Ayat
Terjemahan Per Kata
كُلُّ
semua
ٱلطَّعَامِ
makanan
كَانَ
adalah
حِلّٗا
halal
لِّبَنِيٓ
bagi Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
حَرَّمَ
yang mengharamkan
إِسۡرَٰٓءِيلُ
Israil
عَلَىٰ
atas
نَفۡسِهِۦ
dirinya
مِن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
تُنَزَّلَ
diturunkan
ٱلتَّوۡرَىٰةُۚ
Taurat
قُلۡ
katakanlah
فَأۡتُواْ
maka datangkan/bawalah
بِٱلتَّوۡرَىٰةِ
dengan Taurat itu
فَٱتۡلُوهَآ
maka/lalu bacalah ia
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
صَٰدِقِينَ
orang-orang yang benar
كُلُّ
semua
ٱلطَّعَامِ
makanan
كَانَ
adalah
حِلّٗا
halal
لِّبَنِيٓ
bagi Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
حَرَّمَ
yang mengharamkan
إِسۡرَٰٓءِيلُ
Israil
عَلَىٰ
atas
نَفۡسِهِۦ
dirinya
مِن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
تُنَزَّلَ
diturunkan
ٱلتَّوۡرَىٰةُۚ
Taurat
قُلۡ
katakanlah
فَأۡتُواْ
maka datangkan/bawalah
بِٱلتَّوۡرَىٰةِ
dengan Taurat itu
فَٱتۡلُوهَآ
maka/lalu bacalah ia
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
صَٰدِقِينَ
orang-orang yang benar
Terjemahan
Semua makanan halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya‘qub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bawalah Taurat lalu bacalah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Tafsir
(Semua makanan halal bagi Bani Israel kecuali makanan yang diharamkan oleh Israel) atau Yakub (atas dirinya) yaitu unta yang ditimpa penyakit pada urat nadinya. Ia bernazar jika hewan itu sembuh tidak akan dimakannya, maka haramlah hukumnya bagi mereka (sebelum Taurat diturunkan) hal ini terjadi sesudah Ibrahim sedangkan pada masanya sendiri tidaklah haram sebagaimana yang telah diakuinya. (Katakanlah) kepada mereka ("Ambillah Taurat lalu bacalah) agar nyata benar atau tidaknya ucapanmu itu (jika kamu orang-orang yang benar") dalam masalah tersebut. Mendengar itu mereka pun kebingungan dan tak pernah mengemukakan Taurat. Maka Allah ﷻ berfirman:.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 93-95
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah, "(Jika kalian mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah jika kalian memang benar."
Maka barang siapa yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Katakanlah (Muhammad), "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah." Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.
Ayat 93
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan: Ada segolongan kaum Yahudi datang kepada Nabi ﷺ, lalu mereka berkata, "Jelaskanlah kepada kami tentang beberapa hal yang akan kami tanyakan kepadamu, tiada yang mengetahuinya kecuali hanya seorang nabi." Rasulullah ﷺ menjawab: “Tanyakanlah kepadaku apa yang kalian kehendaki, tetapi berjanjilah kalian kepadaku demi karena Allah sebagaimana janji yang telah diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sekiranya aku menjelaskan kepada kalian sesuatu hal, lalu kalian mengetahuinya (membenarkannya), maka kalian benar-benar mau mengikutiku masuk Islam.”
Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti maumu." Mereka bertanya, "Jelaskanlah kepada kami tentang empat hal; jelaskanlah kepada kami makanan apakah yang diharamkan oleh Israil atas dirinya? Bagaimanakah perihal air mani laki-laki dan air mani wanita, yakni bagaimanakah perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan sehubungan dengannya? Jelaskanlah kepada kami perihal Nabi yang ummi ini dalam hal tidurnya? Siapakah yang menjadi temannya dari kalangan para malaikat?" Lalu Nabi ﷺ membuat perjanjian dengan mereka, yaitu jika beliau menjelaskan hal tersebut kepada mereka (dengan benar), maka mereka benar-benar akan mengikutinya (masuk agama Islam).
Nabi ﷺ bersabda: "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil pernah sakit keras dalam waktu yang cukup lama, lalu ia bernazar kepada Allah, jika Allah menyembuhkan penyakit yang selama ini dideritanya, ia benar-benar akan mengharamkan makanan dan minuman yang paling disukainya. Sedangkan makanan yang paling disukainya adalah daging unta, dan minuman yang paling disukainya adalah susu unta?" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi ﷺ bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka."
Nabi ﷺ bersabda, "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu berwarna putih lagi kental dan air mani wanita itu berwarna kuning lagi encer. Maka yang mana pun di antara keduanya lebih kuat, maka si anak nanti akan mirip dengannya, baik jenis maupun rupanya. Dengan kata lain, jika air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya nanti adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan jika air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya nanti adalah perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi ﷺ bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka."
Nabi ﷺ bersabda, "Aku bertanya kepada kalian demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, tahukah kalian bahwa Nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Nabi ﷺ bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka."
Nabi ﷺ bersabda, "Dan sesungguhnya temanku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan Jibril adalah temannya." Mereka berkata, "Karena jawaban inilah kami berpisah denganmu. Seandainya temanmu adalah selain dia, niscaya kami benar-benar mengikutimu." Pada saat itu juga Allah berfirman: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril" (Al-Baqarah: 97), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Husain ibnu Muhammad, dari Abdul Hamid dengan lafal yang sama. Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, sesungguhnya kami akan menanyakan kepadamu tentang lima hal. Jika kamu bisa menjelaskannya kepada kami, maka kami yakin bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi ﷺ membuat perjanjian dengan mereka seperti yang pernah diambil oleh Israil terhadap anak-anaknya, yaitu ketika Israil mengatakan: “Allah menjadi saksi terhadap apa yang kita ucapkan ini.” (Yusuf: 66) Lalu Nabi ﷺ bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian!" Mereka berkata, "Jelaskanlah kepada kami tanda seorang nabi!" Nabi ﷺ menjawab: “Kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur.” Mereka bertanya, "Jelaskanlah kepada kami, bagaimana seorang wanita melahirkan anak perempuan dan bagaimana dia melahirkan anak laki-laki?" Nabi ﷺ menjawab: ‘Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka ia akan melahirkan laki-laki. Dan apabila air mani wanita dapat mengalahkan air mani laki-laki, maka ia akan melahirkan perempuan.” Mereka bertanya lagi, "Jelaskanlah kepada kami, apa yang diharamkan oleh Israil terhadap dirinya?" Nabi ﷺ menjawab: “Dia menderita penyakit 'irqun nasa, dan ia tidak menemukan sesuatu yang cocok untuknya selain susu ternak anu.” Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian di antara mereka (para perawi) menafsirkannya susu unta maka ia mengharamkan dagingnya. Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Jelaskanlah kepada kami, apakah guruh itu?" Nabi ﷺ menjawab: “Itu adalah malaikat Allah ﷻ yang ditugaskan mengatur awan dengan tangannya atau di tangannya terdapat cemeti dari api untuk menggiring awan ke arah mana yang diperintahkan oleh Allah ﷻ.” Mereka bertanya, "Lalu suara apakah yang terdengar itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka berkata, "Engkau benar, sesungguhnya sekarang tinggal satu pertanyaan lagi yang sangat menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu menjelaskannya kepada kami. Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun melainkan mempunyai malaikat yang selalu datang kepadanya membawa berita (wahyu). Maka jelaskanlah kepada kami, siapakah teman malaikatmu itu?" Nabi ﷺ menjawab: "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril! Dia adalah malaikat yang selalu menurunkan peperangan, pembunuhan, dan azab. Dia adalah musuh kami. Seandainya kamu katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, tumbuh-tumbuhan, dan hujan, maka kami akan mengikutimu." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: “Katakanlah, ‘Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-Baqarah: 97) hingga akhir ayat yang sesudahnya.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya, juga Imam An-Nasai melalui hadits Abdullah ibnul Walid Al-Ajali dengan lafal yang serupa. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib (bagus tapi aneh).
Ibnu Juraij dan Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Israil a.s. (yakni Nabi Ya'qub) pernah menderita penyakit 'irqun nasa di setiap malam harinya. Penyakit ini membuatnya tidak dapat tidur. Tetapi bila siang hari, penyakit ini pergi (dan datang lagi pada malam harinya). Lalu Nabi Ya'qub bernazar kepada Allah ﷻ, bahwa jika Allah menyembuhkan dirinya dari penyakit itu maka dia tidak akan minum susu dan tidak akan memakan daging ternak yang menyusui (maksudnya unta).
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Adh-Dhahhak dan As-Suddi. Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa sikap Ya'qub itu diikuti oleh anak-anaknya dalam mengharamkan hal tersebut, demi mengikuti jejak dan bertaqlid kepada ayahnya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa firman Allah ﷻ: “Sebelum Taurat diturunkan.” (Ali Imran: 93) Yakni Nabi Ya'qub mengharamkan hal tersebut atas dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan kepadanya.
Menurut kami, pembahasan ini mempunyai kaitan dengan tafsir ayat di atas ditinjau dari dua segi berikut, yaitu:
Pertama, Israil a.s. mengharamkan atas dirinya sesuatu yang paling disukainya demi karena Allah ﷻ. Hal ini diperbolehkan menurut syariat mereka, dan hal ini mempunyai kaitan jauh sesudah itu dengan firman-Nya: “Kalian sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai.”(Ali Imran: 92) Hal ini disyariatkan di dalam agama kita (Islam), yaitu menginfakkan sebagian dari harta yang dicintai dan sangat digandrungi oleh seorang hamba demi ketaatannya kepada Allah ﷻ. Seperti yang disebutkan oleh firman lain, yaitu:
“Dan memberikan harta yang dicintainya.” (Al-Baqarah: 177)
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya.” (Al-Insan: 8)
Kedua, dalam pembahasan terdahulu disebutkan sanggahan terhadap orang-orang Nasrani dan akidah mereka yang batil terhadap Al-Masih, juga disebutkan kepalsuan pendapat mereka. Kemudian dijelaskan hal yang benar dan meyakinkan tentang Isa dan ibunya, bagaimana Allah menciptakan Isa melalui kekuasaan dan kehendak-Nya. Lalu Allah mengutusnya kepada Bani Israil, menyeru mereka untuk menyembah Tuhannya Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.
Selanjutnya sanggahan Allah ditujukan kepada orang-orang Yahudi, yang isinya menjelaskan bahwa nasakh (revisi) yang mereka ingkari keberadaannya dan tidak diperbolehkan oleh mereka benar-benar terjadi. Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah me-nas-kan (menetapkan) di dalam kitab Taurat mereka bahwa Nabi Nuh a.s. ketika keluar dari perahunya, Allah menhalalkan baginya semua binatang yang ada di bumi, ia boleh makan dagingnya. Sesudah itu Israil mengharamkan atas dirinya daging unta dan susunya, yang kemudian sikapnya itu diikuti oleh anak-anaknya.
Ketika kitab Taurat diturunkan, hal itu tetap diharamkan; diharamkan pula hal-hal lainnya sebagai tambahan dari yang telah ada. Pada mulanya Allah memperbolehkan Adam menikahkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya, tetapi sesudah itu peraturan tersebut diharamkan. Dahulu di masa Nabi Ibrahim, mengambil gundik di samping istri diperbolehkan. Nabi Ibrahim melakukan hal ini terhadap Siti Hajar, ketika ia mengambilnya sebagai gundik di samping istrinya sendiri (yaitu Siti Sarah).
Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan bagi mereka dalam kitab Taurat. Di masa Nabi Ya'qub, menggabungkan dua orang saudara perempuan dalam satu perkawinan diperbolehkan. Nabi Ya'qub a.s. sendiri melakukannya. Sesudah itu hal ini diharamkan dalam kitab Taurat. Semuanya itu di-nas-kan (ditetapkan) di dalam kitab Taurat yang ada di tangan mereka, dan hal ini merupakan salah satu bentuk dari nasakh (revisi) itu sendiri.
Demikian pula halnya apa yang telah disyariatkan oleh Allah kepada Al-Masih a.s., yaitu menghalalkan sebagian dari apa yang pernah diharamkan oleh kitab Taurat. Mengapa mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mendustakan dan menentangnya? Demikian pula apa yang telah diutus oleh Allah kepada Nabi Muhammad, berupa agama yang benar dan jalan yang lurus, yaitu agama kakek moyangnya (yakni Nabi Ibrahim). Mengapa mereka tidak mau beriman? Karena itulah dalam ayat ini disebutkan dalam firman-Nya: “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.” (Ali Imran: 93) Yakni dahulu semua jenis makanan dihalalkan sebelum kitab Taurat diturunkan, kecuali apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) sendiri.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: Katakanlah, "Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah jika kalian memang benar" (Ali Imran: 93) Karena sesungguhnya kitab Taurat pasti menyatakan yang sama dengan apa yang Kami katakan.
Ayat 94
“Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 94)
Maksudnya, barang siapa yang berdusta terhadap Allah dan mengakui bahwa Allah mensyariatkan bagi mereka hari Sabtu serta berpegang kepada Taurat selamanya, bahwa Allah tidak mengutus nabi lain yang menyeru kepada Allah ﷻ dengan membawa bukti-bukti dan hujah-hujah sesudah apa yang Kami terangkan, yaitu terjadinya nasakh (revisi), dan apa yang telah Kami sebutkan itu benar-benar nyata “Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 94).
Ayat 95
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Benarlah Allah’." (Ali Imran: 95) Yaitu katakanlah, wahai Muhammad, bahwa Allah benar dalam apa yang difirmankan-Nya dan dalam semua apa yang disyariatkan-Nya di dalam Al-Qur'an.
“Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.” (Ali Imran: 95)
Maksudnya, ikutilah agama Ibrahim yang telah disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ. Karena sesungguhnya agama Nabi Muhammad itu adalah agama yang benar, yang tidak diragukan lagi dan tidak ada kebimbangan padanya. la merupakan jalan yang belum pernah didatangkan oleh seorang nabi pun dalam bentuk yang lebih sempurna, lebih jelas, lebih gamblang, dan lebih lengkap daripadanya. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang musyrik’." (Al-An'am: 161)
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim yang hanif (lurus). Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)
Setelah ayat sebelumnya Allah menjelaskan harta dan infak yang bermanfaat, maka pada ayat ini Allah menjelaskan makanan yang halal atau haram bagi Bani Israil. Semua makanan itu pada dasarnya halal bagi Bani Israil sebagaimana halal juga bagi selain mereka, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Yakub) atas dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan dalam rangka meraih kebajikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Makanan tersebut adalah daging dan susu unta. Ada satu riwayat menyebutkan bahwa Nabi Yakub pernah sakit dan bernazar kalau Allah memberinya kesembuhan, maka dia tidak akan makan daging unta dan tidak minum susunya, meskipun kedua makanan tersebut sangat disukainya. Pengharaman Nabi Yakub atas kedua jenis makanan tersebut lalu diikuti oleh keturunannya.
Setelah Taurat diturunkan ada beberapa makanan yang diharamkan bagi mereka sebagai hukuman atas pelanggaran yang mereka lakukan (Lihat: Surah an-Nisa''/4: 160 dan al-Ana'm/6: 146), tetapi kaum Yahudi membuat kebohongan dengan mengatakan bahwa ada makanan yang diharamkan Allah untuk mereka sebelum Kitab Taurat diturunkan. Oleh karena itu Allah menjawab, Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, jika kamu berkata demikian, maka bawalah Taurat lalu bacalah, dan tunjukkan kepada kami keterangan Taurat tentang pengharaman makanan itu jika kamu orang-orang yang benar. Ternyata tidak seorang pun di antara mereka mampu menunjukkkan ayat Taurat yang mendukung kebohongan mereka Karena tidak seorang pun dari mereka mampu menunjukkan dalil atau ayat Taurat tentang pengharaman makanan sebagaimana yang mereka katakan, maka jelas bahwa mereka berbohong, dan barang siapa mengada-adakan kebohongan terhadap Allah menyangkut makanan atau hal lainnya setelah datang penjelasan tentang itu, maka mereka itulah orang-orang zalim. Mereka itulah orang-orang yang jauh dari kebenaran dan akan mendapat siksaan yang pedih akibat kezaliman tersebut.
Ayat ini menerangkan bahwa semua makanan dihalalkan kepada Bani Israil dan juga kepada Nabi Ibrahim, termasuk daging unta, seperti disebutkan dalam Perjanjian Lama (Imamat xi:4), "Tetapi inilah yang tidak boleh kamu makan dari yang memamah biak, atau yang berkuku belah: unta, karena memang memamah biak, tetapi tidak berkuku belah; haram itu bagimu." Hanya beberapa makanan saja yang diharamkan oleh Nabi Yakub sendiri terhadap dirinya disebabkan beliau menderita penyakit, dan itu semuanya terjadi sebelum diturunkan Kitab Taurat. Lalu ada beberapa macam makanan yang diharamkan kepada Bani Israil (lihat an-Nisa'/4:160, al-An'am/6:146 dan tafsirnya) sebagai hukuman dan pelajaran atas kezalimannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
Dan kepada orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. (al-An'am/6:146).
Demikian pula tercantum dalam Al-Qur'an:
Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka menjalankan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. (an-Nisa'/4:160-161).
Jelaslah bahwa beberapa jenis makanan yang diharamkan kepada Bani Israil itu tidak diharamkan kepada pengikut syariat Nabi Ibrahim dan nabi-nabi lainnya sebelum Taurat diturunkan.
Dengan demikian batallah tuduhan mereka bahwa syariat Islam bertentangan dengan syariat Nabi Ibrahim karena menghalalkan makan daging unta. Mengharamkan sebagian makanan bagi Bani Israil adalah semata-mata sebagai hukuman karena mereka telah melanggar hukum-hukum Allah dan telah menganiaya diri sendiri. Hal ini juga tersebut dalam kitab Taurat, kitab mereka sendiri.
Oleh sebab itu Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah agar menentang mereka dengan mengatakan, "Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan Allah sebelum diturunkan Taurat, maka bawalah Taurat itu lalu bacalah, jika kamu orang-orang yang benar." Ternyata mereka tidak berani menjawab tantangan ini dan tidak mau membuka Kitab Taurat, karena kalau mereka berani membuka Taurat tentulah kebohongan mereka akan terungkap dan tuduhan-tuduhan mereka terhadap agama Islam adalah palsu dan tidak beralasan. Hal ini membuktikan pula kebenaran kenabian Muhammad saw, karena beliau dapat membantah tuduhan-tuduhan Bani Israil dengan isi Taurat itu sendiri, padahal beliau tidak pernah membacanya dan tidak pernah diberi kesempatan oleh orang Yahudi untuk mengetahui isinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MAKANAN YANG HARAM BAGI BANI ISRAIL
Setelah banyak pertukaran pikiran dengan utusan-utusan Nasrani dari Najran, kaum Yahudi yang ada di Madinah masih saja menyanggah dan mengemukakan berbagai bantahan. Terutama soal makanan. Banyak makanan yang oleh Bani Israil tidak boleh dimakan, antaranya ialah unta.
Bantahan mereka kepada Nabi Muhammad ﷺ pun datang dari segi ini, “Engkau mengatakan membenarkan isi Taurat sekarang unta diharamkan dalam Taurat, mengapa dia engkau halalkan?"
Bantahan mereka yang kedua, “Engkau mengatakan menegakkan agama Ibrahim, padahal antara putra Ibrahim, keturunan Bani Ishaq, Bani Israiliah yang dipilih dan dimuliakan Allah, berpuluh nabi diutus dalam ka-langan mereka, dan Baitul Maqdislah pusat kegiatan mereka. Sekarang engkau alihkan kiblat ke Ka'bah, engkau pesongkan (serong/ putar, peny.) dari pusat kegiatan nabi-nabi.
Kedua sanggahan inilah yang dibantah.
Ayat 93
“Segala makanan dahulunya adalah halal bagi …."
Tidak ada makanan yang dilarang memakannya, termasuk unta sekalipun. “Kecuali yang diharamkan oleh Israil atas dirinya sebelum Taurat diturunkan."
Israil di sini ialah kaum Israil, ataupun nama pribadi Nabi Ya'qub karena dalam kitab-kitab mereka pun ada tersebut juga bahwa Ya'qub memang pernah melarang anak cucunya memakan berbagai rupa makanan.
Menurut setengah tafsir lagi, Bani Israillah yang pada mulanya membuat sendiri pantangan-pantangan makanan dengan semau-maunya sendiri sehingga menjadi haram bagi mereka. Itu semuanya terjadi sebelum Taurat memberikan ketentuan makanan. Dalam catatan kitab-kitab yang mereka akui sebagai Taurat itu dikatakan, bahwa Nabi pernah bergumul (bertinju) dengan Tuhan! (kitab Kejadian, pasal 32 ayat 25 sampai ayat 28) Dalam pergumulan itu terkilir pangkal paha Ya'qub. Sejak itu dia bersumpah selama-lamanya tidak akan memakan urat kerukut pangkal paha.
Beginilah mereka menggambarkan Allah yang bisa turun ke dunia dan berkelahi dengan Ya'qub. Bagi kita orang Islam, catatan ini tidak dapat dipercaya sebab tidak terang siapa yang menulisnya. Ini adalah cerita turun-temurun, seperti kitab-kitab Tambo, dicampuri dongeng, lalu dijadikan kitab suci untuk anak cucu.
Demikianlah soal makanan yang mula-mula halal, lalu diharamkan, kian lama kian banyak yang haram. Ini telah terjadi sejak dahulu, sebelum datang Taurat. Yang dimaksudkan Taurat ialah pokok hukum yang sepuluh, tetapi catatan-catatan yang lain mereka masukkan menjadi Taurat pula.2
“Katakanlah, kalau begitu." Artinya kalau kamu tidak mau percaya kepada keterangan dari Rasul ﷺ ini.
“Bawalah Tamat itu? ‘kemari,' dan bacalah, jika memang kamu orang-orang yang benar."
Dengan tangkisan seperti ini diberikanlah penjelasan bahwasanya banyak makanan yang mula-mula halal, menjadi haram karena
Lihat kembali keterangan tentang Taurat menurut kepercayaan Ahlul Kitab dan perbedaannya dengan kepercayaan Muslimin di permulaan tafsir surah Aali ‘Imraan ini.
kamu sendiri mempersulit dirimu, hai Bani Israil. Adat kebiasaan kamu jadikan peraturan agama lalu kamu bangsakan kepada Taurat. Maka, kedatangan Muhammad ﷺ sekarang ini tidaklah hendak menuruti kebiasaan dan adat istiadat kamu itu yang kamu jadikan peraturan agama.
Sebelum Muhammad ﷺ, Isa al-Masih pun telah menghalalkan pula kembali makanan-makanan itu beberapa macam banyaknya (lihat kembali ayat 50) Namun demikian, kamu pun tetap menyanggahnya.
Ayat 94
“Maka barangsiapa yang mengarang-ngarangkan dusta atas Allah sesudah demikian itu"
Yaitu, masih saja mengatakan bahwa makanan-makanan itu larangan Taurat, padahal tak ada dalam Taurat, atau mengarang-ngarang cerita bahwa Ya'qub melarang anak cucunya memakan semacam makanan, padahal tidak.
“Maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Mereka menjadi zalim karena adat istiadat dan pantangan-pantangan yang mereka perbuat sendiri, lalu mereka dakwakan bahwa itu wahyu dari Allah.
Ayat 95
“Katakanlah; Benarlah Allah!"
Apa yang diwahyukan Allah, itulah yang benar; dan segala pengakuan kamu itu yang kamu karang-karangkan itu, peraturan yang kamu perbuat sendiri untuk memberatkan diri kamu, sehingga yang mula-mula tidak haram, menjadi haram, semuanya itu tidak benar.
“Lantaran itu turutlah agama Ibrahim yang lurus; dan bukanlah dia dari orang-orang yang musyrikin."
Janganlah soal makanan halal atau haram itu yang kamu jadikan alasan untuk membantah kebenaran dan kenyataan. Agama Ibrahim yang lurus adalah agama yang asli, rumpun pegangan kita semuanya, kamu Yahudi dan Nasrani dan kami. Ibrahim tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain, mari ke sana kita kembali semuanya. Adapun soal makanan haram dahulu karena adat istiadat yang kamu buat, sekarang bisa berubah, karena dia bukan pokok aqidah.
Kalau seruan sudah sampai ke sana, dengan sendirinya bantahan mereka jatuh. Sebab, yang ditegaskan terlebih dahulu ialah pokok, atau yang zaman sekarang disebut prinsip, dasar. Maka, kalau dasar pokok sudah diterima, janganlah yang ranting dijadikan pokok pula untuk membantah yang dasar.
Oleh karena sudah tersebut nama Ibrahim dan agama Ibrahim, firman Allah pun dilan-jutlah untuk membantah sanggahan yang kedua tadi, tuduhan Bani lsrail atau Yahudi itu, bahwa Nabi Muhammad ﷺ mendakwakan menjunjung tinggi ajaran Ibrahim, padahal Ibrahim menurunkan Ishaq dan Ya'qub. Dan Ya'qub menurunkan berpuluh nabi, berpusat di Baitul Maqdis. Sekarang Muhammad mengalihkan kiblat ke Mekah.
Ayat 96
“Sesungguhnya rumah yang pertama sekali didirikan untuk manusia, ialah yang di Bakkah itu."
Yang dahulu sekali didirikan buat manusia beribadah kepada Allah Yang Maha Esa sebagai lambang tauhid ialah yang di Bakkah. Bakkah adalah nama yang lain dari negeri Mekah. Antara huruf ba dengan huruf mim adalah berdekatan makhraj (tempat keluar) hurufnya, huruf bibir. Sebab itu, pada zaman dahulu di samping orang Arab menyebutkan Mekah ada pula yang menyebutnya Bakkah. Rumah itu ialah Ka'bah, yang disebut pula Baitullah (Rumah Allah), bukan karena Allah bertempat di situ, melainkan karena didirikan semata-mata untuk menyembah Allah yang Tunggal,
“Sebagai (rumah) yang diberi berkat dan petunjuk bagi isi alam."
Rumah itu dan jiran sekelilingnya diberi berkat oleh Allah. Karena meskipun dia terletak di satu wadi (lembah) yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, tetapi penduduknya tidak kekurangan makanan. Dari mana-mana, baik pada zaman dahulu maupun sampai sekarang, penduduk Mekah selalu mendapat makanan dan buah-buahan yang subur dari tempat-tempat sekelilingnya. Dan setiap waktu pula, kalau tidak naik haji orang pun datang berumrah, negeri itu ramai dengan orang yang datang beribadah.
Telah datang zaman modern seperti sekarang, maka hampir pula setiap hari kapal terbang datang membawa orang-orang yang berumrah, dari Turki atau dari tempat-tempat lain di seluruh dunia Islam. Apabila datang musim mengerjakan haji, sampai bilangan juta orang yang datang ke tanah suci itu; itu semuanya adalah berkat. Sebagai dasar semua itu, tidaklah ada satu saat pun yang sunyi manusia daripada shalat lima waktu menghadapkan mukanya ke tempat mulia itu. Di setiap saat orang mengerjakan shalat lima waktu sebab bumi ini selalu beredar keliling matahari. Selama masih ada manusia yang shalat menghadapkan muka ke sana, selama itu pula dia akan tetap mengalirkan hudan atau petunjuk di seluruh alam ini.
Ayat 97
“Di sana ada tanda-tanda yang nyata."
Di sekeliling rumah pertama itu akan kamu dapati tanda-tanda yang nyata yang dapat kamu lihat dengan mata kepala sendiri. Di sana kamu akan mendapati sumur zamzam; yang telah diceritakan sejak zaman purbakala, bahwa sumur itu yang dikurniakan Allah kepada Hajar, ibu Isma'il. Itu pulalah yang menyebabkan kabilah-kabilah Jurhum sudi mendiami tempat itu, sehingga Hajar tidak sepi sendirian. Dari perkawinan Isma'il dengan anak perempuan kabilah Jurhum, timbul bangsa Arab Musta'ribah yang menurunkan Quraisy dan menurunkan Muhammad ﷺ.
Di sana pun akan kita dapati tanda yang lain pula, yaitu Bukti Shafa dan Marwah tempat Hajar berlari-lari kecemasan sebelum zamzam diberikan Allah—karena ingin mencari air untuk memberi minum anaknya yang baru lahir—dan banyak lagi tanda-tanda yang lain, antaranya lagi yang paling penting ialah tempat berdiri Ibrahim. Yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ketika mengerjakan shalat dan ibadah lainnya, menurut syari'at yang ditentukan Allah untuknya pada zamannya. Berita ini diterima turun-temurun oleh bangsa Arab sejak zaman purbakala sehingga telah menjadi mu-tawatir, mustahil orang akan bersepakat berbuat dusta.
Ada perbedaan penafsiran ahli-ahli tafsir tentang di mana letak yang sebenarnya maqam atau tempat berdiri Ibrahim itu. Kata setengah ahli tafsir, Maqam Ibrahim ialah yang terletak di sebelah Ka'bah telah menjadi sunnah Rasulullah ﷺ. Kita sunnah shalat dua rakaat di tempat itu setelah selesai mengerjakan thawaf, sebab di sana itulah pada zaman purbakala Nabi Ibrahim shalat sehabis thawaf. Sebab, thawaf itu pun beliau pula yang memulainya dan seluruh pekarangan Masjidil Haram itu adalah Maqam Ibrahim.
Perselisihan ahli tafsir inilah yang menyebabkan timbul pula perselisihan pada tahun 1957 antara ahli-ahli bangunan dengan ulama-ulama di Mekah, sebab sekarang Masjidil Haram telah dibangun kembali secara baru dan modern, mempunyai dua tingkat. Maka, menurut simetris bangunan yang baru itu, baru kelihatan indah kalau Maqam Ibrahim yang sekarang ini diganti dan diundurkan ke belakang sedikit. Karena kalau masih menurut bangunan dan letak yang sekarang juga, tidak sesuai dan sejalan lagi dengan susunan baru itu.
Tetapi maksud memindahkan atau meruntuhkan bangunan Maqam Ibrahim yang lama itu dihalangi dengan keras oleh ulama-ulama Mekah, sebab menurut mereka bila digeser tempatnya, tidaklah kena lagi dengan Maqam Ibrahim yang sebenarnya.
Dengan menonjolkan beberapa tanda yang mengkhususkan kepada maqam tempat berdiri Ibrahim, dengan sendirinya tertolaklah dakwaan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Baitul Maqdis lebih besar dan lebih agung daripada Ka'bah.
Ibnul Mundzir dan al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu juraij. Dan berkata, telah sampai kepada kami suatu berita bahwasanya beberapa orang Yahudi berkata, Baitul Maqdis lebih agung daripada Ka'bah, karena Baitul Maqdis-lah tempat berpindah nabi-nabi dan karena dia terletak di bumi yang suci.
Mendengar itu menjawablah beberapa orang Muslimin bahwa Ka'bahlah yang lebih agung. Pertengkaran ini terdengar oleh Rasulullah ﷺ. Lalu turunlah ayat yang tengah kita tafsirkan ini sebagai jawab pemutus per-tengkaran itu, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula diletakkan buat manusia, ialah yang di Bakkah itu," bukan yang di Baitul Maqdis. Di sana ada tanda-tanda yang nyata, yaitu antaranya Maqam Ibrahim dan tanda-tanda demikian tidak terdapat di Baitul Maqdis. Dan barangsiapa yang masuk ke dalamnya mendapat selamat, dengan jaminan tertentu, yang dipegang dan dipertahankan oleh orang Arab, turunan demi turunan, tidak berhenti-henti, dan yang demikian itu tidak ada pada Baitul Maqdis.
“Dan barangsiapa yang masuk ke dalamnya, amanlah dia." Di sinilah kelebihan Ka'bah yang tidak terdapat pada Baitul Maqdis sendiri, masuk ke pekarangan rumah suci pertama itu diberi jaminan keamanan, saja itu tanah yang qudus (suci), bahkan itu pun tanah yang haram, artinya tanah larangan. Sejak peraturan ini ditegakkan oleh Nabi Ibrahim pada zaman dahulu kala, jaminan keamanan di dalam tempat ini telah dipelihara sebaik-baiknya. Walaupun telah banyak bid'ah dan tambahan-tambahan yang dibuat kemudian, sehingga agama hanif ajaran Nabi Ibrahim telah banyak diselewengkan dalam zaman jahiliyyah, tetapi di dalam hal memelihara kesucian tanah haram itu, masih tetap dipertahankan dengan setia. Sehingga bangsa Arab yang amat terkenal mengandung dendam ke-matian ayah atau teman satu kabilah karena dibunuh orang, belum mau berhenti mencari orang yang membunuh itu, sampai darah yang mati ditebus, kalau sekiranya si pembunuh itu terjumpa sedang di Masjidil Haram, atau dalam lingkungan tanah haram, tidaklah mereka mau membalaskan dendam waktu itu. Demikian kerasnya mereka memegang aturan sehingga seorang yang membunuh musuhnya di tanah haram itu akan dicela, dibuang, dikucilkan dari kabilahnya karena dia telah melanggar satu peraturan yang dipegang teguh turun-temurun oleh segala kabilah.
Yang dikecualikan sampai sekarang ini hanyalah melakukan hukuman tindak pidana, yaitu memotong tangan pencuri, merajam penzina, dan menghukum bunuh orang yang bersalah membunuh yang dilakukan hukum-annya oleh hakim.
Bukan saja bersalah melanggar kesucian larangan tanah haram itu terhadap manusia, bahkan berburu binatang buruan pun tidak boleh dalam lingkungan tanah haram itu. Didenda siapa yang melanggarnya, sebagai-mana tersebut peraturannya dalam surah al-Maa'idah kelak.
PERINTAH HAJI
“Dan karena Allah, wajiblah atas manusia pergi haji ke rumah itu, yaitu siapa yang sanggup menuju ke sana."
Tadi sudah dinyatakan bahwa itu adalah rumah yang pertama didirikan untuk manusia beribadah kepada Allah Yang Maha Esa di tempat itu. Ibrahim diperintahkan Allah mendirikannya dengan dibantu oleh putranya, Isma'il. Dipelihara kesucian rumah pertama itu dan dijadikan daerah terlarang untuk membuat huru hara dan keonaran, supaya tetaplah dia menjadi tempat beribadah, sebagai disaksikan oleh syiar terbesar, yaitu maqam tempat Ibrahim shalat. Sekarang datanglah Nabi Muhammad ﷺ yang dengan tegas mengatakan bahwasanya kedatangannya adalah hendak membangkitkan kembali ajaran asli Ibrahim, ajaran hanif dan Muslim. Lurus menuju Allah dan berserah diri kepada-Nya. Maka, kedatangan Muhammad adalah memperkuat kembali ajaran Ibrahim itu, menghidupkan kembali sendi pokok ajaran beliau.
Oleh sebab itu, Ka'bah bukanlah semata-mata sebuah rumah yang akan ditinjau oleh kaum turis pengembara, sebagaimana orang yang datang ke reruntuhan Persepolis atau reruntuhan gedung di Athena atau di Balbek (Libanon) Bahkan itulah rumah ibadah tauhid pertama yang didirikan di dunia ini, supaya terus hidup sebagai pusat tempat beribadah umat sepahaman di dunia ini. Oleh sebab itu. Nabi Muhammad meneruskan perintah, agar segala manusia datang ke tempat itu, berhaji, berwuquf di Arafah, bermabit di Muzdalifah, berhenti di Mina, berthawaf di Ka'bah, dan bersa'i di antara Shafa dan Marwah.
Oleh karena perintah agama itu dikerjakan menurut kesanggupan yang ada, diberilah syarat utama, yaitu kesanggupan orang yang bersangkutan sendiri. Baik berkenaan dengan cukupnya perbelanjaan maupun tidak sulit perjalanan karena sulitnya hubungan, atau dalam keadaan badan sehat wal afiat. Maka, dengan ayat inilah datang perintah resmi kepada kita manusia Muslim supaya naik haji ke Ka'bah, rumah pertama itu, sekurang-kurangnya sekali seumur hidup.
Asal arti haj ialah qashad, yaitu sengaja menuju sesuatu. Dengan demikian dapatlah dipahamkan bahwasanya ibadah haji hendak diniatkan benar-benar, disediakan benar-benar diri untuknya, bukan main-main. Lagi pula di pangkal tadi telah dikatakan, yaitu karena hendak menuju karena Allah semata-mata.
Sebelum negeri Mekah ditaklukkan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin pada tahun ke-8 Hijriah, maka pada tahun ke-7 sudah berlaku juga umratul qadha, pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke-6. Padahal di Mekah masih ada berhala, di Ka'bah masih terdapat 360 berhala. Bahkan di Bukit Shafa, masih tertegak berhala al-Lata menghalangi orang Islam yang datang sa'i (berjalan cepat antara Shafa dan Marwah) Maka, ada sahabat Rasulullah yang ragu-ragu tentang sa'i di antara Shafa dan Marwah itu, melihat berhala berdiri. Lalu datanglah ayat bahwa sa'i di antara Shafa dan Marwah itu tidak ada halangan diteruskan sebab kita melakukan sa'i itu adalah semata-mata ibadah karena Allah. Dan Shafa dan Marwah adalah satu syiar antara berbagai syiar Allah dan kita, tidak ada sangkut paut dengan berhala itu (tengok kembali tafsir ayat 105 surah al-Baqarah).
Dengan ayat ini jadi sangat j elaslah bahwa kita naik haji adalah karena Allah semata-mata, beribadah tulus kepada-Nya. Dan jika kita wuquf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, berhenti tiga hari di Mina, thawaf keliling Ka'bah, sa'i di antara Shafa dan Marwah, semuanya itu bukanlah karena menyembah sua-tu tempat, bahkan jika satu waktu kita sempat mencium Batu Hitam (al-Hajarul Aswad); itu semuanya hanyalah upacara, dan yang disembah hanyalah Allah.
Oleh sebab itu, hendaklah kita kaum Muslimin terus memasang niat bahwa agar sekali seumur hidup dapatlah hendaknya kita naik haji. Haji adalah puncak tertinggi, tanda bahwa kita orang Islam.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang telah mati, padahal dia belum haji, maka biarlah dia mati, (boleh pilih) jika dia suka, jadi Yahudi atau jadi Nasrani." (HR Ibnu Adi dari Abu Hurairah)
Hadits ini adalah sebagai tarhib (ancaman) supaya kita jangan menyia-nyiakan keislaman kita dan jangan memperlemah iman dan cita-cita kita agar satu waktu kita dapat hendaknya naik haji.
Seketika Sayyidina Umar bin Khaththab telah jadi khalifah, pernah pula beliau menyampaikan satu ancaman bagi orang-orang yang melalaikan kewajiban haji, beliau berkata,
“Sesungguhnya ada maksudku hendak mengutus beberapa orang ke negeri-negeri besar itu, supaya mereka selidiki tiap-tiap orang yang mempunyai kemampuan, padahal dia tidak juga pergi haji. Untuk orang-orang ini supaya dikenakan saja jizyah. Sebab, mereka bukan Islam. Mereka bukan Islam."
Jizyah adalah pajak terhadap warga negara yang bukan Islam.
Pasanglah niat dan berikhtiarlah dengan segala tenaga, walaupun meninggal sebelum niat tercapai. Lebih-lebih bagi kita yang bertanah air jauh di ujung timur jauh ini.
“Dan barangsiapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah adalah Mahakaya dari sekalian makhluk."
Kufur artinya ialah menolak kebenaran dengan tidak ada alasan yang jitu; yang kebanyakan hanya karena hawa nafsu belaka. Misalnya awak mengaku Islam, badan sehat, harta cukup bahkan melimpah, perhubungan zaman modern ke Mekah pun sudah sangat mudah, tidak sesulit zaman dahulu lagi, tetapi tidak juga mau menunaikan haji. Orang ini adalah kufur, sekurang-kurangnya kufur nikmat.
Dan ada pula orang yang ditimpa penyakit kebangsaan berkata bahwa naik haji itu hanya pergi memperkaya orang Arab. Padahal, dia sendiri melawat juga ke Eropa atau Amerika. Apakah pergi ke sana tidak memperkaya orang Barat? Tiap-tiap negeri yang maju di dunia ini mengadakan kantor turisme, untuk menarik hati orang luar negeri ziarah ke negerinya, apakah ini tidak memperkaya negeri itu pula? Apakah di zaman modern tidak dipergiat kemajuan hubungan antarnegara? Mengapa untuk naik haji ke Mekah saja, buat beribadah kepada Allah dikatakan “memperkaya orang Arab" sedang buat yang lain tidak?