalifah Umar menyuruhku untuk memanggil seorang uskup.
Lalu Umar bertanya kepadanya, 'Apakah kamu menjumpai diriku dalam kitabmu?' Uskup itu menjawab, 'Ya, Umar bertanya, 'Bagaimanakah engkau menjumpai diriku?' Uskup menjawab, 'Saya menjumpai dirimu bagaikan tanduk.' Maka Umar mengangkat cambuknya seraya bertanya, 'Tanduk apakah yang kamu maksudkan?' Uskup menjawab, 'Tanduk besi, amir yang keras.' Umar bertanya, 'Bagaimanakah kamu jumpai orang yang sesudahku?'Uskup menjawab, 'Saya menjumpainya sebagai khalifah yang saleh, hanya dia lebih mementingkan kaum kerabatnya (untuk menduduki jabatan pembantu-pembantu khalifah).' Umar berkata, 'Semoga Allah merahmati Usman, sebanyak tiga kali.
Umar bertanya,'Bagaimanakah engkau jumpai orang yang sesudahnya?' Uskup menjawab. 'Saya jumpai dia besi karatan, Maka Umar meletakkan tangannya di atas kepalanya dan berkata, 'Aduhai celakanya, aduhai celakanya' Uskup berkata, 'Wahai Amirul Muminm, sesungguhnya dia adalah khalifah yang saleh, hanya saja dia diangkat menjadi khalifah dalam situasi yang kacau di mana pedang terhunus dan darah teralirkan'." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar. (Al-A'raf: 157) Demikianlah sifat Rasulullah ﷺ yang termaktub di dalam kitab-kitab terdahulu.
Demikian pula keadaan Nabi ﷺ pada kenyataannya, beliau tidak memerintahkan kecuali kepada kebaikan, dan tidak melarang kecuali terhadap perbuatan jahat, seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud, "Apabila engkau mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wahai orang-orang yang beriman. Maka bukalah lebar-lebar telingamu, karena sesungguhnya hal itu merupakan kebaikan yang diperintahkan atau kejahatan yang dilarang. Dan hal yang paling penting dan paling besar daripada itu ialah apa yang disampaikan oleh Nabi ﷺ dari Allah, berupa perintah menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan larangan menyembah selain-Nya.
Perihalnya sama dengan risalah yang disampaikan oleh nabi-nabi lain sebelumnya." seperti apa yang disebutkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut." (An-Nahl:36) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir (yaitu Al-Aqdi alias Abdul Malik ibnu Amr); telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari Rabi'ah ibnu Abu Abdur Rahman, dari Abdul Malik ibnu Sa'id, dari Abu Humaid dan Abu Usaid , bahwa Rasulullah ﷺ pemah bersabda: Apabila kalian mendengar suatu hadits dariku yang kalian ketahui melalui hati kalian dan membuat perasaan serta kulit kalian menjadi lembut karenanya, serta kalian memandang bahwa hal itu dekat dengan kalian, maka (ketahuilah bahwa) aku adalah orang yang lebih utama daripada kalian terhadapnya.
Dan apabila kalian mendengar suatu hadits dariku yang kalian ingkari oleh hati kalian dan perasaan serta kulit kalian merasa jijik terhadapnya, dan kalian memandang bahwa hal itu jauh dari kalian, maka (ketahuilah bahwa) aku adalah orang yang paling jauh terhadapnya daripada kalian. Imam Ahmad meriwayatkannya dengan sanad yang jayyid (baik), tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab-kitab hadits yang mengetengahkannya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Ali yang mengatakan, "Apabila kalian mendengar dari Rasulullah ﷺ suatu hadits, maka yakinilah oleh kalian bahwa diri Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling mendapat petunjuk tentangnya, beliaulah yang paling dahulu mengamalkannya dan yang paling bertakwa." Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Yahya, dari Ibnu Sa'id, dari Mis'ar, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali yang mengatakan, "Apabila kalian mendengar suatu hadits dari Rasulullah ﷺ, maka yakinilah bahwa beliaulah orang yang paling mendapat petunjuk, paling dahulu mengamalkannya dan paling bertakwa." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Al-A'raf: 157 Maksudnya, Nabi ﷺ menghalalkan bagi mereka apa yang dahulunya mereka haramkan atas diri mereka sendiri seperti bahirah, saibah, wasilah, ham, dan lain-lainnya yang sejenis yang dahulu mereka ada-adakan untuk mempersempit diri mereka sendiri.
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Al-A'raf: 157) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan 'segala yang buruk' ialah seperti daging babi, riba, dan semua barang haram yang dahulunya mereka halalkan, yaitu makanan-makanan yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala Sebagian ulama mengatakan bahwa semua jenis makanan yang dihalalkan oleh Allah adalah baik lagi bermanfaat bagi tubuh dan agama, dan semua yang diharamkan oleh-Nya adalah buruk lagi membahayakan tubuh dan agama.
Ayat ini dijadikan pegangan oleh orang-orang yang berpendapat bahwa nilai baik dan buruk itu berdasarkan rasio. Tetapi pendapat ini dibantah, pembahasannya tidak termuatkan dalam kitab ini. Ayat ini pun dijadikan hujah oleh ulama yang berpendapat bahwa hal yang dijadikan rujukan dalam menghalalkan makanan-makanan yang penghalalan dan pengharamannya tidak disebutkan oleh suatu nas pun ialah apa yang dianggap baik oleh orang-orang Arab dalam menghalalkannya, dan dalam mengharamkannya pun merujuk kepada penilaian mereka.
Pembahasan mengenainya cukup panjang. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. (Al-A'raf: 157) Artinya, Nabi ﷺ datang dengan membawa kemudahan dan toleransi, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Saya diutus dengan membawa agama yang hanif lagi penuh toleransi. Nabi ﷺ pernah bersabda pula dalam pesannya kepada dua orang amirnya yaitu Mu'az dan Abu Musa Al-Asy'ari ketika beliau ﷺ mengutus mereka ke negeri Yaman, yaitu: Sampaikanlah berita gembira oleh kalian berdua, janganlah kalian membuat hati (mereka) antipati; dan bersikap mudahlah kalian berdua, janganlah mempersulit; dan saling bantulah kalian, janganlah berselisih. Abu Barzah Al-Aslami salah seorang sahabat pernah mengatakan bahwa ia telah menemani Rasulullah ﷺ dan menyaksikan kemudahannya. Di masa lalu pada umat-umat terdahulu syariat-syariat yang ditetapkan atas mereka mempersempit diri mereka, kemudian Allah memberikan keluasan kepada umat ini dalam semua urusannya dan mempermudahnya bagi mereka.
Karena itulah Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku hal-hal yang dibisikkan oleh hatinya, selagi ia tidak mengucapkannya atau mengerjakannya. Dalam hadits lain disebutkan: Telah dimaafkan dari umatku kekeliruan, kelupaan, dan hal-hal yang dipaksakan kepada mereka. Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala memberikan petunjuk kepada umat ini agar dalam doanya mereka senantiasa mengucapkan seperti apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286 Di dalam kitab Shahih Muslim telah disebutkan pula bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman setelah permohonan tersebut dipanjatkan kepada-Nya, "Aku lakukan, Aku lakukan." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya. (Al-A'raf: 157) Yaitu beriman kepadanya, mengagungkannya, dan menghormatinya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-A'raf: 157) Artinya Al-Qur'an dan wahyu yang disampaikan kepadanya untuk ia sampaikan kepada umat manusia. mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A'raf: 157) Yakni beruntung di dunia dan akhiratnya."
Yaitu orang-orang yang terus menerus dengan penuh ketekunan mengikuti Rasul Nabi Muhammad, Nabi yang ummi, tidak pandai baca tulis, yang nama dan sifatnya mereka, para ulama Yahudi dan Nasrani, dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka hingga kini, walapun sebagian besar telah mereka hapus dan yang ada sekarang hanya secara tersirat. Di antara sifat Nabi Muhammad yang terdapat dalam Taurat dan Injil adalah dia yang menyuruh mereka berbuat yang makruf, sesuatu yang dikenal menurut agama, logika dan adat istiadat sebagai kebaikan, dan mencegah dari yang mungkar, sesuatu yang tertolak menurut agama dan logika serta adat istiadat. Dan selain itu, di antara tujuan kedatangan Nabi Muhammad adalah menghalalkan atas perintah Allah segala yang baik bagi mereka termasuk yang tadinya halal kemudian diharamkan sebagai sanksi atas mereka, seperti lemak (Lihat: Surah alAn'a'm/6: 146). Dan mengharamkan, juga berdasar firman Allah segala yang buruk bagi mereka, seperti bangkai, darah, dan daging babi. Dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang tadinya ada pada mereka. Dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu tidak ada lagi beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil, seperti mensyariatkan membunuh diri untuk sahnya tobat, wajib kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak, tanpa boleh membayar diyat (ganti rugi), memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis, dan sebagainya. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya dengan mengakui kenabiannya, memuliakannya, dengan mencegah siapa pun yang bermaksud buruk terhadapnya, menolongnya, mendukungnya dalam penyebaran ajaran Islam, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya, berupa tuntunan Al-Qur'an, mereka itulah orang-orang beruntung.
Allah memperkenalkan Nabi terakhir yang tercantum dalam kitab mereka dan kemuliaan para pengikutnya. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, Wahai seluruh manusia tanpa kecuali! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, dan juga kepada makhluk jin, baik yang semasa denganku maupun tidak, tanpa terkecuali. Allah Yang mengutus aku itu adalah Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Semuanya tunduk hanya kepada-Nya. Dia Yang Mahakuasa untuk menghidupkan dan mematikan, oleh karena itu maka berimanlah kamu kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa itu, dan Rasul-Nya yang terakhir, yaitu Nabi yang ummi, yang tidak pandai membaca dan menulis, namun mendapat informasi yang pasti berupa wahyu dari Allah, yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya yaitu kitab-kitab-Nya. Ikutilah dia dalam sistem dan cara hidupnya, dan laksanakan apa yang yang diajarkannya, agar kamu mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus.
Sifat-sifat Muhammad sebagai Rasul ialah:
1. Nabi yang ummi (buta huruf)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa salah satu sifat Muhammad ﷺ ialah tidak pandai menulis dan membaca. Sifat ini memberi pengertian bahwa orang yang ummi tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, demikian pula cerita-cerita kuno yang berhubungan dengan umat-umat dahulu. Hal ini membuktikan bahwa risalah yang di bawa oleh Muhammad ﷺ itu benar-benar berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Mustahil seseorang yang tidak tahu tulis baca dapat membuat dan membaca Al-Qur'an dan hadis yang memuat hukum-hukum, ketentuan-ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya Al-Qur'an itu buatan Muhammad, bukan berasal dari Tuhan Semesta Alam tentulah manusia dapat membuat atau menirunya, tetapi sampai saat ini belum ada seorang manusia pun yang sanggup menandinginya.
"Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Qur'an) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya." (al-Ankabut/29: 48)
2. Kedatangan Nabi Muhammad telah diberitakan dalam Taurat dan Injil
Kedatangan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul penutup diisyaratkan di dalam Taurat (Kejadian xxi. 13,18; Ulangan xviii. 15) dan Injil (Yohanes xiv. 16), di dalam Al-Qur'an disebutkan dengan jelas bahwa mereka pun sudah mengenal pribadi Muhammad dan akhlaknya :
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya). (al-Baqarah/2: 146)
Yahudi dan Nasrani telah menyembunyikan pemberitaan tentang akan diutusnya Muhammad ﷺ dengan menghapus pemberitaan ini dan menggantinya dengan yang lain di dalam Taurat dan Injil. Banyak ayat Al-Qur'an yang menerangkan tindakan-tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengubah isi Taurat.
Sekalipun demikian masih terdapat ayat-ayat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengisyaratkan akan kedatangan Muhammad itu. Dalam kitab Kejadian xi:13 diterangkan bahwa akan datang seorang Nabi akhir zaman nanti dari keturunan Ismail.
Dari Taurat ada beberapa isyarat yang dapat dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang nabi di antara nabi-nabi. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dinobatkan oleh Tuhan itu akan timbul dari saudara-saudara Bani Israil, tetapi bukan dari Bani Israil itu sendiri. Adapun saudara-saudara Bani Israil itu ialah Bani Ismail (ras Arab), sebab Ismail adalah saudaranya yang lebih tua dari Ishak bapak Nabi Yaqub. Dan Nabi Muhammad ﷺ sudah jelas adalah keturunan Bani Ismail.
Kemudian dalam kitab Kalnest terdapat kata, "Yang seperti engkau" yang memberikan arti bahwa nabi yang akan datang haruslah seperti Nabi Musa, Nabi yang membawa syariat baru (agama Islam) yang juga berlaku untuk bangsa Israil, kemudian diterangkan lagi bahwa nabi itu tidak sombong, sejak sebelum menjadi nabi. Sebelum menjadi Nabi beliau sudah disenangi orang, terbukti dengan pemberian gelar oleh orang Arab kepadanya "Al-Amin"; yang artinya, "Orang yang dipercaya". Jika beliau orang yang sombong, tentu beliau tidak akan diberi gelar yang amat terpuji itu. Setelah menjadi Nabi beliau lebih ramah dan rendah hati.
Umat Nasrani menyesuaikan Nubuat itu kepada Nabi Isa di samping mereka mengakui bahwa Isa mati terbunuh (disalib). Hal ini jelas bertentangan dengan ayat Nubuat itu sendiri. Sebab Nabi itu haruslah tidak mati terbunuh. Disebutkan pula bahwa Tuhan telah datang dari Bukit Sinai, maksudnya memberikan wahyu kepada Musa dan telah terbit bagi mereka di Seir (Ulangan ii. 1-8)", maksudnya menurunkan kepada Nabi Isa wahyu, serta gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, maksudnya menurunkan wahyu kepada Muhammad ﷺ Paran (Faron) adalah nama salah satu bukit di Mekah.
Dalam Yohanes xiv.16, xv.26 dan xvi.7 disebutkan Nubuat Nabi Muhammad ﷺ sebagai berikut: "Maka ada pun apabila telah datang Periclytos, yang Aku telah mengutusnya kepadamu dari bapak, roh yang benar yang berasal dari bapak, maka dia menjadi saksi bagiku, sedangkan kamu menjadi saksi sejak semula. Perkataan "Periclytos" adalah bahasa Yunani, yang artinya sama dengan "Ahmad" dalam bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:
"Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata, "Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." (ash-shaff/61: 6)
Demikianlah sekali pun ada bagian Taurat dan Injil yang diubah, ditambah, dan dihilangkan, juga masih terdapat isyarat-isyarat tentang kenabian dan kerasulan Muhammad ﷺ Itu pulalah sebabnya sebagian ulama Yahudi dan Ibrani yang mengakui kebenaran berita itu segera beriman kepada Muhammad dan risalah yang dibawanya, seperti Abdullah bin Salam dari kalangan Yahudi, Tamim ad-Dari dari kalangan Nasrani.
3. Nabi menyuruh berbuat maruf dan melarang berbuat mungkar
Perbuatan yang maruf ialah perbuatan yang baik, yang sesuai dengan akal sehat, bermanfaat bagi diri mereka sendiri, manusia dan kemanusiaan serta sesuai dengan ajaran agama. Sedangkan perbuatan yang mungkar ialah perbuatan yang buruk, yang tidak sesuai dengan akal yang sehat, dan dapat menimbulkan mudarat bagi diri sendiri, bagi manusia dan kemanusiaan. Perbuatan maruf yang paling tinggi nilainya ialah mengakui keesaan Allah, dan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, sedang perbuatan mungkar yang paling buruk ialah menyekutukan Allah ﷻ
4. Menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk
Yang dimaksud dengan yang baik ialah yang halal lagi baik, tidak merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani. Sedangkan yang dimaksud dengan buruk ialah yang haram, yang merusak akal, pikiran, jasmani dan rohani.
5. Menghilangkan berbagai beban dan belenggu yang memberatkan
Maksudnya ialah bahwa syariat yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ tidak ada lagi beban yang berat seperti yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya mensyariatkan membunuh diri atau membunuh nafsu untuk sahnya tobat, mewajibkan qishash pada pembunuhan, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja, tanpa membolehkan membayar diat, memotong bagian badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang terkena najis, dan sebagainya. Sesuai dengan firman Allah swt:
"Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur". (al-Maidah/5: 6)
Demikian juga Rasululllah ﷺ bersabda :
"Berilah kabar gembira dan janganlah memberikan kabar yang menakut-nakuti, mudahkanlah dan jangan mempersukar, bersatulah dan jangan berselisih." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya kepada Bani Israil telah diisyaratkan hukum-hukum yang berat, baik hukum ibadah, maupun hukum muamalat. Kemudian kepada Nabi Isa as diisyariatkan hukum ibadah yang berat. Sedang syariat Nabi Muhammad saw, sifatnya tidak memberatkan, tetapi melapangkan dan memperingan tanggungan, baik yang berhubungan dengan hukum-hukum ibadah maupun yang berhubungan dengan hukum-hukum muamalat.
Allah menerangkan cara-cara mengikuti Rasul yang telah disebutkan ciri-cirinya, agar bahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti, ialah beriman kepadanya dan kepada risalah yang dibawanya, menolongnya dengan rasa penuh hormat, menegakkan dan meninggikan agama yang dibawanya, mengikuti Al-Qur'an yang dibawanya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUSA DENGAN BANI ISRAIL (IV)
Ayat 155
“Dan, dipilihlah, oleh Musa dari kaumnya itu tujuh puluh laki-laki untuk pertemuan Kami. Maka, tatkala gempa datang mengenai mereka, berkatalah dia."
Menurut sebagian besar ahli tafsir, setelah sebagian Bani Israil berbuat kesalahan besar itu, sesudah dihukum mana yang berat kesalahannya, dengan disuruh membunuh diri dan si Samiri sudah dibuang jauh dan diputuskan hubungannya dengan manusia, memohonlah Nabi Musa kepada Allah supaya diterima kembali menghadap. Dia akan menghadap bersama orang-orang tua pemuka-pemuka Bani Israil yang bertanggung jawab, tujuh puluh orang laki-laki banyaknya. Permohonan itu dikabulkan oleh Allah dan ditentukan Allah-lah waktunya buat menghadap. Maka, beliau bawalah mereka mendaki Gunung Thursiiia. Setelah dekat ke tempat pertemuan, itu, digempakan Allah-lah bumi sekitar, sebagai suatu peringatan. Maka, Musa yang telah mengalami dipertemukan kedua laksana hancurnya gunung es kena cahaya panas matahari, mengertilah apa arti gempa itu.
Musa sendiri sebagaimana telah kita ketahui sejak pengalaman yang dahulu itu, sekali-kali tidak memohon lagi hendak melihat Allah. Namun, di dalam kalangan pengikutnya yang tujuh puluh orang itu, masih ada yang ingin tahu, ingin melihat bagaimana rupa Allah. Tiba-tiba, gempa datang; semua bergeleparan pingsan karena takut. Di sinilah Musa berseru, “Ya Tuhanku! Kalau Engkau kehendaki, tentu telah Engkau binasakan mereka terlebih dahulu dan aku sendiri pun." Seruannya kepada Allah ini adalah suatu permohonan yang telah berubah sama sekali dari permohonannya hendak melihat Allah dahulu itu. Di sini dia berdoa: Tuhanku, kalau Engkau tajalli-kan diri-Mu sekarang, sebab aku dan kaumku telah merasai gempa itu sebagai tandanya, niscaya hancurlah kami, matilah kami, mereka dan aku di tempat ini. Apalah akan kata kaumku Bani Israil kalau kami binasa di sini karena tidak tahan kena nur dari tajalli-Mu. Akan apa kata mereka melihat pemimpin-pemimpin mereka telah mati. Mengapa kami tidak mati saja semuanya, termasuk aku sendiri, sebelum kami datang ke mari sehingga kami semuanya binasa karena kesalahan yang bersalah di antara pengikut kami? Lalu sembahnya pula, “Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang pandir di antara kami?" Telah Engkau gempakan bumi, Isyarat bahwa Engkau akan tajalli, sebagaimana tajalli kepada gunung itu dahulu, artinya kami akan binasa di sini. Tuhanku! Apakah kami akan dibinasakan di sini karena pengikut kami yang bodoh-bodoh berbuat salah menyembah berhala. Padahal, “Ini tidak lain hanyalah percobaan Engkau jua, akan Engkau sesatkan dengan dia." Yaitu, dengan sebab percobaan itu “barangsiapa yang Engkau kehendaki dan … Engkau beri petunjuk barangsiapa yang Engkau kehendaki."
Begitulah doa munajat Musa setelah gempa itu terasa. Memohonlah dia agar janganlah mereka sampai dibinasakan di waktu itu, di tempat itu, sebab itu akan membawa cemas kepada kaumnya yang tinggal, sedang mereka yang tinggal itu semuanya adalah orang-orang yang telah tobat dan sebagai tanda tobat maka tujuh puluh orang yang terkemuka dibawa kemari. Padahal, kejadian itupun tidak lain daripada percobaan Allah jua, penapis dan penyi-sihkan di antara yang diberi hidayat dengan yang tersesat, saringan atau seleksi. Dan, Allah sendiri pun berfirman, sebagai tersebut dalam surah Thaahaa ayat 85 kepada Musa ketika dia akan pulang dari pertemuan 40 hari itu bahwa sepeninggal dia, Allah telah mendatangkan percobaan dan ujian kepada kaumnya. Peringatan percobaan dari Allah inilah yang diulangkan Musa kembali dalam munajatnya itu. Sebagai penutup dari munajatnya dia berseru,
“Engkaulah pelindung kami sebab itu ampunilah kami dan rahmatilah kami sedang Engkau adalah yang sebaik-baik pemberi ampun."
Di sini Musa memohonkan ampun bagi mereka, walaupun ketua-ketua itu tidak bersalah; sebab mereka tidak terlepas dari tanggung jawab. Harun pun tidak terlepas dari tanggung jawab, bahkan hati nurani Musa pun merasa tidak terlepas dari tanggung jawab. Memohon ampun jika ada salah dan memohon diberi rahmat, yaitu ditunjukkan pula jalan yang benar buat masa yang seterusnya.
Kemudian itu beliau teruskan lagi munajat beliau,
Ayat 156
“Dan tuliskanlah kiranya untuk kami suatu kebaikan di dunia dan (juga) di akhinat. Sesungguhnya kami telah bertobat kepada Engkau."
Kelalaian yang lama mohon diampuni, rahmat yang baru mohon didatangkan, tetapi kami berjanji akan terus menegakkan amal yang baik, selama nyawa masih dikandung badan di dunia ini. Moga-mogalah kiranya Engkau, Ya Allah, menuliskan kebaikan yang kami perbuat, baik di dunia dan juga di akhirat kelak.
Apabila kita baca dengan saksama dan penuh renungan, betapa bunyi munajat Musa ini, Al-Qur'an telah membayangkan kepada kita kembali siapa Musa dan bagaimana besar pribadi Rasul Allah yang istimewa itu, yang sampai 135 kali namanya tersebut di dalam Al-Qur'an. Seorang yang gagah perkasa, lekas marah dan lekas minta maaf, besar rasa tanggung jawab, menyediakan segenap umur, tenaga memikul risalah Ilahi, cinta kasih pula kepada kaumnya, dan selalu ingin berbuat yang lebih baik. Maka, Allah yang memang mempunyai sifat pengampun dan kasih sayang menjawab munajat itu.
“Dia berfirman, ‘Adzab-Ku akan Aku kenakan dia kepada barangsiapa yang Aku kehen-daki dan rahmat-Ku melewati tiap-tiap sesuatu.'" Inilah jawaban yang mencinta dan rasa tauhid bagi tiap-tiap Mukmin. Dia akan mendatangkan adzab kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, tentu saja yang berbuat salah itulah yang dikehendaki Allah buat diberi adzab. Akan tetapi, rahmat Allah meliputi tiap-tiap sesuatu. Artinya, bahwa rahmat Allah itu meliputi tiap-tiap sesuatu, di langit dan di bumi, manusia dan segala makhluk. Rahmat lebih luas dan meliputi dari segala adzab. Yang di-adzab hanya yang bersalah. Bahkan kalau didalami lagi, adzab itu pun sebagian daripada rahmat juga. Sebab, dia membasuh kekotoran mereka, sehabis diadzab mereka akan bersih kembali.
“Maka, akan Aku tuliskan dia untuk orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang mengeluarkan zakat dan orang-orang yang percaya akan ayat-ayat Kami."
Jawab yang begini pendek dari Allah niscaya menimbulkan semangat baru bagi Musa. Gempa di gunung bukanlah Allah hendak tajaili kepada mereka, melainkan sebagai peringatan belaka. Meminta ampun diberi ampun dan yang bersalah akan dihukum, menjatuhkan hukum dan siapa yang akan dihukum itu adalah ilmu Allah. Namun, rahmat Allah lebih luas daripada hukum. Hukum hanya sebentar, tetapi rahmat tetap jadi dasar. Pekerjaan wajib diteruskan, dengan menegakkan takwa kemudian mengeluarkan zakat dan yakin serta percaya akan ayat-ayat atau peringatan Allah. Bertambah maju ketakwaan, bertambah ringan mengeluarkan zakat, artinya membersihkan diri daripada pengaruh harta benda dan sudi menolong sesama manusia, yang tumbuh lantaran iman maka akan bertambah terasalah betapa besarnya rahmat Allah yang akan diterima. Allah berjanji bahwa semuanya itu akan dituliskan Allah. Dikemuka-kan di sini dengan khas kesudian mengeluarkan zakat sebab fitnah harta benda kerap kali melemahkan iman orang.
Kisah Musa menghadap Allah dengan tujuh puluh pemuka Bani Israil sudah habis hingga itu. Akan tetapi, inti perjuangan Musa belum habis. Musa dan Harun telah datang dan telah pergi, telah hidup dan telah mati. Akan tetapi, pokok ajaran syari'atnya masih terus dan masih diteruskan oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sesudahnya, sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ. Sebab, umat yang mengaku pengikut Musa masih ada di waktu Nabi Muhammad ﷺ diutus dan mengakui setia kepada syari'at Musa dan umat pengikut Isa al-Masih pun masih ada. Kepada Musa di Gunung Thursina telah diperingatkan bahwa rahmat Allah akan dituliskan untuk mereka itu, tersebab takwa, zakat dan iman. Sekarang tugas dan risalah Musa dan Harun dan nabi-nabi Bani Israil yang sesudah mereka, sampai, kepada Isa al-Masih telah dilanjutkan oleh Muhammad ﷺ.
Syari'at yang berkecil-kecil bisa berubah menurut perubahan zaman dan tingkat kecerdasan umatyang didatangi, tetapi pokok ajaran tidaklah berubah. Dasar yang tidak berubah untuk selama-lamanya itu ialah ketiga perkara tadi; takwa, zakat, dan iman kepada ayat-ayat Allah. Dengan memegang pedoman ini niseya percayatah mereka kepada segala rasul-rasul Allah dan Rasul penutup, Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang dijelaskan pada ayat berikutnya:
Ayat 157
“(Yaitu) orang-orang yang menuruti akan Rasul, Nabi yang ummi, yang mereka dapati akan dia tertulis di sisi mereka dalam Tamat dan injil."
Nabi yang ummi. Ummi artinya yang tidak pandai menulis dan membaca. Nabi kita disebut ummi karena beliau ketika diangkat menjadi rasul itu tidaklah pandai menulis dan membaca. Di waktu mula-mula wahyu turun kepadanya di Gua Hira' Malaikat Jibril telah menyuruhnya membaca. Dengan terus terang beliau menjawab bahwa beliau tidak pandai membaca. Beliau buta huruf. Kalau sekarang bolehlah disebut bahwa beliau bukan seorang terpelajar yang membaca kitab-kitab. Bahkan dalam kaumnya sendiri dalam 1.000 orang, agak seorang pun jarang yang pandai menulis dan membaca, tetapi ruh beliau telah diberi keistimewaan oleh Allah sehingga sanggup jiwa itu menerima wahyu Ilahi. Dan, hal ini bukanlah satu hal yang mengherankan; sedangkan seorang yang disebut orang “genius" orang-orang luar biasa yang lain, bisa mencapai martabat keduniaan yang tinggi padahal buta huruf. Masyhur dalam riwayat bahwa Sultan Akbar di Hindustan, sampai wafatnya pun buta huruf. Tidak pandai menulis dan membaca padahal beliau seorang filsuf dan raja besar yang luar biasa pandainya mengatur peme-rintahan. Kalau orang “genius" bisa demikian, betapa lagi kalau seorang Rasul Allah? Oleh sebab itu, bagi Nabi kita Muhammad ﷺ gelaran ummi ini bukanlah suatu kehinaan, melainkan menjadi kemuliaan. Dan, disebutkan selanjutnya bahwa nama beliau atau sifat-sifat beliau telah tertulis di sisi Ahlul Kitab itu, telah tersebut bahwa beliau akan datang sebagai nabi akhir zaman di dalam Taurat dan Injil. Telah lama kedatangan beliau ditunggu-tunggu oleh mereka sebab Nabi Musa dan Nabi Isa pun telah mengisyaratkan kepada mereka bahwa Nabi itu akan datang. (Nanti setelah selesai menafsirkan ayat, akan kita kemukakan beberapa bukti dari Taurat dan Injil yang beredar sekarang bahwa Isyarat itu masih terdapat dalam kitab-kitab nabi-nabi yang dahulu itu.)
Lalu, sambungan ayat menegaskan tugas-tugas dan risalah yang dibawa oleh Nabi yang ummi itu. “Yang menyuruh akan mereka berbuat yang ma'ruf dan mencegah akan mereka ber-buat yang mungkar." Inilah dua tugas utama dan pertama dari Nabi Muhammad ﷺ untuk seluruh manusia termasuk Ahlul Kitab. Di dalam tafsir-tafsir kita yang terdahulu telah banyak kita memberi arti tentang ma'ruf, seumpama di dalam surah al-Baqarah tentang nikah, kawin, dan talak supaya pergaulan suami-istri hendaklah dalam suasana yang ma'ruf. Arti asal dari ma'ruf ialah yang dikenal; dari kata ma'rifat. Artinya bila suatu perintah datang kepada manusia yang berakal budi, langsung disetujui oleh hatinya karena hati nurani mengenalnya sebagai suatu yang baik, yang memang patut dikerjakan. Oleh sebab itu, segala perintah yang dikerjakan oleh Nabi yang ummi itu pastilah sesuai dengan jiwa. Sebab, jiwa mengenalnya sebagai suatu yang baik. Misalnya, diperintahkan beribadah kepada Allah dengan shalat. Memang patutlah shalat itu. Diperintahkan berzakat membantu fakir miskin, memang patutlah fakir miskin dibantu. Diperintah berlaku hormat kepada ibu bapak, memang perintah yang demikian sesuai dengan hati nurani manusia yang berbudi. Oleh sebab itu, tidaklah ada suatu perintah pun yang tidak ma'ruf kepada jiwa; kecuali jiwa yang sakit.
Demikian pula ketika Dia mencegah dari yang mungkar. Arti mungkar ialah tidak disukai, dibenci atau ditolak oleh jiwa yang murni. Dilarang misalnya mencuri harta orang lain. Ketika larangan itu keluar semua orang tentu setuju sebab semua orang benci kepada mencuri. Sedangkan si pencuri sendiri tidak juga senang dikatakan pencuri! Dilarang memberikan saksi atau sumpah palsu; tentu semua orang yang berakal budi setuju dengan larangan itu sebab semua orang benci akan perbuatan demikian walaupun belum ada misalnya peraturan agama. Sehingga kalau kita ambil perumpamaan yang sebaliknya, misalnya ada perintah mengerjakan yang jahat atau larangan mengerjakan yang baik; niscaya manusia akan menyanggah perintah itu karena tidak sesuai dengan perasaan ma'ruf dan mungkar yang ada dalam jiwa mereka. Itulah sebabnya agama Islam itu dinamai juga agama fitrah, yaitu agama yang sesuai dengan jiwa murni manusia. Dalam jiwa murni manusia itu, bersamaan dengan tumbuhnya akal manusia telah mempunyai dasar menyukai yang ma'ruf dan membenci yang mungkar. Akan tetapi, oleh karena di atas manusia ada Allah yang mengatur, diutus-Nya-lah Nabi untuk membimbing dan mengatur serta menunjuki mana yang ma'ruf dan mana yang mungkar.
“Dan, yang menghalalkan bagi mereka akan yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang keji-keji." Sehubungan dengan ma'ruf dan mungkar tadi, demikian juga tentang thayyibat dan khaba-its, yang baik-baik dan yang keji-keji, buruk dan jijik. Didahulukan menyebut yang baik-baik karena itulah yang lebih banyak dalam alam ini. Yang terutama ialah berkenaan dengan makanan yang akan dimakan. Lalu, Nabi yang ummi disuruh menjelaskan empat macam yang keji-keji, yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi dan sesuatu yang disembelih untuk berhala.
Diharamkan pula meminum segala yang memabukkan sebab kalau manusia telah mabuk, dia pun bisa berbuat yang keji. Orang mau berzina dengan anaknya sendiri kalau orang telah mabuk. Sebab, akalnya buat menimbang buruk dan baik telah padam waktu ia mabuk itu. Diharamkan menipu, mencuri, merampok dan segala yang merugikan orang lain.
Dihalalkan semua binatang ternak seumpama kambing, domba, lembu, kerbau, dan unta. Namun, disuruh terlebih dahulu menyembelihnya dengan baik supaya ia menjadi makanan yang baik pula, jangan makan bangkai, sebab bangkai itu keji dan jijik dan menurunkan martabat manusia. Maka, dengan keempat ketentuan itu, menyuruh yang ma'ruf, mencegah yang mungkar, diteruskan lagi dengan menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang keji-keji. Manusia itu dinaikkan martabatnya sebagaimana tersebut di dalam surah al-Israa' ayat 70,
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam dan telah Kami beri mereka angkutan di darat dan di laut dan telah Kami beri rezeki mereka dengan yang baik-baik dan telah Kami lebihkan mereka di atas kebanyakan dari makhluk Kami dengan sebenar-benar kelebihan." (al-Israa': 70)
Sebab itu sahabat Rasulullah ﷺ telah terkenal, Abdullah bin Mas'ud, pernah menga-takan, “Kalau orang telah mendengar firman Allah dimulai dengan ‘Wahai orang-orang yang beriman', pasanglah telinga baik-baik. Sebab, kata demikian pasti dituruti oleh perintah berbuat baik atau larangan berbuat jahat.
Dan, tersebut pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a. bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Apabila engkau mendengar suatu Hadits duriku yang dikenal akan dia oleh hati nuranimu dan tunduk rasanya rambut-rambut kamu dan tubuh -tubuh kamu sehingga kamu rasakan dia dekat kepada kamu maka akulah orang yang paling dekat kepadanya. (Sebaliknya), jika kamu dengar suatu hadits daripadaku tapi hatimu menolak dan tidak mau rasanya rambut-rambut dan tubuh-tubuhmu menerima dan kamu pandang bahwa dia jauh daripadamu maka aku pun lebih jauh pula dari Hadits ini daripada kamu." (HR Imam Ahmad)
Kemudian dilanjutkan lagi, “Dan yang menanggalkan daripada mereka beban yang mem-berati mereka dan belenggu-belenggu yang ada atas diri mereka."
Inilah tugas Rasulullah ﷺ yang kelima dan keenam, yang diisyaratkan di sisi mereka dalam Taurat dan Injil. Yaitu menanggalkan beban berat yang menghimpit bahu mereka selama ini karena kerasnya peraturan.
Misalnya, kaum Nabi Musa tadi, disuruh tobat karena menyembah ‘ijil ialah dengan membunuh diri. Atau berbagai macam yang dilarang kepada orang Yahudi, seumpama binatang yang tidak berbelah kukunya dan yang tidak memamah biak atau tidak boleh memakan lemak binatang dan sebagainya. Datang Nabi Muhammad ﷺ menghindarkan peraturan-peraturan yang berat itu. Demikian juga seumpama peraturan hidup kependetaan yang tidak boleh berkawin pada orang Nasrani; yang kalau semua orang menjalankannya bisa menyekat jalannya kemakmuran hidup atau kalau dijalankan oleh sebagian orang, akan memberati dia kepada masyarakat umum. Oleh sebab itu, ketika Rasulullah ﷺ mengutus dua orang mubaligh ke negeri Yaman, yaitu Abu Musa al-Asy'ari dan Mu'adz bin Jabal, beliau berpesan:
“Gembirakanlah, dan jangan dibikin mereka menjadi jauh. Mudahkanlah jangan dipersukar-sukar. Dan, berturut-turullah dan jangan berselisih." (HR Bukhari dan Muslim)
Tentang belenggu-belenggu yang beliau bukakan mereka dari kungkungan dan ikatannya ialah karena tadi umat ini selama ini telah dibelenggu pikirannya oleh peraturan-peraturan yang diperbuat oleh pendeta-pendeta dan ketua-ketua agama mereka. Sehingga peraturan yang mereka perbuat sudah sama pula beratnya dengan ketentuan daripada Allah dan Rasul sendiri. Sehingga pecahlah mereka, membebaskan diri dari peraturan-peraturan itu. Sehingga umat seakan-akan terikat dengan berbagal-bagai macam tambahan peraturan, upacara dan ceremony yang dari Allah dan rasul-rasul-Nya sendiri tidak ada. Datang Muhammad ﷺ mengajak mereka memakai pikiran sendiri. Karena kebebasan pikiran itulah puncak dari puncak segala kemerdekaan.
“Maka, orang-orang yang beriman kepadanya." Karena sudah terang enam macam itulah inti ajarannya bagi keselamatan anak-anak Adam dan tidak ada ajarannya itu yang akan membawa celaka bagi manusia melainkan membawa ketinggian martabatnya. “Dan me-muliakannya dan menolong akan dia." Kata tafsir Ibnu Abbas, “Memuliakan dan mem-besarkannya." Dan menurut keterangan az-Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf, membelanya dan membentengkan diri apabila ia diganggu oleh musuh. Dan, menolong akan dia, berdiri di dekat dia, bahu-membahu dengan dia di dalam menegakkan ajaran Allah di atas dunia ini. “Dan mengikut akan cahaya yang diturunkan bersama dia." Yaitu Al-Qur'an. Sebab, Al-Qur'an itu ialah cahaya atau nur yang apabila cahaya Al-Qur'an itu telah masuk ke dalam jiwa, sebagaimana matahari memberi cahaya kepada benda.
Jadi, di dalam ayat ini bertemulah empat syarat yang tidak boleh terpisah. Pertama, percaya atau beriman kepadanya. Kedua, muliakan dia. Ketiga, tolong dan bela dia. Turuti cahaya Al-Qur'an yang beliau pimpinkan itu. Maka, di ujung ayat datanglah janji Allah, barangsiapa yang memegang akan empat syarat itu, tidak ditinggalkan salah satu pun.
“Itulah orang-orang yang akan beroleh kejayaan."
Abi Thalib hanya memegang dua, yaitu dia hormati dan dimuliakannya anaknya itu dan dia bela dengan jiwa raganya sendiri ketika musuh-musuh menentangnya, tetapi dia tidak percaya bahwa kemenakannya itu Rasul dan dia tidak ikut cahaya Al-Qur'an. Sebab itu, dia bukanlah mencintai Muhammad sebagai Rasul, melainkan mencintai Muhammad sebab dia adalah putranya, anak adiknya. Sebab itu, Abi Thalib tidak beroleh kejayaan. Itu sebab maka ketika dia wafat. Nabi Muhammad ﷺ sangat bersedih hati.
Di ujung ayat ditegaskan bahwa orang yang berpegang kepada keempat syarat itu pasti akan beroleh kejayaan atau kemenangan. Maka, amat luaslah yang tercakup di dalam kata-kata)a itu, yang kadang-kadang di zaman sekarang disebut juga sukses. Baik kejayaan bagi kemajuan diri sendiri atau kejayaan masyarakat bersama sebagai gabungan dari pribadi-pribadi yang Mukmin. Dan, dengan ayat ini Rasulullah ﷺ disuruh mengajak Ahlul Kitab; marilah bersama-sama dengan kawan-kawanmu yang lain untuk mencapai kejayaan itu. Kalau aku telah mengulangkan kembali kisah apa yang akan terjadi setelah Musa dan Harun membebaskan nenek moyangmu daripada perbudakan dan penindasan Fir'aun, kemudian ada yang sesat sampai menyembah berhala, dan kamu sendiri pun mengenai akan kisah itu dari cerita orang-orang tuamu atau dari dalam kitab Taurat yang kamu pegang, sekarang pekerjaanku diutus oleh Allah Ta'aaia ialah menggenapkan ajaran Musa dan Harun itu juga. Dan, kedatanganku ini pun telah mereka isyaratkan kepada nenek moyangmu di zaman dahulu. Dengan percaya akan seruanku ini bukanlah berarti kamu berpindah agama, melainkan meneruskan agama yang telah diajarkan oleh nabi-nabi yang dahulu itu juga.
ANGGAPAN AHLUL KITAB TENTANG RASUL TERAKHIR
Oleh karena ada, rupanya Isyarat-Isyarat di dalam kitab-kitab suci yang lama, terutama Taurat dan Injil bahwa memang akan datang Nabi akhir zaman maka pengharapan akan kedatangan Nabi itu merata dalam kalangan Yahudi dan Nasrani di masa Nabi Muhammad datang. Di dalam negeri Madinah sendiri, menurut riwayat dari orang-orang Anshar kabilah Aus dan Khazraj, sebelum Nabi Muhammad ﷺ datang, orang Yahudi selalu membanggakan diri mereka bahwa kecerdasan mereka lebih tinggi sebab mereka mempunyai kitab suci dan kelak akan datang lagi seorang nabi. Sifat-sifat nabi itu mereka kenal di dalam Taurat sebagai mengenal anak mereka sendiri.
Ulama-ulama dan pemuka-pemuka Yahudi mengakui bahwa memang ada berita gembira atas akan datangnya Muhammad ﷺ di dalam Taurat, tetapi yang setengah sudi memeluk Isiam dan yang setengahnya lagi dengan keras menolak dan kufur. Sebagaimana terjadi dengan Kayafas, kepala kahin orang Yahudi di zaman al-Masih. Menurut Yohanes dalam Injilnya di pasal 11 dan pasal 18, Kayafas itu pun seorang Nabi, dan dia mengenal al-Masih. Dia tahu bahwa Isa memang al-Masih. Akan tetapi, dialah yang paling memusuhi al-Masih
dan dialah yang mengemukakan usul kepada Pilatus supaya dia atau al-Masih itu dibunuh. Begitulah juga kaum Yahudi, terutama pemuka-pemuka di zaman Rasulullah ﷺ. Dan, menurut riwayat dari Abu Hurairah, Nabi pernah datang ke tempat orang-orang Yahudi berkumpul mempelajari agama mereka. Di sana beliau meminta bertemu dengan guru yang paling alim di antara mereka lalu keluarlah menemui beliau seorang alim mereka bernama Abdullah bin Shuria. Lalu, bercakap-cakap beliau dengan dia, diingatkan Rasul kembali kepadanya keistimewaan agamanya dan betapa Allah memberi mereka makanan manna dan salwa dan di dalam perjalanan mereka dilindungi dengan awan. Kemudian Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abdullah bin Shuria itu, “Adakah kamu semua mengetahui bahwa aku ini adalah Rasul Allah?" Abdullah bin Shuria menjawab, “Ya Allah! Benar engkau Rasulullah dan semua orang Yahudi mengetahui apa yang aku ketahui ini, apatah lagi sifat-sifat engkau dan gelar engkau tertulis nyata di dalam Taurat Akan tetapi, mereka dengki kepada engkau." Lalu Nabi ﷺ Bertanya, “Apa yang menghalangi engkau sendiri buat beriman kepadaku?" Dia menjawab terus terang, “Aku tidak ingin berselisih dengan kaumku. Mudah-mudahan mereka sudi mengikut engkau lalu masuk Islam maka di waktu itu aku pun masuk."
Satu riwayat lagi dari istri Nabi sendiri, Shafiyah binti Huyai bin Akhthab, Dan, Huyai bin Akhthab ini (ayah dari Shafiyah) adalah pemimpin Yahudi yang memimpin segala tantangan dan perlawanan terhadap Rasulullah ﷺ. Dan, mati dibunuh karena memimpin pengkhianatan Yahudi Bani Quraizhah. Sedangkan anak perempuannya, Shafiyah, dapat ditawan ketika kaum Muslimin menaklukkan Khaibar lalu dimerdekakan oleh Rasulullah ﷺ. Dan, dijadikan istri. Ibu kita kaum beriman ini, bercerita tentang ayahnya, “Ketika Rasulullah telah hijrah dari Mekah ke Madinah, sesampai beliau di Quba, ayahku Huyai bin ‘Akhthab dan awmi (saudara ayah), Abu Yasir bin Akhthab, masih pagi hari telah pergi ke Quba hendak mengetahui kedatangan beliau itu. Belumlah ayahku kembali sehingga sampai terbenam matahari. Maka, pulanglah keduanya dalam keadaan lelah, malas, muram, dan berjalan berlambat-lambat. Lalu, aku intip kelakuan keduanya, sedang mereka tidak ada yang menoleh kepadaku, dalam keadaan wajah mereka yang tampak mengandung susah itu. Lalu, terdengar olehku pamanku, Abu Yasir, berkata kepada ayahku,
“Diakah orang itu?" (Diakah yang telah diberitakan dalam Taurat itu?) Ayahku menjawab, “Memang benar, dialah, demi Allah!" Pamanku bertanya lagi, “Apakah engkau tetap mengakui bahwa dialah orangnya dan engkau benar-benar mengenalnya?" Ayahku menjawab, “Benar!"
Jelaslah, setelah memerhatikan berita yang dibawakan putrinya itu, yang kemudian telah menjadi istri Rasulullah ﷺ bahwa sikap Huyai memusuhi Nabi, sampai bersumpah bahwa sampai mati dia akan tetap memusuhi Nabi, bukan karena mengingkari ajarannya dan bukan pula karena tidak ada tanda-tandanya di dalam kitab yang dia pegang, melainkan karena dengki, benci, dan dendam belaka.
Sebab mulai saat itu kenabian telah pindah kepada orang yang bukan Yahudi. Dan, dengan demikian kita dapat pula menyimpulkan bahwa Huyai bin Akhthab telah kafir dengan sendirinya, bukan saja terhadap Nabi Muhammad ﷺ dengan Al-Qur'annya, bahkan telah kafir terhadap Nabi Musa dengan Tauratnya. Nabi Musa sendiri, telah berpesan tentang akan kedatangan Nabi itu, pesan itulah yang telah diingkarinya walaupun buat itu dia akan mati.
Hawa nafsu yang pantang kelintasan inilah yang kerap kali menyesatkan orang daripada jalan lurus kebenaran, pada segala zaman di dalam dunia. Alhasil, sebelum Nabi
Muhammad ﷺ muncul, mereka menunggu kedatangannya. Setelah dia datang, mereka tidak mau percaya kepadanya. Memang mereka menunggu Nabi, tetapi bukan dia. Sebab, terbesar ialah rasa terhina, mengapa dia orang Arab atau Bani Isma'il, mengapa tidak dalam kalangan mereka, Bani Israil. Karena itu, sampai kepada saat yang terakhir sehingga pertahanan mereka yang terakhir di Khaibar telah dihancurkan, tetapi mereka tetap menentang.
Di dalam kalangan agama Nasrani pun pada masa itu kepercayaan akan kedatangan Nabi itu pun adalah kepercayaan yang merata. Nabi Isa menyebut, (kelak akan kita lebih jelaskan) bahwa Paraclit akan datang sehingga dua abad setelah Nabi Isa meninggal dunia, yaitu pada tahun 177 timbul seorang yang amat shalih bernama Montinus mengatakan bahwa dialah Paraclit yang telah dijanjikan al-Masih akan datang itu. Dan, banyak orang yang menjadi pengikutnya. Hal ini pernah diuraikan oleh Sir William Muir, orientalis terkenal itu dalam catatannya. Ini menjadi bukti bahwa menunggu Paraclit itu memang jadi kepercayaan mereka dalam kalangan Kristen, sampai Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah.
Itulah sebabnya maka Najasyi (Negus), raja negeri Habsyi, setelah mendengar keterangan surah Maryam tentang kesucian Maryarn dan kelahiran Isa yang dibacakan oleh Ja'far bin Abi Thalib, terus menyatakan dirinya memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengutus pula beberapa ahli-ahli agama untuk mempelajari Islam ke Madinah, sebagai kita telah uraikan pada pangkal tafsir juz ke-7 surah al-An'aam. Sampai dalam ucapan syahadatnya, Najasyi berkata, “Aku naik saksi bahwa memang engkaulah Nabi itu yang ditunggu kedatangannya oleh Ahlul Kitab."
Muqauqis, Raja Kristen yang memerintah Mesir ketika membalas surah Nabi, di antara isi suratnya beliau berkata, “Aku memang telah tahu bahwa Nabi itu kekal (telah ada).
Aku sangka pada mulanya dia akan timbul di Syam, Dan, utusan yang engkau utus kepadaku telah aku muliakan." Lalu Muqauqis mengirim beberapa bingkisan tanda persahabatan. Bunyi surat itu memberikan bukti lagi bahwa pada beliau sebagai umumnya orang Kristen di waktu memang itu, memang ada kepercayaan akan kedatangan Nabi itu. Dia tidak membantah. Akan tetapi, dia tidak mau masuk, bukan sebagai Najasyi. Sebab, kedudukannya sebagai Wakil Mutlak Kerajaan Byzantium buat Mesir adalah terlalu sulit kalau dia menukar agama.
Lain halnya dengan Jarud bin al-'Ala raja di negeri Bahrain. Dia pun pemeluk agama Nasrani, tetapi dia orang Arab. Negerinya dianggap sebagai protektorat dari Kerajaan Romawi. Dia pun seorang alim besar dalam agamanya. Mula-mula dikirim utusan menyampaikan dakwah kepadanya. Kemudian dia datang sendiri mengepalai perutusan negerinya menghadap Rasulullah ﷺ. Dan, menyatakan diri masuk Islam. Di antara kata-katanya menyatakan diri masuk Islam itu ialah, “Demi Allah! Memang engkau telah datang dengan kebesaran dan telah bercakap dengan jujur. Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran sebagai Nabi, sesungguhnya telah aku temui sifat-sifat engkau di dalam Injil dan telah diberitakan dengan gembira bahwa engkau akan tiba oleh anak dari Perawan Suci. Maka, rasa hormat yang panjanglah untuk engkau dan kesyukuranlah atas yang memuliakan engkau, tak perlu bukti lagi setelah mata nyata melihat dan tidak ada syak lagi kalau yakin telah tiba. Ulurkanlah tangan engkau dan terimalah pengakuan bahwa: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah dan engkau adalah Rasul-Nya."
Beberapa orang cerdik pandai Nasrani datang sendiri ke Mekah dan Madinah, menyatakan diri memeluk Islam, sebagai Adi bin Hatim dan adik perempuannya. Dia adalah putra Hatim Thaiy, dermawan Nasrani yang terkenal. Dan, Tamin ad-Dari beserta kawan-kawannya. Semuanya itu selalu menyebut bahwa memang Muhammad inilah nabi yang dijanjikan Isa itu. Bahkan Salman al-Farisi dalam pengembaraannya dari Iran melalui Baitul Maqdis, meneruskan perjalanan ke Madinah, diberi nasihat oleh seorang pendeta di tengah jalan, supaya pergi menemui Nabi itu, sebab dia telah datang di Hejaz.
Ini diceritakan kemudian oleh Salman setelah dia menjadi salah seorang sahabat Rasulullah yang penting dan menjadi penasihat beliau dalam peperangan Uhud. Kemudian, di zaman Umar bin Khaththab, khalifah ini mengangkat beliau menjadi gubernur untuk tanah tumpah darahnya sendiri.
Sekarang timbul pertanyaan, “Apakah di dalam kitab-kitab Taurat yang ada sekarang atau pun di dalam kitab Injil yang berada di tangan saudara-saudara Kristen, masih bisa kita menemui Isyarat nabi-nabi yang terdahulu? Baik Isyarat Nabi Musa atau Isyarat Nabi Isa? Atau nabi-nabi yang lain?"
Hal itu masih bisa kita cari. Akan tetapi, hendaklah kita maklum bahwa kalau ayat-ayat itu kita kemukakan kepada orang-orang Kristen yang sekarang, terutama kepada zending dan misi, pasti mereka akan memungkiri dan menolaknya. Karena mereka telah terikat lebih dahulu dengan tidak percaya bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah Rasul Allah. Sebab itu, ayat-ayat tersebut pastilah mereka tafsirkan untuk yang lain, bukan untuk Nabi Muhammad ﷺ Yang kedua: kitab-kitab Perjanjian Lama dan Baru itu tidak ada aslinya lagi dan dia telah disalin ke dalam berbagai bahasa. Dan, penyalinan itu tidak pula tetap pada satu kali salinan saja. Misalnya, Injil yang dalam bahasa Inggris yang disalin pada tahun 1612, zaman perantaraan King James II.
Salinan itu hanya terpakai sampai tahun 1952. Ahli-ahli gereja dan ahli-ahli bahasa memandang bahwa bahasa Injil zaman King James II tahun 1612 itu telah kolot, tidak sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Inggris sekarang. Sebab, itu, Yale University di Amerika mengadakan suatu panitia penyalinan kembali, menurut gaya bahasa Inggris yang modern. Oleh sebab itu, betapa pun, pemahaman kalimat-kalimat pasti berubah pula dan akan besar pula pengaruhnya dan tidak dapat dijamin lagi bahwa penyalinan yang kemudian itulah yang sebenarnya dikehendaki oleh Nabi Isa atau pengarang-pengarang Injil ketika dia mereka tulis 100 tahun kurang atau lebih setelah Nabi Isa wafat. Maka, kalau terjadi perselisihan paham, payahlah akan pulang kepada naskah yang asli.
Jangankan Injil bahasa Inggris, Injil dalam bahasa kita sendiri, baik bernama bahasa Melayu ataupun setelah bernama bahasa Indonesia, kita dapati juga banyak perubahan di antara Injil yang disalin atau dicetak di zaman Abdul Kadir Munsyi, dengan gabungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan nama Alkitab dalam bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Lembaga-lembaga Al-Kitab yang bekerja sama di Jakarta pada 1960.
Dan, lagi Dunia Kristen sendiri mengakui bahwasanya Injil yang disahkan oleh seluruh gereja Kristen hanyalah empat saja; Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes. Dunia Kristen pun mengakui bahwa ada lagi beberapa Injil yang lain, bahkan di antara ahli sejarah Injil Kristen sendiri ada yang mengakui sampai 70 buah banyaknya. Selain dari yang empat itu, dipandang sebagai bacaan terlarang dan banyak yang dibakar ketika perebutan-perebutan pengaruh di antara golongan-golongan gereja di zaman pertama itu. Ada beberapa sisa dari Injil terlarang itu yang masih tersimpan rapat di dalam Khadzanah Vatikan di Roma, untuk dokumentasi saja. Tidak sah jika disiarkan.
Satu misal ialah bahwa dalam keempat Injil yang ada itu tidak tersebut bahwa Nabi Isa al-Masih a.s. bercakap-cakap ketika dia masih dalam ayunan, membela ibunya dari tuduhan berzina. Di dalam Al-Qur'an jelas hal ini diterangkan. Keterangan Al-Qur'an ini niscaya menguntungkan orang Kristen, tetapi hanya ada dalam Al-Qur'an. Maka, Prof. Philip K. Hitti pengarang Sejarah Arab, orientalis Arab-Kristen yang terkenal di Princetown University itu mengatakan bahwa Nabi Isa bercakap dalam ayunan ini memang ada tertulis di dalam salah satu Injil yang terlarang itu.
Itulah beberapa kesulitan yang akan kita hadapi dalam usaha kita hendak mencari apakah ada dalam Taurat dan Injil yang sekarang ini kabar gembira nabi-nabi yang dahulu tentang akan datangnya Nabi Muhammad ﷺ. Sebab, salin punya salin, mungkin saja nama yang mengisyaratkan Muhammad sudah hilang atau sudah amat jauh artinya. Bahkan tidak jauh dari kemungkinan jika kian lama kian dijauhkan segala bau-bau yang akan membawa anti kepada Muhammad.
Sungguh pun begitu, basyarat atau kabar gembira nabi-nabi itu rnasih dapat kita singkap pada Taurat dan Injil yang sekarang dan dapat dibicarakan dengan terlebih dahulu masing-masing kita, baik pihak Islam ataupun pihak zending dan misi melepaskan diri dari “pendirian terlebih dahulu" lalu menengok perbandingan penafsiran masing-masing, manakah yang lebih dekat kepada kebenaran.