Ayat
Terjemahan Per Kata
فَإِذَا
maka apabila
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡحَسَنَةُ
kebaikan/kemakmuran
قَالُواْ
mereka berkata
لَنَا
bagi/karena kami
هَٰذِهِۦۖ
ini
وَإِن
dan jika
تُصِبۡهُمۡ
menimpa mereka
سَيِّئَةٞ
kejelekan/kesusahan
يَطَّيَّرُواْ
mereka melemparkan kesialan
بِمُوسَىٰ
kepada Musa
وَمَن
dan orang
مَّعَهُۥٓۗ
besertanya
أَلَآ
ingatlah/ketahuilah
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
طَٰٓئِرُهُمۡ
kesialan mereka
عِندَ
disisi
ٱللَّهِ
Allah
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
فَإِذَا
maka apabila
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡحَسَنَةُ
kebaikan/kemakmuran
قَالُواْ
mereka berkata
لَنَا
bagi/karena kami
هَٰذِهِۦۖ
ini
وَإِن
dan jika
تُصِبۡهُمۡ
menimpa mereka
سَيِّئَةٞ
kejelekan/kesusahan
يَطَّيَّرُواْ
mereka melemparkan kesialan
بِمُوسَىٰ
kepada Musa
وَمَن
dan orang
مَّعَهُۥٓۗ
besertanya
أَلَآ
ingatlah/ketahuilah
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
طَٰٓئِرُهُمۡ
kesialan mereka
عِندَ
disisi
ٱللَّهِ
Allah
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
Terjemahan
Maka, apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Kami pantas mendapatkan ini (karena usaha kami).” Jika ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya ketentuan tentang nasib mereka (baik dan buruk) di sisi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Tafsir
(Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran) kesuburan tanah dan kecukupan hidup (mereka berkata, "Ini adalah karena usaha kami") kami berhak memperolehnya, akan tetapi mereka tidak mau mensyukurinya. (Dan jika mereka ditimpa kesusahan) kekeringan dan musibah/bencana (mereka lemparkan sebab kesialan itu) mereka menganggap kesialan itu (kepada Musa dan orang-orang yang besertanya) dari kalangan orang-orang yang beriman. (Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu) rasa sial mereka itu (adalah ketetapan dari Allah) yang sengaja diturunkan kepada mereka (akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui) bahwa apa yang menimpa mereka adalah datang dari sisi Allah.
Tafsir Surat Al-A'raf: 130-131
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum Fir'aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan, agar mereka mengambil pelajaran.
Maka apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Adapun firman Allah ﷻ:
“Dan sesungguhnya Kami telah menghukum Fir'aun dan kaumnya.” (Al-A'raf: 130)
Maksudnya, Kami telah menguji dan mencoba serta menimpakan musibah kepada mereka.
“Dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun.” (Al-A'raf:130)
Yakni paceklik yang berkepanjangan, dan kelaparan karena sedikitnya tanaman yang tumbuh.
“Dan kekurangan buah-buahan.” (Al-A'raf: 130)
Mujahid mengatakan bahwa keparahan ini masih di bawah keparahan yang pertama. Abi Ishaq mengatakan dari Raja ibnu Haiwah bahwa masa-masa itu pohon kurma hanya membuahkan sebiji buahnya.
“Agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-A'raf: 130)
Ayat 131
“Maka apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka.” (Al-A'raf: 131)
Yaitu berupa kesuburan dan rezeki yang banyak.
“Mereka berkata, ‘Ini adalah karena (usaha) kami’." (Al-A'raf: 131)
Artinya, semua hasil ini karena usaha dan jerih payah kami.
“Dan jika mereka ditimpa kesusahan. (Al-A'raf: 131)
Yakni kekeringan dan paceklik.
“Mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya.” (Al-A'raf: 131)
Maksudnya, semua ini terjadi disebabkan ulah Musa dan para pengikutnya serta apa yang dibawa oleh mereka.
“Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah.” (Al-A'raf: 131) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah.” (Al-A'raf: 131)
Yakni musibah yang menimpa mereka itu berdasarkan ketetapan dari Allah.
“Namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Al-A'raf: 131)
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“ Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah.” (Al-A'raf: 131)
Yakni datangnya dari Allah ﷻ.
Fir'aun dan kaumnya, yang tidak terbiasa memegang kebenaran, kembali ingkar dan berbuat maksiat. Mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten. Kemudian apabila kebaikan berupa tanah yang subur dan rezeki yang luas datang kepada mereka, kaum Fir'aun, mereka berkata, Bagi kami hal ini adalah wajar karena usaha kami dan keistimewaan kami yang tidak dimiliki orang lain. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, berupa kemarau panjang, terserang wabah dan krisis ekonomi, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Mereka lupa bahwa kezaliman dan kejahatan yang mereka lakukan itulah yang sebenarnya membuat mereka ditimpa malapetaka seperti itu. Ketahuilah, sesungguhnya nasib baik dan buruk yang menimpa mereka di tangan Allah berdasarkan ketetapan qada dan qadar-Nya, dan juga disebabkan dosa dan kekufuran mereka, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui karena mereka larut dalam kebodohan dan kesesatan. Karena asumsi yang salah seperti inilah mereka tetap mempertahankan kemungkaran. Dan tidak saja menuduh Nabi Musa sebagai penyebab kesulitan yang mereka hadapi, mereka kaum Fir'aun juga berkata kepada Nabi Musa, Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami berupa mukjizat atau bukti kebenaranmu untuk menyihir atau mengelabui kami dengannya, agar kami meninggalkan seruan Fir'aun. Kami tidak akan meninggalkan keyakinan kami dan kami tidak akan beriman kepadamu.
Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat dan tabiat Firaun dan pengikutnya, bahwa pada saat mereka mengalami kemakmuran hidup, mereka mengatakan bahwa hal itu sudah sewajarnya, karena negeri mereka subur dan mereka pun rajin bekerja. Tidak terbayang dalam hati mereka bahwa semuanya itu adalah rahmat dari Allah yang patut mereka syukuri. Sebaliknya, apabila mereka mengalami bahaya kekeringan, kelaparan, penyakit, mereka lalu melemparkan kesalahan dan umpatan kepada Nabi Musa. Mereka katakan bahwa semua malapetaka itu disebabkan kesalahan Nabi Musa dan kaumnya. Mereka lupa kepada kejahatan dan kezaliman yang mereka perbuat terhadap kaum Nabi Musa, karena mereka menganggap bahwa perbudakan dan perbuatan kejam yang mereka lakukan terhadap Bani Israil itu adalah wajar dan merupakan hak mereka sebagai bangsa yang berkuasa. Itu adalah gambaran yang paling jelas tentang sikap dan tabiat kaum imperialis sepanjang masa.
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa cobaan yang menimpa diri orang-orang kafir itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Maksudnya ialah bahwa semua kebaikan yang mereka peroleh, dan segala cobaan yang mereka hadapi, semua itu sudah merupakan qadha dan qadar yang telah ditetapkan Allah, sesuai dengan sunnah-Nya yang berlaku bagi semua makhluknya, yaitu sesuai dengan sebab dan akibat, sehingga apa-apa yang terjadi pada manusia adalah merupakan akibat belaka dari sikap, perbuatan dan tingkah lakunya. Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak mau menginsafinya. Mereka tetap berada dalam kekufuran dan kezaliman.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUSA DAN FIR'AUN
Ayat 127
“Dan, berkata pemuka-pemuka dari kaum Fir'aun itu, ‘Apakah akan engkau biarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di bumi dan dia tinggalkan engkau dan tuhan-tuhan engkau?"
Artinya, akan engkau biarkan sajakah Musa dan kaumnya itu leluasa sehingga kian lama kian menjalar pengaruh ajarannya kepada rakyat yang kelak mengakibatkan mereka tidak tunduk lagi kepada engkau sehingga kekuasaan yang ada pada engkau kian lama kian habis dan berpindah tangan kepada Musa? Kalau demikian tentang kerusakan dan ke-kacauanlah yang akan timbul dalam bumi negeri Mesir ini. Orang tidak lagi akan memedulikan engkau dan tuhan-tuhan atau dewa-dewa yang engkau puja tidak lagi akan dimuliakan orang.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, orang Mesir kuno itu memuja berbagai macam tuhan dan dewa. Puncak tertinggi dari seluruh dewa itu ialah dewa matahari yang mereka namai Ra.
Menurut kepercayaan mereka, Fir'aun sendiri adalah keturunan dari dewa matahari yang dikirim untuk memerintah bumi. Dan, pusat bumi itu ialah Mesir. Serupa kepercayaan mereka dengan kepercayaan orang Jepang terhadap matahari yang mereka namai Ameterasu Omikami dan mengutus putranya Tenno turun ke bumi untuk membangun kepulauan Jepang. Maka, orang-orang besar kerajaan Fir'aun memberi ingat kepada Fir'aun, kalau tidak lekas bertindak, suatu kerusakan besar akan terjadi di Mesir, dia sebagai raja tidak lagi akan dipuja orang.
“Dia berkata, ‘Akan kita bunuh anak-anak laki-laki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka karena sesungguhnya kita atas mereka adalah sangat berkuasa."
Demikianlah jawaban Fir'aun yang diujud-kan sebagai perintah terhadap usul meminta perhatian yang dikemukakan oleh beberapa orang-orang besarnya itu. Yaitu, akan dilakukan permusnahan yang berlarut-larut kepada Bani Israil itu dengan cara membunuh anak laki -lakinya dan membiarkan hidup perempuan-perempuan. Dengan demikian, tentu mereka tidak akan mendapat keturunan lagi dan ditimpa oleh krisis masyarakat yang paling hebat karena banyaknya orang perempuan padahal hidup mereka melarat pula. Di dalam kitab Keluaran (Perjanjian Lama) disebutkan bahwa bidan-bidan penyambut perempuan melahirkan anak sudah diperintahkan, ka-lau mereka menolong perempuan Bani Israil, kebetulan anaknya laki-laki, bunuh saja dengan secara halus dan secara diam-diam. Akan tetapi, bidan-bidan itu tidak pula semuanya setia menjalankan perintah itu.
Niscaya sampailah kepada Bani Israil keputusan kejam dari Fir'aun ini sehingga timbullah cemas dan takut yang amat sangat.
Ayat 128
“Berkata Musa kepada kaumnya, ‘Bermohon pertolonganlah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini adalah kepunyaan Allah. Dia wariskan kepada siapa yang Dia kehendaki daripada hamba-hamba-Nya. “
Inilah nasihat Musa kepada kaumnya yang telah cemas itu. Mereka mesti memperkuat benteng iman kepada Allah, memperteguh kepercayaan, sabar dan tenang, jangan lekas cemas mendengar berita seperti demikian. Karena meskipun Fir'aun telah mengatakan bahwa sangat berkuasa melakukan apa yang dia ingini terhadap Bani Israil, tetapi yang mempunyai bumi ini yang sebenarnya bukanlah Fir'aun, tetapi Allah. Di atas kekuasaan Fir'aun ada kekuasaan Allah. Sebab itu, hendaklah kamu sekalian membulatkan ketun-dukan kepada Allah itu sendiri. Dan, beliau katakan pula, “
“Dan akibat kebaikan terakhir adalah bagi orang-orang yang bertakwa."
Bumi akan diwariskan Allah kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. Inilah keyakinan pertama yang wajib ditanamkan. Keyakinan kedua ialah bahwa akibat atau kemenangan terakhir akan diberikan Allah kepada orang yang bertakwa. Yaitu takwa dengan arti seluas-luas. Sebab, takwa itulah yang akan membuat jiwa menjadi lebih kebal menghadapi segala kesulitan. Yaitu takwa dengan menjaga segala sunnah dan peraturan Allah, termasuk kehati-hatian, ketenangan, jangan lekas putus asa dan jangan lekas cemas, dan tunduk kepada pimpinan, jangan bertindak sendiri-sendiri. Berpegang teguh pada kebenaran, mencintai keadilan, sabar menderita, terutama di saat-saat yang sulit. Apabila takwa ini telah dijadikan pakaian jiwa, mudah-mudahan kelak akan diterima waris bumi itu dari Allah.
Sungguhpun begitu, Bani Israil yang telah lama menderita itu masih saja mengeluh.
Ayat 129
“Mereka benkata, Telah disakiti kami sebelum engkau datang kepada kami dan sesudah engkau mendatangi kami."
Dahulu sebelum engaku datang, bukan main banyaknya penderitaan yang mereka timpakan kepada kami, diinjak-injak, ditindas, dan diperbudak. Namun, waktu itu semuanya kami tahankan dengan sabar, sebab kami percaya akan datang seorang pemimpin membebaskan kami dari kehinaan ini. Sekarang engkau telah datang, tetapi penderitaan itu tidak juga berkurang malahan sudah keluar perintah baru akan membunuhi anak-anak laki-laki kami. Keluhan ini rupanya sudah sampai di puncak dan sudah mendekati kepada putus asa.
Keluhan itu dijawab tegas oleh Musa,
“Dia berkata, ‘Mudah-mudahan Tuhan kamu akan membinasakan musuh kamu dan akan menjadikan kamu khalifah di bumi. Akan tetapi Dia akan melihat bagaimana kamu bekerja.'"
Perkataan Musa yang seperti ini adalah satu pimpinan yang tegas, suatu bimbingan yang menumbuhkan pengharapan. Bahwa bagaimana pun besarnya kekuasaan Fir'aun itu sekarang, satu waktu dia pasti tumbang. Satu waktu mudah saja bagi Allah meruntuhkan kekuasaan itu dan di atas runtuhannya Dia menaikkan kamu jadi khalifah, yaitu pengganti kekuasaan itu. Sebab, Maha Kekuasaan ialah kekuasaan Allah. Adapun kekuasaan Fir'aun tidak ada artinya. Dia hanya sejemput kecil kekuasaan yang dipinjamkan Allah kepadanya sementara. Meskipun begini nasibmu sekarang, mudah saja bagi Allah menaikkan kamu dan menjatuhkan mereka. Akan tetapi, untuk menampung perubahan itu, kamu sendiri yang terlebih dahulu mempersiapkan jiwamu dengan alat-alat yang dikatakan tadi, yaitu bermohon kepada Allah disertai dengan sabar dan dipatrikan dengan takwa. Terutama jiwa rendah, merasa diri kecil dan putus asa itu; itulah yang wajib kamu kikis terlebih dahulu. Maka, segala usahamu membentuk jiwamu itu akan dilihat oleh Allah. Sebagaimana ungkapan kita zaman sekarang, Fir'aun sendiri tidak akan bersedia memberikan kemerdekaan kepada kamu. Dan, Allah pun tidak pula akan mengantarkan perbaikan nasib kepada kamu dengan “talam emas". Kamu sendiri yang terlebih dahulu harus bersedia menumpahkan usaha, ikhtiar, darah, dan air mata untuk itu.
Inilah pokok nasihat dari Musa untuk menghilangkan keluhan dan putus asa kaumnya. Dan, mulailah mereka jalankan dengan segenap upaya.
Ayat 130
“Dan, sesungguhnya telah Kami limpakan kepada keluanga Fir'aun itu kekeringan dan kekurangan hasil buah-buahan, supaya maulah mereka ingat."
Fir'aun ketika menjatuhkan perintah membunuhi anak laki-laki Bani Israil dan membiarkan anak perempuan-perempuan mereka tinggal hidup tadi, mengatakan bahwa kita mempunyai kekuasaan yang penuh berbuat apa yang kita rasai patut. Kita berkuasa. Namun, bertemulah mereka dengan dua bahaya yang mereka tidak mempunyai kekuasaan sedikit juga buat mengatasinya, yaitu kekeringan atau kemarau panjang. Hujan tidak turun pada waktunya, Sungai Nil tidak besar buih airnya sebagaimana yang diharapkan pada tiap-tiap tahun. Lantaran itu tanah menjadi kering dan hasil buah-buahan atau pertahunan menjadi rusak. Bila tiba saat yang demikian, patutlah mereka insaf bahwa ada lagi kekuasaan yang, lebih tinggi, yaitu kekuasaan mutlak Allah. Kalau Fir'aun mengatakan dirinya anak matahari, anak Dewa Ra, cobalah pakai kekuasaan itu, minta kepada bapaknya, sang Matahari, untuk menurunkan hujan. Meskipun diminta, matahari akan tetap membisu. Akan tetapi, bila tiba cobaan-cobaan semacam itu, mereka tidak juga mau insaf. Di ayat selanjutnya diterangkan lagi sikap angkuh mereka:
Ayat 131
“Maka, apabila datang kepada mereka suatu kebaikan, mereka berkata, Untuk kitalah ini!'"
Bila kemarau telah habis, hujan pun turun dengan teratur, Sungai Nil membawa buih bunga tanah dari hulu sehingga tanam-tanaman berbuah dan berhasil baik, mereka bergembira dan berkata bahwa semuanya ini adalah buat kita! Namun, mereka tidak mau mengingat sampai jauh, dari mana datangnya kebaikan itu. Mereka hanya mengingat satu perkara, yaitu hasil yang baik itu ialah buat mereka, sebab mereka berkuasa atas seluruh bumi Mesir dan negeri-negeri sekelilingnya. “Dan, jika menimpa kepada mereka suatu kesukaran, mereka pun mempersialkan Musa dan orang-orang yang serta dengan dia." Kalau ada jalan yang buntu, Musa dan Bani Israillah yang salah. Kalau buah-buahan tidak menjadi, Musa dan Bani Israillah yang pangkal sial. Maka, segala apa saja kesukaran, sekali-kali mereka tidak menyelidiki kekurangan yang ada pada pemerintahan mereka, sebab sudah ada buat menumpukkan segala kesalahan, yaitu Musa dan segala orang yang telah beriman kepadanya. Ditanamkanlah pada seluruh negeri, pada seluruh rakyat bahwa pangkal dari segala kesialan ialah Musa dan orang-orang yang percaya kepada Musa. “Ketahuilah! Tidak lain kesialan mereka itu hanyalah dari sisi Allah." Bukan dari kesalahan Musa. Bukan karena Musa tidak mau tunduk kepada kekuasaan Fir'aun, melainkan Fir'aun sendirilah yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan Allah. Sebab itu, kesialan bukan datang dari Musa, melainkan ditimpakan oleh Allah kepada mereka.
“Namun, kebanyakan mereka tidak mau tahu."
Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu segala kesukaran itu tidak ada sangkut-pautnya dengan Musa, seorang manusia yang tidak mempunyai daya apa-apa. Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa segala yang kejadian, baik kesuburan bumi atau kemarau adalah termasuk hukum-hukum alam yang telah ditadbirkan dan diatur oleh Allah. Seharusnya, kalau mereka mau selamat dan tenteram, mereka kembalikanlah kepercayaan mereka kepada Allah sehingga Allah memberi hidayah dan petunjuk di dalam menghadapi berbagai kesulitan serta diberi ketenangan ketika diberi kebaikan.
Ayat 132
“Dan, mereka berkata, ‘Apa jua pun ketenangan yang engkau bawakan kepada kami, untuk menyihir kami dengan dia, tetapi kami tidaklah percaya kepada engkau.'"
Apa saja keterangan walaupun keterangan itu benar, mereka sudah memutuskan tidak mau percaya. Sebab, bagi mereka bukanlah kebenaran yang penting melainkan kekuasaan. Mereka berkuasa, mau apa? Kalau diberikan keterangan yang jelas, mereka katakan bahwa keterangan itu adalah sihir saja. Tongkat jadi ular, sihir! Tangan bercahaya putih adalah sihir. Allah tidak berkuasa. Yang berkuasa hanya kami, Fir'aun dan orang-orang besarnya. Dan, engkau wahai Musa adalah perusak, penghasut Bani Israil yang selama ini adalah rakyat kami yang patuh mengikut segala perintah kami, memikul yang berat-berat, menjemput yang jauh-jauh. Pendek kata, kami tidak percaya kepada engkau. Engkau adalah pangkal dari segala kesialan dalam negeri ini!