Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
كُلُواْ
makanlah
مِمَّا
dariapa
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
حَلَٰلٗا
halal
طَيِّبٗا
baik/bersih
وَلَا
dan jangan
تَتَّبِعُواْ
kamu mengikuti
خُطُوَٰتِ
langkah-langkah
ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
syaitan
إِنَّهُۥ
sesungguhnya ia
لَكُمۡ
bagi kalian
عَدُوّٞ
musuh
مُّبِينٌ
yang nyata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
كُلُواْ
makanlah
مِمَّا
dariapa
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
حَلَٰلٗا
halal
طَيِّبٗا
baik/bersih
وَلَا
dan jangan
تَتَّبِعُواْ
kamu mengikuti
خُطُوَٰتِ
langkah-langkah
ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
syaitan
إِنَّهُۥ
sesungguhnya ia
لَكُمۡ
bagi kalian
عَدُوّٞ
musuh
مُّبِينٌ
yang nyata
Terjemahan
Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.
Tafsir
Ayat berikut ini turun tentang orang-orang yang mengharamkan sebagian jenis unta/sawaib yang dihalalkan, (Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat di muka bumi) halal menjadi 'hal' (lagi baik) sifat yang memperkuat, yang berarti enak atau lezat, (dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah) atau jalan-jalan (setan) dan rayuannya (sesungguhnya ia menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang permusuhannya itu.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 168-169
Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.
Ayat 168
Setelah Allah ﷻ menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia dan bahwa hanya Dialah yang menciptakan segalanya, maka Allah ﷻ menjelaskan bahwa Dialah yang memberi rezeki semua makhluk-Nya. Untuk itu Allah ﷻ menyebutkan sebagai pemberi karunia kepada mereka, bahwa Dia memperbolehkan mereka makan dari semua apa yang ada di bumi, yaitu yang dihalalkan bagi mereka lagi baik dan tidak membahayakan tubuh serta akal mereka, sebagai karunia dari Allah ﷻ. Allah melarang mereka mengikuti langkah-langkah setan, yakni jalan-jalan dan sepak terjang yang digunakan untuk menyesatkan para pengikutnya, seperti mengharamkan bahirah (hewan unta bahirah), saibah (hewan unta saibah), wasilah (hewan unta wasilah), dan lain sebagainya yang dihiaskan oleh setan terhadap mereka dalam masa Jahiliah.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Iyad ibnu Hammad yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim, dari Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Allah berfirman, "Sesungguhnya semua harta yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku adalah halal bagi mereka." Selanjutnya disebutkan, "Dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan cenderung kepada agama yang hak, maka datanglah setan kepada mereka, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya dan mengharamkan atas mereka apa-apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka." .
Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa ibnu Syaibah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Abdur Rahman Al-Ihtiyati, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Jauzajani (teman karib Ibrahim ibnu Adam), telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut: Aku membacakan ayat ini di hadapan Nabi ﷺ, "Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi" (Al-Baqarah: 168).
Maka berdirilah Sa'd ibnu Abu Waqqas, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sudilah kiranya engkau doakan kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku orang yang diperkenankan doanya." Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Wahai Sa'd, makanlah yang halal, niscaya doamu diperkenankan. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seorang lelaki yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya benar-benar tidak diperkenankan doa darinya selama empat puluh hari. Dan barang siapa di antara hamba Allah dagingnya tumbuh dari makanan yang haram dan hasil riba, maka neraka adalah lebih layak baginya."
Firman Allah ﷻ: “Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 168) Di dalam ayat ini terkandung makna yang menanamkan antipati terhadap setan dan sikap waspada terhadapnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya setan adalah musuh bagi kalian. Maka ambillah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Kahfi: 50)
Qatadah dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan.” (Al-Baqarah: 168) Setiap perbuatan durhaka kepada Allah, maka perbuatan itu langkah (jalan) setan.
Ikrimah mengatakan, yang dimaksud dengan langkah-langkah setan ialah bisikan-bisikannya.
Mujahid mengatakan bahwa langkah-langkah setan ialah dosa-dosanya atau kesalahan-kesalahannya.
Menurut Abu Mijlaz, yang dimaksud dengan langkah-langkah setan ialah bernazar dalam maksiat.
Asy-Sya'bi mengatakan, "Ada seorang lelaki bernazar akan menyembelih anak laki-lakinya, lalu Masruq memberikan fatwa kepadanya agar dia menyembelih seekor domba sebagai penggantinya dan ia mengatakan bahwa hal seperti itu termasuk langkah-langkah setan."
Abud Duha meriwayatkan sebuah atsar dari Masruq, bahwa disuguhkan kepada Abdullah ibnu Mas'ud bubur susu dan garam, lalu ia makan, tetapi ternyata ada seorang lelaki dari kaum yang hadir menjauhkan dirinya. Maka Ibnu Mas'ud berkata, "Berikanlah sebagian kepada teman kalian itu." Lelaki itu menjawab, "Aku tidak menginginkannya." Ibnu Mas'ud bertanya, "Apakah kamu sedang puasa?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Ibnu Mas'ud bertanya, "Lalu mengapa kamu tidak mau makan bersama?" Lelaki itu menjawab, "Aku telah mengharamkan diriku makan bubur susu untuk selama-lamanya." Maka Ibnu Mas'ud berkata, "Ini adalah termasuk langkah-langkah setan, makanlah dan bayarlah kifarat untuk sumpahmu itu!" Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Dan Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Abdullah Al-Masri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Rafi' yang menceritakan, "Pada suatu hari ibuku marah-marah kepada istriku, lalu ibuku berkata bahwa istriku adalah wanita Yahudi, dan di lain kali ia mengatakan bahwa istriku adalah wanita Nasrani. Dia mengatakan pula bahwa semua budak miliknya akan dimerdekakan jika aku tidak menceraikan istriku. Maka aku datang kepada Abdullah ibnu Umar meminta fatwa kepadanya, dan ia mengatakan, 'Ini merupakan salah satu dari langkah-langkah setan'."
Hal yang sama dikatakan pula oleh Zainab binti Ummu Salamah yang saat itu merupakan wanita paling alim dalam masalah fiqih di kota Madinah. Aku datang kepada ‘Ashim dan Ibnu Umar, keduanya mengatakan hal yang mirip.
Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Syarik, dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sumpah atau nazar apa pun yang dilakukan dalam keadaan emosi merupakan salah satu dari langkah-langkah setan, dan kifaratnya sama dengan kifarat sumpah.
Ayat 169
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-Baqarah: 169) Yakni sesungguhnya setan musuh kalian hanya memerintahkan kalian kepada perbuatan-perbuatan yang jahat dan perbuatan-perbuatan yang berdosa besar, seperti zina dan lain-lainnya; dan yang paling parah di antaranya ialah mengatakan terhadap Allah hal-hal yang tanpa didasari pengetahuan, dan termasuk ke dalam golongan terakhir ini setiap orang kafir, juga setiap pembuat bid'ah.
Wahai manusia! Makanlah dari makanan yang halal, yaitu yang tidak haram, baik zatnya maupun cara memperolehnya. Dan selain halal, makanan juga harus yang baik, yaitu yang sehat, aman, dan tidak berlebihan. Makanan dimaksud adalah yang terdapat di bumi yang diciptakan Allah untuk seluruh umat manusia, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan yang selalu merayu manusia agar memenuhi kebutuhan jasmaninya walaupun dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah. Waspadailah usaha setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia dengan segala tipu dayanya. Allah mengingatkan bahwa sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu, wahai manusia. Sebagai musuh manusia, sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat, yaitu perbuatan yang mengotori jiwa dan berakibat buruk terhadap kehidupan meskipun tanpa sanksi hukum duniawi, seperti menyakiti sesama, menebar permusuhan, merusak persatuan dengan cara mengadu domba dan menyebar kebohongan, berhati dengki, angkuh dan sombong, dan setan juga menyuruh manusia berbuat keji, yaitu perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntunan agama dan akal sehat, khususnya yang telah ditetapkan sanksi duniawinya, seperti zina dan pembunuhan, dan setan juga membisikkan agar kamu mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah dengan mengatakan bahwa Allah punya istri dan punya anak, padahal Allah Mahasuci dari hal tersebut.
Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah, Khuza'ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharamkan memakan-Nya dalam firman-Nya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, dan (hewan yang mati) tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan juga bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah suatu kefasikan. (al-Ma'idah/5: 3).
Segala sesuatu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan wasilah tidak tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di samping yang tersebut dalam ayat itu, ada lagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis Rasulullah ﷺ seperti makan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat.
Allah menyuruh manusia makan makanan yang baik yang terdapat di bumi, yaitu planet yang dikenal sebagai tempat tinggal makhluk hidup seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan lainnya. Sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa kabilah yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan, karena Allah tidak mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam makanan tertentu sebagaimana tersebut dalam ayat 3 surah al-Ma'idah dan dalam ayat 173 surah al-Baqarah ini.
Selain dari yang diharamkan Allah dan selain yang tersebut dalam hadis sesuai dengan pendapat sebagian ulama adalah halal, boleh dimakan. Kabilah-kabilah itu hanya mengharamkan beberapa jenis tanaman dan binatang berdasarkan hukum yang mereka tetapkan dengan mengikuti tradisi yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan karena memperturutkan hawa nafsu dan kemauan setan belaka. Janganlah kaum Muslimin mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KARENA CARI MAKAN
Setelah menerangkan bahaya ikut-ikutan, datanglah seruan Allah kepada seluruh manusia agar mengatur makanan,
Ayat 168
“Wahai, manusia! Makanlah dari apa yang ada di bumi ini barang yang halal lagi baik dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian."
Penting sekali peringatan ini dan ada hubungannya dengan ayat yang sebelumnya. Kecurangan-kecurangan, penipuan dan mengelabui mata yang bodoh, banyak ataupun sedikit, adalah hubungannya dengan perut asal berisi. Berapa perbuatan yang curang terjadi di atas dunia ini oleh karena mempertahankan syahwat perut. Maka, apabila manusia telah mengatur makan minumnya, mencari dari sumber yang halal, bukan dari penipuan, bukan dari apa yang di zaman modern ini dinamai korupsi, jiwa akan terpelihara dari kekasarannya. Dalam ayat ini tersebut yang halal lagi baik. Makanan yang halal ialah lawan dari yang haram; yang haram telah pula disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu yang tidak disembelih, daging babi, darah, dan yang disembelih untuk berhala. Kalau tidak ada pantang yang demikian, halal dia dimakan. Akan tetapi, hendaklah pula yang baik meskipun halal.
Ayat 169
“Hanyalah setan memerintahkan kalian dengan keburukan dan kekejian serta supaya kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang tidak kamu ketahui."
Sampai ke sanalah setan akan membawa larat. Asalnya ialah karena tidak menjaga diri dalam hal makan, dalam hal syahwat perut. Akhirnya berlarut-larut menjadi kafir. Ketika telah gagal, karena tentu satu waktu akan gagal, keluarlah perkataan terhadap Allah dengan tidak berketentuan sehingga ada yang mengatakan Allah tidak adil. Kalau orang telah kaya raya karena harta tidak halal lalu ada orang yang memberikan nasihat, tetapi karena petunjuk setan, dia akan berkata pula tentang Allah, ‘Apa Allah?! Apa agama?! Mana dia Tuhan itu belum pernah aku melihatnya. Aku tidak percaya bahwa Dia ada."
Setan masuk ke segala pintu menurut tingkat orang yang dimasuki. Kebanyakannya karena mencari makanan pengisi perut Paling akhir setan berusaha supaya orang mengatakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui. Kalau orang yang dia sesatkan sampai tidak mengakui lagi adanya Allah karena telah mabuk dengan maksiat, setan pun dapat menyelundup ke dalam suasana keagamaan sehingga lama-kelamaan orang berani menam-bah agama, mengatakan peraturan Allah, padahal bukan dari Allah, mengatakan agama, padahal bukan agama. Lama-lama orang pun telah merasa itulah dia agama. Asalnya soal makanan juga.
Satu misal, baru saja seorang mati, orang di dalam rumah keluarganya telah repot. Bukan repot hendak segera menguburkan si mati, tetapi berbelanja ke pasar, membeli sayur m ayu r, membeli lada garam, mencari kambing yang agak besar, bahkan kadang-kadang lembu atau kerbau untuk makan besar. Kata guru yang ada di kampung itu, wajiblah si mati itu sebelum diangkat ke kubur didoakan terlebih dahulu agar selamat dia berpulang ke akhirat. Untuk berdoa, mereka itu makan besar! Kadang-kadang makan besar sebelum berangkat atau makan besar pulang dari kubur.
Apakah ini dari agama?
Terang-terang hadits menerangkan bahwa perbuatan ini adalah haram, sama dengan meratap. Sebaliknya, kalau di kampung itu juga ada orang kematian tidak mengadakan jamuan makan besar itu, dituduhlah dia me-nyalahi peraturan agama. Dikatakan bahwa orang yang telah mati itu tidak diselamatkan, sebagaimana mati anjing saja.
Setelah itu, tidaklah putus makan-makan itu di hari ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, hari memarit (menembok) kubur, hari keempat puluh setelah matinya, hari keseratus, dan penutup hari yang keseribu.
Ketika jenazah masih terbujur tadi juga, seketika orang di dekat jenazah memperkata-kan beberapa tahun si mati meninggalkan shalat. Shalat yang dia tinggalkan selama hidup itu bisa dibayar fidyahnya kepada “pengurus-pengurus agama" yang hadir ketika itu. Kadang-kadang terjadi tawar-menawar.
Sejak kapan mereka menerima perwakilan Allah buat menerima beras yang dinamai fidyah itu? Padahal tidaklah masuk akal bahwa shalat sebagai tiang agama dapat dibayar dengan beras, dengan tawar-menawar. Bukan saja tidak masuk akal, tetapi tidak ada sama sekali dalam syara'. Demikian pintarnya setan sehingga kalau ada orang yang berani menegur, mereka yang menegur itulah yang akan dituduh kaum muda yang mengubah-ubah agama dan membongkar-bongkar masalah khilafiyah.
Belum cukup hingga itu saja. Ketika jenazah itu telah diantarkan bersama-sama ke kubur, orang membaca salawat atau bacaan-bacaan yang lain dengan suara keras mengiringi jenazah itu, di hadapan terbanglah payung, di samping itu ada pula pedupaan yang asap kemenyan menjulang ke langit, padahal semuanya itu bukan agama. Meski demikian, siapa yang menegur akan disalahkan mengubah-ubah agama.
Belum cukup hingga itu saja, sesampai di kubur terjadilah apa yang dinamai talqin mayat. Tentang talqin itu sendiri memang ada khilafiyahnya, tetapi di beberapa tempat telah membawa bahaya besar jika hal itu dibuka-buka sebab ada orang yang mengharapkan makan dan pakaian dari talqin itu. Di dekat kuburan setelah kubur itu ditimbun, diben-tangkanlah kasur kecil, beralaskan tikar indah. Di situ duduk tukang membaca talqin dan membacakannya dengan suara yang merdu. Disediakan pula satu cerek yang mahal untuk penyiram kubur kelaknya dan disediakan pula sehelai kain sarung untuk dipakai tukang talqin ketika membacakannya. Sehabis upacara talqin itu, semua barang tadi adalah untuk si pembaca talqin. Atas rayuan setan, orang berkeras mengatakan bahwa itu adalah agama. Siapa yang tidak mengatakan dari agama, dia akan dituduh memecah persatuan!
Bukan itu saja. Bahkan pada kubur-kubur orang yang dianggap keramat, kubur ulama atau kuburan keturunan sayyid yang tertentu, diadakan haul sekali setahun; makan besar di sana sambil membaca berbagai bacaan. Rakyat yang awam dikerahkan menyediakan makanan, bergotong-royong menyediakan segala perbekalan. Kalau kita katakan ini bukanlah agama, ini adalah menambah-nambah dan mengatakan atas Allah barang yang tidak diketahui maka kitalah yang akan dituduh merusak agama.
Bukan itu saja, malahan ada orang yang digajikan buat membaca surah Yaasiin di satu kubur tiap-tiap pagi hari Jum'at. Kalau kita katakan bahwa ini bukan agama, akan mendapatlah kita tuduhan merusak agama.
Inilah beberapa contoh kita kemukakan bahwa penambahan terhadap agama, yang kadang-kadang dimasukkan oleh setan, kerap kali rapat hubungannya dengan soal makan!
Ayat 170
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutlah apa yang ditununkan Allah."
Yaitu supaya kamu tujukan hidupmu kepada satu tujuan saja, yaitu taat dan patuh kepada Allah, mengerjakan apa yang diperintahkan dan menghentikan apa yang dilarang. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Janganlah kamu mencari tandingan-tandingan yang lain lagi bagi Allah. Janganlah kamu katakan terhadap Allah hal-hal yang kamu tidak tahu.
Akan tetapi, apa jawaban mereka terhadap ajakan yang demikian? Karena perdayaan setan juga, “Mereka berkata, ‘Bahkan kami (hanya) mau mengikut apa yang telah terbiasa atasnya nenek moyang kami."‘ Benar ataupun salah adalah nenek moyang kami. Kami akan mempertahankan pusaka mereka, yang tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan, jawaban begini menunjukkan bahwa pikiran tidak berjalan beres lagi atau berkeras mempertahankan adat lama pusaka usang. Bukan akal lagi yang berkuasa, melainkan hawa nafsu. Maka, timbul pertanyaan Allah, untuk dibalikkan kepada mereka,
“Bagaimanakah kalau keadaan nenek moyang mereka itu tidak mengerti suatu apa dan tidak mendapat petunjuk?"
Lantaran nenek moyang tidak mengerti suatu apa, pusaka yang mereka tinggalkan pun tidak berarti suatu apa. Pikiran yang sehat dan akal yang masih tetap berjalan niscaya pasti akan meninjau kembali pusaka nenek moyang itu. Mana yang buruk atau ditolak oleh akal.
Ayat 171
“Dan perumpamaan orang-orang yang tidak mau percaya itu ialah seumpama orang yang mengimbau kepada barang yang tidak mendengar29."
Meskipun ada napas dalam diri mereka, meskipun mereka hidup, tetapi karena alat penerima tidak ada di dalam, segala seruan tidak mendapat sambutan, “kecuali panggilan dan seruan". Artinya, paraulah suara me-manggil, koyaklah mulut mengimbau, tidaklah akan mereka pedulikan sebab mereka telah “tuli, bisu, buta". Mereka menjadi tuli walaupun telinga mendengar, bisu walaupun mulut bisa bereakap, dan buta walaupun mata mereka bisa melihat. Mereka menjadi tuli, bisu, dan buta karena jiwa merekalah yang sebenarnya tuli, bisu, dan buta; kelam yang di dalam,
“Oleh sebab itu, tidaklah mereka berakal."
Dimisalkan di sini laksana orang yang mengimbau, ialah bila gembala menggembalakan binatang-binatang ternaknya. Kerja binatang-binatang itu hanya makan, memamah biak. Sedang memakan rumput mulutnya mengunyah; walaupun tidak sedang memakan rumput, mulutnya tetap mengunyah juga. Walaupun dia dihalau ke mana saja, tidaklah dia peduli. Yang penting baginya ialah mengunyah. Mudharat atau manfaat tidak ada dalam perhitungan mereka sebab mereka telah terbiasa digembala orang. Walaupun sudah datang waktu buat meninggalkan tempat itu, mereka tidak akan beranjak kalau tidak dihalau. Maka, orang-orang yang menjadi Pak Turut atau yang disebut muqallid samalah dengan binatang di padang penggembalaan itu. Tidak ada kegiatan dari diri mereka sendiri. Tidak ada yang diharapkan dari pendengaran atau suara atau penglihatan mereka. Matanya tidak bersinar selain dari sinar kebodohan, sinar yang kosong dari isi. Ingatlah lembu yang telah dihalau ke pembantaian akan dipotong. Walaupun telah bergelimpangan bangkai temannya karena disembelih, tetapi yang masih tinggal sepak-menyepak dan tanduk-menanduk juga sesama mereka. Ini karena tidak mereka ketahui bahwa yang mereka hadapi adalah penyembelih mereka juga. Mereka tidak sempat berpikir bahwa giliran akan tiba juga pada mereka.